Serangan Umum Surakarta: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Templat dengan kontrol karakter Unicode) |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
(29 revisi perantara oleh 21 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Tambah rujukan|date=Oktober 2023}}{{Infobox military conflict
| caption = Monumen di Surakarta untuk mengenang pengepungan tersebut
| combatant1 = {{negaranama|Indonesia}}
'''Serangan Umum Surakarta''' atau juga disebut '''Serangan Umum Empat Hari''' berlangsung pada tanggal [[7 Agustus|7]] -[[10 Agustus]] [[1949]] secara gerilya oleh para pejuang, pelajar, dan mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa yang berjuang tersebut kemudian dikenal sebagai tentara pelajar. Mereka berhasil membumihanguskan dan menduduki markas-maskas Belanda di Surakarta dan sekitarnya. Menurut catatan sejarah, serangan itu digagas di kawasan [[Taman Banjarsari|Monumen Banjarsari]], [[Solo|Surakarta]]. Untuk menyusun serangan, para pejuang berkumpul di Desa [[Wonosido]], [[Kabupaten Sragen]] dari situlah ide untuk melakukan serangan umum dikobarkan.▼
| strength1 = 14.000–28.000
| result = Memperkuat posisi tawar Indonesia sebelum [[Konferensi Meja Bundar]]
| territory = [[Surakarta]] diserahkan kepada Indonesia setelah perjanjian 12 November ditandatangani
| place = [[Surakarta]], [[Indonesia]]
| partof = [[Revolusi Nasional Indonesia]] dan [[Serangan Umum Yogyakarta dan Surakarta]]
| image = [[Berkas:Monumen_Serangan_Umum_4_Hari_Surakarta.jpg|250px]]
| combatant2 = {{negaranama|Belanda}}
| date = 7–10 Agustus 1949
| casualties1 = 400 orang tewas atau lebih<br>jumlah warga sipil tidak diketahui
| conflict = Serangan Umum 4 Hari
| commander2 = {{flagicon|Netherlands}} [[Mayor Jenderal|Mayjen.]] Mollinger<br>{{flagicon|Netherlands}} [[Mayor Jenderal|Mayjen.]] Van Ohl{{KIA}}
| commander1 = {{nowrap|{{flagicon|Indonesia}} [[Pakubuwana XII]]}}<br>{{flagicon|Indonesia}} [[Mangkunegara VIII]]<br>{{flagicon|Indonesia}} [[Kolonel|Kol.]] [[Gatot Soebroto]]<br>{{flagicon|Indonesia}} [[Letnan Kolonel|Letkol.]] [[Slamet Rijadi]]<br>{{flagicon|Indonesia}} [[Mayor (Indonesia)|Mayor]] [[Achmadi Hadisoemarto]]
| units1 = [[Tentara Nasional Indonesia]] (TNI)
| units2 = [[Tentara Kerajaan Hindia Belanda]] (KNIL)<br>{{blist|[[Korps Speciale Troepen]] (KST)}}
| casus = aad
| casualties2 = 32 tentara tewas<br>53 polisi<br>47 terluka
| strength2 = 3.000–4.000
}}
{{Campaignbox Revolusi Nasional Indonesia}}
▲'''Serangan Umum Surakarta''' atau
Mereka yang melakukan serangan bergabung dalam [[Detasemen II Brigade 17]] Surakarta yang dipimpin Mayor [[Achmadi Hadisoemarto]]. Untuk menggempur markas penjajah, serangan dilakukan dari empat penjuru kota Surakarta. Rayon I dari [[Polokarto]] dipimpin [[Suhendro]], Rayon II dipimpin [[Sumarto]]). Sementara itu Rayon III dengan komandan [[Prakosa]], Rayon IV dikomandani [[A Latif]] (almarhum), serta Rayon Kota dipimpin [[Hartono]]. Menjelang pertengahan pertempuran [[Slamet Riyadi]] dengan pasukan Brigade V/Panembahan Senopati turut serta dan menjadi tokoh kunci dalam menentukan jalannya pertempuran.[[Berkas:Overdrachtvandestadsolo.jpg|jmpl|ka|Diambil pada tanggal 12 November 1949, Penandatanganan penyerahan Daerah Keresidenan Surakarta oleh Let.Kol Slamet Riyadi and MayJen. [[Mollinger]].]]Kegagalan Tentara Kerajaan Belanda mempertahan Kota Surakarta menggoyahkan keyakinan Parlemen Belanda atas kinerja tentaranya. Sehingga memaksa perdana menteri [[Willem Drees|Drees]] terpaksa mengakomodasi tuntutan delegasi Indonesia sebagai syarat sebelum mereka bersedia menghadiri [[Konferensi Meja Bundar]].<ref>Pour, Julius. Ign. Slamet Rijadi Dari Mengusir Kempeitai Sampai Menumpas RMS, h. 192. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.ISBN 978-979-22-3850-1 9792238506.</ref>
== Gencatan Senjata Indonesia dengan Belanda ==
Pada tanggal 3 Agustus 1949 pukul 22.00 malam, Panglima Besar Jenderal [[Sudirman]] memerintahkan penghentian tembak-menembak mulai 11 Agustus 1949 untuk wilayah Jawa dan 15 Agustus 1949 untuk wilayah Sumatra. Untuk itu maka sebelum tanggal tersebut pihak Brigade V/Panembahan Senopati pimpinan Letkol [[Slamet Riyadi]] dan Detasemen TP Brigade XVII pimpinan Mayor [[Achmadi Hadisoemarto]] berencana menggunakan kesempatan sebelum gencatan senjata tersebut untuk mendapatkan posisi dan merebut kedudukan musuh di Kota Surakarta agar pihak Belanda tahu bahwa TNI masih ada taring, nyali dan tetap bertekad bukan saja dengan tujuan tersebut di atas, tetapi tetap akan mengusir Belanda.Untuk itu diadakan rencana serangan umum terhadap Kota Surakarta.
