Etnografi siber: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala
 
(26 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Cleanup rewrite|date=Oktober 2020}}
{{paragrafpembuka}}
{{rapikan}}
Etnografi Dunia Maya adalah adaptasi metode penelitian etnografi pada ranah maya. Kultur dan manusia merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Malinowski (1942) dalam karyanya yang berjudul Man's Culture And Man's Behavior secara jelas menyatakan bahwa “Culture is clearly the fullest context of all human activities” Setiap tindakan manusia pasti bermuatan kultural dan setiap kultural merupakan hasil tindakan manusia. Hal serupa ada dalam segala aktivitas manusia yang berkaitan dengan penggunaan internet. Sebaran budaya di ranah ini terbentang dari wilayah personal hingga publik. Mulai dari pembentukan identitas pribadi, pemaknaan kolektif terhadap segala aspek kehidupan dunia maya internet, hingga kepemilikan terhadap kultur yang dibangun bersama merupakan segala yang mungkin berkaitan kultur dan manusia di ranah maya internet (Bromseth & Sundén, 2011; Campbell, 2011).
 
Studi etnografi tradisional mengamati interaksi antara individu-individu yang tinggal bersama. Etnografi budaya dan komunitas daring memperluas studi etnografi hingga pada keadaan di mana interaksi dimediasi secara teknologi, bukan tatap muka langsung. Oleh karena itu, etnografi siber mengatasi keterbatasan dalam pengertian tradisional tentang penelitian lapangan. Komunitas online dapat menciptakan budaya bersama melalui interaksi yang dimediasi secara digital. Meskipun penelitian lapangan etnografis siber sering diperdebatkan,<ref name="Ferguson 192">{{Cite book|last=Ferguson|first=Prof James|date=1997-08-28|url=https://books.google.co.id/books?id=C4fUmMDEbUIC&lpg=PP1&pg=PA192#v=onepage&q&f=false|title=Anthropological Locations: Boundaries and Grounds of a Field Science|location=|publisher=University of California Press|isbn=978-0-520-20680-9|pages=192|language=en|url-status=live}}</ref> metode tersebut semakin diterima.<ref name="Garcia 53">{{Cite journal|last=Garcia|first=Angela Cora|last2=Standlee|first2=Alecea I.|last3=Bechkoff|first3=Jennifer|last4=Yan Cui|date=2009-02|title=Ethnographic Approaches to the Internet and Computer-Mediated Communication|url=http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0891241607310839|journal=Journal of Contemporary Ethnography|language=en|volume=38|issue=1|pages=53|doi=10.1177/0891241607310839|issn=0891-2416}}</ref>
 
== Ragam metodologi ==
Etnograf telah melakukan pendekatan terhadap studi Internet dalam berbagai cara berbeda. Berbagai istilah merujuk pada berbagai formulasi pendekatan metodologis untuk etnografi dunia maya. Banyak yang berusaha mempertahankan metode tradisi etnografi yang sudah mapan. Beberapa orang berpendapat bahwa etnografi yang dilakukan secara daring melibatkan pendekatan metodologis yang khas. Yang lain berpikir bahwa etnografi siber bukanlah bentuk etnografi yang berbeda meskipun meneliti internet secara etnografis memaksa peneliti untuk memikirkan ulang asumsi dan konsep dasar etnografi.<ref name="Figaredo 1">{{Cite journal|last=Figaredo|first=Daniel Domínguez|last2=Beaulieu|first2=Anne|last3=Estalella|first3=Adolfo|last4=Gómez|first4=Edgar|last5=Schnettler|first5=Bernt|last6=Read|first6=Rosie|date=2007-09-30|title=Virtual Ethnography|url=https://www.qualitative-research.net/index.php/fqs/article/view/274|journal=Forum Qualitative Sozialforschung / Forum: Qualitative Social Research|volume=8|issue=3|pages=1|doi=10.17169/fqs-8.3.274|issn=1438-5627|quote=There are those who consider that virtual ethnography involves adistinctive methodological approach and those who consider that researching the Internet ethnographically forces us to reflect on fundamental assumptions and concepts of ethnography, but that it doesn't mean a distinctive form of ethnography.}}</ref>
 
