Chairil Anwar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 46:
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan puisinya yang berjudul ''Nisan'' pada tahun [[1942]], saat itu ia baru berusia 20 tahun.<ref name="Tinuk"/> Hampir semua puisi yang ia tulis merujuk pada kematian.<ref name="Tinuk">{{cite web |url=http://www.seasite.niu.edu/flin/literature/chairil-anwar_lat15.html |title=Chairil Anwar: Poet of a Generation |trans_title=Chairil Anwar: Penyair Sebuah Generasi |lang=en |last=Yampolsky |first=Tinuk |date=15 April 2002 |accessdate=30-09-2011 |website=SEAsite |publisher=Center for Southeast Asian Studies, Northern Illinois University |ref=harv |archive-date=2014-03-14 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140314041813/http://www.seasite.niu.edu/flin/literature/chairil-anwar_lat15.html |dead-url=yes }}</ref> Namun saat pertama kali mengirimkan puisi-puisinya di majalah ''Pandji Pustaka'' untuk dimuat, banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis dan tidak sesuai dengan semangat [[Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya]]. Ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh cinta pada [[Sri Ayati]], tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa [[pendudukan Jepang di Indonesia]] dan tidak diterbitkan hingga tahun [[1945]].<ref name="Tinuk"/><ref name="MinInfo">Departemen Penerangan Republik Indonesia (1953) hal.183.</ref> Kemudian ia memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada [[6 Agustus]] [[1946]]. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Evawani Alissa, tetapi bercerai pada akhir tahun 1948.
[[Berkas:Grave of Chairil Anwar, Karet Bivak.jpg|jmpl|200px
Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya. Sebelum menginjak usia 27 tahun, sejumlah penyakit telah menimpanya. Chairil meninggal dalam usia muda di Rumah Sakit CBZ (sekarang [[Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo]]), [[Jakarta]] pada tanggal [[28 April]] [[1949]]. Penyebab kematiannya tidak diketahui pasti, menurut dugaan lebih karena penyakit [[Tuberkulosis|TBC]]. Ia dimakamkan sehari kemudian di [[Taman Pemakaman Umum Karet Bivak]], Jakarta.<ref name="Tinuk"/> Chairil dirawat di CBZ (RSCM) dari 22-28 April 1949. Menurut catatan rumah sakit, ia dirawat karena [[tifus]]. Meskipun demikian, ia sebenarnya sudah lama menderita penyakit paru-paru dan infeksi yang menyebabkan dirinya makin lemah, sehingga timbullah penyakit usus yang membawa kematian dirinya - yakni ususnya pecah. Akan tetapi, menjelang akhir hayatnya ia mengigau karena tinggi panas badannya, dan di saat dia insaf akan dirinya dia mengucap, "Tuhanku, Tuhanku...". Dia meninggal pada pukul setengah tiga sore 28 April 1949 dan dikuburkan keesokan harinya, diangkut dari [[kamar mayat]] [[RSCM]] ke Karet oleh banyak pemuda dan orang-orang [[Republikan]] termuka.<ref name="Jassin">{{cite book|author={{aut|[[H.B. Jassin|Jassin, H.B.]]}}|title=Chairil Anwar: Pelopor Angkatan '45|page=47|publisher=Narasi|location=[[Yogyakarta]]|year=2013|isbn=978-979-168-298-5}}</ref> Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari masa ke masa. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai ''Hari Chairil Anwar''. Kritikus [[sastra Indonesia]] asal [[Belanda]], [[A. Teeuw]] menyebutkan bahwa "Chairil telah menyadari akan mati muda, seperti tema menyerah yang terdapat dalam puisi berjudul ''Jang Terampas dan Jang Putus''".<ref name="Teeuw">{{cite book|last=Teeuw|first=A.|authorlink=A. Teeuw|year=1980|title=Sastra Baru Indonesia|location=Ende|publisher=Nusa Indah|volume=1|oclc= 222168801|url=http://books.google.com/?id=YVSjHAAACAAJ|accessdate=}}</ref>
|