Teuku Ben Mahmud: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tag: Penambahan gelar ( ? ) [ * ] VisualEditor Edit Check (references) activated |
||
(68 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Officeholder
'''Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja''' atau '''Teuku Ben Mahmud''' (1860-1911) adalah [[uleebalang]] [[Blangpidie]] yang memimpin [[perang gerilya]] melawan [[Belanda]] di pesisir barat selatan [[Aceh]] hingga tanah [[Batak]] pada awal [[Abad ke 20|abad ke-20]].<ref>{{Cite web|title=Teuku Ben Mahmud dan Perjuangan Melawan Belanda Salah satu tokoh perlawanan terhadap kolonial Belanda,|url=https://123dok.com/article/mahmud-perjuangan-melawan-belanda-perlawanan-terhadap-kolonial-belanda.yr6pjx7y|website=123dok.com|language=id|access-date=2022-10-12}}</ref>▼
| name = {{PAGENAME}} Setia Raja
| image = Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM 'Een Teuku met bemanningsleden aan boord van de 'Van Doorn' TMnr 10018813.jpg
| imagesize =
| caption = Teuku Ben Mahmud bersama awak kapal van Doorn dalam perjalanan menuju tempat pengasingan di Maluku
| office = [[Ulèë Balang|Ulèëbalang]] [[Negeri|Nanggroë]] [[Blangpidie, Aceh Barat Daya|Blangpidië]]
| order =
| president = [[Muhammad Daud Syah dari Aceh|Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat]]
| term_start = 1882
| term_end = 1909
| predecessor = Teuku Ben Abbas<br>Teuku Nyak Sawang (de jure)
| successor = Teuku Banta Sulaiman
| birth_date = [[1860]] (perkiraan)
| birth_place = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Blangpidie, Aceh Barat Daya|Blangpidie]], [[Kesultanan Aceh Darussalam]]
| death_date = {{death date and age|1974|3|28|1860|1|28}}
| death_place = {{flagicon|Indonesia}} [[Saramaake, Wasile Selatan, Halmahera Timur]]
| nationality = [[Indonesia]]
| party =
| spouse =
| relations =
| children =
| alma_mater =
| occupation =
| profession = [[Ulèë Balang|Uleebalang]]
| religion = [[Islam]]
| signature =
| website =
| footnotes =
| embed =
| title = Zelfbestuurder n.b. Landschap Blang-Pidië
| parents = Teuku Ben Abbas (ayah)<br>Cut Meuh (ibu)
| opponent =
| battles = [[Perang Aceh]] dengan [[Belanda]]
[[Perang Dunia II]]
Perang [[Revolusi Nasional Indonesia]]
| serviceyears = 1875-1908
| allegiance = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Kesultanan Aceh Darussalam]]
| branch =
| nickname =
| rank = Bentara
}}
▲'''Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja''' atau '''Teuku Ben Mahmud''' (lahir sekitar tahun 1860
==Kehidupan Awal==
[[Teuku]] Bentara Mahmud lahir di Gampong Cot, [[Kuta
Berdasarkan ''besluit'', ''Zelfbestuur Landschappen'' ([[hulubalang]] [[daerah swapraja]]) Pulau Kayu-Blangpidie sebelumnya adalah Teuku Nyak Sawang yang menandatangani ''korte verklaring'' pada tanggal 9 Maret 1874 (sejak saat itu nama Kuta Batee resmi menjadi Blangpidie) dan dikukuhkan pada tanggal 27 Juli 1874. Setelah kematian Teuku Nyak Sawang, uleebalang Pulo Kayee (Pulau Kayu) dijabat oleh anaknya bernama Teuku Raja Cut. Ibu Teuku Raja Cut yaitu Cut Meurah binti Teuku Pang Chik kemudian menikah lagi dengan Teuku Ben Mahmud bin Teuku Ben Abbas.▼
Setelah Teuku Ben Abbas meninggal dunia, kepemimpinan kenegerian Blangpidie dilanjutkan oleh Teuku Ben Mahmud. Namun dikarenakan Teuku Ben Mahmud masih kecil. Pemerintahan dkendalikan oleh pamannya bernama Teuku Nyak Sawang gelar ''Raja Muda Blang Pedir'' yang bertindak sebagai pemangku raja Blangpidie sekaligus uleebalang [[Pulau Kayu, Susoh, Aceh Barat Daya|Pulau Kayu]].