== Pandangan etika ==
Selama etnografi siber mirip dengan etnografi tradisional, hal itu akan menimbulkan pertimbangan etis yang serupa. Namun, sifat ruang daring memang memunculkan masalah etika baru, termasuk yang terkait dengan persetujuan subjek manusia, perlindungan privasi atau anonimitas subjek penelitian, dan apakah etnografi siber mungkin merupakan bentuk "penyadapan elektronik."<ref name="Wilson 461">{{Cite journal|last=Wilson|first=Samuel M.|last2=Peterson|first2=Leighton C.|date=2002-10-01|title=The Anthropology of Online Communities|url=https://www.annualreviews.org/doi/10.1146/annurev.anthro.31.040402.085436|journal=Annual Review of Anthropology|volume=31|issue=1|pages=461|doi=10.1146/annurev.anthro.31.040402.085436|issn=0084-6570|quote=For some researchers, the statements made in publicly accessible discussion boards or other communication spaces are in the public domain and may thus be freely used by researchers. For others, this is a form of electronic eavesdropping that violates the speaker's expectation of privacy. For others, this is a form of electronic eavesdropping that violates the speaker's expectation of privacy.}}</ref> Dengan demikian, ada masalah etika yang signifikan seputar penggunaan alat digital, pengumpulan data dari dunia maya, dan apakah ahli etnografi siber menghormati privasi di dunia maya.<ref name="Hesse-Biber 184">{{Cite book|last=Hesse-Biber|first=Sharlene Nagy|date=2011-01-15|url=https://books.google.co.id/books?id=Q9HlpMF7GgkC&lpg=PP1&pg=PP1#v=onepage&q&f=false|title=The Handbook of Emergent Technologies in Social Research|location=|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-970625-9|pages=184|language=en|quote=In sum, if our identities in cyberspace are extensions of our off-line identities, they must be afforded the same ethical consideration as they would be given in the off-line world.|url-status=live}}</ref>{{Cleanup rewrite|date=Oktober 2020}}'''Etnografi Siber''' adalah metode penelitian [[etnografi]] pada media [[Dunia maya|maya]].
 
Studi etnografi tradisional mengamati interaksi antara individu-individu yang tinggal bersama. Etnografi budaya dan [[Komunitas maya|komunitas daring]] memperluas studi etnografi hingga pada keadaan di mana interaksi dimediasi oleh [[teknologi]], bukan tatap muka langsung. Oleh karena itu, etnografi siber mengatasi keterbatasan dalam pengertian tradisional tentang penelitian lapangan. Komunitas daring dapat menciptakan budaya bersama melalui interaksi yang dimediasi secara digital. Meskipun penelitian lapangan etnografis siber sering diperdebatkan,<ref name="Ferguson 192"/> metode tersebut semakin diterima.<ref name="Garcia 53"/>
 
== Ragam metodologi ==
Etnograf telah melakukan pendekatan terhadap studi [[Internet]] dalam berbagai cara berbeda. Berbagai istilah merujuk pada berbagai formulasi pendekatan metodologis untuk etnografi dunia maya. Banyak yang berusaha mempertahankan metode tradisi etnografi yang sudah mapan. Beberapa orang berpendapat bahwa etnografi yang dilakukan secara daring melibatkan pendekatan metodologis yang khas. Yang lain berpikir bahwa etnografi siber bukanlah bentuk etnografi yang berbeda meskipun meneliti internet secara etnografis memaksa peneliti untuk memikirkan ulang asumsi dan konsep dasar etnografi.<ref name="Figaredo 1"/>
 
== Pandangan etika ==
Selama etnografi siber mirip dengan etnografi tradisional, hal itu akan menimbulkan pertimbangan etis yang serupa. Namun, sifat ruang daring memunculkan masalah [[etika]] baru, terkait dengan persetujuan [[Subjek penelitian|subjek manusia]], perlindungan [[Kerahasiaan pribadi|privasi]] atau [[anonimitas]] subjek penelitian, dan apakah etnografi siber mungkin merupakan bentuk "penyadapan elektronik."<ref name="Wilson 461"/> Dengan demikian, ada masalah etika yang signifikan seputar penggunaan alat digital, [[Pengumpulan Data Dalam Penelitian|pengumpulan data]] dari dunia maya, dan apakah ahli etnografi siber menghormati privasi di dunia maya.<ref name="Hesse-Biber 184"/>
 
