Ilias: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(77 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Italic title}}
 
{{Infobox poem
| name = Ilias
| image = Detail. Wooden board inscribed in ink with lines 468-473, Book I of Homer's Iliad. Roman Egypt. On display at the British Museum.jpg
| image_size = 250px
| caption = Papan bertuliskan larik 468–473, buku pertama Ilias, dari rentang waktu 400–500 Masehi, ditemukan di Mesir, terpajang di [[British Museum|Museum Inggris]]
| subtitle =
| author = [[Homeros]]
| original_title = Ἰλιάς
| original_title_lang = grc
| translator =
| written = Sekitar abad ke-8 Pramasehi
| first =
| illustrator =
| cover_artist =
| country = [[Yunani Kuno]]
| language = [[Bahasa Yunani Homeros]]
| series =
| subject =
| genre = [[Wiracarita|Syair wiracarita]]
| form =
| metre = [[Heksameter daktilik|Heksameter daktilis]]
| rhyme =
| publisher =
| publication_date =
| publication_date_en =
| media_type =
| lines = 15.693 larik
| pages =
| size_weight =
| isbn =
| oclc =
| preceded_by =
| followed_by = [[Odisseia|''Odiseya'']]
|orig_lang_code = el
|native_wikisource = Ιλιάς
| wikisource = Iliad
}}
{{Perang Troya}}
'''''Ilias''''' ({{lang-grc|Ἰλιάς|Iliás}}, artinya "negeri[syair] tentang [[Troya|Ilion]]") adalah salah satu dari dua [[wiracarita]] [[Yunani Kuno]] yang dianggit seturut kaidah [[heksameter daktilik|heksametrum daktilus]] (tiap larik terdiri atas enam birama, tiap birama terdiri atas satu suku kata panjang dan dua suku kata pendek), yang dari generasi ke generasi dipercayadiyakini sebagai hasil karya pujangga [[Homeros]]. Wiracarita yang menurut anggapan umum ditulis sekitar abad ke-8 Pramasehi ini adalah salah satu [[sastratinggalan Eropa|karya sastra Eropa]] tertua yang masih adabanyak sampaidiminati sekarang,khalayak samamodern. Sama seperti ''[[odisseiaOdisseia|Odiseya]]'', wiracarita yangini mengisahkanterbagi petualanganmenjadi 24 [[Odisseusbab|Odiseusparwa]] selepasdan peristiwa-peristiwadianggit yangseturut dikisahkankaidah di dalam ''Ilias''. Odiseya juga dipercaya sebagai hasil karya Homeros.<ref>[[Pierreheksameter Vidal-Naquetdaktilik|Vidal-Naquet,heksameter Pierredaktilis]]. ''LeVersinya mondeyang d'Homère''berterima (Theumum Worldterdiri ofatas Homer),15.693 Perrin (2000), hlmlarik. 19</ref>Dengan Dilatar dalamsuasana versimenjelang vulgatakesudahan modernnya[[Perang (versi berterima standar)Troya]], ''Ilias''[[pengepungan|perang terdiripengepungan]] ataskota 15.693[[Troya]] larikselama yangsatu dibagidasawarsa menjadioleh 24persekutuan jilidnegara-negara buku. Wiracarita ini dianggit dalamkota [[bahasaPeradaban Mikenai|Yunani HomerosMikene]], ragamwiracarita bahasaini sastramengisahkan yangkejadian-kejadian memadukanpenting [[bahasapada Yunaniminggu-minggu Ionia|bahasaterakhir Yunaniperang Yoniaitu, khususnya tentang pertengkaran sengit Raja [[Agamemnon]] dengan aneka [[Dialek-dialek Yunani Kuno|dialek YunaniAkhiles]], lainnya.wirawan Lazimnyaternama. ''Ilias'' digolongkanterbilang kesebagai salah satu karya sastra utama di dalam [[siklus epik|lingkup sastra wiracarita]], dan jamak dianggap sebagai karya [[sastra Eropa]] pertama yang berbobot.
 
Agaknya ''Ilias'' maupun ''Odiseya'' ditulis dalam [[bahasa Yunani Homeros]], bahasa sastra bauran [[bahasa Yunani Ionia|bahasa Yunani dialek Yonia]] dengan dialek-dialek lainnya, kemungkinan besar sekitar akhir abad ke-8 atau permulaan abad ke-7 Pramasehi. Pada [[zaman Klasik]], jarang sekali ada orang yang meragukan bahwa kedua wiracarita itu adalah hasil karya pujangga Homeros, tetapi dewasa ini para sarjana [[Penyoalan Homeros|pada umumnya menduga]] bahwa ''Ilias'' dan ''Odiseya'' bukanlah hasil karya satu orang pujangga yang sama, dan kisah-kisah yang terangkum di dalamnya merupakan bagian dari suatu [[tradisi lisan]] yang panjang. Wiracarita ini dilantunkan oleh para pelantun syair Homeros profesional yang disebut ''[[rapsoidos]]''.
Latar belakang wiracarita ini adalah [[Perang Troya]], yakni perang [[pengepungan]] kota [[Troya]] (atau kota Ilion) selama sepuluh tahun yang dilancarkan koalisi [[Peradaban Mykenai|negara-negara kota Mikene]] (Akhaya). ''Ilias'' mengisahkan berbagai pertempuran dan kejadian penting yang berlangsung pada minggu-minggu percekcokan Raja [[Agamemnon]] dengan wirawan [[Akhilles|Akhiles]].
 
Pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam wiracarita ini antara lain adalah ''[[kleos]]'' (kemuliaan), ujub, takdir, dan murka. Sekalipun terkenal lantaran kisah-kisahnya yang tragis dan mencekam, terselip pula kisah-kisah jenaka dan gelak-tawa.<ref name=Bell>Bell, Robert H. "Homer's humor: laughter in the Iliad." hand 1 (2007): 596.</ref> Wiracarita ini kerap disifatkan sebagai wiracarita maskulin atau kegagahberanian, khususnya jika dibandingkan dengan ''Odiseya''. ''Ilias'' dengan cermat menjabarkan perkakas-perkakas perang dan siasat-siasat tempur kuno, serta hanya menampilkan segelintir tokoh perempuan. [[Dua Belas Dewa Olimpus|Dewa-dewi Olimpos]] juga berperan besar di dalam wiracarita ini, dengan membantu wira kesayangan mereka dan menengahi cekcok-cekcok antarpribadi. Di dalam wiracarita ini, perwatakan dewa-dewi Olimpos sengaja dimanusiawikan supaya mudah dipahami khalayak Yunani Kuno, dengan menghadirkan suatu kesan nyata dari budaya dan kepercayaan turun-temurun mereka. Dari segi gaya formal penulisannya, pengulangan kalimat serta pemakaian majas simile dan julukan-julukan di dalam wiracarita ini kerap dijadikan bahan kajian oleh para sarjana.
Meskipun hanya meliput peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam beberapa minggu pada tahun terakhir Perang Troya, ''Ilias'' memaparkan dan sedikit mengungkit berbagai legenda Yunani terkait perang pengepungan tersebut. Kejadian-kejadian penting yang terjadi sebelum beberapa minggu tersebut, seperti berhimpunnya para wirawan Yunani sebelum berangkat ke medan laga, biang keladi [[perang]], dan kejadian-kejadian terkait lainnya cenderung muncul di awal cerita. Isi cerita selanjutnya meliput peristiwa-peristiwa yang diramalkan bakal terjadi kemudian hari, misalnya peristiwa gugurnya Akhiles dan kejatuhan kota Troya, kendati cerita tamat sebelum peristiwa-peristiwa tersebut terlaksana. Meskipun demikian, karena peristiwa-peristiwa tersebut sudah diramalkan dan berulang kali diungkit kembali, wiracarita ini kurang lebih sudah menyajikan keseluruhan kisah Perang Troya.
 
== Selayang pandang ==
[[File:Beginning Iliad.svg|thumb|upright=1.35|Larik-larik mukadimah ''Ilias'']]
:''Perhatian: Nomor parwa (dalam tanda kurung) mendahului rangkuman isi parwa.''
[[File:Detail. Wooden board inscribed in ink with lines 468-473, Book I of Homer's Iliad. Roman Egypt. On display at the British Museum.jpg|thumb|Papan bertuliskan larik 468 sampai larik 473 ''Ilias'' (enam larik dari buku 1). Tahun 400-500 Masehi, dari Mesir, koleksi Museum Inggris]]
:''Perhatian: Nomor buku (dalam tanda kurung) mendahului rangkuman isi buku.''
 
=== Gelar cerita (parwa 1-4) ===
({{Ilias|en|1}}) Sesudah [[Penyeruan|menyeru]] para [[Musai]], cerita langsung bergulir ''[[in medias res]]'' (ke bagian inti) mendekati kesudahan perang antara orang Troya dan [[Akhaia (Homeros)|orang Akhaya]]. Syahdan [[Krises]], pendeta [[Apollo (mitologi)|Dewa Apolon]] di Troya, menawarkan harta kekayaan kepada para pejuang Akhaya sebagai imbalan pembebasan anak perempuannya, [[Kriseis]], yang ditawan [[Agamemnon]], pemimpin orang Akhaya. Meskipun banyak pejuang Akhaya yang tergiur, Agamemnon tidak bersedia melepaskan tawanannya. Krises akhirnya menyeru sesembahannya agar sudi mengulurkan pertolongan, maka Dewa Apolon pun menulahi pihak Akhaya dengan wabah penyakit.
 
Sesudah sembilan hari lamanya pihak Akhaya didera tulah, [[Akhilles|Akhiles]], pemimpin [[laskar Mirmidon]], menggelar rapat untuk mencari jalan keluar. Karena terdesak, Agamemnon bersedia memulangkan Kriseis kepada ayahnya, tetapi memutuskan untuk mengambil [[Briseis]], tawanan Akhiles, sebagai ganti rugi. Akhiles naik pitam lalu mengumumkan bahwa ia maupun laskarnya sudah tidak sudi berjuang bagiuntuk kepentingan Agamemnon dan akan bertolak pulang ke tanah air. [[Odysseus|Odiseus]] mengambil sebuah kapal dan memulangkan Kriseis kepada ayahnya, sehingga Dewa Apolon akhirnya berkenan mengakhiri tulah.
 
Akhiles sangat kesal ketika para pesuruh Agamemnon datang mengambil Briseis. Sambil duduk di pantai, ia menyeru ibunya, [[Thetis|Tetis]],<ref>{{cite book|author=Homer|title=The Iliad|page=115|publisher= Norton Books|location= New York}}</ref> agar memohon Dewa [[Zeus]] membuat pihak Akhaya dipojokkan pihak Troya, sehingga Agamemnon sadar bahwa pihak Akhaya membutuhkan Akhiles. Tetis menuruti kemauan anaknya, dan permohonannya dikabulkan Dewa Zeus.
 
({{Ilias|en|2}}) Melalui mimpi, Dewa Zeus menghasut Agamemnon untuk menyerbu Troya. Agamemnon bertindak mengikuti petunjuk mimpinya, tetapi lebih dulu ingin menguji semangat juang angkatan perang Akhaya dengan menyuruh mereka pulang ke tanah air. Muslihatnya malah menjadi senjata makan tuan, dan hanya berkat campur tangan Odiseus yang diilhami [[Athena|Dewi AtinaAtena]] sajalah keberangkatan pulang para pejuang Akhaya dapat dicegah.
 
Odiseus menghardik dan menghajar [[Tersites]], seorang prajurit biasa yang menyuarakan ketidaksenangannya berjuang bagi Agamemnon. Usai bersantap, para pejuang Akhaya dikerahkan laskar demi laskar ke padang Troya. Sang pujangga memanfaatkan bagian ini untuk menguraikan asal-usul tiap-tiap laskar pejuang Akhaya.
Baris 28 ⟶ 66:
({{Ilias|en|4}}) Karena tekanan Dewi [[Hera]] yang benci kepada Troya, Dewa Zeus membuat [[Pandaros]] memanah Menelaos. Dengan demikian Pihak Troya telah melanggar sumpah gencatan senjata. Agamemnon mengumandangkan aba-aba serbu, dan pertempuran pun pecah.
 
