Hayam Wuruk: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Nagarwardhani putri Indudewi Bhre Lasem menjadi putri Dyah Nertaja Bhre Pajang |
|||
(41 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox
| name = Hayam Wuruk
|
|
▲| succession = Maharaja [[Majapahit]] ke 4
| predecessor = [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]]
| successor = [[Wikramawardhana
| suc-type = ▼
| queen = Sri Sudewi (Paduka Sori)▼
| issue = *[[Kusumawardhani]]▼
*[[Bhre Wirabhumi]]▼
▲| royal house = [[Wangsa Rajasa|Rajasa]]
| father = Cakradhara (Kertawardhana Bhre Tumapel)▼
| mother = Dyah Gitarja ([[Tribhuwana Wijayatunggadewi]])▼
| birth_name = Dyah Hayam Wuruk▼
| birth_date = 1334
| birth_place =
| death_date = 1389 (umur 54–55)
| death_place =
| place of burial =
| date of burial =
▲| birth_name = Dyah Hayam Wuruk
▲| issue = * [[Kusumawardhani]], Putri Lasem ke-3
| title = Paduka Śri Tiktawilwanāgareśwāra Śrī Rājasanāgara nāmārājabhiṣeka Garbhotpattinama Dyah Sri Hayamwuruk<br>Çri Nata Rajasanagara<br>Çri Nata Wilwatikta
| regnal name = Çri Rajasanagara Jayawishnuwardhana<br/>{{smaller|ꦯꦿꦶꦬꦗꦯꦟꦓꦬꦗꦪꦮꦶꦯ꧀ꦲ꧀ꦟꦸꦮꦂꦝꦟ}}
| posthumous name = Bhatāra Hyang Wekas ing Sukha
|succession1= [[Pangeran]] [[Kahuripan]] ke-2
|reign1= 1334 – 1350
|predecessor1= [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]]
|successor1 = [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]]
}}
'''Hayam Wuruk''' ([[bahasa Kawi|Kawi]]: ꦲꦪꦩ꧀ꦮꦸꦫꦸꦏ꧀ [[bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: हयम् वुरुक्; 1334–1389), juga disebut '''Rajasanagara''', '''Pa-ta-na-pa-na-wu''', atau '''Bhatara Prabhu''' setelah tahun 1350, adalah Maharaja keempat dari [[Majapahit]], yang memerintah pada tahun 1350 sampai kematiannya pada tahun 1389.<ref name=Coedes>{{Cite book
| last = Cœdès▼
▲ | last = Cœdès
| first = George
|
| title = The Indianized states of Southeast Asia
| publisher = University of Hawaii Press
| year = 1968
| url = https://books.google.com/books?id=iDyJBFTdiwoC
| isbn =9780824803681 }}</ref><ref name="JejakNusantara"/> Bersama dengan perdana menterinya yang cemerlang, [[Gajah Mada]], ia memerintah Majapahit pada masa kejayaannya. Selama masa pemerintahannya, [[sastra Hindu]] seperti [[Ramayana]] dan [[Mahabharata]] menjadi bagian dari budaya dan pandangan dunia orang Jawa melalui ''[[wayang kulit]]''.<ref name=mark1>Mark Juergensmeyer and Wade Clark Roof, 2012, [https://books.google.com/books?id=B105DQAAQBAJ&dq=gajah+mada+religion&pg=PA557 Encyclopedia of Global Religion], Volume 1, Page 557.</ref>
Sebagian besar kisah hidupnya diambil dari ''[[Nagarakretagama]]'', sebuah [[kakawin]] penghormatan kepada Hayam Wuruk, dan ''[[Pararaton]]'' ("Kitab Raja-Raja"), sebuah kronik sejarah Jawa.
== Asal-usul dan silsilah ==
Baris 59 ⟶ 46:
Nama ''Hayam Wuruk'' artinya "ayam yang terpelajar". Ia adalah putra pasangan [[Tribhuwana Tunggadewi]] (penguasa ketiga Majapahit) putri [[Raden Wijaya]] pendiri [[Majapahit]], dengan Sri Kertawardhana alias Cakradhara yang berkedudukan sebagai penguasa Tumapel (''Bhatara i Tumapel'' atau ''Bhre Tumapel''<ref>lihat bagian Tata pemerintahan pada artikel Majapahit</ref>) atau kawasan [[Malang]] sekarang.
Prabu Hayam Wuruk dilahirkan tahun [[1334]] dan menurut kitab [[Kakawin Nagarakretagama]] (Desawarnana) peristiwa kelahirannya ditandai dengan [[gempa bumi]] di "Pabanyu Pindah" dan letusan [[Gunung Kelud]]. Pada tahun itu pula [[Gajah Mada]] mengucapkan [[Sumpah Palapa]].
Prabu Hayam Wuruk memiliki adik
[[Permaisuri]] Prabu Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi bergelar Paduka Sori, yang adalah putri dari Wijayarajasa penguasa Wengker (Bhre Wengker). Paduka Sori adalah saudara sepupu Hayam Wuruk, anak tiri Rajadewi.