Etnografi siber
 
Etnografi Dunia Maya adalah adaptasi metode penelitian etnografi pada ranah maya. Kultur dan manusia merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Malinowski (1942) dalam karyanya yang berjudul Man's Culture And Man's Behavior secara jelas menyatakan bahwa “Culture is clearly the fullest context of all human activities” Setiap tindakan manusia pasti bermuatan kultural dan setiap kultural merupakan hasil tindakan manusia. Hal serupa ada dalam segala aktivitas manusia yang berkaitan dengan penggunaan internet. Sebaran budaya di ranah ini terbentang dari wilayah personal hingga publik. Mulai dari pembentukan identitas pribadi, pemaknaan kolektif terhadap segala aspek kehidupan dunia maya internet, hingga kepemilikan terhadap kultur yang dibangun bersama merupakan segala yang mungkin berkaitan kultur dan manusia di ranah maya internet (Bromseth & Sundén, 2011; Campbell, 2011).
 
Kultur di dunia maya internet merupakan hasil produksi dan reproduksi makna manusia terhadap aktivitasnya melalui jaringan internet global (Bell, 2006; Escobardkk., 1994; S. Jones, 1997; Lovink, 2002). Bersama para pengguna internet lain mempertukarkan gagasan dan ide yang kemudian menghasilkan karya, cipta, dan karsa di dunia maya internet maupun dunia. Melalui interaksi di ranah ini, manusia juga mempertukarkan dan membangun tata nilainya sendiri (Lalueza, Crespo, & Bria, 2008). Hal ini seiring dengan penggunaan dan perkembangan bahasa, tata nilai, teknologi, struktur masyarakat manusia yang menggunakan internet (Bell, 2006; Fuchs, 2007; Hine, 2000) .
Baris 8 ⟶ 25:
Tidak heran dibutuhkan sebuah metode yang menyeluruh dan mendalam untuk memahami kultural di ranah ini (Kozinets, 1998, 1999, 2006, 2010). Bukan sekadar berupaya mendeskripsikan tentang hal yang terjadi, melainkan juga menghadirkan visi kultural dari para pemilik pemiliknya (Kozinets, 1998, 1999, 2006, 2010). Hanya mereka yang bergelut dengan kulturnya yang benar-benar memahami kultur tersebut secara utuh. Perlu ada sebuah metode yang mampu membantu pihak diluar pemilik kultural untuk dapat memahami hal tersebut. Pilihan untuk mengadopsi penelitian etnografi merupakan pilihan yang sesuai dengan tujuan ini (Kozinets, 1998, 2002, 2010). Metode yang berkembang dari upaya para penjelajah pada abad pertengahan untuk memahami kaum pribumi dapat dimanfaatkan untuk memahami kehidupan kultural di dunia maya internet (Angrosino, 2005; Denzin & Lincoln, 2005a).
 
Etnografi merupakan metode penelitian yang dikhususkan untuk memahami aspek kultural dalam masyarakat (Bryman, 2012; Neuman, 2013; Spradley, 1997). Memanfaatkan segala informasi dan data yang ada metode ini membantu peneliti atau pihak yang ingin melakukan kajian kultural memahami perilaku-perilaku manusia dalam dan konteks sosialnya. [[Perilaku manusia]] bukan sekadar hasrat individu, melainkan berkaitan dengan tata nilai yang ada dalam kelompoknya. Sesuatu yang dibangun dan direproduksi melalui segenap tindakan para anggotanya. Melalui hal ini mereka membangun identitas, makna, keyakinan, hingga visi kultural bersama.
 
Penggunaan ini relevan karena internet telah berkembang lebih dari sarana interaksi dan komunikasi melainkan dunia kultural. Pada ranah maya internet dapat ditemukan beragam kultur. Online game culture (T. L. Taylor, 2011; D. Williamsdkk., 2006), cyberactivism (Ayers, 2006; McCaughey & Ayers, 2013), hack culture , mobile culture (Goggin, 2012) merupakan beberapa kultur yang berkaitan interaksi manusia di dunia maya internet. Hack culture merupakan kultur yang dibangun oleh komunitas hacker dan programer komputer. Cyberactivism merujuk kepada penggunaan internet sebagai saran gerakan sosial atau kegiatan aktivisme (McCaughey & Ayers, 2013). Online game culture merupakan kultur yang tercipta dari interaksi antar pemain sebuah permainan atau antar permainan online (Shaw, 2010). Varian kultur ini beragam sesuai dengan permaian online yang dimainkan serta interaksi antar pemainan. Mobile culture merupakan kultur yang tercipta dari penggunaan telepon seluler (Goggin, 2012; Hjorth, 2008). Kompleksitas mobile culture bertambah kompleks seiring terintergrasinya jaringan internet global ke dalam perangkat telepon seluler.
 