=== Perang tanding (parwa 5-7) ===
({{Ilias|en|5}}) [[Diomedes]] berhasil menewaskan banyak pejuang Troya, termasuk Pandaros, dan mengalahkan [[Aineias]]. Dewi Afrodite turun menyelamatkan Aineias, tetapi Diomedes malah menyerang dan melukai sang dewi. Dewa Apolon menghadang Diomedes dan memperingatkannya akan bahaya memerangi para dewa. Sejumlah pahlawan dan panglima ikut terjun ke kancah pertempuran, termasuk [[Hektor]]. Dewa-dewi pun ikut campur dengan mendukung pihak pilihan masing-masing, dan berusaha mempengaruhi jalannya pertempuran. Karena disemangati Dewi Atina, Diomedes memberanikan diri melukai Dewa [[Ares]] agar tidak dapat bertempur membela pihak Troya.
({{Ilias|en|5}}) [[Diomedes]] berhasil menewaskan banyak pejuang Troya, termasuk Pandaros, dan mengalahkan [[Aineias]]. Dewi Afrodite turun menyelamatkan Aineias, tetapi Diomedes malah menyerang dan melukai sang dewi. Dewa Apolon menghadang Diomedes dan memperingatkannya akan bahaya memerangi para dewa. Sejumlah pahlawan dan panglima ikut terjun ke kancah pertempuran, termasuk [[Hektor]]. Dewa-dewi pun ikut campur dengan mendukung pihak pilihan masing-masing, dan berusaha mempengaruhi jalannya pertempuran. Karena disemangati Dewi Atena, Diomedes memberanikan diri melukai Dewa [[Ares]] agar tidak dapat bertempur membela pihak Troya.
 
({{Ilias|en|6}}) Hektor membakar semangat para prajurit Troya dan mencegah mereka kabur. Diomedes dari pihak Akhaya dan [[Glaukos dari Likia|Glaukos]] dari pihak Troya sepakat menjalin persahabatan ketika tahu bahwa mendiang datuk-datuk mereka ([[Oineus]] dan [[Belerofon]]) ternyata bersahabat karib semasa hidup. Sebagai tanda persahabatan, keduanya bertukar pakaian tempur, meskipun pakaian tempur Glaukos yang terbuat dari emas jauh lebih tinggi nilainya daripada pakaian tempur Diomedes yang terbuat dari perunggu. Hektor masuk kota, mengimbau warga Troya untuk berdoa dan mempersembahkan korban kepada dewa-dewi, menyemangati Paris untuk berjuang, mengucapkan salam perpisahan kepada istri ([[Andromakhe|Andromake]]) dan anaknya ([[Astianaks]]) di tembok kota, lalu kembali ke kancah pertempuran.
 
({{Ilias|en|7}}) Hektor berduel melawan [[Aias|Ayas]] tetapi tidak sampai tuntas, karena pertempuran harus ditunda bilamana hari berganti malam. Pihak Akhaya sepakat memperabukan mayat pejuang-pejuang mereka dan membangun tembok untuk melindungi kapal-kapal dan perkemahan mereka, sementara pihak Troya mempertengkarkan usulan untuk memulangkan Helene. Paris menyatakan kesediaanya untuk menyerahkan harta kekayaan sebagai ganti rugi, tetapi tidak akan memulangkan Helene. Kedua belah pihak menyepakati gencatan senjata selama satu hari untuk memperabukan mayat-mayatjenazah para pejuang yang gugur. Waktu gencatan senjata juga dimanfaatkan pihak Akhaya untuk membangun tembok dan menggali parit.
 
=== Bala Yunani kocar-kacir (parwa 8-15) ===
({{Ilias|en|8}}) Pagi hari berikutnya, Dewa Zeus melarang dewa-dewi ikut campur, dan pertempuran kembali pecah. Pihak Troya terbukti unggul tanpa bantuan dewa-dewi. Pihak Akhaya terdesak sampai ke tembok yang baru dibangun, tetapi Dewi Hera dan Dewi Atina dilarang membantu mereka. Hari keburu berganti malam sebelum pihak Troya berhasil menerobos tembok pertahanan Akhaya. Mereka berkemah di padang agar dapat langsung menyerbu perkemahan Akhaya begitu fajar menyingsing, dan api-api unggun yang mereka nyalakan di padang untuk berjaga-jaga terlihat seperti bintang-bintang di angkasa malam.
({{Ilias|en|8}}) Pagi hari berikutnya, Dewa Zeus melarang dewa-dewi ikut campur, dan pertempuran kembali pecah. Pihak Troya terbukti unggul tanpa bantuan dewa-dewi. Pihak Akhaya terdesak sampai ke tembok yang baru dibangun, tetapi Dewi Hera dan Dewi Atena dilarang membantu mereka. Hari keburu berganti malam sebelum pihak Troya berhasil menerobos tembok pertahanan Akhaya. Mereka berkemah di padang agar dapat langsung menyerbu perkemahan Akhaya begitu fajar menyingsing, dan api-api unggun yang mereka nyalakan di padang untuk berjaga-jaga terlihat seperti bintang-bintang di angkasa malam.
 
[[File:Iliad VIII 245-253 in cod F205, Milan, Biblioteca Ambrosiana, late 5c or early 6c.jpg|thumb|upright=1.35|''Ilias'', bukuparwa 8, larik 245–253, naskah Yunani, akhir abad ke-5, awal abad ke-6 Masehi.]]
({{Ilias|en|9}}) Pihak Akhaya putus asa. Agamemnon mengakui kekhilafannya dan mengirim perutusan yang terdiri atas Odiseus, Ayas, [[Foinix (putra Amintor)|Foiniks]], dan dua orang juru warta untuk menawarkan penyerahan Briseis berikut sejumlah besar harta kekayaan agar Akhiles berkenan kembali berjuang. Akhiles beserta laskar Mirmidon ketika itu berkemah di sebelah kapal mereka. Kedatangan perutusan disambut baik Akhiles dan [[Patroklos]], tetapi Akhiles dengan marah menolak tawaran Agamemnon. Ia menegaskan akan kembali bertempur hanya jika pihak Troya sudah sampai ke kapalnya dan mengancam mereka dengan api. Perutusan pulang dengan tangan hampa.
 
Baris 51 ⟶ 91:
({{Ilias|en|15}}) Dewa Zeus terbangun dan murka melihat perbuatan Dewa Poseidon. Tanpa menghiraukan suara-suara keberatan dari dewa-dewi pendukung Akhaya, Dewa Zeus mengutus Dewa Apolon untuk membantu pihak Troya. Tembok pertahanan Akhaya sekali lagi dibobol, dan pertempuran akhirnya sampai ke tempat kapal-kapal bersandar.
 
=== Patroklus gugur (parwa 16-18) ===
({{Ilias|en|16}}) Patroklos tidak tahan lagi melihat jalannya pertempuran dan memohon Akhiles mengizinkannya ikut berjuang demi melindungi kapal laskar Mirmidon. Dengan berat hati Akhiles memberi izin dan meminjamkan pakaian tempurnya kepada Patroklos, tetapi dengan keras mengingatkannya untuk tidak memburu para pejuang Troya, agar tidak merampas ketenaran Akhiles. Patroklos memimpin [[laskar Mirmidon]] memasuki kancah pertempuran, tepat ketika pihak Troya mulai membakar kapal-kapal Akhaya. Pihak Troya kewalahan menghadapi serbuan dadakan laskar Mirmidon, dan Patroklos pun memanfaatkan kesempatan itu untuk menewaskan [[Sarpedon]], anak Dewa Zeus yang memimpin salah satu laskar sekutu Troya. Tanpa menghiraukan peringatan Akhiles, Patroklos memburu pejuang-pejuang lawan sampai dihadang Dewa Apolon di depan gapura kota Troya. Setelah bertarung melawan Dewa Apolon dan [[Euforbos]], Patroklos akhirnya tewas di tangan Hektor.
 
({{Ilias|en|17}}) Hektor menanggalkan pakaian tempur Akhiles dari tubuh Patroklos, tetapi pertempuran seketika pecah di sekitar mayat Patrokos.
 
({{Ilias|en|18}}) Akhiles tidak kuasa menahan kesedihannya mendengar berita kematian Patroklos. Ia bersumpah untuk membalas dendam kepada Hektor. Ibu Akhiles, Tetis, juga berdukacita karena sudah mengetahui bahwa Akhiles ditakdirkan mati muda jika menewaskan Hektor. Akhiles didesak membantu usaha pengambilan mayat Patroklos tetapi pakaian tempurnya sudah hilang. Dengan sekujur tubuh bermandi cahaya gemilang dari Dewi AtinaAtena, Akhiles berdiri di dekat tembok Akhaya dan meraung-raung meluapkan kemarahannya. Pihak Troya terperangah melihat penampilannya sehingga pejuang-pejuang Akhaya berkesempatan melarikan mayat Patroklos. Polidamas sekali lagi mendesak Hektor untuk mundur ke dalam kota, tetapi Hektor sekali lagi tidak mengindahkan kata-katanya. Ketika hari berganti malam, angkatan bersenjata Troya malah berkemah di padang. Selagi Akhiles meratapi kematian Patroklos, Tetis meminta Dewa [[Hefaistos]] membuat seperangkat pakaian tempur baru untuk akhiles, termasuk sebuah [[Perisai Akhiles|perisai yang sangat mengagumkan]].
 
=== Akhiles murka (parwa 19-24) ===
({{Ilias|en|19}}) Pagi hari berikutnya, Agamemnon menyerahkan semua hadiah yang dijanjikannya kepada Akhiles, termasuk [[Briseis]], tetapi tidak dihiraukan Akhiles. Akhiles berpantang makan minum sementara pejuang-pejuang Akhaya melahap makanan mereka. Ia mengenakan pakaian tempur barunya lalu mengambil tombaknya. [[Balios dan Ksantos|Ksantos]], salah seekor kuda penarik keretanya, meringkikkan nubuat kematian Akhiles. Dengan mengendarai kereta, Akhiles memasuki kancah pertempuran.
 
Baris 69 ⟶ 111:
({{Ilias|en|24}}) Dewa Zeus masygul melihat Akhiles terus-menerus menista mayat Hektor, sehingga memutuskan bahwa mayat Hektor harus diserahkan kepada Raja Priamos. Dituntun Dewa [[Hermes]], Priamos meninggalkan kota Troya sambil mengemudikan sebuah pedati, lalu menyusuri padang sampai ke perkemahan pihak Akhaya tanpa disadari orang. Sambil mendekap erat lutut Akhiles, Priamos memohon kesudiannya menyerahkan mayat Hektor. Akhiles menangis terharu dan bersama-sama Priamos meratapi orang-orang terkasih yang gugur di medan laga. Seusai bersantap, Priamos menaikkan mayat anaknya ke dalam pedati lalu kembali ke kota. Mayat Hektor dikubur, dan seisi kota berkabung.
 
== TokohDewa-tokohdewi utamaYunani dan ''Ilias''==
[[File:Hypnos Thanatos BM Vase D56 full.jpg|thumb|[[Hipnos]] (Tidur) dan [[Tanatos]] (Mati) menggotong jenazah [[Sarpedon]] keluar dari medan laga, gambar hiasan sebuah [[lekitos]] (buyung minyak) [[teknik latar putih|latar putih]] Atika, sekitar tahun 440 Pramasehi]]
{{Main|Daftar tokoh wiracarita Ilias}}
{{see also|Kategori: Dewa-dewi di dalam wiracarita Ilias}}
[[File:Hypnos Thanatos BM Vase D56 full.jpg|thumb|Dewa kembar [[Hipnos]] dan [[Thanatos|Tanatos]] membawa keluar mayat [[Sarpedon]] dari medan perang, lukisan pada [[lekitos|bejana]] [[teknik latar putih|latar putih]] [[Atikos]], ''[[circa|ca.]]'' 440 Pramasehi]]
Bagian separuh akhir buku 2, yang dijuduli ''"[[Katalog Kapal]]"'', memuat nama para panglima dan laskar-laskar pejuang, sementara babak-babak pertempuran memuat nama tokoh-tokoh sampingan yang gugur di medan perang.
 