Dari pasangan Prabu Hayam Wuruk dengan Sri Sudewi ini, lahir [[Kusumawardhani]] yang menikah dengan [[Wikramawardhana]], putra Dyah Nertaja (Putri Iswari) Bhre Pajang, adiknya. Hayam Wuruk juga memiliki putra dari
== Masa
Sumber sepak terjang Prabu Hayam Wuruk dalam pemerintahannya diceritakan dalam kitab Desawarnana atau [[Negarakertagama]], suatu kitab yang didedikasikan untuk menghormatinya.
Pada tahun
Prabu Hayam Wuruk dalam pemerintahannya
Dan pada masa Prabu Hayam Wuruk mempunyai armada Kapal perang yang sangat besar dan sangat banyak jumlah armadanya hingga ratusan yang dipimpin oleh Mpu Nala dan Pangkalan armada angkatan lautnya ditempatkan di beberapa tempat seperti Tumasik (singapura), perairan selatan malaka /pasai, perairan Tuban, perairan Kalimantan, perairan laut cina selatan dan perairan Maluku.
Pada tahun [[1364]], Mahapatih Gajah Mada meninggal dan posisi Mahapatih langsung di pegang Prabu Hayam Wuruk dan dibantu Menteri Seniornya bernama Mpu Nala. Pasca wafatnya Mahapatih Gajah Mada tidak ada ketimpangan dalam pemerintahan dan tugas Mahapatih dipegang langsung oleh Prabu Hayam Wuruk beberapa tahun kemudian diangkat Mahapatih baru bernama Gajah Enggon.
Pada tahun [[1372]], Ratu Tribhuwana Tunggadewi, ibundanya meninggal. Ini adalah pukulan berat bagi Hayam Wuruk, karna beliau amat sangat menyayangi Ibundanya dan Prabu Hayam Wuruk mendirikan candi khusus untuk makan Ibunda Beliau. ▼
Pada tahun [[1377]], Prabu Hayam Wuruk kembali
▲Pada tahun [[1372]], Tribhuwana Tunggadewi, ibundanya meninggal. Ini adalah pukulan berat bagi Hayam Wuruk.
▲Pada tahun [[1377]], Hayam Wuruk kembali menundukkan [[Suvarnabhumi]] (sekarang [[Sumatra]]), karena pelanggaran yang dilakukan penguasanya saat itu. Setelah merebut Suvarnabhumi, Majapahit memasuki era damai dengan menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangganya.
▲== Akhir Hayat Hayam Wuruk ==
[[File:Candi Ngetos B.JPG|thumb|180px||[[Candi Ngetos]] terletak di Desa Ngetos, Kecamatan [[Ngetos, Nganjuk|Ngetos]], sekitar 17 kilometer arah selatan kota [[Nganjuk]].]]
Tahun [[1389]], Prabu Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak, [[Kusumawardhani]] putri dari Sri Sudewi, dan [[Bhre Wirabhumi]] anak dari
Yang menjadi pengganti Prabu Hayam Wuruk adalah
Kemudian, Prabu Hayam Wuruk di dharmakan di [[Candi Ngetos]], [[Nganjuk]], [[Jawa Timur]].
== Perang Bubat ==
{{Main|Perang Bubat}}
Meskipun pada akhirnya Prabu Hayam Wuruk menikahi Sri Sudewi, namun sebelumnya terdapat sebuah kisah asmara antara Prabu Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit dengan [[Dyah Pitaloka Citraresmi|Dyah Pitaloka]] dari Kerajaan Sunda. di mana pada akhirnya pada tahun 1357 memunculkan peristiwa Perang Bubat yang penyebabnya masih menjadi perdebatan. Terdapat 3 penyebab terjadinya perang Bubat yaitu :
=== Versi
Menurut seorang Arkeolog bernama Agus Aris Munandar yang menafsirkan dari kisah ''Panji Angreni (1801)'' menyatakan bahwa [[Gajah Mada]] setuju dengan pernikahan tersebut sebagai upaya menyatukan Majapahit & Sunda.
Baris 109 ⟶ 95:
* Karena merasa dipermalukan maka rombongan kerajaan Sunda menyerang Majapahit demi kehormatan.
=== Versi
Tahun [[1351]], Hayam Wuruk hendak menikahi puteri Raja [[Kerajaan Galuh|Galuh]]/Pajajaran (di Jawa Barat), ''[[Dyah Pitaloka Citraresmi]]''. Pajajaran setuju asal bukan maksud Majapahit untuk merebut kerajaan Galuh. Ketika dalam perjalanan menuju upacara pernikahan, Gajah Mada mendesak kerajaan Galuh untuk menyerahkan puteri sebagai upeti dan tunduk kepada Majapahit. Kerajaan Galuh menolak, akhirnya pecah pertempuran, [[Perang Bubat]]. Dalam peristiwa menyedihkan ini seluruh rombongan kerajaan Galuh tewas, dan dalam beberapa tahun Galuh menjadi wilayah Majapahit.<ref>{{
== Sastra ==
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, kitab ''[[Kakawin Sutasoma]]'' (
== Kepustakaan ==
Baris 132 ⟶ 118:
{{kotak mulai}}
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Majapahit|tahun=1350—1389|pendahulu=[[Tribhuwana Wijayatunggadewi]]|pengganti=[
{{kotak selesai}}
{{lifetime|1334|1389|}}
|