Tentu etnografi tidak dapat diterapkan secara utuh seperti penerapannya pada ranah kehidupan nyata sosial. Perlu ada penyesuaian agar metode ini dapat diterapkan untuk riset di dunia maya internet (Hine, 2000). Tidak ada kehadiran fisik pada ranah maya internet merupakan penyebabnya. Semua terjadi melalui representasi teks, gambar, video, dan audio yang hadir di layar komputer. Tidak ada komunikasi tatap muka langsung di ranah maya ini. Semua termediasi melalui jaringan internet global. Hal ini tentu menjadi hambatan bagi peneliti etnografi konvensional yang ingin terlibat secara menyeluruh dalam seluruh aktivitas subyek penelitiannya (Hine, 2000; Murthy, 2008). Pembicaraan komunitas yang teliti hanya dapat diamati melalui ruang percakapan komunitas seperti chatroom, thread internet forum, grup Facebook. Komunikasi dua arah antar pengguna atau anggota komunitas juga kurang dapat diamati karena proses ini cenderung menggunakan sarana komunikasi yang bersifat privat seperti private chat atau private message. Jika ada komunikasi dua arah antar pengguna yang dapat diamati, maka hal tersebut cenderung terbatas karena tidak semua pengguna mau membuka isi komunikasi yang dilakukan.
Baris 23 ⟶ 40:
<blockquote>“A good historian of science will note that laypeople and scholars present at the birth of electricity, the railroad, the telephone, the television, and most of the other major innovations uttered similar pronouncements. But, as it inevitably turns out, our theories and techniques almost always can accommodate the new phenomena, be they global air travel or digital avatars in virtual worlds. In fact, shedding light on the similarities and differences with what has gone before – theoretically and substantively – is very often our objective as scholars and scientific thinkers.” (Kozinets, 2010)<ref>[null Kozinets, R. V. (2010). ''Netnography''. London: Sage.]</ref></blockquote>
 
Pembahasan tentang netnografi tidak dapat dilepaskan dari entnografi. Metode ini yang kemudian menginspirasi kemunculan netnografi (Kozinets, 1998, 1999, 2010). Sebuah bentuk aplikasi etnografi pada ranah maya internet. Hal ini bukan berarti konsep-konsep etnografi dapat serta-merta digunakan dalam penelitian internet. Penerapannya membutuhkan penyesuaian karena realitas yang dihadapi jelas berbeda (Kozinets, 1998, 1999, 2010). Entografi merupakan metode penelitian yang membantu manusia untuk memahami masyarakat dan budaya dalam [[realitas sosial]] (Spradley, 1997). Netnografi merupakan metode penelitian yang manusia untuk memahami masyarakat dan budaya yang terbentuk interaksi manusia melalui jaringan internet (Kozinets, 2010; R. Lee, 2010). Perlu penjelasan lebih lanjut terhadap hal ini karena perbedaan realitas tentu melahirkan penerapan metode yang berbeda juga. Hal tersebut mendorong bagian ini berusaha menerangkan perbedaan dan irisan antara etnografi dan netnografi.
 
