Kerajaan Tarumanagara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hadiyana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Gunkarta (bicara | kontrib)
k alih
 
(42 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
#ALIH [[Tarumanagara]]
[[Berkas:Prasasti_tugu.jpg|thumb|right|Prasasti Tugu di Museum Nasional]]
'''Tarumanagara''' atau '''Taruma''' adalah sebuah [[kerajaan]] yang pernah berkuasa di wilayah yang sekarang menjadi provinsi [[Banten]], [[Jawa Barat]] dan [[Jakarta]] pada [[abad ke-4]] hingga [[abad ke-7]] [[Masehi|M]], yang merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang diketahui. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak disekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu kerajaan Tarumanagara adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
 
== Sejarah ==
Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah [[Purnawarman]]. Pada tahun [[417]] ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor [[sapi]] kepada kaum [[brahmana]].
 
=== Prasasti ===
#[[Prasasti Kebon Kopi]], dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, [[Ciampea, Bogor|Ciampea]], [[Bogor]]
#[[Prasasti Tugu]], ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
#Prasasti [[Munjul]] atau Prasasti [[Cidanghiang]], ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa [[Lebak]], Kecamatan Munjul, Kabupaten [[Pandeglang]], [[Banten]], berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
#[[Prasasti Ciaruteun]], Ciampea, Bogor
#[[Prasasti Muara Cianten]], Ciampea, Bogor
#[[Prasasti Jambu]], Nanggung, Bogor
#[[Prasasti Pasir Awi]], Citeureup, Bogor
 
<br />
Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.
 
Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.
 
Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) [[abad ke-16]].
 
==== Prasasti Pasir Muara ====
 
Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :
 
:''ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda''
 
Terjemahannya menurut Bosch:
 
:''Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.''
 
Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.
 
==== Prasasti Ciaruteun ====
 
Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Sungai [[Ciaruteun]], seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Sungai Cisadane; namun pada tahun [[1981]] diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara [[Palawa]], berbahasa [[Sansekerta]]. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:
 
:''vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam''
 
Terjemahannya menurut Vogel:
 
:''Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.''
 
Selain itu, ada pula gambar sepasang "pandatala" (jejak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut ''Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara'' parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.
 
==== Prasasti Telapak Gajah ====
 
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
 
:''jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam''
 
Terjemahannya:
 
:''Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.''
 
Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.
 
Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Tarumanagara dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.
 
==== Prasasti Jambu ====
Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:
 
:''shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.''
 
Terjemahannya menurut Vogel:
 
:''Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.''
 
=== Naskah Wangsakerta ===
Penjelasan tentang Tarumanagara cukup jelas di [[Naskah Wangsakerta]]. Sayangnya, naskah ini mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang meragukan naskah-naskah ini bisa dijadikan rujukan sejarah.
 
Pada Naskah Wangsakerta dari [[Cirebon]] itu, Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun [[358]], yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman ([[382]]-[[395]]). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali [[Gomati]], sedangkan putranya di tepi kali [[Candrabaga]].
 
Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun [[397]] yang terletak lebih dekat ke pantai. Dinamainya kota itu Sundapura--pertama kalinya nama "Sunda" digunakan.
 
 
Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi penguasa Tarumanagara adalah Suryawarman (535 - 561 M) Raja Tarumanagara ke-7. ''Pustaka Jawadwipa'', parwa I, sarga 1 (halaman 80 dan 81) memberikan keterangan bahwa dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Tarumanagara. Ditinjau dari segi ini, maka Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.
 
Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir Muara mungkin sekali seorang pejabat tinggi Tarumanagara yang sebelumnya menjadi wakil raja sebagai pimpinan pemerintahan di daerah tersebut. Yang belum jelas adalah mengapa prasasti mengenai pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu terdapat di sana? Apakah daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda atau hanya sebuah tempat penting yang termasuk kawasan Kerajaan Sunda?
 
Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon memberikan keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.
 
Kehadiran Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang memberitakan Raja Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa Ibukota Sundapura telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
 
Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.
 
Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.
 
Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.
 
Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu [[kerajaan Sunda|Sunda]] yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya [[Kerajaan galuh|Galuh]] yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.
 
==== Raja-raja Tarumanagara menurut Naskah Wangsakerta ====
{| class="wikitable" border="1" cellpadding="3" style="font-size: 95%" width="500" align="center"
|+ '''Raja-raja Tarumanegara'''
|- bgcolor=lightgrey
!No
!Raja
!Masa pemerintahan
|-
|align=center|'''1'''
||[[Jayasingawarman]]
|align=center|[[358]]-[[382]]
|-
|align=center|'''2'''
||[[Dharmayawarman]]
|align=center|[[382]]-[[395]]
|-
|align=center|'''3'''
||[[Purnawarman]]
|align=center|[[395]]-[[434]]
|-
|align=center|'''4'''
||[[Wisnuwarman]]
|align=center|[[434]]-[[455]]
|-
|align=center|'''5'''
||[[Indrawarman]]
|align=center|[[455]]-[[515]]
|-
|align=center|'''6'''
||[[Candrawarman]]
|align=center|[[515]]-[[535]]
|-
|align=center|'''7'''
||[[Suryawarman]]
|align=center|[[535]]-[[561]]
|-
|align=center|'''8'''
||[[Kertawarman]]
|align=center|[[561]]-[[628]]
|-
|align=center|'''9'''
||[[Sudhawarman]]
|align=center|[[628]]-[[639]]
|-
|align=center|'''10'''
||[[Hariwangsawarman]]
|align=center|[[639]]-[[640]]
|-
|align=center|'''11'''
||[[Nagajayawarman]]
|align=center|[[640]]-[[666]]
|-
|align=center|'''12'''
||[[Linggawarman]]
|align=center|[[666]]-[[669]]
|-
|}
 
== Lihat pula ==
*[[Kerajaan Salakanagara]]
*[[Sejarah Sunda]]
*[[Naskah Wangsakerta]]
*[[Bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara]]
== Rujukan ==
*[http://www.cikalbogor.20m.com/custom3.html Sundapura]
 
== Bacaan selanjutnya ==
*'''[[Ayatrohaedi]]''', [[2005]], ''Sundakala: cuplikan sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" Cirebon''. [[Jakarta]]: Pustaka Jaya. ISBN 979-419-330-5
*'''[[Saleh Danasasmita]]''', [[2003]], ''Nyukcruk sajarah Pakuan Pajajaran jeung Prabu Siliwangi''. [[Bandung]]: Kiblat Buku Utama. ISBN
*'''[[Yoseph Iskandar]]''', [[1997]], ''Sejarah Jawa Barat: yuganing rajakawasa''. Bandung: Geger Sunten.
 
<!--
{| align="center" border="1"
|width="30%" align="center"|Artikel Sebelumnya<br>[[Lokasi Pakuan]]
|width="40%" align="center"|'''[[Kerajaan Sunda]]'''
|width="30%" align="center"|Dilanjutkan:<br>[[Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh]]
|}
-->
== Garis waktu kerajaan-kerajaan di [[Jawa Barat]]/[[Banten]] ==
{{Kerajaan Sunda}}
{{Kerajaan di Jawa}}
 
[[Kategori:Kerajaan Tarumanagara| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Tarumanagara]]
[[Kategori:Kerajaan di Jawa Barat|Tarumanagara]]
 
[[en:Tarumanagara]]
[[fr:Royaume de Tarumanagara]]
[[ja:タルマヌガラ王国]]
[[jv:Karajan Tarumanagara]]
[[lt:Tarumanagara]]
[[ms:Kerajaan Tarumanagara]]
[[nl:Taroemanagara]]
[[su:Tarumanagara]]