Perlu diketahui juga [[Serangan Umum 1 Maret|bahwa seperti TNI di Kota Yogyakarta]], pihak TNI di Kota Surakarta juga mengadakan serangan umum sebelumnya agar dapat diketahui perkiraan kekuatan lawan, kedudukan lawan dan data-data di lapangan.Semenjak Jogja diserahkan ke Ri bulan Juli 1949, sebagian kekuatan tentara Belanda ditarik Ke Surakarta, sehingga menambah kekuatan yang ada sebelumnya. Serangan pertama dilakukan pada tanggal 8 Februari 1949 sedang yang kedua dilakukan tanggal 2 Mei 1949.
Baris 22 ⟶ 41:
== Awal mula Serangan Umum Surakarta ==
Sebagaimana tanggungjawab dan tugas yang diemban oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi, mengharuskannya untuk selalu berkeliling dan berpindah tempat, guna melakukan koordinasi dan konsolidasi pasukan yang tersebar di berbagai SWK. Seperti terjadi pada awal Agustus 1949, Letnan Kolonel Slamet Riyadi sedang berada di pos Rayon I, wilayah Bekonang, sekitar delapan kilometer sebelah timur kota Surakarta. Pada saat bersamaan, ia ikut mendengarkan laporan yang disampaikan oleh KaStaf Rayon I, kepada yang diwakilinya yaitu komandan Rayon I (Rayon Timur), dalam rapat yang diadakan oleh Mayor [[Achmadi
Penting diketahui, bahwa perintah siasat yang dikeluarkan oleh Mayor Akhmadi tersebut hanya ditujukan bagi seluruh pasukan yang dipimpinnya, yaitu Sub Wehrkreise (SWK) 106 Arjuna, yang terdiri dari lima rayon, dengan wilayah operasi kota Surakarta dan sekitarnya. Situasi yang berkembang di awal Agustus 1949 itu, berkaitan dengan perintah Panglima Tertinggi Angkatan Perang/Presiden RI tentang penghentian permusuhan, yang sempat memunculkan terjadinya kesalah-pahaman di antara pimpinan WK I (Letnan Kolonel Slamet Riyadi) dan pimpinan SWK 106 Arjuna (Mayor Akhmadi), demikian pula dengan jajaran di bawahnya. Persoalan ini akhirnya dapat diselesaikan oleh staf Gubernur Militer II dan Gubernur Militer II selanjutnya menyerahkan kebijaksanaan penanggulangan gencatan senjata kepada Mayor Akhmadi, dengan kedudukan sebagai Komandan KMK (komando militer kota) Surakarta.