=== Dewa-dewi yang disembah bangsa Yunani ===
=== Tokoh Akhaya ===
[[Agama Yunani Kuno|Agama bangsa Yunani Kuno]] tidak memiliki tokoh pengasas, bukan pula ciptaan seorang guru yang ketiban wangsit, melainkan terlahir dari aneka ragam kepercayaan bangsa Yunani.<ref>{{Cite book |last=Lawson |first=John Cuthbert |url=https://archive.org/details/moderngreekfolkl00laws/page/2/mode/2up |title=Modern Greek folklore and ancient Greek religion: a study in survivals |publisher=[[Cambridge University Press]] |year=1910 |pages=2–3}}</ref> Kepercayaan-kepercayaan tersebut sejalan dengan gagasan-gagasan tentang dewa-dewi di dalam agama politeistis Yunani. Adkins (tahun 2020) maupun Pollard (tahun 1998) membenarkan pandangan ini dengan berpendapat bahwa "orang-orang Yunani terdahulu memersonifikasi segala aspek yang ada di dunia mereka, baik aspek-aspek alam maupun aspek-aspek budaya, serta pengalaman mereka di dalamnya. Darat, laut, gunung, sungai, hukum adat (temis), hak dan kewajiban seseorang di dalam masyarakat berikut kebaikan-kebaikannya, semuanya dipandang sebagai pribadi sekaligus sebagai unsur alam."<ref>{{Cite encyclopedia|title=Greek religion|date=March 2, 2020|first1=A. W. H.|last1=Adkins|last2=Pollard|first2=John Richard Thornhill|encyclopedia=[[Encyclopædia Britannica]]|url=https://www.britannica.com/topic/Greek-religion|orig-year=1998}}</ref>
* [[Akhaya (Homeros)|Orang Akhaya]] ({{lang|grc|Ἀχαιοί}}), [[Akhaya (Homeros)|kawula Danaos]] ({{lang|grc|Δαναοί}}), atau orang Argos ({{lang|grc|Ἀργεĩοι}})
** [[Agamemnon]] – Raja [[Mykenai|Mikene]], pemimpin orang Akhaya.
** [[Menelaos]] – Raja [[Sparta]], adik Agamemnon dan suami Helene.
** [[Akhilles|Akhiles]] – Panglima [[laskar Mirmidon]] dan Raja [[Ftia]],<ref>{{Cite book|last=Lattimore|first=Richmond|title=The Iliad of Homer|publisher=University of Chicago Press|year=2011|isbn=978-0-226-47049-8|location=Chicago|at=Buku 1, larik 155, hlm. 79}}</ref> anak [[Peleus]] dan [[Thetis]], pejuang yang paling menonjol.
** [[Odisseus|Odiseus]] – Raja [[Ithaka|Itaka]], panglima Yunani, pejuang yang paling cerdik.
** [[Nestor (mitologi)|Nestor]] – Raja [[Pilos]], penasihat andalan Agamemnon, pejuang yang paling bijaksana.
** [[Aias|Ayas Besar]] – Raja [[Pulau Salamis|Salamis]], anak [[Telamon]].
** [[Diomedes]] – Raja [[Argos kuno|Argos]], anak Tideus.
** [[Ayas Kecil]] – Panglima [[orang Loktis|laskar Lokris]], anak [[Oileus]].
** [[Idomeneus dari Kreta|Idomeneus]] – Panglima [[Kreta|laskar Kreta]].
** [[Patroklos]] – Rekan karib Akhiles.
** [[Neoptolemos]] – Panglima [[laskar Mirmidon]] sepeninggal Akhiles, tokoh yang menewaskan Raja Priamos.
 
Sebagai akibat dari fikrah semacam ini, tiap-tiap dewa atau dewi di dalam agama politeistis bangsa Yunani dikaitkan dengan salah satu aspek dari dunia manusia. Sebagai contoh, [[Poseidon]] adalah dewa laut, [[Afrodite]] adalah dewi kecantikan, [[Ares]] adalah dewa perang, dan seterusnya. Demikianlah kebudayaan Yunani terbentuk, manakala banyak orang Atena merasakan kehadiran dewa-dewi mereka melalui campur tangan ilahi di dalam peristiwa-peristiwa penting kehidupan mereka. Sering kali mereka dapati bahwa peristiwa-peristiwa tersebut tak terselami dan tak terjelaskan.<ref name=":2" />
==== Akhiles dan Patroklos====
{{Main|Akhiles dan Patroklos}}
Ada banyak perdebatan seputar hakikat hubungan Akhiles dan Patroklos, yakni perdebatan tentang dapat tidaknya hubungan tersebut disifatkan sebagai hubungan asmara sesama jenis. Beberapa sarjana Athena [[Hellenistik|zaman Helenistis]] maupun [[zaman Klasik]] menganggap kedekatan Akhiles dengan Patroklos adalah hubungan [[perjantanan]],<ref group="lower-roman">[[Aiskhilos]] menyifatkannya demikian di dalam Fragmen 134a.</ref> sementara sarjana-sarjana lain memahaminya sebagai keakraban platonis antarsesama pejuang.<ref>Hornblower, S. & A. Spawforth (1998). ''The Oxford Companion to Classical Civilization.'' hlmn. 3, 347, 352.</ref>[[File:Nikolay Ge 002.jpeg|thumb|upright=1.15|''Akhiles Meratapi Kematian Patroklos'' (1855), karya [[lukisan sejarah|pelukis sejarah]] asal Rusia, [[Nikolai Ge]] ([[Museum Seni Rupa Nasional Belarusia]], [[Minsk]])]]
 
=== TokohDi Troyadalam ''Ilias'' ===
Di dalam [[Perang Troya]] sastrawi ''Ilias'', [[Dua Belas Dewa Olimpus|dewa-dewi Olimpos maupun dewa-dewi rendahan]] saling bertarung dan menceburi kancah peperangan manusia, sering kali dengan cara mencampuri urusan manusia guna melawan dewa-dewi lain. Berbeda dari penggambaran dewa-dewi di dalam ajaran agama bangsa Yunani, Homeros menyajikan penggambaran dewa-dewi yang sejalan dengan tujuan penceritaannya. Dewa-dewi di dalam fikrah tradisional orang Athena pada abad ke-4 tidak akan dijumpai di dalam karya-karya Homeros.<ref name=":2">{{Cite book|title=Honor Thy Gods: Popular Religion in Greek Tragedy|url=https://archive.org/details/honorthygodspopu0000mika|last=Mikalson|first=Jon|publisher=Chapel Hill: University of North Carolina Press|year=1991}}</ref> Sejarawan zaman klasik, [[Herodotos]], mengatakan bahwa Homeros dan [[Hesiodos]], rekan sezamannya, adalah pujangga-pujangga pertama yang mencantumkan nama dewa-dewi berikut penggambaran rupa dan sifatnya di dalam karya mereka.<ref>[http://ablemedia.com/ctcweb/netshots/homer.htm Homer's Iliad], Classical Technology Center.</ref>
* Kaum pria [[Troya]]
**[[Dardanos]] – Raja pertama Troya, kota Troya mula-mula ia beri nama Dardania.<ref>Homeros, ''Ilias'' (3:38, 7:89)</ref>
**[[Hektor]] – Pangeran Troya, anak Raja Priamos, pejuang yang paling menonjol.
** [[Aineias]] – Anak Ankhises dan Afrodite.
** [[Deifobos]] – Pangeran Troya, adik Hektor dan Paris.
** [[Paris (mitologi)|Paris]] – Pangeran Troya, anak Raja Priamos, kekasih sekaligus penculik Helene.
** [[Priamos]] – Raja Troya yang sudah lanjut usia.
** [[Polidamas (Ilias)|Polidamas]] – Panglima yang berpandangan jauh ke depan, nasihatnya berulang kali tidak digubris, foil (kebalikan dari watak) Hektor.
** [[Agenor, anak dari Antenor|Agenor]] – Anak Antenor, pejuang Troya yang mencoba melawan Akhiles (Buku 21).
** [[Sarpedon]] – Anak Dewa Zeuz, salah seorang panglima laskar Likia (sekutu Troya), sahabat Glaukos, tewas di tangan Patroklos.
** [[Glaukos]] – Anak Hipolokos, salah seorang panglima laskar Likia (sekutu Troya), sahabat Sarpedon.
** [[Euforbos]] – Pejuang Troya pertama yang berhasil melukai Patroklos.
** [[Dolon (mitologi)|Dolon]] – Pejuang yang dikirim untuk memata-matai pihak Akhaya (Buku 10).
** [[Antenor (mitologi)|Antenor]] – Penasihat Raja Priamos, tokoh yang mengusulkan agar Helene dipulangkan demi mengakhiri perang.
** [[Polidoros dari Troya|Polidoros]] – Anak Raja Priamos dan Putri [[Laotoe]].
** [[Pandaros]] – Pemanah ulung, anak Likaon.
* Kaum wanita Troya
**[[Hekabe]] – Permaisuri Raja Priamos, ibu Hektor, Kasandra, Paris, dan lain-lain.
** [[Helene]] – Anak Dewa Zeus, istri Menelaos, mula-mula dijodohkan dengan Paris kemudian dengan Deifobos, penculikannya memicu Perang Troya.
** [[Andromakhe|Andromake]] – Putri Troya, istri Hektor, ibu [[Astianaks]].
** [[Kassandra|Kasandra]] – Anak Raja Priamos.
** [[Briseis]] – Perempuan Troya tawanan Akhiles yang menjadi pemicu pertengkaran Akhiles dengan Agamemnon.
 
[[Mary Lefkowitz]] (2003)<ref name=":3" /> membahas relevansi tindakan dewata di dalam ''Ilias'', berusaha menjawab pertanyaan benar tidaknya campur tangan dewata merupakan merupakan kejadian istimewa, atau benar tidaknya perilaku dewata semacam itu hanya sekadar kiasan watak manusia. Minat intelektual para pujangga zaman Klasik, semisal [[Tukidides]] dan [[Plato]]n, terbatas pada kemanfaatannya sebagai "suatu cara untuk membicarakan kehidupan manusia ketimbang sebagai suatu penjabaran atau suatu kebenaran", karena jika dewa-dewi tetap merupakan sosok-sosok keagamaan alih-alih merupakan kiasan watak manusia, maka "keberadaan" mereka—tanpa landasan dogma atau kitab suci—akan memungkinkan budaya Yunani memiliki keluasan intelektual dan kebebasan untuk menyeru dewa-dewi sesuai fungsi religius apa pun yang mereka butuhkan sebagai sebuah bangsa.<ref name=":3">Lefkowitz, Mary (2003). ''Greek Gods, Human Lives: What We Can Learn From Myths''. New Haven, Connecticut: [[Yale University Press]].</ref><ref>[[Oliver Taplin|Taplin, Oliver]] (2003). "Bring Back the Gods". ''[[The New York Times]]'' (14 December).</ref>
=== Dewa-dewi ===
Di dalam ''Ilias'', baik [[12 Dewa Olimpus|dewa-dewi tingkat tinggi]] maupun dewa-dewi rendahan bertempur satu sama lain dan mencampuri peperangan umat manusia, sering kali dengan cara menghasut manusia melawan dewa-dewi lain. Berbeda dari penggambaran mereka di dalam agama bangsa Yunani Kuno, penggambaran dewa-dewi ala Homeros selaras dengan tujuan penceritaannya. Dewa-dewi di dalam fikrah turun-temurun orang Athena pada abad ke-4 tidak berbicara kepada manusia dengan cara maupun kata-kata seperti yang dijabarkan Homeros.<ref name=":2">{{Cite book|title=Honor Thy Gods: Popular Religion in Greek Tragedy|url=https://archive.org/details/honorthygodspopu0000mika|last=Mikalson|first=Jon|publisher=Chapel Hill: University of North Carolina Press|year=1991}}</ref> Menurut [[Herodotos]], sejarawan Yunani pada zaman Klasik, Homeros dan [[Hesiodos]], rekan sezamannya, adalah pujangga-pujangga pertama yang memberi nama dan menggambarkan rupa serta watak dewa-dewi.<ref>[http://ablemedia.com/ctcweb/netshots/homer.htm Homer's Iliad], Classical Technology Center.</ref>
 