Etnografi sebagai peletak dasar visi penelitian netnografi merupakan sebuah metode yang berusaha untuk mengungkapkan cara pandang, pemaknaan, dan konstruksi kultural dari sudut pandang suatu masyarakat pemilik kultur (Bryman, 2012; Kozinets, 2010; Kriyantono, 2006, 2012; Neuman, 2013; Spradley, 1997). Metode yang lahir dari kajian antropologi dan berkembang di berbagai bidang ini bertujuan mengidentifikasi, menghadirkan, dan menyuguhkan peran, ritual-ritual dan keyakinan dari subyek yang diteliti (Denzin & Lincoln, 2005a; Hammersley & Atkinson, 2007; Spradley, 1997). Hal tersebut dapat dilihat dari interaksi antar subyek dalam sebuah budaya. Secara gamblang peneliti etnografer akan menjadi seorang ''storyteller'' pasca ia melakukan penelitian (Neuman, 2013; Spradley, 1997). Bukan sekadar menjadi seorang pendongeng tentu, melainkan mampu mengantarkan pembaca merasuki dunia para pemilik budaya dan memahaminya secara ''verstehen'' (Neuman, 2013)''.''
Baris 31 ⟶ 48:
Penjabaran tersebut mengarahkan bahwa etnografi merupakan penelitian yang bersifat menyeluruh, integratif, dan berusaha menghadirkan visi kebudayan berdasarkan ''native’s point of view'' (Spradley, 1997). Karakteristik yang mendorong peneliti perlu menyediakan ruang dan waktu yang lama untuk hadir bahkan terlibat dalam kehidupan subyek penelitiannya (Neuman, 2013). Hal ini harus ditempuh agar peneliti dapat memperoleh sudut pandang budaya yang utuh berdasarkan ''native’s point of view.'' Tidak mudah peneliti dapat memperoleh hal tersebut, jika hanya mewawancarai atau bergaul dalam waktu yang relatif singkat dengan subyek penelitian. Ia takkan mendapatkan kedalaman data karena tidak ikut merasakan suasana kebatinan dan masuk ke dalam alam pikir subyek penelitiannya tersebut.
 
''Ethnography is about revealing context and thus complexity. The potential of this method lies not in a reduction of complexity, not in the construction of models, but in what Geertz calls "thick description”'' Wittel dalam (Kozinets, 1998). ''Thick description'' menjadi hal yang tidak dapat diabaikan dalam hal ini (Geertz, 1992). Peneliti perlu berusaha meraih setiap detildetail dari subyek yang diteliti (Neuman, 2013). Setiap detildetail mengandung makna. Bahkan hal yang belum diperhitungkan dapat memiliki arti besar dan mendalam dalam kehidupan subyek penelitian (Geertz, 1992). Peneliti tidak boleh berhenti pada nilai—nilai yang tampak dipermukaan, melainkan perlu mengejar hingga menyingkap tabir makna yang diharapkan oleh para pemilik kultur (Bryman, 2012; Neuman, 2013; Spradley, 1997).
 
Hal tersebut baru dapat muncul ketika penelitian ini dapat menghadirkan interaksi individu pemlik kultur tersebut dalam keadan yang alamiah (Hammersley & Atkinson, 2007; Spradley, 1997). Upaya tersebut tampak dari kemampuan peneliti mengali dan menyampaikan tata perilaku yang menjadi kekhususan seta mengaitkannya dengan identitas budaya yang dimilikinya. Hubungan tersebut merupakan hasil jalinan antara perilaku, bahasa, dan artefak anggota pemilik kebudayaan tersebut (Bryman, 2012; Neuman, 2013; Spradley, 1997). Ketiga elemen tersebut merupakan sajian budaya yang dapat membantu peneliti menyajikan visi kultural masyarakat tersebut.
 
Creswell (2013) menjelaskan ada enam inti elemen yang harus ada dalam penelitian etnografi. ''Pertama,'' penelitian etnografi harus menyajikan penjelasan yang detildetail. ''Kedua,'' penyampaian laporan penelitian ini mengalir seperti sedang bercerita/''story telling''. ''Keempat, '' penelitian ini menggali topik-topik kultural yang berkaitan dengan perlikau dan peran dalam masyarakat. ''Kelima,'' laporan penelitian ini menyajikan pendekatan konstruktivis. ''Keenam,'' peneliti bukan merupakan agen perubahan yang bersifat emansipatoris, melainkan menyajikan visi masyarakat berdasarkat cara pandangnya.
 
