Teuku Ben Mahmud: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tag: Penambahan gelar ( ? ) [ * ] VisualEditor Edit Check (references) activated |
||
(3 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan) | |||
Baris 40:
| rank = Bentara
}}
'''Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja''' atau '''Teuku Ben Mahmud''' (lahir sekitar tahun 1860) adalah [[uleebalang]] [[Blangpidie]] yang memimpin [[perang gerilya]] melawan [[Belanda]] di pesisir barat selatan [[Aceh]], [[Gayo]], [[Suku Alas|Alas]] hingga tanah [[Batak]] pada awal [[Abad ke 20|abad ke-20]].<ref name=":
==Kehidupan Awal==
[[Teuku]] Bentara Mahmud lahir di Gampong Cot, [[Kuta Tinggi, Blangpidie, Aceh Barat Daya]] sekitar tahun 1860. Ayahnya bernama Teuku Bentara Nyak Abbas bin Teuku Bentara Agam Nyak Sari yang berasal dari [[Pidie, Pidie#Mukim Gampong Lhang|Mukim Gampong Lhang]], [[Pidie]]. Saat masih muda, Teuku Ben Mahmud digelari oleh [[Datuk]] [[Susoh, Aceh Barat Daya|Susoh]] dengan sebutan ''Anak Bergumbak.'' Gelar ini kerap digunakan oleh para pangeran [[Minangkabau]]''.'' Datuk Susoh yang berjumlah lima orang yaitu Datuk Tuha, Datuk Baginda, Datuk Kabong (Datuk Baru), Datuk Rawa dan Datuk Pawoh<ref>{{Cite book|last=Djamin|first=Aris Faisal|date=2021|title=Susoh; Cahaya Kemilau Peradaban|location=Banda Aceh|publisher=Aceh Culture and Education|isbn=9786239809805|pages=154|url-status=live}}</ref> seterusnya menyampaikan ''Datuk Balimo Taraso Baranam dengan Anak Bergumbak''<ref name=":1" />. Pada tahun 1882, Teuku Ben Mahmud diangkat oleh [[Sultan Aceh]] menjadi uleebalang Blangpidie dengan gelar ''Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja''.
Pada awal abad ke-19 terjadi perebutan kekuasaan di Kuta Batee antara beberapa pemimpin koloni dari Pidie
Setelah Teuku Ben Abbas meninggal dunia, kepemimpinan kenegerian Blangpidie dilanjutkan oleh Teuku Ben Mahmud. Namun dikarenakan Teuku Ben Mahmud masih kecil. Pemerintahan dkendalikan oleh pamannya bernama Teuku Nyak Sawang gelar ''Raja Muda
Teuku Nyak Sawang mendapuk dirinya sebagai ''Zelfbestuur Landschappen'' Pulau Kayu-Blangpidie setelah menandatangani ''korte verklaring'' pada tanggal 9 Maret 1874 dan dikukuhkan pada tanggal 27 Juli 1874. Setelah kematian Teuku Nyak Sawang, uleebalang Pulau Kayu dijabat oleh anaknya; Teuku Raja Cut.
Baris 54:
Hubungan antara uleebalang Blangpidie dengan uleebalang Pulau Kayu bermula dari tokoh pendiri kenegerian Pulau Kayu yang bernama Teuku Nyak Seh yang menikahi Nyak Buleun, cucu tertua dari Tok Gam. Pulau Kayu kala itu menjadi pelabuhan satu-satunya Blangpidie yang bersebelahan langsung dengan Bandar Susoh.
Saat Teuku Ben Mahmud menunjukkan sikap perlawanan terhadap Belanda pada saat mereka memasuki Aceh pada tahun 1873, Teuku Nyak Sawang bertindak atas nama uleebalang Blangpidie menandatangani ''Korte Verklaring'' dengan Belanda pada tahun 1874 di saat kunjungan Divisi Laut Belanda ke Pantai Barat Aceh yang dipimpin oleh Jenderal van Swieten. Setelah kematian Teuku Nyak Sawang
Teuku Ben Mahmud memiliki empat orang istri di Aceh yaitu Cut Meurah, Cut Halimah Mata Ie, Cut Gadih dan Cut Linggam. Putra pertamanya bersama Cut Meurah, istri pertama lahir pada tahun 1884 dan diberi nama Teuku Banta Sulaiman, putra mahkota Blangpidie.