Psikolog [[Julian Jaynes]] (tahun 1976)<ref name=":4" /> menggunakan ''Ilias'' sebagai bukti utama yang mendukung teori [[Mentalitas bikameral|Alam Pikiran Bikameral]] yang ia cetuskan. Teori ini mengatakan bahwa sampai dengan waktu yang dijabarkan di dalam ''Ilias'', umat manusia memiliki mentalitas yang jauh berbeda dengan umat manusia dewasa ini. Ia berpendapat bahwa umat manusia pada masa itu tidak memiliki sesuati yang dewasa ini disebut "kesadaran". Ia menduga bahwa umat manusia mendengar dan mematuhi perintah-perintah dari sesuatu yang mereka anggap sebagai dewata sampai akhirnya terjadi perubahan mentalitas yang memasukkan daya penyemangat ke dalam alam kesadaran manusia. Ia menunjukkan bahwa hampir semua tindakan di dalam ''Iiad'' diarahkan, disebabkan, atau dipengaruhi dewata, dan bahwa terjemahan-terjemahan terdahulu secara mencengangkan memperlihatkan ketiadaan kata-kata yang menyiratkan pemikiran, perencanaan, maupun mawas diri. Menurutnya, kemunculan kata-kata semacam itu di dalam terjemahan-terjemahan ''Ilias'' adalah akibat dari penafsiran keliru para penerjemah yang memaksakan mentalitas modern kepada tokoh-tokoh ''Ilias''.<ref name=":4">Jaynes, Julian. (1976) ''The Origin of Consciousness in the Breakdown of the Bicameral Mind''. hlm. 221</ref>
Lewat pembahasan relevansi tindakan dewa-dewi di dalam ''Ilias'' yang diketengahkannya, [[Mary Lefkowitz]] (2003)<ref name=":3" /> berusaha menjawab pertanyaan apakah intervensi ilahi sesungguhnya adalah suatu kejadian diskrit (bukan untuk alasan lain), atau perilaku ilahi semacam itu hanyalah metafora watak manusia. Kertertarikan intelektual para pujangga zaman Klasik seperti [[Tukidides]] dan [[Platon]] terhadap ihwal intervensi dewa-dewi hanya terbatas pada pemanfaatannya sebagai "sarana untuk mewacanakan peri kehidupan manusia, bukan sebagai suatu keterangan maupun suatu kebenaran", karena jika dewa-dewi tetap dianggap sebagai sosok-sosok religius alih-alih metafora manusia, maka "eksistensi" mereka—yang tidak memiliki landasan dogma maupun ''semacam'' kitab suci—memungkinkan peradaban Yunani memiliki ruang dan kebebasan intelektual untuk mengkhayalkan dewa-dewi yang sesuai dengan fungsi religius apa pun yang mereka kehendaki sebagai suatu masyarakat.<ref name=":3">Lefkowitz, Mary (2003). ''Greek Gods, Human Lives: What We Can Learn From Myths''. New Haven, Conn: [[Yale University Press]].</ref><ref>Taplin, Oliver (2003). "Bring Back the Gods." ''The New York Times'' (14 Desember).</ref>
 
=== Campur tangan dewa-dewi ===
Agama bangsa Yunani Kuno tidak memiliki tokoh pendiri dan bukan ciptaan seorang guru yang mendapatkan ilham sebagaimana lazimnya agama-agama lain di dunia.<ref>{{Cite book|title=Modern Greek Folklore and Ancient Greek Religion:A Study in Survivals|last=Lawson|first=John|publisher=Cambridge University Press|year=2012|page=2}}</ref> Tiap-tiap pemeluknya bebas untuk mempercayai apa saja sekehendak hati mereka, karena agama Yunani lahir dari mufakat masyarakat. Kepercayaan-kepercayaan tersebut cocok dengan gagasan-gagasan tentang dewa-dewi di dalam agama Yunani yang bersifat politeistis. Adkins dan Pollard (2020/1998), mengungkapkan kesepahaman mereka dengan gagasan ini lewat pernyataan mereka bahwa "bangsa Yunani terdahulu mempersonifikasi tiap aspek dari dunia mereka, baik aspek alam maupun aspek budaya, serta pengalaman-pengalaman mereka di dalam dunia tersebut. Bumi, laut, gunung, sungai, adat (''[[themis|temis]]''), maupun jatah dan kemaslahatan yang didapatkan seseorang sebagai anggota masyarakat semuanya dipandang sebagai suatu pribadi sekaligus unsur alam."<ref>{{Cite encyclopedia|title=Greek religion|date=Mar 2, 2020|first1=A. W. H.|last1=Adkins|last2=Pollard|first2=John R. T.|encyclopedia=Encyclopædia Britannica|url=https://www.britannica.com/topic/Greek-religion|orig-year=1998}}</ref>
{{see also|Zeus Teperdaya}}
Sejumlah sarjana yakin bahwa dewa-dewi ikut campur dalam urusan dunia fana lantaran adanya cekcok di antara mereka. [[Homeros]] membahasakan dunia pada masa itu dengan menggunakan hasrat dan emosi dewa-dewi sebagai faktor-faktor penentu kejadian-kejadian di tataran umat manusia.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Kullmann|first=Wolfgang|date=1985|title=Gods and Men in the Iliad and the Odyssey|journal=Harvard Studies in Classical Philology|volume=89|pages=1–23|doi=10.2307/311265|jstor=311265}}</ref> Salah satu contoh dari hubungan sebab akibat semacam ini di dalam ''Ilias'' adalah cekcok di antara [[Athena|Dewi Atena]], [[Hera|Dewi Hera]], dan Dewi Afrodite. Di dalam parwa pamungkas wiracarita ini, Homeros menulis, "ia membuat Atena dan Hera tersinggung—kedua-dua dewi."<ref name=":1">{{Cite book|last=Homer|title=The Iliad|publisher=Penguin Books|year=1998|location=New York|page=589|translator-last=Fagles|translator-first=Robert|translator-last2=Knox|translator-first2=Bernard}}</ref> Atena dan Hera dengki kepada Afrodite lantaran di dalam sebuah ajang adu cantik di Gunung Olimpus, [[Paris (mitologi)|Paris]] selaku juri memilih Afrodite sebagai dewi tercantik, mengalahkan Hera dan Atena. Wolfgang Kullmann menjelaskan lebih lanjut bahwa, "kekecewaan Hera dan Atena melihat kemenangan Afrodite dalam peristiwa [[Keputusan Paris|Penilaian Paris]] menentukan seluruh polah-tingkah kedua dewi tersebut di dalam ''Ilias'' dan merupakan biang keladi kebencian mereka terhadap Paris, si juri, maupun terhadap kotanya, Troya."<ref name=":0" />
 
Hera dan Athena terus mendukung pihak Akhaya di sepanjang wiracarita ini lantaran Paris berada di pihak Troya, sementara Afrodite membantu Paris dan pihak Troya. Emosi-emosi yang dirasakan ketiga dewi tersebut satu sama lain sering kali terejawantahkan menjadi tindakan-tindakan mereka di dunia fana. Sebagai contoh, di dalam Parwa ke-3 ''Ilias'', Paris menantang siapa saja dari pihak Akhaya yang berani bertarung satu lawan satu dengannya, dan [[Menelaus]] maju menjawab tantangan itu. Menelaus lebih unggul dan sedikit lagi akan merenggut nyawa Paris. "Kini dia sudah menyudutkannya dan meraih kemuliaan abadi, tetapi Afrodite, anak Zeus, bergegas turun tangan, meretas tali belulang itu."<ref name=":1" /> Afrodite mengintervensi atas kepentingan diri sendiri untuk menyelamatkan Paris dari angkara Menelaus, karena Paris sudah membantunya memenangkan ajang adu cantik para dewi. Keberpihakan Afrodite terhadap Paris membuat semua dewa-dewi terpancing untuk ikut mengintervensi, khususnya untuk menyampaikan wejangan-wejangan pengobar semangat juang kepada anak emasnya masing-masing, dan kerap menampakkan diri dalam wujud orang yang mereka kenal baik.<ref name=":0" /> Keterkaitan emosi dengan tindakan di atas hanyalah salah satu dari sekian banyak contoh yang muncul di berbagai bagian wiracarita ini.{{citation needed|date=February 2019}}
Pemikiran semacam inilah yang menyebabkan tiap dewa maupun dewi di dalam agama Yunani yang politeistis sifatnya itu dikaitkan dengan aspek tertentu dari dunia manusia. Sebagai contoh, [[Poseidon]] dipuja sebagai dewa laut, [[Afrodit|Afrodite]] dipuja sebagai dewi kecantikan, [[Ares]] dipuja sebagai dewa perang, dan demikian seterusnya untuk dewa-dewi selebihnya. Hal ini menunjukkan bagaimana budaya Yunani terbentuk, manakala banyak orang Athena merasakan kehadiran dewa-dewi pujaan mereka melalui intervensi ilahi pada peristiwa-peristiwa penting di dalam kehidupan mereka. Sering kali peristiwa-peristiwa tersebut mereka rasakan misterius dan tak terjelaskan.<ref name=":2" />
 
Psikolog [[Julian Jaynes]] (1976)<ref name=":4" /> menjadikan ''Ilias'' sebagai salah satu bukti utama teori [[Bikameralisme (psikologi)|Alam Pikiran Bikameral]] yang dikemukakannya. Menurut teori ini, sampai sekitar waktu yang disebutkan di dalam ''Ilias'', manusia memiliki mentalitas yang jauh berbeda dari mentalitas manusia sekarang ini. Julian Jaynes berpendapat bahwa manusia pada masa itu tidak memiliki apa yang sekarang ini kita sebut "kesadaran". Menurutnya, manusia mendengar dan mematuhi perintah-perintah dari sesuatu yang mereka kenali sebagai dewa-dewi, sampai kemudian hari terjadi perubahan di dalam mentalitas manusia yang mengejawantahkan daya karsa ke dalam diri yang berkesadaran. Ia menunjukkan bahwa hampir semua tindakan di dalam ''Ilias'' diarahkan, disebabkan, atau dipengaruhi salah satu ilah, dan bahwasanya terjemahan-terjemahan terdahulu memperlihatkan ketiadaan kata-kata yang menyiratkan pemikiran, perencanaan, maupun mawas diri. Menurutnya, kata-kata yang memang menyiratkan demikian adalah kekeliruan tafsir para penerjemah yang memaksakan mentalitas modern kepada tokoh-tokoh ''Ilias''.<ref name=":4">Jaynes, Julian. (1976) ''The Origin of Consciousness in the Breakdown of the Bicameral Mind''. hlm. 221</ref>
 
==== Campur tangan dewa-dewi ====
Beberapa sarjana yakin kalau dewa-dewi mencampuri urusan dunia fana karena ada perselisihan di antara mereka. [[Homeros]] menafsirkan dunia pada zamannya dengan menggunakan hasrat dan emosi dewa-dewi sebagai faktor-faktor penentu kejadian yang berlangsung di alam manusia.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Kullmann|first=Wolfgang|date=1985|title=Gods and Men in the Iliad and the Odyssey|journal=Harvard Studies in Classical Philology|volume=89|pages=1–23|doi=10.2307/311265|jstor=311265}}</ref> Salah satu contohnya di dalam ''Ilias'' adalah perseteruan yang timbul di antara Dewi [[Athena|Atina]], Dewi [[Hera]], dan Dewi Afrodite. "Ia menggusarkan Atina dan Hera, kedua dewi itu," demikian tulis Homeros di dalam buku terakhir ''Ilias''.<ref name=":1">{{Cite book|last=Homer|title=The Iliad|publisher=Penguin Books|year=1998|location=New York|page=589|translator-last=Fagles|translator-first=Robert|translator-last2=Knox|translator-first2=Bernard}}</ref> Atina dan Hera dengki kepada Afrodite karena [[Paris (mitologi)|Paris]], pangeran Troya yang didapuk menjadi juri kontes kecantikan di Gunung Olimpus, memutuskan bahwa Afrodite adalah dewi yang paling cantik, lebih cantik daripada Atina maupun Hera. Wolfgang Kullmann menjelaskan lebih lanjut bahwa "kekecewaan Hera dan Atina lantaran penilaian Paris menentukan seluruh tindakan kedua dewi tersebut di dalam ''Ilias'', dan merupakan sebab dari kebencian mereka kepada Paris, sang juri, maupun Troya, kota asalnya."<ref name=":0" />
 
