Gajah kalimantan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tyohawk (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Referensi sebelum tanda baca)
 
(3 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 22:
Pada tahun 2024, gajah Borneo telah terdaftar sebagai terancam punah dalam Daftar Merah IUCN karena populasinya menurun setidaknya 50% selama tiga generasi terakhir, yang diperkirakan berlangsung selama 60–75 tahun. Spesies ini terutama terancam oleh hilangnya, degradasi, dan fragmentasi habitatnya.<ref name=":0">{{Cite journal|last=MC Lean|first=EA|date=2024|title=McLean, E.A.; Goossens, B.; Cheah, C.; Ancrenaz, M.; Othman, N.B.; Sukmantoro, W.; Fernando, P.; Vidya, T.N.C.; Menon, V. & Lister, A.M. (2024). "Elephas maximus ssp. borneensis". IUCN Red List of Threatened Species. 2024: e.T237597413A237597422. Retrieved 29 June 2024.|journal=Elephas maximus ssp. borneensis}}</ref>
 
Sultan Sulu diyakini telah memperkenalkan gajah-gajah yang dipelihara ke Borneo pada abad ke-18, yang kemudian dilepaskan ke hutan walaupun ini tidak memiliki bukti historis ditambah hasil penelitian mengatakan hal lain. <ref name=":1">{{Cite journal|last=Cranbrook,|first=E.; Payne, J.; Leh, C.M.U.|date=2008|title=Origin of the elephants Elephas maximus L. of Borneo|url=chrome-extension://oemmndcbldboiebfnladdacbdfmadadm/https://wwfeu.awsassets.panda.org/downloads/pages_from_originofelephants_in_borneofinal2oct07_2.pdf|journal=Sarawak Museum Journal.}}</ref>Perbandingan populasi gajah Borneo dengan populasi asal dalam analisis DNA menunjukkan bahwa gajah Borneo lebih mungkin berasal dari keturunan Sunda dan merupakan spesies asli Borneo, daripada diperkenalkan oleh manusia. Perbedaan genetik gajah Borneo juga menunjukkan bahwa mereka layak diakui sebagai unit evolusi yang signifikan tersendiri.
 
'''Karakteristik'''
 
Secara umum, gajah Asia lebih kecil dibandingkan dengan gajah Afrika dan memiliki titik tertinggi tubuh di kepala. Ujung belalai mereka memiliki seperti sebuah jari dan Punggung mereka cembung atau datar.
 
Secara umum, gajah Asia lebih kecil dibandingkan dengan gajah Afrika dan memiliki titik tertinggi tubuh di kepala. Ujung belalai mereka memiliki seperti sebuah jari dan Punggung mereka cembung atau datar.
Baris 32 ⟶ 34:
Sebuah penelitian pernah dilakukan untuk mengukur tengkorak seekor gajah betina dewasa dari Hutan Lindung Gomantong dari hasil penelitian membutikan bahwa ukuran tulangnya sedikit lebih kecil (72–90%) dibandingkan dimensi yang sebanding dari dua tengkorak Sumatran Gajah Sumatra. Beberapa pengukuran yang tersedia menunjukkan bahwa mereka memiliki ukuran yang mirip dengan populasi lain di subwilayah Sunda.<ref name=":1" />
 
Pengukuran morfologi terhadap lima belas ekor gajah yang ditangkap dari Semenanjung Malaysia dan enam ekor gajah dari Sabah dilakukan antara April 2005 dan Januari 2006, serta diulangi tiga kali untuk setiap gajah dan dirata-rata. Tidak ada perbedaan signifikan dalam karakteristik apa pun antara kedua populasi gajah yang ditangkap tersebut. <ref>{{Cite journal|last=Nurzhafarina, O.; Maryati, M.; Ahmad, A.H.; Nathan, S.; Pierson, H.T.; Goosens, B. "|date=2008|title=A preliminary study on the morphometrics of the Bornean Elephant" (PDF). Journal of Tropical Biology and Conservation. 4 (1): 109–113. Archived from the original (PDF) on 7 March 2012.|journal=Journal of Tropical Biology and Conservation.}}</ref>
 
'''Penyebaran'''
 
Penyebaran Gajah Kalimantan berada di bagian utara dan timur laut Kalimantan. Pada tahun 1980-an, terdapat dua populasi yang berbeda: satu hidup di Sabah, dengan jangkauan di Cagar Alam Satwa Liar Tabin dan hutan dipterokarpa yang sebagian besar sudah ditebang;<ref>{{Cite journal|last=Medway, L.|first=Medway|date=1977|title=Mammals of Borneo: Field keys and an annotated checklist.|journal=Monographs of the Malaysian Branch of the R.A.S. Kuala Lumpur, Malaysia: Royal Asiatic Society}}</ref>
 
