Kesultanan Lingga: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
menambah teks
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Pranala sama dengan teksnya)
 
(40 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{short description|Melayu Sultanate existing from 1824-1911}}
{{Infobox Former Country
{{EngvarB|date=March 2015}}
|conventional_long_name = Kesultanan Lingga
{{Use dmy dates|date=March 2015}}
|common_name = Kesultanan Lingga
{{Infobox Former Countrycountry
|continent = Asia
| conventional_long_name = Kesultanan Riau-Lingga<br />{{nobold|{{font|size=85%|'' {{font|size=70%|([[Bahasa Melayu|Melayu]])}}<br />{{script/Arabic|کسلطانن رياوليڠݢ}} {{font|size=70%|([[Aksara Jawi|Jawi]])}}<br />''Sultanaat van Riau en Lingga'' {{font|size=70%|([[Bahasa Belanda|Belanda]])}}}}}}
|region = [[Asia Tenggara]]
|country common_name = [[Indonesia]]Kesultanan Riau Lingga
|religion empire = [[Islam]]Hindia Belanda, kesultanan Utsmaniyah
|p1 status = Kesultanan Siak Sri InderapuraProtectorate
|p2 status_text = [[Protektorat]] [[Hindia Belanda]], =[[protektorat]] Kesultanan[[kesultanan JohorUtsmaniyah]]
|s1 era = Hindia Belanda
|flag_p1 religion = id-siak1.GIF[[Islam Sunni]]
|flag_p2 p1 = Flag= ofKesultanan Johor.svg
|flag_s1 s1 = Flag= ofHindia Netherlands.svgBelanda
|year_start flag_p1 = 1824Flag of Johor (1855–1865).svg
|year_end flag_s1 = 1911Flag of Netherlands.svg
|date_start year_start = 1824
|date_end year_end = 1911
|event_start date_start = [[Traktat London]] =
|event_end date_end = Pembubaran oleh [[Belanda]]=
|image_flag event_start = id_riau[[Perjanjian Inggris-linga.gifBelanda 1824]]
|image_coat event_end = Dihapuskan oleh [[Belanda]]
|symbol_type image_flag = Flag of Riau-Lingga Sultanate.svg
|image_map image_coat = Coat of arms of Riau-Lingga Sultanate.svg
|image_map_caption symbol_type =
|capital image_map = [[Daik, Lingga, Lingga|Daik]] danRiau [[Pulausultanate Penyengat]]area.png
| image_map_caption = Kekuasaan Kesultanan Riau-Lingga berwarna merah, terdiri dari banyak pulau di perairan [[Laut Tiongkok Selatan]] dan kantong di [[Sungai Guntung|Kateman]], [[Sumatra]].
|common_languages = [[Melayu]]
| capital = [[Pulau Penyengat|Penyengat Inderasakti]]<br /><small>(Administratif 1824–1900)</small><br /><small>(Kerajaan dan administratif 1900–1911)</small><br />[[Daik]]<br /><small>(Kerajaan 1824–1900)</small>
|government_type = Monarki
|title_leader common_languages = Sultan[[Bahasa Melayu|Melayu]]
|leader1 government_type = Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah[[Monarki]]
|year_leader1 title_leader = [[1819]]-[[1832]]Sultan
|leader2 leader1 = Sultan Muhammad II Muazzam<nowiki>Abdul SyahRahman</nowiki>
|year_leader2 year_leader1 = [[1832]]–[[1835]]1819–1832
|leader3 leader2 = Sultan Mahmud IV Muzzafar<nowiki>Muhammad SyahII</nowiki>
|year_leader3 year_leader2 = [[1835]]–[[1857]]1832–1835
|leader4 leader3 = Sultan Sulaiman II Badarul Alam<nowiki>Mahmud SyahIV</nowiki>
|year_leader4 year_leader3 = [[1857]]–[[1883]]1835–1857
|leader5 leader4 = Sultan Abdul RahmanSulaiman II Muazzam Syah
|year_leader5 year_leader4 = [[1885]]–[[1911]]1857–1883
|footnotes leader5 = Abdul Rahman II
| year_leader5 = 1885–1911
}}'''Kesultanan Lingga''' adalah salah satu kerajaan [[Islam]] yang didirikan di [[Pulau Lingga]]. Kesultanan ini dibentuk pada tahun 1824 dari pecahan wilayah [[Sejarah Johor|Kesultanan Johor Riau]] atas perjanjian yang disetujui oleh [[Britania Raya]] dan [[Hindia Belanda]]. Pendirinya adalah [[Abdul Rahman Muazzam Syah dari Lingga|Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah]]. Wilayah Kesultanan Lingga mencakup provinsi [[Kepulauan Riau]]. Pusat pemerintahan Kesultanan Lingga awalnya berada di [[Kota Tanjungpinang|Tanjung Pinang]], tetapi kemudian dipindahkan ke Pulau Lingga. Kesultanan Lingga berakhir pada tanggal 3 Februari 1911 dan menjadi kekuasaan Hindia Belanda. Kesultanan ini berperan dalam pengembangan [[Melayu Riau|Bahasa Melayu Riau]] sebagai bahasa standar yang kemudian ditetapkan sebagai [[Bahasa Indonesia]].{{Sfn|Sunandar|2015|p=188}}
| title_representative = Yang Dipertuan Muda
| representative1 = <nowiki>Jaafar</nowiki>
| year_representative1 = 1805–1831
| representative2 = <nowiki>Abdul</nowiki>
| year_representative2 = 1831–1844
| representative3 = <nowiki>Ali II</nowiki>
| year_representative3 = 1844–1857
| representative4 = <nowiki>Abdullah</nowiki>
| year_representative4 = 1857–1858
| representative5 = <nowiki>Muhammad Yusuf</nowiki>
| year_representative5 = 1858–1899
|region today = [[Asia Tenggara]]{{flag|Indonesia}}
| footnotes =
| demonym =
| area_km2 =
| area_rank =
| GDP_PPP =
| GDP_PPP_year =
|continent HDI = Asia
| HDI_year =
}}
{{Sejarah Indonesia}}
 