Hera dan Atina kemudian mendukung pihak Akhaya di sepanjang alur cerita karena Paris berada di pihak Troya, sebaliknya Afrodite dikisahkan menolong Paris dan pihak Troya. Emosi-emosi yang terungkap dari dewi-dewi ini kerap diwujudnyatakan menjadi tindakan-tindakan yang mereka perbuat di alam manusia. Sebagai contoh, di dalam buku ke-3 ''Ilias'', Paris dikisahkan menantang orang Akhaya untuk bertempur satu lawan satu, dan [[Menelaos]] pun maju menjawab tantangannya. Menelaos terbukti unggul di dalam perang tanding itu, bahkan sudah nyaris membunuh Paris. "Ia sudah menyudutkannya dan meraih kejayaan nan tak kunjung padam, tetapi Afrodite, putri Zeus itu, bergegas bertindak, menyambar sabuk kulit mentahnya."<ref name=":1" /> Afrodite mengintervensi atas kepentingan pribadi demi menyelamatkan Paris dari angkara Menelaos, karena Paris sudah membantunya memenangkan kontes kecantikan. Perlakuan istimewa Afrodite terhadap Paris tunak menuai intervensi semua dewa-dewi. Dewa-dewi mengintervensi peperangan lewat pidato-pidato penggugah semangat yang mereka sampaikan kepada orang-orang yang mereka lindungi, dan sering pula dengan cara hadir dalam wujud manusia yang mereka kenal.<ref name=":0" /> Keterkaitan emosi dengan tindakan sebagaimana dikemukakan di atas hanyalah satu dari sekian banyak contoh yang mengemuka di sepanjang alur cerita.{{citation needed|date=February 2019}}
 
{{div col|colwidth=49em}}
* Dewa-dewi utama:
** [[Zeus]] (netral)
** [[Hera]] (memihak Akhaya)
** [[Artemis]] (memihak Troya)
** [[Apollo|Apolon]] (memihak Troya)
** [[Hades]] (netral)
** [[Afrodit|Afrodite]] (memihak Troya)
** [[Ares]] (memihak Akhaya, kemudian memihak Troya)
** [[Athena|Atina]] (memihak Akhaya)
** [[Hermes]] (netral/memihak Akhaya)
** [[Poseidon]] (memihak Akhaya)
** [[Hefaistos]] (memihak Akhaya)
* Dewa-dewi rendahan:
** [[Eris (mitologi)|Eris]] (memihak Troya)
** [[Iris (mitologi)|Iris]] (netral)
** [[Thetis|Tetis]] (memihak Akhaya)
** [[Leto]] (memihak Troya)
** [[Proteus]] (memihak Akhaya)
** [[Skamandros]] (memihak Troya)
** [[Fobos (mitologi)|Fobos]] (memihak Troya)
** [[Deimos (mitologi)|Deimos]] (memihak Troya)
** [[Hipnos]] (memihak Akhaya)
{{div col end}}
 
== Tema-tema ==
Baris 172 ⟶ 146:
</blockquote>
 
Dengan kalimat di atas, Patroklos mengungkit takdirnya untuk tewas di tangan Hektor sekaligus takdir Hektor untuk tewas di tangan Akhiles. Semua orang menerima akhir jalan hidupnya masing-masing, tetapi tidak seorang pun yang tahu pasti apakah dewa-dewi dapat mengubah takdir. Ketidakpastian ini mengemuka di dalam bukuparwa 16. Saat melihat Patroklos menewaskan [[Sarpedon]], putranya yang beribu manusia, Dewa Zeus bersabda:
 
<blockquote>
Baris 188 ⟶ 162:
</blockquote>
 
Sesudah menimbang-nimbang, Zeus, raja dewa-dewi, akhirnya mengizinkan kematian Sarpedon ketimbang mengubah takdirnya. Motif serupa kembali mengemuka ketika Zeus mempertimbangkan untuk membiarkan Hektor, tokoh yang ia kasihi dan hormati, tetap hidup. Kali ini, ia digugat Dewi AtinaAtena dengan perkataan berikut ini:
 
<blockquote>
Baris 209 ⟶ 183:
 
=== Ketenaran ===
Ketenaran ({{lang-el|κλέος}}, "kemuliaan" atau "ketenaran") adalah konsep mengenai keharuman nama yang diperoleh seseorang karena berprestasi di medan laga.<ref>{{cite web |url=http://athome.harvard.edu/programs/nagy/threads/concept_of_hero.html |title=The Concept of the Hero in Greek Civilization |publisher=Athome.harvard.edu |access-date=18 April 2010 |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20100421140227/http://athome.harvard.edu/programs/nagy/threads/concept_of_hero.html |archive-date= 21 April 2010 }}</ref> Meskipun demikian, Akhiles harus memilih salah satu di antara dua macam takdir yang disiapkan bagi dirinya, ''nostos'' (pulang dengan selamat) atau ''kleos''.<ref>{{cite web|url=http://www.uh.edu/~cldue/texts/introductiontohomer.html |title=Heroes and the Homeric Iliad |publisher=Uh.edu |access-date=18 April 2010}}</ref> Di dalam bukuparwa 9 (IX.410–16), Akhiles dengan ketus memberitahu perutusan Agamemnon (Odiseus, Foiniks, dan Ayas yang memohon kesudiannya untuk kembali ikut berperang) tentang dua pilihan takdir (''διχθαδίας κήρας'', ''diktadias kiras'', 9.411) yang dihadapkan kepadanya.<ref name=autogenerated1>Volk, Katharina. "[https://www.jstor.org/pss/1215546 ΚΛΕΟΣ ΑΦΘΙΤΟΝ Revisited]". ''Classical Philology'', Jld. 97, No. 1 (Jan., 2002), hlmn. 61–68.</ref> Larik-lariknya adalah sebagai berikut:
 
{{Verse translation|italicsoff=y|
Baris 240 ⟶ 214:
[[Ujub]] atau keangkuhan adalah penggerak alur cerita Ilias. Orang Akhaya berkumpul di padang negeri Troya demi merebut kembali Helene dari orang Troya. Sekalipun mayoritas orang Troya dengan senang hati bersedia memulangkan Helene kepada pihak Akhaya, mereka menuruti keangkuhan pangeran mereka, Aleksandros, yang juga dikenal dengan nama Paris. Dengan kerangka berpikir semacam inilah Homeros menggubah wiracaritanya. Pada permulaan ''Ilias'', ujub Agamemnon melahirkan serentet peristiwa yang berbuntut pada tindakannya merampas Briseis, gadis yang sebelumnya ia berikan kepada Akhiles sebagai imbalan sumbangan tenaganya bagi perjuangan pihak Akhaya. Akibat tindakan tersebut, Akhiles enggan bertempur dan meminta ibunya, Tetis, untuk mendesak Dewa Zeus membuat pihak Akhaya terpojok di medan tempur sampai Agamemnon sadar akan kesalahannya terhadap Akhiles.<ref>Frobish, T.S. (2003). “An Origin of a Theory: A Comparison of Ethos in the Homeric Iliad with That Found in Aristotle’s Rhetoric.” ''Rhetoric'' 22(1):16-30.</ref>
 
Ujub Akhiles mendorongnya untuk meminta Tetis mendatangkan maut bagi kawan-kawan Akhayanya. Di dalam bukuparwa 9, ketika ditawari pampasan perang dan Briseis oleh kawan-kawannya agar mau kembali ikut bertempur, Akhiles malah menampik, dan tetap mempertahankan niatnya untuk membalas penghinaan Agamemnon karena dorongan ujub. Akhiles tetap mempertahankan keangkuhannya sampai saat-saat akhir, manakala kemarahannya terhadap diri sendiri lantaran kematian Patroklos mengalahkan keangkuhannya lantaran kesalahan Agamemnon sehingga ia kembali ke medan laga dan menewaskan Hektor. Akhiles sekali lagi mengalahkan ujubnya ketika ia meredam amarah dan menyerahkan mayat Hektor kepada Priam pada bagian akhir cerita. Jelas ujublah yang menggerakkan alur wiracarita ''Ilias'' dari awal sampai akhir.<ref group="lower-roman">Frobish (2003:24) mengemukakan di dalam karya tulisnya bahwa Perang Troya "bermula dengan ujub dan sikap kurang dewasa Akhiles, tetapi berakhir dengan kemahiran dan keperwiraannya di medan laga.”</ref><ref>Frobish, T.S. (2003). “An Origin of a Theory: A Comparison of Ethos in the Homeric Iliad with That Found in Aristotle’s Rhetoric.” ''Rhetoric'' 22(1):16-30.</ref>
 
=== Kepahlawanan ===
Baris 246 ⟶ 220:
 
=== Kehormatan ===
''Kleos'' berkaitan erat dengan ''timē'' ({{lang|grc|τιμή}}, artinya "kehormatan, harkatmarwah"), yakni gagasan tentang kehormatan yang didapatkan seorang insan bermartabat lewat prestasi (budaya, politik, pertempuran) yang ia capai dengan kedudukannya semasa hidup. Di dalam bukuparwa 1, orang Akhaya mulai merasa jengah sejak Raja Agamemnon mencoreng kehormatannya dengan berbagai ulah yang tidak pantas diperbuat seorang raja. Pertama-tama Agamemnon mengancam Pendeta Krises (1.11), kemudian membuat orang Akhaya kesal ketika ia menghina Akhiles dengan menyita tawanannya, Briseis (1.171). Rasa sebal para pejuang Akhaya terhadap raja yang tidak bermartabat itu merusak semangat juang mereka.
 
=== Ketakaburan ===
Baris 253 ⟶ 227:
Karena ''hibris'', Agamemnon menampik harta tebusan Kriseis dan melukai harga diri Akhiles dengan mengambil kembali Briseis sebagai ganti rugi. ''Hibris'' memaksa Paris berlaga satu lawan satu dengan Menelaos. Agamemnon menghasut orang Akhaya untuk bertempur dengan cara menggugat harga diri Odiseus, Diomedes, dan Nestor. Ia bertanya, mengapa mereka bersikap pengecut dan menunggu-nunggu bantuan pada saat mereka seharusnya tampil memimpin penyerbuan. Meskipun kejadian-kejadian di dalam ''Ilias'' berfokus pada amarah Akhiles dan kerusakan yang ditimbulkannya, ''hibris''-lah bahan bakar yang membuat kedua-duanya terus membara.<ref>Thompson, Diane P. “Achilles’ Wrath and the Plan of Zeus.”</ref>
 
=== AmarahMurka ===
[[File:Wrath of Achilles2.jpg|thumb|upright=1.15|''AmarahMurka Akhiles'' (1819), karya Michel Drolling]]
 
Kata pembuka cerita, {{lang|grc|μῆνιν}} (''mēnin''; [[kasus akusatif|aku.]] {{lang|grc|μῆνις}}, ''mēnis'', artinya "amarah, kemarahan, kemurkaanmurka"), menjadi tema utama ''Ilias'', yakni "AmarahMurka Akhiles".<ref>Rouse, W.H.D. (1938). ''The Iliad.'' hlm. 11.</ref> Amarah pribadinyapribadi dan harga diri keprajuritannya yang terluka menggulirkan cerita, karena mengakibatkan terpojoknya pihak Akhaya di medan perang, tewasnya Patroklos dan Hektor, serta kejatuhan kota Troya. Di dalam bukuparwa 1, tema amarah ''Akhiles murka'' pertama kali mengemuka di dalam pertemuan yang diprakarsainya, yakni pertemuan antara raja-raja Yunani dan [[Kalkhas]] si tukang tenung. Syahdan Raja Agamemnon telah merendahkan martabat Krises, pendeta Dewa Apolon di Troya, dengan menggertak dan mementahkan usaha sang pendeta menebus putrinya, Kriseis, sekalipun ditawari "hadiah yang tak terbilang banyaknya."<ref>Homer, ''Iliad'' 1.13 (Lattimore 1951).</ref> Sang pendeta yang terhina pun menyeru Dewa Apolon untuk menolongnya, maka Dewa Apolon menurunkan wabah yang mendera pihak Akhaya sembilan hari lamanya. Di dalam pertemuan tersebut, Akhiles menuding Agamemnon sebagai "orang yang paling serakahtamak di antara manusia."<ref>Homer, ''Iliad'' 1.122 (Lattimore 1951).</ref> Agamemnon membalas tudingannya dengan perkataan berikut ini:
 