Baris 71:
Pada 7 April 1901, pasukan Teuku Ben Mahmud dengan kekuatan sekitar 500 orang menyerang markas Belanda di Blangpidie, sehingga membuat pasukan marsose Belanda yang dipimpin Letnan Helb kocar kacir. Pasukan yang membantu Teuku Ben Mahmud terdiri atas beberapa orang Gayo yang terkenal dan gagah berani antara lain Ang Bali dari Cane Toa, Raja Chik Padang, dan Raja Chik Pasir.
Pada tahun 1905, pasukan Teuku Ben Mahmud dengan kekuatan sekitar 500 pejuang menyerbu markas Belanda di Tapaktuan. Dalam pertempuran tersebut, Teuku Ben Mahmud dibantu oleh panglima-panglima yang gigih dan tangguh antara lain Haji Yahya dari [[Sawang, Aceh Selatan|Aluepaku, Sawang]], Said Abbdurrahman dari [[Pasie Raja, Aceh Selatan|Pasie Raja]] dan [[Teuku Cut Ali]] dari [[Trumon, Aceh Selatan|Trumon]].<ref>{{Cite web|title=TP2GK Luncur Buku Teuku Ben Mahmud, Saat Pameran Sejarah di Museum Susoh Bertepatan Hari Pahlawan|url=https://aceh.tribunnews.com/2024/11/10/tp2gk-luncur-buku-teuku-ben-mahmud-saat-pameran-sejarah-di-museum-susoh-bertepatan-hari-pahlawan|website=Serambinews.com|language=id-ID|access-date=2024-11-10}}</ref>
Di tahun yang sama, pasukan Teuku Ben yang dipimpin Tengku Idris dari [[Nagan Raya]] juga menyerang rombongan [[Kontrolir|kontrolil]] Belanda yang sedang mengutip ''blestenk'' (pajak rakyat) di [[Kuta Buloh I, Meukek, Aceh Selatan|Kuta Buloh]], [[Meukek, Aceh Selatan|Meukek]]. Penyerangan ini menewaskan beberapa serdadu Belanda. Aksi tersebut membuat Belanda melakukan sweeping secara ketat, sehingga membuat Tengku Idris dan beberapa pasukan Teuku Ben lainnya tertangkap dan dibuang ke [[Ternate]], [[Maluku Utara]]. [[Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia]] 1978-1988 dr. H. [[Abdul Gafur (politikus)|Abdul Gafur]] bin H. Abdul Hamid Tengku Idris, adalah cucu Tengku Idris, panglima Teuku Ben Mahmud.