Hammersley and Atkinson (2007) mengemukakan ada empat karakteristik yang dimiliki oleh penelitian entnografi. ''Pertama,'' keduanya berkesimpulan bahwa penelitian etnografi lebih mengarah kepada eksplorasi bukan merujuk kepada pengujian hipotesis tertentu. ''Kedua,'' Atkinson dan Hammersley memandang bahwa etnografi bukan penelitian yang terstruktur seperti dalam paradigma positivis, sehingga peneliti tidak menentukan kategori-kategori ketika sebelum memulai penelitian. Kategorisasi tercipta dari data yang dikumpulkan peneliti. ''Ketiga,'' penelitian memberikan kepada sebuah kasus tertentu dengan mendalam. ''Keempat,'' peneliti tidak terlalu memberikan perhatian kepada data statistik dan kuantitatif, menginterpretasi makna baik yang hadir dalam berbagai tindakan manusia dan produknya,
Baris 53 ⟶ 70:
Netnografi hadir untuk mengembangkan semangat penelitian etnografi pada dunia maya. Selaras dengan etnografi, netnografi berusaha untuk mengungkapkan visi kultural dari kelompok sosial yang terbangun dari interaksi manusia di dunia maya internet (Kozinets, 1998, 1999, 2006, 2010). Frase ''net'' yang mengawali istilah ini berusaha memberikan identitas bahwa metode ini dikhususkan pada ranah maya internet (Kozinets, 2010). Penyertaan frase ini sekaligus menandai bahwa netnografi bukan hal merupakan sebuah metode yang baru, melainkan juga bentuk penyesuaian etnografi terhadap perkembangan teknologi dan masyarakat (Rocca, Mandelli, & Snehota, 2014).
 
Netnogafi bukan istilah tunggal yang berusaha mendekati realitas di ranah maya menggunakan metode etnografi. Virtual etnography (Hine, 2000), Webnography (Puri, 2007), Network ethnography (Howard, 2002), cyber-ethnography (Ward, 1999) dan digital ethnography (Murthy, 2008; Varis, 2016). Mereka hadir dengan warna dan pandangannya masing-masing tentang etnografi di ranah ini, meski dengan semangat yang sama untuk mengembangkan etnografi di dunia maya internet. Kesepahaman ini dapat dicermati dari cara pandang mereka dalam melihat kehidupan dunia maya internet. Ward (1999) melihat bahwa keterlibatan manusia dalam dunia maya internet telah memunculkan interaksi. Hine (2000) berpandangan bahwa interaksi yang terjadi melalui internet telah melahirkan artefak-artefak kultural, sehingga kehidupan yang terjadi pada dunia tersebut dapat diteliti dengan metode ini. Murthy (2008) memandang bersama perkembangan teknologi telah mendorong [[Digitisasi|digitalisasi]] komunikasi sehingga menumbuhkan ruang-ruang kehidupan sosial dan kultural baru. Kozinets (2010) memandang bahwa kehidupan sosial dan kultur yang ada di dunia maya internet merupakan interaksi manusia dalam komunitas yang termediasi oleh jaringan internet.
 
Perbedaan baru terlihat ketika masing-masing pemikiran tentang metode penelitian tersebut dicermati. Misal ''Digital-ethnography'' lebih menekankan pada pengamatan terhadap kehidupan dunia maya internet (Varis, 2016). Metode ini hanya mencermati pada segala hal yang ditampilkan pada oleh subyek penelitian. Misal peneliti ingin melakukan riset terhadap perilaku, pembicaraan, dan interaksi penggemar dengan artis idola berdasarkan ''tweet'' atau ''retweet'' yang ada. Peneliti kemudian hanya memperhatikan pada interaksi, tanggapan, komentar yang diberikan oleh penggemar atau artis idola maupun timbal balik yang terjadi diantaranya. ''Digital-ethnography'' tidak berusaha menyikap pandangan atau sikap dari penggemar atau aktris idola melalui wawancara. Data yang ada dihimpun, dikategorisasi, kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.
Baris 59 ⟶ 76:
Howard (2002) melalui ''network ethnography'' menawarkan hal berbeda. Ia memadukan analisis jaringan sosial dengan etnografi. Howard menggunakan analisis jaringan untuk membenarkan seleksi kasus. Kasus yang terpilih kemudian diteliti menggunakan etnografi. Namun, tawaran ini belum memberikan panduan praktis yang dapat digunakan peneliti untuk melakukan penelitian lain. Jika membaca lebih lanjut artikel Howard, maka tawaran ini justru lebih menekankan pada analisis jaringan sosial.
 