▲
▲Adapun menurut Zakaria Ahmad, pendiri Blangpidie adalah Teuku Ben Agam (Teuku Tok Gam) dari [[Pidie]]. Pada awal abad ke-19 terjadi perebutan kekuasaan di Kuta Batee antara beberapa pemimpin koloni dari Pidie dan Aceh Besar. Hingga kemudian Tuanku Pangeran Husein bin [[Sultan Mansur Syah|Sultan Alaiddin Ibrahim Mansur Syah]] (1836-1869) dapat mendamaikan keduabelah pihak yang bertikai dan sekaligus menetapkan Teuku Ben Agam sebagai uleebalang Blangpidie yang pertama terlepas dari Kenegerian [[Susoh, Aceh Barat Daya|Susoh]].
Hubungan antara uleebalang Blangpidie dengan uleebalang Pulau Kayu bermula dari tokoh pendiri kenegerian Pulau Kayu yang bernama Teuku Nyak Seh yang menikahi Nyak Buleun, cucu tertua dari Tok Gam. Pulau Kayu kala itu menjadi pelabuhan satu-satunya Blangpidie yang bersebelahan langsung dengan Bandar Susoh.
Saat Teuku Ben Mahmud menunjukkan sikap perlawanan terhadap Belanda pada saat mereka memasuki Aceh pada tahun 1873, Teuku Nyak Sawang bertindak atas nama uleebalang Blangpidie menandatangani ''Korte Verklaring'' dengan Belanda pada tahun 1874 di saat kunjungan Divisi Laut Belanda ke Pantai Barat Aceh yang dipimpin oleh Jenderal van Swieten. Setelah kematian Teuku Nyak Sawang, Teuku Ben Mahmud menikah dengan janda Teuku Nyak Sawang bernama Cut Meurah binti Teuku Pang Chik. Cut Meurah yang merupakan uleebalang cut [[Kuta Tuha, Blangpidie, Aceh Barat Daya|Kuta Tuha]] adalah sosok yang mengubah nama Kuta Batee menjadi Blangpidie.
Teuku Ben Mahmud memiliki empat orang istri di Aceh yaitu Cut Meurah, Cut Halimah Mata Ie, Cut Gadih dan Cut Linggam. Putra pertamanya bersama Cut Meurah, istri pertama lahir pada tahun 1884 dan diberi nama Teuku Banta Sulaiman, putra mahkota Blangpidie.
Pada
Keluarga mendiang Teuku Nyak Sawang pernah mengajukan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar negeri Pulau Kayu menjadi negeri otonom yang terpisah dari Blangpidie. Pada tanggal 12 Oktober 1880 dibuatlah sebuah pernyataan bahwa negeri Pulau Kayu akan dipisahkan dari Blangpidie, pernyataan tersebut disetujui oleh Belanda dan diratifikasi ke dalam Akta Nomor 24 Tanggal 26 Maret 1881. Kemudian berlanjut pada masa Teuku Raja Cut yang dideklarasi pada tanggal 8 November 1900 dan Akta pengukuhan tanggal 22 April 1901 yang disetujui dan diratifikasi dalam Akta Nomor 10 Tanggal 15 Juni 1901. Namun akta persetujuan dan pengesahan tersebut tidak jadi diterbitkan karena Teuku Nyak Cut (pemangku dari Teuku Umar bin Teuku Raja Cut) meninggal dunia, sehingga wilayah Pulau Kayu secara bertahap kembali menjadi bagian dari Blangpidie dan seterusnya keturunan Teuku Ben Mahmud dianggap sebagai penguasa wilayah tersebut atau ''Zelfbestuurder'' Blangpidie''.''