Populasi lainnya menghuni wilayah pedalaman berbukit pada ketinggian sekitar 300 hingga 1.500 m di hutan dipterokarpa, yang pada saat itu sebagian besar masih belum terganggu dan hanya ditebang di pinggirannya. Populasi, mereka terbatas pada area kecil yang berdekatan di bagian hulu Sungai Sembakung di timur.<ref name=":2">{{Cite journal|last=Ambu, L.N.; Andua. P.M.; Nathan, S.; Tuuga, A.; Jensen, S.M.; Cox, R.; Alfred, R.; Payne, J.|first=Ambu, L.N.; Andua. P.M.; Nathan, S.; Tuuga, A.; Jensen, S.M.; Cox, R.; Alfred, R.; Payne, J. "|date=2002|title=ASIAN ELEPHANT ACTION PLAN SABAH (MALAYSIA)|url=https://web.archive.org/web/20110722233030/http://www.wildlife.sabah.gov.my/Last%20ed%20of%20Elephant%20strategy.pdf|journal=https://web.archive.org/web/20110722233030/http://www.wildlife.sabah.gov.my/Last%20ed%20of%20Elephant%20strategy.pdf}}</ref>
 
Populasi gajah liar di Sabah dan Kalimantan tampaknya berkembang sangat sedikit dalam 100 tahun terakhir, meskipun terdapat akses ke habitat yang sesuai di tempat lain di Kalimantan. Sayangnya tanah Kalimantan tidak subur, serta ada spekulasi bahwa distribusi gajah liar di pulau ini mungkin dibatasi oleh ketersediaan sumber mineral alami.<ref name=":2" />
 
Pada tahun 1992, perkiraan populasi gajah di Sabah berkisar antara 500 hingga 2.000 individu, berdasarkan survei yang dilakukan di Cagar Alam Satwa Liar Tabin, di Distrik Kinabatangan Hilir, dan di Hutan Lindung Deramakot. Sensus populasi gajah dilakukan di Sabah antara Juli 2007 dan Desember 2008 dengan menghitung tumpukan kotoran sepanjang 216 jalur transek di lima wilayah utama pengelolaan gajah, yang meliputi jarak total 186,12 km.
Baris 64 ⟶ 66:
Perkembangan manusia yang meluas mengganggu jalur migrasi mereka, menghabiskan sumber makanan mereka, dan menghancurkan habitat mereka.
 
Ancaman lainnya adalah kurangnya penghijauan atau minimnya pohon akibat penebangan hutan. Gajah Borneo membutuhkan 100–225 liter air per hari, dan jika air sulit ditemukan karena kondisi iklim atau pengurangan sumber daya air mereka, satu-satunya pilihan mereka adalah bermigrasi ke tempat mereka dapat menemukan sumber air tersebut untuk bertahan hidup.<ref>{{Cite journal|last=Alfred, R., Ahmad, A. H., Payne, J., Williams, C., Ambu, L. N., How, P. M., & Goossens, B.|first=Alfred, R., Ahmad, A. H., Payne, J., Williams, C., Ambu, L. N., How, P. M., & Goossens, B.|date=2012|title=Home range and ranging behaviour of Bornean elephant (Elephas maximus borneensis) females.|journal=PLOS ONE, 7(2), e31400–e31400}}</ref>
 
Per April 2012, diperkirakan sekitar 20–80 gajah berkeliaran di dekat 22 desa di kecamatan Sebuku, Nunukan, Kalimantan Utara.
Baris 72 ⟶ 74:
'''Kawanan'''
 
Elephas maximus terdaftar dalam Apendiks I CITES.<ref name=":0" />. Keunikan genetik gajah Borneo menjadikan mereka salah satu populasi prioritas tertinggi untuk konservasi gajah Asia.
 
Di Malaysia, gajah Borneo dilindungi di bawah Jadwal II Enakmen Konservasi Satwa Liar. Siapa pun yang terbukti bersalah berburu gajah dapat dikenakan denda RM 50.000 atau penjara lima tahun atau keduanya.
 
Kebun Binatang Oregon di Portland memiliki satu-satunya gajah Borneo di Amerika Serikat, seekor betina yang diselamatkan bernama Chendra. Dia ditemukan berkeliaran sendirian di dekat perkebunan kelapa sawit dengan luka di kaki depan dan mata kirinya akibat tembakan, yang akhirnya membuatnya buta pada mata tersebut. Pejabat satwa liar Malaysia mencarikannya tempat tinggal, dan dia dibawa ke Kebun Binatang Oregon pada 20 November 1999.
 
Pada tahun 2016, seekor gajah Borneo yang diselamatkan di kebun binatang Jepang tertular tuberkulosis. Meski gajah itu kemudian sembuh, para konservasionis masih tidak tahu bagaimana gajah itu bisa terinfeksi. Penelitian mengenai hal ini masih berlangsung.