<blockquote>
Baris 268 ⟶ 242:
</blockquote>
 
Sesudah mendengar ucapan Agamemnon, hanya Dewi AtinaAtena yang sanggup mengekang amarah Akhiles. Akhiles berikrar tidak akan lagi mematuhi perintah Agamemnon. Dengan amarah membara, Akhiles menyeru ibunya, Tetis. Ibu Akhiles membujuk Dewa Zeus untuk membuat pihak Troya unggul di medan perang sampai Akhiles mendapatkan kembali hak-haknya. Sementara itu, angkatan perang Troya di bawah pimpinan Hektor berhasil memukul mundur pihak Akhaya sampai ke pantai (bukuparwa 12). Agamemnon belakangan mengakui kekalahannya dan pulang ke Yunani (bukuparwa 14). Amarah Akhiles sekali lagi mengubah peruntungan kedua belah pihak di medan perang ketika ia berusaha membalas dendam kematian Ptroklos di tangan Hektor. Rasa duka yang dalam membuat Akhiles menjambak rambutnya dan mengotori mukanya sendiri. Setelah Tetis datang untuk menghibur putranya itu, Akhiles berkata kepadanya:
 
<blockquote>
Baris 284 ⟶ 258:
 
=== Pengagungan perang ===
Sebagian besar isi Ilias mengulik perkara berhadapan dengan maut. Demi meraih ketenaran, para pejuang haruslah piawai membunuh. Meskipun demikian, adakalanya sang pujangga menyajikan segi-segi damai dari peperangan. Contoh pertamanya termaktub di dalam bukuparwa ke-3, yakni tatkala Menelaus dan Paris bersepakat untuk bertarung satu lawan satu demi mengakhiri perang itu. Percakapan Menelaus dengan Paris ini memperlihatkan adanya hasrat yang sangat besar akan kedamaian di dalam sanubari kedua belah pihak. Masih di dalam bukuparwa ke-3, urusan kedamaian sekali lagi mengemuka ketika para sesepuh mengutarakan kepada Priam bahwa sekalipun Helene itu cantik jelita, tetap saja perang adalah pengorbanan yang terlalu besar untuk dilakukan hanya demi mempertahankan satu orang. Bagian-bagian semacam ini menunjukkan sisi kemanusiaan dari peperangan. Di dalam bukuparwa ke-6, kisah tentang kembalinya Hektor ke dalam kota demi menjenguk anak-istri merupakan bagian lain yang sangat menonjolkan kedamaian, karena dengan jelas diperlihatkan bahwa Hektor ternyata lebih dari sekadar seorang pejuang besar. Ia adalah seorang ayah yang menyayangi anaknya dan seorang suami yang mencintai istrinya. Kasih sayang yang mereka tunjukkan satu sama lain jauh bertolak belakang dengan adegan-adegan pertempuran yang mengerikan, sehingga menampakkan betapa besarnya arti kedamaian. Kisah-kisah damai yang terakhir dapat dijumpai di dalam bukuparwa ke-23 dan ke-24. Yang pertama adalah kisah tentang lomba-lomba ketangkasan yang digelar untuk memeriahkan upacara pemakaman Patroklus. Lomba-lomba ketangkasan itu mengungkap perasaan bahagia, dukacita, maupun kegembiraan yang dapat saja muncul di tengah peperangan. Di dalam bukuparwa ke-24, damai sekali lagi ditonjolkan ketika Akhiles dan Priam bersama-sama duduk bersantap sembari meratapi kepergian orang terkasih. Di dalam kisah perjumpaan ini, Akhiles dan Priam saling mengungkapkan rasa turut berbelasungkawa lalu menyepakati gencatan senjata selama 12 hari sehingga upacara pemakaman jenazah Hektor dapat dilangsungkan dengan khidmat.<ref>{{cite journal |first1=C. H. |last1=Moore |title=Prophecy in the Ancient Epic |journal=Harvard Studies in Classical Philology |date=1921 |volume=32 |pages=99–175 |doi=10.2307/310716|jstor=310716 }}</ref>
 
== Pertanggalan dan sejarah tekstual ==
Baris 301 ⟶ 275:
''[[Editio princeps]]'' atau edisi cetak perdana ''Ilias'', disunting [[Demetrios Khalkokondiles]] dan diterbitkan Bernardus Nerlius bersama Demetrios Damilas di [[Firenze]] pada tahun 1488/1489.<ref>{{cite web | title = Homerus, ''[Τὰ σωζόμενα]'' | website = Onassis Library | url = http://onassislibrary.gr/en/collection/items/39018_en/ | access-date = 03 September 2017}}</ref>
 
=== Sebagai tradisi tuturlisan ===
Pada Abad Kuno, [[bangsa Yunani]] menjadikan ''Ilias'' dan ''Odiseia'' sebagai dasar-dasar [[pedagogi]]. Sastra merupakan unsur utama dari fungsi budaya-didik [[rhapsode|''rapsoidos'']] keliling (sahibul hikayat), yang menghasilkan wiracarita-wiracarita ''konsisten'' dari ingatan dan improvisasi, serta menyebarluaskannya lewat nyanyian dan tembang di persinggahan-persinggahan sepanjang pengembaraan maupun di ajang pesta krida [[Kejuaraan PanatinayaPanatenaya|PanatinayaPanatenaya]], yakni kejuaraan atletik, pentas musik, pergelaran seni bersyair, dan upacara persembahan korban yang diselenggarakan untuk memperingati hari jadi [[Athena (mitologi)|Dewi AtinaAtena]].<ref>''[[Columbia Encyclopedia|The Columbia Encyclopedia]]'' (edisi ke-5) (1994). hlm. 173.</ref>
 
Mula-mula para klasikawan menganggap ''Ilias'' maupun ''Odiseia'' sebagai syair-syair tertulis dan Homeros sebagai seorang penulis. Pada era 1920-an, [[Milman Parry]] (1902–1935) memprakarsai suatu gerakan yang membantah anggapan tersebut.<!-- HisPenelitian investigation of the oralgaya Homericlisan style—Homeros—"stockjulukan epithetspenyifatan" anddan "reiterationpengulangan" (kata, frasa, bait)—established—yang thatdilakukannya thesemenunjukkan bahwa ''formulaeformula'' weresemacam artifactsini ofmerupakan unsur-unsur peninggalan [[tradisi tuturlisan]] easilyyang tidak sukar dituangkan ke applieddalam tosebaris alarik [[hexameterheksameter|hexametricheksametris]] line. APengulangan two-wordjulukan stockyang epithetterdiri atas dua kata (e.g.misalnya "resourcefulOdiseus [nan] Odysseuscerdik") reiterationdiserangkaikan maydengan complementnama atokoh charactersehingga namemencukupi byseparuh fillingdari ajumlah half-line,suku thuskata yang dibutuhkan untuk menganggit satu larik, freeingdengan thedemikian poetuntuk toseparuh composesisanya asang halfpujangga dapat leluasa merangkai kata-linekata of"ciptaan "originalsendiri" formulaicsehingga textmenyempurnakan tomakna completelarik his meaningtersebut.<ref>Porter, John. ''The Iliad as Oral Formulaic Poetry'' (8 MayMei 2006) University of Saskatchewan. RetrievedTemu balik tanggal 26 November 2007.</ref> InDi [[Yugoslavia]], Parry and hisdan assistantasistennya, [[Albert Lord]] (1912–1991), studiedmempelajari thekomposisi oralformula-formulaiclisan compositiondari ofpuisi lisan [[Serbianbahasa languageSerbia|SerbianSerbia]] oralsehingga poetry, yielding themenghasilkan [[tesis Parry/Lord thesis]] thatyang memunculkan bidang establishedkajian [[oral tradition]] studies, lateryang kemudian hari developeddikembangkan byoleh [[Eric Havelock]], [[Marshall McLuhan]], [[Walter Ong]], anddan [[Gregory Nagy]].
 
DalamDi dalam buku ''[[The Singer of Tales]]'' (terbit tahun 1960), Albert Lord presentsmemaparkan likenessesberbagai betweenkemiripan the tragedies ofkemalangan-kemalangan theyang Achaeanmenimpa [[Patroklos]], intokoh theAkhaya di dalam ''IliadIlias'', anddengan ofkemalangan-kemalangan yang themenimpa [[SumerEnkidu]]ian, tokoh [[EnkiduSumer]],ia indi thedalam ''[[Epic ofwiracarita Gilgamesh|wiracarita Gilgames]]'', anddan claimsberdasarkan to"analisis refute,yang cermat withatas pengulangan pola-pola tematis"careful analysisdengan oftegas themembantah repetitionpendapat ofyang thematicmengatakan patterns",bahwa thatalur thepengisahan Patroklos storylinemengacaukan upsetsformula Homer'skomposisi establishedHomeros compositionalyang formulaesudah ofbaku, yakni formula "wrathmurka, bride-stealingmelarikan mempelai perempuan, anddan rescueusaha penyelamatan"; thus,oleh stock-phrasekarena itu ''reiterationpengulangan'' doesjulukan penyifatan tidak notmembatasi restrictorisinalitasnya hisdalam originalitymenyusun incerita fittingsedemikian storyrupa tosehingga rhymeberima.<ref>Lord, Albert (1960). ''The Singer of Tales''. Cambridge: Harvard University Press. phlm. 190, 195.</ref> LikewiseSejalan dengan Albert Lord, James Armstrong memaparkan di dalam karya tulisnya (terbit tahun 1958)<ref name=":5" /> reports that the poem'sbahwa ''formulae'' yieldsyair richertersebut meaningmelahirkan becausemakna theyang "arminglebih motif"kaya karena ''dictiondiksi''—describing Achilles"motif si malang"—menggambarkan Akhiles, Agamemnon, Paris, anddan Patroklos—servesPatroklos—berguna tountuk "heightenmenonjolkan betapa thepentingnya importance…suatu of…anmomen impressiveyang momentmengesankan," thusoleh karena itu, "[reiterationpengulangan] createsmenciptakan anatmosfer atmosphere of smoothnesslancar-mengalir," wherein,dan Homerdi distinguishesdalam atmosfer semacam inilah Homeros membedakan Patroklos fromdari AchillesAkhiles, anddan foreshadowsmeramalkan thekematian former'sPatroklos deathdengan withfrasa positiveyang andbernada negativepositif turnsmaupun ofyang bernada phrasenegatif.<ref>''Iliad'', Book XVI, 130–54</ref><ref name=":5">Armstrong, James I. (1958). "The Arming Motif in the Iliad." ''[[American Journal of Philology]]'' 79(4):337–54.</ref>
 
Di dalam ''Ilias'', ketidakkonsistenan sintaktis mungkin saja adalah suatu tradisi lisan. Sebagai contoh, Dewi AfroditiAfrodite adalahdisifatkan sebagai "pecinta-tawa", kendati terluka parah diserang Diomedes (BukuParwa V, 375); anddan thetokoh-tokoh divinedewata representationsyang maydihadirkan mixdapat saja merupakan hasil pencampuradukkan mitologi [[MycenaeanPeradaban GreeceMikenai|MycenaeanMikene]] anddengan mitologi [[GreekZaman DarkKegelapan AgeYunani|Abad Kegelapan Yunani]] (c.sekitar tahun 1150–800 BCPramasehi) mythologies, parallellingdengan themenyejajarkan hereditarypara menak ''basileis'' noblesyang berkuasa turun-temurun (lowerpara socialpemimpin rankyang rulerslebih rendah kelas sosialnya) withdengan minordewa-dewi deitiesrendahan, suchmisalnya astokoh [[ScamanderSkamandros]], etdan allain-lain.<ref>Toohey, Peter (1992). ''Reading Epic: An Introduction to the Ancient Narrative''. New Fetter Lane, London: Routledge.</ref>
 