==Perjuangan==
Sejak Belanda menyatakan [[perang]] kepada Aceh pada 26 Maret 1873, Teuku Ben Mahmud terus menunjukkan sikap perlawanan menentang keberadaan Belanda di Aceh. Teuku Ben sejak muda selalu mendukung dan membantu upaya perlawanan terhadap Belanda. Bahkan saat remaja, ia secara tegas juga tidak mengakui kekuasaan Belanda di Aceh serta menolak bekerjasama dengan Belanda.<ref>{{Cite
Pada tahun 1895, Teuku Ben Mahmud menyerang Teuku Larat uleebalang [[Tapaktuan]] karena dianggap telah bekerjasama dengan Belanda. Dalam penyerangan itu ditawan juga puteri Teuku Larat yang bernama Cut Intan Suadat, yang kemudian dinikahkan dengan Teuku Banta Sulaiman putra Teuku Ben Mahmud. Penyerangan itu dikenal dengan nama Perang Jambo Awe, dikarenakan penyerangan itu dipimpin panglima Teuku Ben Mahmud bernama Teungku Jambo Awe yang berasal dari [[Seunagan, Nagan Raya|Seunagan]].
Pada Tahun 1900, pasukan [[marsose]] Belanda berhasil memasuki Kota Blangpidie setelah memindahkan posisinya dari Susoh. Belanda membangun tangsi (bivak) marsose dengan kekuatan satu Satuan Setingkat [[Kompi]] (SSK). Setelah Belanda merebut wilayah Blangpidie pada tahun 1900, Teuku Ben Mahmud melakukan gerilya dari hulu [[
Pada 7 April 1901, pasukan Teuku Ben Mahmud
Pada
Di tahun yang sama, pasukan Teuku Ben yang dipimpin Tengku Idris dari [[Nagan Raya]] juga menyerang rombongan [[Kontrolir|kontrolil]] Belanda yang sedang mengutip ''blestenk'' (pajak rakyat) di [[Kuta Buloh I, Meukek, Aceh Selatan|Kuta Buloh]], [[Meukek, Aceh Selatan|Meukek]]. Penyerangan ini menewaskan beberapa serdadu Belanda. Aksi tersebut membuat Belanda melakukan sweeping secara ketat, sehingga membuat Tengku Idris dan beberapa pasukan Teuku Ben lainnya tertangkap dan dibuang ke [[Ternate]], [[
Pada tahun 1905, Teuku Ben juga menjalin komunikasi dan membantu perlawanan [[Sisingamangaraja XII]] di daerah Dairi.Teuku Ben Mahmud memimpin gerilya di barat selatan Aceh dan menghadapi marsose Belanda dibantu juga oleh pasukan khusus [[Kesultanan Aceh]] dari [[Suku Gayo|Gayo]] dan [[Suku Alas|Alas]].
▲Di tahun yang sama, pasukan Teuku Ben yang dipimpin Tengku Idris dari [[Nagan Raya]] juga menyerang rombongan [[Kontrolir|kontrolil]] Belanda yang sedang mengutip ''blestenk'' (pajak rakyat) di [[Kuta Buloh I, Meukek, Aceh Selatan|Kuta Buloh]], [[Meukek, Aceh Selatan|Meukek]]. Penyerangan ini menewaskan beberapa serdadu Belanda. Aksi tersebut membuat Belanda melakukan sweeping secara ketat, sehingga membuat Tengku Idris dan beberapa pasukan Teuku Ben lainnya tertangkap dan dibuang ke [[Ternate]], [[Pulau Halmahera|Halmahera]], [[Maluku Utara]] (salah seorang keturunan Tengku Idris di Maluku Utara adalah Mantan Menpora RI [[Abdul Gafur (politikus)|Abdul Gafur]]).
Pada Juni 1908, Belanda berhasil menyandera beberapa anggota keluarga dan pasukan Teuku Ben termasuk istri Teuku Ben, putra mahkota Teuku Banta Sulaiman beserta 100 orang pengikutnya. Atas bujukan [[W.B.J.A. Scheepens|Kapitein W.B.J.A. Scheepens]] dan [[Kapten|Kapitein]] [[Hendrikus Colijn|H. Colijn]], Teuku Ben Mahmud dan 160 orang pasukannya pada Juli 1908 akhirnya terpaksa turun gunung dengan membawa 17 pucuk senjata dan menghentikan gerilyanya dengan syarat Belanda harus melepaskan sandera dan mengembalikan pejuang Aceh yang mereka buang ke luar Aceh.