Baris 30 ⟶ 49:
=== Kekuatan Belanda di Surakarta ===
Surakarta merupakan kota yang dinilai penting oleh Belanda dalam melancarkan invasinya ke Indonesia sehinga merupakan kota yang diperkuat oleh tentara Belanda terbaik, bahkan pemimpin Tentara Belanda di Surakarta, Kolonel [[Van Ohl]] adalah tentara profesional dengan pengalaman yang cukup tinggi dari PD
==== Sebelum Juli 1949 ====
Baris 66 ⟶ 85:
Serangan umum dipimpin sendiri oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi, Kota Surakarta dikepung dari empat arah oleh anggota-anggota gerilya yang sejak pagi buta sudah menyusup memasuki kota. Pasukan tiap-tiap regu sudah tersebar diseluruh kota dengan persenjataan yang beraneka ragam saat itu, mereka bertekad untuk menguasai kota Solo sebelum perintah gencatan senjata berlaku. Kompi Prakoso melakukan serangan dari arah utara, Kompi Suhendro melancarkan serangan dari arah selatan, Kompi Seomarto dari arah timur, dan Kompi Abdu Latef bersama dengan pasukan SA-CSA Muktio menyerang ke arah barat dan selatan.<ref name="pertempuran" />
Tembak menembak mulai terjadi, makin lama makin gencar yang kemudian disusul dengan rentetan letusan brengun, stenggung, nitlariur serta dentuman nertir dan lain-lain. Serangan yang mendadak sontak membuat pihak Belanda kaget dan membuat Belanda mengundurkan diri dan bertahan di markasnya masing-masing. meghadapi serangan yang dilancarkan tanggal 7 Agustus
Pasukan-pasukan [[tentara pelajar]] dengan perlatan seadanya terus menerus menyerang markas Belanda, kemudian meyusup ke kampung-kampung bersama rakyat. Pertempuran terus berlangsung hingga Belanda terpojok dan tersudut tak berdaya. Posisi Belanda yang pada saat itu sudah terdesak seluruhnya, tidak dapat berkutik sehingga terpaksa bertahan di [[Benteng Vastenburg|Benteng]] dan daerah Mangkunegaran. Mereka terkepung dan tidak dapat keluar dari kota Surakarta. Belanda yang semakin terdesak hanya bisa berada dalam tangsi-tangsi. Pertempuran terus berlanjut sampai pada puncaknya tanggal 10 Agustus 1949 tengah malam.<ref name="pertempuran" />
Baris 76 ⟶ 95:
== Peristiwa setelah Serangan Umum Surakarta ==
=== Di Surakarta ===
Masa gencatan senjata mulai berlaku sejak tanggal 10 Agustus 1949 tengah malam. Masa ini dinodai oleh pembantaian yang dilakukan oleh Pasukan Komando Baret Hijau Belanda terhadap rakyat yang dijumpainya di daerah [[Kratonan, Serengan, Surakarta|Kratonan]], [[Jayengan, Serengan, Surakarta|Jayengan]], Pasar Kembang, [[Pasar Nongko]], Gading dan tempat-tempat lainnya. Khusus di Gading sasarannya adalah Markas Palang Merah Indonesia yang menempati rumah dr. Padmonegoro. Di sini Pasukan Komando Baret Hijau membunuh 7 orang petugas PMI beserta 50 orang pasien yang dalam keadaan tidak berdaya, yang terdiri atas rakyat dan pejuang yang luka-luka. Aksi ini berakhir dengan pengepungan dan pengejaran oleh [[Tentara Pelajar]].<ref>{{Cite journal|last=Wardhana|first=Ivan Prapanca|last2=Muhadi|first2=Muhadi|last3=Sanjaya|first3=Ageng|date=2019-08-14|title=KETERLIBATAN TENTARA PELAJAR PADA SERANGAN UMUM EMPAT HARI DI SURAKARTA TAHUN 1949|url=http://journal.univetbantara.ac.id/index.php/keraton/article/view/321|journal=Keraton: Journal of History Education and Culture|publisher=Universitas Veteran Bangun Nusantara|volume=1|issue=1|pages=38|doi=10.32585/keraton.v1i1.321|issn=2686-0082}}</ref>
Selain itu Mayor Akhmadi juga mengeluarkan kebijakan yang berbeda dan menimbulkan situasi kontradiktif. Kebijakannya ini dilakukan dengan beberapa alasan. Pertama, tetap memegang teguh tugasnya sebagai komandan Komando Militer Kota (KMK Solo), dengan tugas teritorialnya, berdasar pengangkatan langsung dari MBAP (Markas Besar Angkatan Perang) pada bulan April 1948. Dalam kaitan ini, tugas-tugas lebih sering diperintahkan langsung oleh Panglima Tertinggi Divisi II/Gubernur Militer Jawa Tengah yang berkedudukan di Surakarta, Kolonel Gatot Soebroto, yang pada saat gencatan senjata diberlakukan masih dalam keadaan sakit dan berada di Kota Yogyakarta. Kedua, sebagai pemimpin tertinggi militer wilayah Surakarta, Kolonel Gatot Soebroto belum mencabut instruksinya No. 16A tertanggal 18 Juni 1949, yang salah satu instruksinya berbunyi: “anggota angkatan Perang dan Pegawai Pemerintah Sipil, sekeluarnya instruksi ini harus berjuang terus, selama belum ada perintah cease fire dari kami sendiri, meski ada perintah dari instansi manapun”. Untuk menegaskan sikapnya itu, Mayor Akhmadi mengeluarkan instruksi No. 1/Dari/Cdt/8-49 tanggal 11 Agustus 1949, pukul 24.00:
Baris 118 ⟶ 137:
== Pranala luar ==
* [http://angkasareaders.proboards.com/index.cgi?board=forpengmilkisperang&action=display&thread=52 Forum yang membahas kisah serangan umum Solo]
* Agus Nur Setyawan. [http://dc438.4shared.com/doc/Rsxpvqq2/preview.html ''Beberapa peristiwa yang melatar-belakangi dibangunnya monumen kejuangan di Kota Surakarta'']. Universitas Sebelas Maret. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. [http://www.fs.uns.ac.id/index.php?journal_full=12&journal=journal1&berita=009955 Diterbitkan 27 Oktober 2011] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160304104336/http://www.fs.uns.ac.id/index.php?journal_full=12&journal=journal1&berita=009955 |date=2016-03-04 }}
{{Topik Surakarta}}
|