== Penggambaran peperangan ==
=== Today ===
=== Penggambaran laga prajurit pejalan kaki ===
In modern [[Greece]] children are educated by ''Iliad'' and ''Odyssey'' at school, as specific mandatory lessons. Through these, they learn [[Greek mythology|mythology]], [[History of Greece|history]], ancient customs and ethics of their homeland and they analyze the poetry of Homer.{{Citation needed|date=December 2020}}
Meskipun Mikene maupun Troya adalah negara maritim, ''Ilias'' tidak menyajikan kisah pertempuran laut.<ref>{{Iliad|en|3|45|shortref}}–50</ref> Jadi [[Fereklos]], pembuat kapal Troya (kapal yang melayarkan Helene ke Troya), bertempur di darat selaku prajurit pejalan kaki.<ref>{{Iliad|5|59|shortref}}–65</ref> Pakaian dan senjata yang dipakai tokoh jagoan dan prajurit di dalam pertempuran diuraikan dengan saksama. Mereka memasuki medan lagi dengan mengendarai [[rata|kereta perang]], melemparkan lembing-lembing ke formasi-formasi pasukan musuh, kemudian turun dari rata untuk berhadap-hadapan dengan musuh sembari melemparkan lagi lembing-lembing, melemparkan batu, dan bila perlu bertarung dengan sebilah pedang dan sebuah ''hoplon'' (perisai) tersandar di bahu.<ref>[[John Keegan|Keegan, John]] (1993). ''[[A History of Warfare]].'' hlm. 248.</ref> [[Aias|Ayas Tua]], anak Telamon, membawa sebuah perisai bundar ({{Lang|grc|σάκος|translit=sakos|label=none}}) berukuran besar yang ia gunakan untuk melindungi dirinya sendiri dan juga melindungi Teukros, adik tirinya:
<blockquote>Yang kesembilan adalah Teukros, datang merentangkan busur lengkungnya.<br />
Tegak di balik perisai Ayas anak Telamon, kakandanya.<br />
Setiap kali Ayas menyiah perisai,<br />
Teukros tampil lincah melesatkan panah setangkai,<br />
menghujam satu lawan di tengah kerumunan, menumbangkan sang sena<br />
di tempat ia berdiri, merenggut nyawanya lantas undur ke belakang kakanda,<br />
meringkuk di dekat Ayas, seperti kanak-kanak di sisi bunda.<br />
Ayas pun lindungi dia dengan perisai berkaca-kaca.<ref>Homeros, ''Ilias'' 8.267–72, berdasarkan terjemahan Ian Johnston.</ref></blockquote>
 
Perisai Ayas yang berat lebih cocok dipakai untuk bertahan ketimbang untuk menyerang, sementara saudara misannya, Akhiles, menenteng sebuah perisai bundar astakona berukuran besar yang ia gunakan bersama lembingnya untuk menyerang pihak Troya:
==Depiction of warfare==
<blockquote>Ibarat orang membangun tembok rumah yang tinggi,<br />
===Depiction of infantry combat===
menyusun batu tertumpuk rapat membendung badai,<br />
Despite Mycenae and Troya being maritime powers, the ''Iliad'' features no sea battles.<ref>{{Iliad|en|3|45|shortref}}–50</ref> So, the Trojan shipwright (of the ship that transported Helen to Troy), [[Phereclus]], fights afoot, as an infantryman.<ref>{{Iliad|5|59|shortref}}–65</ref> The battle dress and armour of hero and soldier are well-described. They enter battle in [[chariot]]s, launching javelins into the enemy formations, then dismount—for hand-to-hand combat with yet more javelin throwing, rock throwing, and if necessary hand to hand sword and a shoulder-borne ''hoplon'' (shield) fighting.<ref>[[John Keegan|Keegan, John]] (1993). ''[[A History of Warfare]].'' p. 248.</ref> [[Ajax the Great]]er, son of Telamon, sports a large, rectangular shield ({{Lang|grc|σάκος|translit=sakos|label=none}}) with which he protects himself and Teucer, his brother:<blockquote>Ninth came Teucer, stretching his curved bow.<br />
demikianlah dekat ketopong dengan perisai,<br />
He stood beneath the shield of Ajax, son of Telamon.<br />
rimpit perisai dengan perisai, dempet ketopong dengan ketopong,<br />
As Ajax cautiously pulled his shield aside,<br />
Teucerrapat wouldwirawan peerdengan outwirawan quickly,pada shootbarisan offbyuha an arrowketopong,<br />
berpacak gulu beradu jambul si surai kuda.<br />
hit someone in the crowd, dropping that soldier<br />
demikanlah apik dan rapat barisan sena.<ref>Homer, ''Ilias'' 16.213–17 (berdasarkan terjemahan Ian Johnston).</ref></blockquote>
right where he stood, ending his life—then he'd duck back,<br />
crouching down by Ajax, like a child beside its mother.<br />
Ajax would then conceal him with his shining shield.<ref>Homer, ''Iliad'' 8.267–72, translated by Ian Johnston.</ref></blockquote>Ajax's cumbersome shield is more suitable for defence than for offence, while his cousin, Achilles, sports a large, rounded, octagonal shield that he successfully deploys along with his spear against the Trojans:<blockquote>Just as a man constructs a wall for some high house,<br />
using well-fitted stones to keep out forceful winds,<br />
that's how close their helmets and bossed shields lined up,<br />
shield pressing against shield, helmet against helmet<br />
man against man. On the bright ridges of the helmets,<br />
horsehair plumes touched when warriors moved their heads.<br />
That's how close they were to one another.<ref>Homer, ''Iliad'' 16.213–17 (translated by Ian Johnston).</ref></blockquote>In describing infantry combat, Homer names the [[phalanx formation]],<ref>{{Iliad|en|6|6|shortref}}</ref> but most scholars do not believe the historical Trojan War was so fought.<ref>Cahill, Tomas (2003). ''Sailing the Wine Dark Sea: Why the Greeks Matter.''</ref> In the [[Bronze Age]], the chariot was the main battle transport-weapon (e.g. the [[Battle of Kadesh]]). The available evidence, from the Dendra armour and the Pylos Palace paintings, indicate the Mycenaeans used two-man chariots, with a long-spear-armed principal rider, unlike the three-man Hittite chariots with short-spear-armed riders, and unlike the arrow-armed Egyptian and Assyrian two-man chariots. Nestor spearheads his troops with chariots; he advises them:<blockquote>In your eagerness to engage the Trojans,<br />
don't any of you charge ahead of others,<br />
trusting in your strength and horsemanship.<br />
And don't lag behind. That will hurt our charge.<br />
Any man whose chariot confronts an enemy's<br />
should thrust with his spear at him from there.<br />
That's the most effective tactic, the way<br />
men wiped out city strongholds long ago —<br />
their chests full of that style and spirit.<ref>Homer, ''Iliad'' 4.301–09 (translated by Ian Johnston).</ref></blockquote>Although Homer's depictions are graphic, it can be seen in the very end that victory in war is a far more somber occasion, where all that is lost becomes apparent. On the other hand, the funeral games are lively, for the dead man's life is celebrated. This overall depiction of war runs contrary to many other{{Citation needed|date=June 2010}} ancient Greek depictions, where war is an aspiration for greater glory.
 
Dalam uraiannya tentang laga prajurit pejalan kaki, Homeros menyinggung [[Formasi falangs|byuha ''falangs'']],<ref>{{Iliad|en|6|6|shortref}}</ref> tetapi para sarjana rata-rata tidak yakin bahwa byuha ini benar-benar dipakai dalam Perang Troya.<ref>Cahill, Tomas (2003). ''Sailing the Wine Dark Sea: Why the Greeks Matter.''</ref> Pada [[Zaman Perunggu]], rata merupakan kendaran tempur utama (misalnya pada [[Pertempuran Kadesh]]). Bukti-bukti yang ada, dari zirah Dendra sampai lukisan-lukisan Istana Pilos, mengindikasikan bahwa orang Mikene menggunakan rata dua awak, dan pengendara utamanya dipersenjatai sebatang tombak panjang, berbeda dari rata tiga awak buatan Het yang dinaiki prajurit bersenjata tombak pendek, juga berbeda dari rata dua awak buatan Mesir dan Asyur yang dinaiki prajurit bersenjata panah. Sembari mengendarai rata, Nestor maju mendahului pasukannya; Ia mewejangi mereka sebagai berikut:
===Modern reconstructions of armor, weapons and styles===
<blockquote>Dalam gebu semangatmu menggempur Troya si seteru,<br />
Few modern (archeologically, historically and Homerically accurate) reconstructions of arms, armor and motifs as described by Homer exist. Some historical reconstructions have been done by Salimbeti et al.<ref>http://www.salimbeti.com/micenei/armour5.htm</ref>-->
jangan gesa keretamu menyerbu maju lebih dulu,<br />
yakin tegar tenagamu dan ilmu laga berkudamu.<br />
Jangan pelan keretamu, akan celaka pasukanmu.<br />
Jika telak keretamu bertemu rata si seteru,<br />
hujam lembing ke lawanmu segera dari keretamu.<br />
Itulah kiat berperang, kiat muslihat paling jitu,<br />
untuk serbu gempur lebur kota benteng kubu seteru —<br />
sudah sebati menetap di jiwa wirawan nan dulu.<ref>Homeros, ''Ilias'' 4.301–09 (berdasarkan terjemahan Ian Johnston).</ref></blockquote>
 
Meskipun penggambaran Homeros bersifat grafis, dapat dilihat pada bagian akhir bahwa kemenangan perang lebih merupakan suatu keadaan menyedihkan, manakala semua kerugian menjadi tampak nyata. Di lain pihak, kejuaraan-kejuaraan yang digelar dalam penyelenggaraan upacara duka justru meriah dan penuh semangat, karena diadakan untuk merayakan kehidupan si mati. Penggambaran perang yang menyeluruh ini bertolak belakang dengan banyak penggambaran perang Yunani Kuno lainnya, yang mencitrakan perang sebagai usaha yang gigih untuk meraih kemuliaan yang lebih besar.
=== Pengaruh terhadap cara-cara berperang Yunani klasik ===
 
Meskipun belum tentu merupakan karya sastra yang diluhurkan bangsa Yunani Kuno, hampir dapat dipastikan bahwa syair-syair Homeros (khususnya ''Ilias'') dipandang sebagai tuntunan yang penting bagi pemahaman intelektual semua anak bangsa Yunani yang berpendidikan. Terbukti dari kenyataan bahwa menjelang akhir abad ke-5 Pramasehi, "kemampuan menyitir ayat-ayat ''Ilias'' dan ''Odiseus'' di luar kepala merupakan salah satu ciri orang terpandang."<ref name=":6">Lendon, J.E. (2005). ''Soldiers and Ghosts: A History of Battle in Classical Antiquity''. New Haven, CT: Yale University Press.</ref>{{Rp|36}} Selain itu, boleh dikata peperangan yang digambarkan di dalam ''Ilias'', maupun cara penggambarannya, meninggalkan dampak yang mendalam dan terlacak pada cara-cara berperang bangsa Yunani pada umumnya. Pada khususnya, dampak-dampak dari sastra wiracarita dapat dibedakan menjadi tiga kategori: [[taktik militer|taktik]], [[ideologi]], dan [[pola pikir]] para panglima. Supaya dapat memahami dampak-dampak tersebut, orang perlu mencermati beberapa contoh dari tiap-tiap kategori.
=== Rekonstruksi perisai, senjata, dan gaya tempur ===
Ada sejumlah kecil rekonstruksi senjata, zirah, dan corak hias (yang tepat dari segi arkeologi, sejarah, maupun sastra Homeros) yang sudah dihasilkan pada zaman modern dengan mengacu kepada penggambaran Homeros. Beberapa rekonstruksi historis sudah dihasilkan oleh Salimbeti cs.<ref>http://www.salimbeti.com/micenei/armour5.htm</ref>
 
=== Dampak terhadap cara-cara berperang Yunani klasik ===
Meskipun belum tentu merupakan karya sastra yang diluhurkan bangsa Yunani Kuno, hampir dapat dipastikan bahwa syair-syair Homeros (khususnya ''Ilias'') dipandang sebagai tuntunan penting bagi pemahaman intelektual semua anak bangsa Yunani yang berpendidikan. Terbukti dari kenyataan bahwa menjelang akhir abad ke-5 Pramasehi, "kemampuan menyitir ayat-ayat ''Ilias'' dan ''Odiseus'' di luar kepala merupakan salah satu ciri orang terpandang."<ref name=":6">Lendon, J.E. (2005). ''Soldiers and Ghosts: A History of Battle in Classical Antiquity''. New Haven, CT: Yale University Press.</ref>{{Rp|36}} Selain itu, boleh dikata peperangan yang digambarkan di dalam ''Ilias'', maupun cara penggambarannya, meninggalkan dampak yang mendalam dan terlacak pada cara-cara berperang bangsa Yunani pada umumnya. Pada khususnya, dampak-dampak dari sastra wiracarita dapat dibedakan menjadi tiga kategori: [[taktik militer|taktik]], [[ideologi]], dan [[pola pikir]] para panglima. Supaya dapat memahami dampak-dampak tersebut, orang perlu mencermati beberapa contoh dari tiap-tiap kategori.
 