}}'''Kesultanan Riau-Lingga''' adalah salah satu kerajaan [[Islam]]Melayu yang didirikan di [[Pulau Lingga]]. Kesultanan ini dibentuk pada tahun 1824 dari pecahan wilayah [[Sejarah Johor|Kesultanan Johor Riau]] atas perjanjian yang disetujui oleh [[Britania Raya]] dan [[Hindia Belanda]]. Pendirinya adalah [[Abdul Rahman Muazzam Syah I dari Lingga|Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah]]. Wilayah Kesultanan Riau Lingga mencakupterletak di provinsi [[Kepulauan Riau]] dan sebagian kecil Indragiri Hilir. Pusat pemerintahan Kesultanan Riau Lingga awalnya berada di [[Kota Tanjungpinang|Tanjung Pinang]], tetapi kemudian dipindahkan ke Pulau Lingga. Kesultanan LinggaRiau berakhir pada tanggal 3 Februari 1911 dan menjadi kekuasaandikuasai Hindia Belanda. Kesultanan ini berperan dalam pengembangan [[Melayu Riau|Bahasa Melayu Riau]] sebagai bahasa standar yang kemudian ditetapkan sebagai [[Bahasa Indonesia]].{{Sfn|Sunandar|2015|p=188}}
 
== Pendirian ==
Pada awalnya, Kesultanan LinggaRiau adalah bagian dari [[Kerajaan Bintan]] dan [[Kesultanan Melaka]] yang kemudian diteruskan oleh Kesultanan Johor Riau. Pada tahun 1811, [[Mahmud Syah III dari Johor|Sultan Mahmud Syah III]] yang berkuasa di Kesultanan Johor Riau wafat sehingga terjadi perselisihan dalam penentuan pewaris. Akhirnya pihak Britania Raya dan Hindia Belanda turutikut campur dalam menentukan pewaris Kesultanan Johor Riau. Pihak Britania Raya mendukung putra tertua dari Sultan Mahmud Syah III yaitu Tengku Hussain. Sebaliknya, Hindia Belanda mendukung adik tiri dari Tengku Hussain, yaitu Abdul Rahman. Penyelesaian pewaris Kesultanan ditentukan dalam [[Perjanjian Inggris-Belanda 1824|Traktat London]] yang diadakan pada tahun 1824. Keputusannya adalah membagi Kesultanan Johor Riau menjadi dua Kesultanan, yaitu Kesultanan Johor dan Kesultanan Riau Lingga. Kesultanan Johor berada dalam pengaruh Britania Raya, sedangkan Kesultanan LinggaRiau berada dalam pengaruh Hindia Belanda. Abdul Rahman kemudian ditetapkan sebagai sultan pertama dari Kesultanan Lingga dengan gelar Muazzam Syah.{{Sfn|Sunandar|2015|p=190}}
 