Meskipun telah turun gunung, Teuku Ben Mahmud tetap diawasi oleh Belanda. Secara diam-diam Teuku Ben masih terus menyemangati pejuang Aceh bahkan sempat memerintahkan untuk membunuh seorang mata-mata Belanda. Karena dianggap masih memiliki pengaruh terhadap perlawanan melawan Belanda, Teuku Ben Mahmud dan beberapa keluarganya akhirnya dibuang ke [[
Meskipun perjuangan Teuku Ben Mahmud terhenti setelah ia dibuang ke
Sepeninggal Teuku Banta Sulaiman, pada 30 Oktober 1917 kepemimpinan kenegerian Blangpidie selanjutnya diambilalih oleh adiknya, Teuku Rayeuk bin Teuku Ben Mahmud, karena Teuku Sabi bin Teuku Banta Sulaiman masih kecil. Baru pada
== Penghargaan ==
Atas pengabdian dan perjuangannya untuk [[Kesultanan Aceh]] semasa [[perang Aceh]] melawan [[Belanda]], [[Sultan Muhammad Daud Syah]] menganugerahi Teuku Ben Mahmud gelar Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja. Nama Teuku Ben juga diabadikan sebagai nama [[jalan]] di [[Blangpidie]] dan [[Tapaktuan]]. Selain itu, nama Teuku Ben Mahmud juga dijadikan sebagai nama [[yayasan]] yang mengelola [[asrama]] [[mahasiswa]] Blangpidie di [[Banda Aceh]].
Penjabat [[Bupati Aceh Barat Daya]], [[Darmansah]] memberikan penghargaan kepada Teuku Ben Mahmud sebagai Tokoh dan Pahlawan Perang Aceh asal Aceh Barat Daya.<ref>{{Cite web|last=koalisi.co|date=2024-06-04|title=Teuku Ben Mahmud Dianugerahi Penghargaan “Tokoh Gerilya dan Pahlawan Perang Aceh”|url=https://koalisi.co/teuku-ben-mahmud-dianugerahi-penghargaan-tokoh-gerilya-dan-pahlawan-perang-aceh/|website=Koalisi.co|language=id|access-date=2024-06-19}}</ref> Selain itu, Kepala Kantor [[Kementerian Agama Republik Indonesia]] Kabupaten Aceh Barat Daya juga memberikan penghargaan kepada Teuku Ben Mahmud sebagai Tokoh Gerilya dan Pahlawan Perang Aceh.<ref>{{Cite web|title=Action Terima Penghargaan Teuku Ben Mahmud dari Kemenag Abdya|url=https://www.nasional.top/2024/05/action-terima-penghargaan-teuku-ben.html|language=id|access-date=2024-06-02}}</ref> Pemberian penghargaan ini merupakan bentuk dukungan atas usaha pengusulan gelar [[Pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional]] bagi Teuku Ben Mahmud yang dilakukan oleh [https://penerbitaction.com Aceh Culture and Education] dan [https://www.penerbitaction.com/p/museum-susoh.html?m=1 Museum Susoh].<ref>{{Cite web|title=ACTION Ajukan Teuku Ben Mahmud Sebagai Pahlawan Nasional Asal Abdya|url=https://aceh.tribunnews.com/2024/05/14/action-ajukan-teuku-ben-mahmud-sebagai-pahlawan-nasional-asal-abdya|website=Serambinews.com|language=id-ID|access-date=2024-06-22}}</ref>
== Rujukan ==
<references />
[[Kategori:Pahlawan Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh pejuang yang dibuang]]
[[Kategori:Tokoh Aceh]]
[[Kategori:Bangsawan Aceh]]
[[Kategori:Tokoh dari Aceh Barat Daya]]
|