Baris 85:
Putra sulung Teuku Ben Mahmud, Teuku Banta Sulaiman juga diasingkan oleh Belanda dan dibuang ke [[Peureulak, Aceh Timur|Peureulak]], [[Aceh Timur]] antara tahun 1916-1919 lalu dipindahkan ke [[Kutaraja]] hingga masuknya [[Jepang]] ke Aceh baru ia bisa kembali pulang ke Blangpidie. Saudaranya, Teuku Karim bin Teuku Ben Mahmud turut melakukan perlawanan melawan Belanda hingga masuknya Jepang pada tahun 1942
Sepeninggal Teuku Banta Sulaiman, pada 30 Oktober 1917 kepemimpinan kenegerian Blangpidie selanjutnya diambilalih oleh adiknya, Teuku Rayeuk bin Teuku Ben Mahmud, karena Teuku Sabi bin Teuku Banta Sulaiman masih kecil. Baru pada 11 Oktober 1929, ''Zelfbestuurder van'' Blangpidie dijabat oleh Teuku Sabi hingga terjadinya [[revolusi sosial]] pasca [[kemerdekaan Indonesia]]. Teuku Sabi menikah dengan putri Datuk Nyak Raja (''Zelfbestuurder van'' Susoh). Teuku Sabi tidak memiliki anak laki-laki yang dapat meneruskan kepemimpinannya sebab anak laki-laki mereka satu-satunya bernama Teuku Raja Usman bin Teuku Sabi meninggal saat masih kecil akibat tenggelam di kolam rumah Haji Chek Ahmad yang berdekatan dengan kediaman Teuku Sabi di [[Kedai Siblah, Blangpidie, Aceh Barat Daya|Keude Siblah]].<ref>{{Cite web|date=2015-02-06|title=Peristiwa 11 September 1926; Perlawanan Teungku Peukan terhadap Belanda di Aceh (Bagian I)|url=http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbaceh/peristiwa-11-september-1926-perlawanan-teungku-peukan-terhadap-belanda-di-aceh-bagian-i/|website=Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh|language=en-US|access-date=2022-10-12}}</ref> Saat kematian Teuku Raja Usman bin Teuku Sabi terjadi perdebatan terkait hukum samadiah atau tahlilan. Peristiwa ini berujung pada perdebatan antara murid-murid [[Abu Syekh Mud]] termasuk [[Abuya Muda Waly]] dengan Teungku Sufi Gle Karong.<ref name=":0">{{Cite book|last=Rozal Nawafil|first=Aris Faisal Djamin dan|date=2024|title=Teuku Bentara Mahmud Setia Radja : pahlawan besar perang Aceh|location=Banda Aceh|publisher=Aceh Culture and Education|isbn=978-623-88864-3-2|pages=405|url-status=live}}</ref>
== Penghargaan ==
Atas pengabdian dan perjuangannya untuk [[Kesultanan Aceh]] semasa [[perang Aceh]] melawan [[Belanda]], [[Sultan Muhammad Daud Syah]] menganugerahi Teuku Ben Mahmud gelar Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja. Nama Teuku Ben juga diabadikan sebagai nama [[jalan]] di [[Blangpidie]] dan [[Tapaktuan]]. Selain itu, nama Teuku Ben Mahmud juga dijadikan sebagai nama [[yayasan]] yang mengelola [[asrama]] [[mahasiswa]] Blangpidie di [[Banda Aceh]].
Penjabat [[Bupati Aceh Barat Daya]], [[Darmansah]] memberikan penghargaan kepada Teuku Ben Mahmud sebagai Tokoh dan Pahlawan Perang Aceh asal Aceh Barat Daya.<ref>{{Cite web|last=koalisi.co|date=2024-06-04|title=Teuku Ben Mahmud Dianugerahi Penghargaan “Tokoh Gerilya dan Pahlawan Perang Aceh”|url=https://koalisi.co/teuku-ben-mahmud-dianugerahi-penghargaan-tokoh-gerilya-dan-pahlawan-perang-aceh/|website=Koalisi.co|language=id|access-date=2024-06-19}}</ref> Selain itu, Kepala Kantor [[Kementerian Agama Republik Indonesia]] Kabupaten Aceh Barat Daya juga memberikan penghargaan kepada Teuku Ben Mahmud sebagai Tokoh Gerilya dan Pahlawan Perang Aceh.<ref>{{Cite web|title=Action Terima Penghargaan Teuku Ben Mahmud dari Kemenag Abdya|url=https://www.nasional.top/2024/05/action-terima-penghargaan-teuku-ben.html|language=id|access-date=2024-06-02}}</ref> Pemberian penghargaan ini merupakan bentuk dukungan atas usaha pengusulan gelar [[Pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional]] bagi Teuku Ben Mahmud yang dilakukan oleh [https://penerbitaction.com Aceh Culture and Education] dan [https://www.penerbitaction.com/p/museum-susoh.html?m=1 Museum
== Rujukan ==
|