== Pemerintahan ==
Pemerintahan di Kesultanan Lingga dibagi antara sultan, yang dipertuan muda, dan ulama. Sultan memerintah dalam bidang militer, politik, ekonomi, dan perdagangan. Pusat pemerintahannya berada di Pulau Lingga. Sultan yang dipilih berasal dari para bangsawan [[Suku Melayu|Melayu]]. Yang dipertuan muda bertugas sebagai penasehat sultan. Pusat pemerintahannya berada di [[Pulau Penyengat]]. Jabatan yang dipertuan muda diberikan kepada bangsawan Bugis. Peran ulama di Kesultanan Lingga adalah sebagai penasehat Yang Dipertuan Muda dalam bidang [[rihlah]] ilmiah.{{Sfn|Syahid|2005|p=301}}
 
Pemilihan Pulau Lingga sebagai pusat pemerintahan dikarenakankarena lokasinya yang strategis dalam bidang pertahanan. Pulau ini memiliki dataran yang luas di sekeliling Sungai Daik . Selain itu, sungainya dapat dilayari hingga ke bagian [[Hulu dan hilir|hulu]], sehingga pasukan Hindia Belanda sulit menjangkaunya. Perairan sungai ini juga berubah-ubah sesuai dengan pasang surut air, sehingga sangat sulit dijangkau oleh kapal pada waktu tertentu.{{Sfn|Rehayati dan Farihah|2017|p=173}}
 
== Politik ==
Politik dalam negeri Kesultanan LinggaRiau cukup stabil. Pembagian kekuasaan antara [[Suku Bugis]] dan Suku Melayu dapat terkendali.{{Sfn|Syahid|2005|p=303}} Sebaliknya, Kesultanan Riau Lingga berada di wilayah dengan perpolitikan luar negeri yang rumit dan tidak stabil. Kerajaan-kerajaan yang ada di sekitarnya sering melakukan persaingan antarkekuasaan. Selain itu, pejabat pemerintahan dari Kesultanan Riau Lingga juga sering berselisih. Kondisi politik semakin rumit setelah kedatangan Portugis[[Portugal]], Hindia Belanda, Britania Raya dan [[Jepang]]. Wilayah-wilayah di Kepulauan Riau, Semenanjung MelayuMelaka, dan pesisir timur [[Sumatra|Pulau SumateraSumatra]] tidak dapat sepenuhnya dikendalikan.{{Sfn|Syahid|2005|p=302}}
 
== Keagamaan ==
Kesultanan Riau Lingga menjadi salah satu pusat kegiatan pembelajaran Islam di kawasan Melayu. Para ulama berdatangan ke Pulau Penyengat untuk mengajarkan ilmu keislaman. Bersamaan dengan ini, di Kesultanan Riau Lingga juga mulai banyak penganut paham [[Sufisme|tasawuf]].{{Sfn|Syahid|2005|p=306}} Tarekat yang berkembang pesat adalah [[tarekat Naqsyabandiyah]].{{Sfn|Syahid|2005|p=308}} Pada masa Kesultanan Lingga, paham fikih dan tasawuf yang paling berpengaruh adalah pemikiran [[Al-Ghazali|Abu Hamid Al-Ghazali]]. Pemikirannya diajarkan oleh [[Ali Haji bin Raja Haji Ahmad|Raja Ali Haji]] yang telah berguru kepada para ulama di [[Madinah]] dan [[Mekkah]].{{Sfn|Rehayati dan Farihah|2017|p=173–174}}
 
== Kebudayaan ==
Kesultanan Riau Lingga telah mengembangkan tradisi tulis menulis untuk kepentingan ilmu pengetahuan dalam bidang [[sastra]] dan [[keagamaan]]. Naskah-naskah ditulis menggunakan [[Abjad Jawi]] / [[huruf pégon]].{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=55}} Kesultanan Riau Lingga membuat [[kamus]] Bahasa Melayu dan menjadikannya sebagai sebuah bahasa standar.{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=59}}
 