Meski memiliki perbedaan istilah dengan Kozinets, pemikiran Hine (2000, pp. 63-65&nbsp;63–65) perlu dipikirkan dalam membingkai etnorgarfi di ranah maya. Ia berpandangan bahwa metode ini seperti bentuk konvensionalnya berusaha mempertanyakan asumsi-asumsi budaya yang berlaku dalam masyarkat. Pembeda keduanya terletak pada penggunaan medium internet. Tentu hal ini berimplikasi terhadap perubahan perilaku berkomunikasi individu-individu di dalamnya . Situasi ini yang mendorong peneliti perlu melakukan interpretasi dan reinterpretasi terhadap internet sebagai cara sekaligus medium manusia berkomunikasi (Reich, 2015).
 
Hine juga berpendapat bahwa internet menciptakan ekologi berkomunikasi yang kaya dibanding dengan teknologi komunikasi sebelumnya. Teknologi ini menghadirkan kompleksitas percakapan dan pemaknaan karena di dalam ruang-ruang interaksi. Setiap ragam aplikasi yang tersedia meghadirkan sikap dan perilaku pengguna yang berbeda. Cara dan teknik manusia bekomunikasi dan berinteraksi ditentukan aplikasi yang digunakan. Para pengguna Facebook tentu akan menunjukan perilaku yang berbeda ketika mereka menggunakan Twitter. Tidak heran bahwa Hine kemudian menekankan bahwa internet sebagai artefak kultural dan kultur.
Baris 114 ⟶ 131:
Tahapan penelitian netnografi tidak berbeda dengan prosedur yang harus dilewati dalam riset kualitatif konvensional. Pengunaan data yang bersumber dari realitas dunia maya bukan berarti menyebabkan tahapan penelitian ini berbeda. Peneliti tetap perlu merumuskan masalah, memilih subyek penelitian, melakukan pengumpulan data, menganalisis data, melakukan interpretasi data, dan melaporkan penelitian (Bryman, 2012; Kozinets, 2010; Neuman, 2013; Spradley, 1997). Tidak ada perbedaan tahapan penelitian ini dengan metode lain bukan berarti netnografi tidak memiliki karakteristik. Netnografi lebih memberikan perhatian kepada penerapan dan penyesuaian setiap tahapan pada ranah maya internet (Kozinets, 2010). Pemilihan subyek dan perumusan penelitian perlu dipertimbangkan. Netnografi hanya memberikan perhatian kultural yang terbentuk dari komunikasi, interaksi dan segala aktivitas manusia yang terjadi/melalui jaringan internet global (Hine, 2000). Pada tahapan ini penelitian perlu memberikan batasan penelitian sesuaai dengan ruh riset netnografi.
 
Hal menonjol dalam penelitian ini yakni penggunaan perangkat lunak komputer sebagai sarana pengumpulan data. Penggunaan perangkat lunak ini merupakan sebuah keniscayaan karena subyek penelitian ini berada dan menggunakan jaringan internet. Hal ini disebabkan data penelitian ini berupa teks, audio, dan video yang bersumber dari dunia maya internet. Pelaporan riset netnografi tidak berbeda dengan penelitian yang menggunakan metode lain.<ref name=":0" />. Bentuk dan format laporan harus sesuai dengan institusi penerimaan laporan. Meski seolah hanya menerapkan etnografi konvensional ke ranah maya, netnografi tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang ringan untuk digunakan sebagai metode penelitian. Perbedaan karakteristik dunia maya seperti dijelaskan pada bab sebelumnya menjadi ancaman, hambatan, sekaligus peluang untuk melaksanakan setiap tahapan. Kozinets sendiri memperingatakan peneliti untuk tidak sekadar melihat, mencatat, dan mendengar komunikasi dan interaksi yang terjadi dalam sebuah komunitas ''online'', melainkan merencanaka, melaksanakan, dan melaporkan penelitian ini secara matang. Ia mengajurkan para calon peneliti berpikir reflektif melalui merenungi pernyataan-pernyataan berikut (Kozinets, 2010, h. 79),<ref name=":0" />,
# Seorang peneliti harus mengetahui hal yang ingin diteliti. Hal tersebut tercermin dalam fokus penelitian dan pertanyaan penelitian.
# Calon peneliti selayaknya mampu mencari, menemukan, dan membaca penelitian-penelitian yang terkait dengan rencana penelitiannya. Hal ini dapat mendukung desain penelitiannya kelak.
Baris 151 ⟶ 168:
== Referensi ==
{{reflist}}
 
[[Kategori:Etnografi]]