Pada tahun 1850, Kesultanan LinggaRiau membangun sebuah percetakan surat kabar dengan tulisan dengandalam Abjad Jawi dan [[Alfabet Latin|Abjad Latin]]. Jenis cetakannya adalah cetakan [[Litografi|litograf]]. Selain itu, di Kesultanan Riau Lingga juga dibentuk perkumpulan para cendekiawan yang menulis karya-karya ilmiah dan menerjemahkan buku-buku berbahasa asing, terutama buku keagamaan yang menggunakan [[bahasa Arab]].{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=60}}
 
Kesultanan Riau Lingga juga mengembangkan Bahasa Melayu, terutama bahasa lisan di kalangan istana. Bahasa Melayu ini kemudian disebarkan untuk digunakan oleh masyarakat umum.{{Sfn|Firdaus, Elmustian, dan Melay|2018|p=15–16}} Bahasa Melayu kemudian disempurnakan menjadi bahasa baku di Pulau Penyengat.{{Sfn|Firdaus, Elmustian, dan Melay|2018|p=20}} Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Muzafar Syah, Kerajaan Riau Lingga menetapkan Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi. Bahasa ini kemudian ditetapkan sebagai [[bahasa persatuan]] pada [[Kongres Pemuda|Kongres Pemuda Indonesia]] yang diadakan pada tahun 1928 dengan sebutan baru yaitu Bahasa Indonesia.{{Sfn|Firdaus, Elmustian, dan Melay|2018|p=24}}
Pada tahun 1850, Kesultanan Lingga membangun sebuah percetakan surat kabar dengan tulisan dengan Abjad Jawi dan [[Alfabet Latin|Abjad Latin]]. Jenis cetakannya adalah cetakan [[Litografi|litograf]]. Selain itu, di Kesultanan Lingga juga dibentuk perkumpulan para cendekiawan yang menulis karya-karya ilmiah dan menerjemahkan buku-buku berbahasa asing, terutama buku keagamaan yang menggunakan [[bahasa Arab]].{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=60}}
 
== Sultan-Sultan ==
 
=== Sultan Abdurrahman (1819-1832) ===
Sultan AbdurrahamanAbdurrahman adalah sultan pertama dari Kesultanan Riau Lingga. Ia adalah putra dari Sultan Mahmud Syah III yang berkuasa di KerajaanKesultanan Johor Riau. Setelah ayahnya wafat, kerajaannyakesultanannya dibagi menjadi dua, yaitu [[Sejarah Johor|Kesultanan Johor Singapura]] dan Kesultanan Riau Lingga. Pembagian wilayahnya ditentukan oleh [[Britania Raya]] dan [[Hindia Belanda]] dalam [[Traktat London]] yang ditetapkan pada tahun 1824. Wilayah Kesultanan Johor Singapura mencakup [[Johor]], [[Singapura]], [[Pahang]], dan Tregganu[[Terengganu]]. Sedangkan wilayah KerajaanKesultanan Riau Lingga mencakup [[Pulau Lingga]], [[Pulau Singkep]], [[Batam dan RiauNatuna]].{{Sfn|Firdaus, Elmustian, dan Melay|2018|p=156}}
 
=== Sultan Muhammad Syah (1832-1841) ===
[[Sultan Muhammad Syah]] menggantikan ayahnya yaitu Sultan Abdurrahman yang wafat pada 12 Rabiul Awal 1284 H (1832 M). Ayahnya dimakamkan di [[Bukit Cengkil Daik]]. Nama asli dari Sultan Muhammad Syah adalah Tengku Besar. Sultan Muhammad Syah wafat pada tahun 1841 dan dimakamkan di [[Bukit Cengkeh]]. Sebelum wafat, ia telah menunjuk putranya yang bernama Tengku Mahmud sebagai [[pewaris]].{{Sfn|Firdaus, Elmustian, dan Melay|2018|p=156–157}}
 
=== Sultan Mahmud Muzafar Syah (1841-1857) ===
Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Muzafar Syah, KerajaanKesultanan Riau Lingga menjadi salah satu kerajaan yang memiliki pengaruh besar bagi [[MelayuHindia Riau|Suku Melayu RiauBelanda]]. Kekuasaannya diberhentikan oleh [[Gubernur Jenderal Belanda]] pada tanggal 23 September 1857.{{Sfn|Firdaus, Elmustian, dan Melay|2018|p=157}}
 
=== Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah (1857-1883) ===
Pengganti Sultan Mahmud Muzafar Syah adalah pamannya yang bernama Tengku Sulaiman. Gelarnya adalah [[Sultan Lingga|Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah]]. Pelantikannya sebagai sultan diadakan pada tanggal 10 Oktober 1857. Ia memerintah hingga wafat pada tanggal 17 September 1883. Pemakamannya berada di [[Bukit Cengkeh]].{{Sfn|Firdaus, Elmustian, dan Melay|2018|p=157}}
 
=== Sultan Abdurrahman Muazam Syah (1883-1913) ===
Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah tidak mempunyai keturunan, sehingga penggantinya adalah putri Sultan Mahmud Muzafar Syah yang bernama Fatimah. Suami dari Fatimah adalah [[Yang Dipertuan Muda]] ke-10 bernama Raja Muhammad Yusuf, sehingga kekuasaannya diberikan kepada anaknya yang bernama Raja Abdurrahman. Setelah dilantik pada tahun 1883, Raja Abdurrahman diberi gelar Sultan Abdurrahman Muazam Syah. Pada tahun 1903, ia memindahkan pusat pemerintahan ke [[Pulau Penyengat]]. Kesultanan Lingga mengalami perkembangan pesat selama masa pemerintahannya. Sultan Abdurrahman Muazam Syah mendirikan perkumpulan Rusydiah di Pulau Penyengat yang kemudian menjadi pusat perkembangan [[politik]], [[budaya]], dan [[kemasyarakatan]]. Ia menjadi sultan terakhir dari Kesultanan Lingga setelah [[Hindia Belanda]] memutuskan untuk membubarkan kerajaan ini pada tanggal 10 Februari 1911. Keputusan ini ditetapkan karena Sultan Abdurrahman Muazam Syah tidak patuh terhadap pemerintahan Hindia Belanda. Setelah diberhentikan sebagai sultan, ia bersama para [[bangsawan]] akhirnya pindah ke [[Singapura]].{{Sfn|Firdaus, Elmustian, dan Melay|2018|p=158–159}}
 
== Peninggalan ==
 
=== Masjid Raya Pulau Penyengat ===
[[Masjid Raya Sultan Riau|Masjid Raya Pulau Penyengat]] didirikan di Pulau Penyengat. Pada masa Kesultanan Riau Lingga, masjid ini digunakan sebagai pusat administrasi kesultanan Riau. Di dalam masjid terdapat banyak naskah kuno berupa Al-Qur'an hasil tulisan tangan.{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=60–61}}
 
=== Mushaf Al-Qur'an ===
Baris 88 ⟶ 114:
 
=== Naskah pengobatan ===
Naskah-naskah pengobatan yang ditemukan menggunakan Abjad Jawi. Pemilik naskah bernama Raja Malik. SaahSalah satu naskah berjudul Kitab Obat Sopak. Isinya membahas tentang penggunaan metode [[zikir]] [[Asmaulhusna|asmaul husna]] dalam mengobati belang-belang berwarna putih yang muncul di tangan atau kaki. Selain itu, ditemukan sebuah naskah yang membahas tentang pengobatan yang dapat meningkatkan kualitas hubungan suami-istri dalam berumah tangga. Naskah ini ditulis dalam Bahasa Melayu.{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=66}}
 
=== Naskah administrasi kesultanan ===
Isi dari naskah-naskah administrasi yang ditemukan adalah mengenai keadaan pemerintahan pada masa keemasan dari Kesultanan Lingga. Naskah ditulis dengan Abjad Jawi dan disimpan di Museum Lingga Cahaya. Naskah penting yang penting di antaranya yaitu tentang pembukaan lahan perkebunan di [[Pulau Selayar]] (1327 H), keterangan kelahiran dan kematian penduduk (1307 H), keterangan penunjukan dan hasil kerja kapten kapal (1311 H), dan pengangkatan raja Riau yang bernama Raja Muhammad (1855 M).{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=67}}
 
== Referensi ==
Baris 114 ⟶ 140:
[[Kategori:Kabupaten Lingga]]
[[Kategori:Kabupaten Bintan]]
[[Kategori:Kota TanjungpinangTanjung Pinang]]
[[Kategori:Kota Batam]]