Sebagian besar pertarungan yang diuraikan secara terperinci di dalam ''Ilias'' adalah pertarungan tertata satu-lawan-satu yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pahlawan. Malah, seperti di dalam ''Odiseus'', ada rangkaian ritual khusus yang harus dilakukan di dalam tiap-tiap pertarungan tersebut. Sebagai contoh, jika seorang pahlawan besar berhadap-hadapan dengan seorang pahlawan kroco, maka pahlawan kroco diperkanalkan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan saling melontarkan ancaman, dan diakhiri dengan ditewaskannya pahlawan kroco. Sering kali pemenang melucuti baju zirah dan perlengkapan ketentaraan dari jenazah lawan.<ref name=":6" />{{Rp|22–3}} Berikut ini adalah salah satu contoh uraian ritual tersebut dan pertarungan satu-lawan-satu di ''Ilias'':<blockquote>
Di sana Ayas anak Telamon memukul jatuh putra Antemion,<br />
Simoeisios muda rupawan, pewariswarisi rupa ayu ibunda<br />
terlahir dari kandungan Ida di tepian sungai Simoeis<br />
tatkala ikut bapa dan biyung menggembalakan kawanan domba.
Baris 354 ⟶ 334:
tembiang Ayas si tinggi hati, di puting dada sebelah kanan<br />
lembing perunggu jitu menghujam, lolos menembus pundak yang kanan.<ref>Homer, ''Iliad'' 4.473–83 (Lattimore 2011).</ref>
</blockquote><!--
 
Hambatan terbesar dalam usaha memastikan adanya tautan antara pertempuran di dalam ''Ilias'' dengan tata cara berperang bangsa Yunani kemudian hari adalah falangs, atau hoplites, yakni tata cara berperang yang tampak di dalam sejarah bangsa Yunani lama sesudah Homeros menulis ''Ilias''. Meskipun ada pembahasan tentang pengaturan barisan prajurit yang menyerupai byuha falangs di sepanjang penceritaan ''Ilias'', pemusatan perhatian wiracarita ini kepada laga kepahlawanan sebagaimana disebutkan di atas tampaknya berkontradiksi dengan kiat-kiat tempur falangs. Meskipun demikian, falangs memang memiliki segi-segi kegagahberanian. Pertarungan secara jantan satu lawan satu di dalam ''Ilias'' terejawantahkan dalam pertempuran falangs dengan penekanan pada usaha untuk teguh bertahan di dalam byuha. Laga semacam ini menggantikan kompetisi kepahlawanan bersifat tunggal yang dikisahkan di dalam ''Ilias''.<ref name=":6" />{{Rp|51}}
The biggest issue in reconciling the connection between the epic fighting of the ''Iliad'' and later Greek warfare is the phalanx, or hoplite, warfare seen in Greek history well after Homer's ''Iliad''. While there are discussions of soldiers arrayed in semblances of the phalanx throughout the ''Iliad'', the focus of the poem on the heroic fighting, as mentioned above, would seem to contradict the tactics of the phalanx. However, the phalanx did have its heroic aspects. The masculine one-on-one fighting of epic is manifested in phalanx fighting on the emphasis of holding one's position in formation. This replaces the singular heroic competition found in the ''Iliad''.<ref name=":6" />{{Rp|51}}
 
Salah satu contohnya adalah kisah 300 wira pilihan [[Sparta]] yang bertempur melawan 300 wira pilihan [[Argos (kota)|Argos]]. Di dalam pertempuran para petarung unggulan ini, hanya dua orang yang tersisa di pihak Argos dan satu orang yang tersisa di pihak Sparta. Otriades, wira Sparta yang tersisa, undur kembali ke dalam barisan pasukan Sparta dengan sekujur tubuh terluka parah, sementara dua wira Argos yang tersisa langsung pulang ke Argos untuk mewartakan kemenangan mereka. Oleh sebab itu Sparta mendaku sebagai pemenang, karena wira terakhir mereka menunjukkan kegagahberanian yang paripurna dengan bertahan pada posisinya di dalam byuha falangs.<ref>{{Anabasis|6|5|17}}</ref><!--
One example of this is the [[Sparta]]n tale of 300 picked men fighting against 300 picked [[Argives]]. In this battle of champions, only two men are left standing for the Argives and one for the Spartans. Othryades, the remaining Spartan, goes back to stand in his formation with mortal wounds while the remaining two Argives go back to Argos to report their victory. Thus, the Spartans claimed this as a victory, as their last man displayed the ultimate feat of bravery by maintaining his position in the phalanx.<ref>{{Anabasis|6|5|17}}</ref>
 
In terms of the ideologyideologi ofpara commanderspanglima indalam latersejarah GreekYunani history,kemudian thehari, ''IliadIlias'' hasmemiliki anefek interestingyang effectmenarik. The ''IliadIlias'' expressesmengekspresikan a definite disdain for tacticaltipu trickerymuslihat perang, when Hektor says, before he challengessebelum themenantang greatAyas AjaxAgung:
<blockquote>
I know how to storm my way into the struggle of flying horses; I know how to tread the measures on the grim floor of the war god. Yet great as you are I would not strike you by stealth, watching for my chance, but openly, so, if perhaps I might hit you.<ref>Homer, ''Iliad'' 7.237–43 (Lattimore 2011)</ref></blockquote>
 
However, despite examples of disdain for this tactical trickery, there is reason to believe that the ''IliadIlias'', as well as later Greek warfare, endorsed tactical genius on the part of their commanders. For example, there are multiple passages in the ''Iliad'' with commanders such as Agamemnon or Nestor discussing the arraying of troops so as to gain an advantage. Indeed, the Trojan War is won by a notorious example of Achaean guile in the [[TrojanKuda HorseTroya]]. This is even later referred to by Homer in the ''Odyssey''. The connection, in this case, between guileful tactics of the Achaeans and the Trojans in the ''Iliad'' and those of the later Greeks is not a difficult one to find. Spartan commanders, often seen as the pinnacle of Greek military prowess, were known for their tactical trickery, and, for them, this was a feat to be desired in a commander. Indeed, this type of leadership was the standard advice of Greek tactical writers.<ref name=":6" />{{Rp|240}}-->
 
Pada akhirnya, meskipun pertempuran ala sastra Homeros (atau pertempuran ala wiracarita) sudah pasti tidak sepenuhnya tereplikasi dalam tata cata perang bangsa Yunani yang terjadi kemudian hari, banyak di antara nilai-nilai luhur, taktik, dan instruksinya dapat dipastikan masih terus dipakai bangsa Yunani.<ref name=":6" />
Ultimately, while Homeric (or epic) fighting is certainly not completely replicated in later Greek warfare, many of its ideals, tactics, and instruction are.<ref name=":6" />-->
 
Menurut Hans van Wees, kurun waktu yang berkaitan dengan riwayat peperangan tersebut dapat ditentukan secara spesifik, yaitu pada paro pertama abad ke-7 Pramasehi.<ref>Van Wees, Hans. ''Greek Warfare: Myth and Realities.'' hlm. 249.</ref>
 
== PengaruhDampak terhadap seni rupa dan budaya populer ==
{{Main|Perang Troya dalam budaya populer}}
''Ilias'' sudah dihargai sebagai salah satu karya sastra standar yang sangat penting pada zaman [[Yunani Klasik]] dan masih terus dihargai pada zaman [[periode Hellenistik|Helenistis]] dan zaman [[Kekaisaran Romawi Timur]]. Para penulis naskah drama sangat gemar menggarap subjek-subjek dari Perang Troya.<!-- Trilogi [[Aeschylus]], the ''[[Oresteia]]'', comprising ''Agamemnon'', ''The Libation Bearers'', and ''The Eumenides'', follows the story of Agamemnon after his return from the war. Homer also came to be of great influence in European culture with the resurgence of interest in Greek antiquity during the [[Renaissance]], and it remains the first and most influential work of the [[Western canon]]. In its full form the text made its return to Italy and Western Europe beginning in the 15th century, primarily through translations into Latin and the vernacular languages.
Baris 378 ⟶ 358:
These in turn spawned many others in various European languages, such as the first printed English book, the 1473 ''[[Recuyell of the Historyes of Troye]]''. Other accounts read in the Middle Ages were antique Latin retellings such as the ''[[Excidium Troiae]]'' and works in the vernaculars such as the [[Trójumanna saga|Icelandic Troy Saga]]. Even without Homer, the Trojan War story had remained central to Western European [[medieval literature|medieval literary]] culture and its sense of identity. Most nations and several royal houses traced their origins to heroes at the [[Trojan War]]. Britain was supposedly settled by the Trojan [[Brutus of Troy|Brutus]], for instance.{{citation needed|date=July 2015}}
 
[[William Shakespeare]] usedmemanfaatkan thealur plot of thecerita ''IliadIlias'' assebagai sourcemateri materialsumber forbagi hissandiwara playkarangannya, ''[[Troilus anddan CressidaKresida]]'', buttetapi focused on a medieval legend, the love story of [[Troilus]], son of King Priam of Troy, and [[Cressida]], daughter of the Trojan soothsayer Kalkhas. The play, often considered to be a comedy, reverses traditional views on events of the Trojan War andserta depictsmenyifatkan AchillesAkhiles assebagai a cowardpengecut, AjaxAyas assebagai aprajurit dull,upahan unthinkingyang mercenarypandir, etcdst.
 
[[William Theed the elder]] made an impressive bronze statue of Thetis as she brought Achilles his new armor forged by Hephaesthus. It has been on display in the [[Metropolitan Museum of Art]] in New York City since 2013.
Baris 386 ⟶ 366:
Menurut [[Sulaiman Albustani]], pujangga abad ke-19 yang pertama kali menerjemahkan ''Ilias'' ke dalam bahasa Arab, wiracarita ini mungkin sudah beredar luas dalam versi terjemahan [[Syriac language|Suryani]] dan [[Middle Persian|Pahlawi]] pada awal Abad Pertengahan. Sulaiman Albustani credits [[Theophilus of Edessa]] with the Syriac translation, which was supposedly (along with the Greek original) widely read or heard by the scholars of [[Baghdad]] in the prime of the [[Abbasid Caliphate]], although those scholars never took the effort to translate it to the official language of the empire; Arabic. The Iliad was also the first full epic poem to be translated to Arabic from a foreign language, upon the publication of Al-Boustani's complete work in 1904.<ref>{{Cite book|title=الإلياذة (Iliad)|last=Al-Boustani|first=Suleyman|publisher=Hindawi|year=2012|isbn=978-977-719-184-5|location=Cairo, Egypt|pages=26–27}}</ref>-->
 
=== KesenianDi bidang kesenian pada abad ke-20 ===
* [[Simone Weil]] menulis esai berjudul ''"[[The Iliad or the Poem of Force]]"'' pada tahun 1939, tak lama sesudah [[Perang Dunia II]] meletus. Esai ini menjabarkan betapa ''Ilias'' memperlihatkan bagaimana tindak kekerasan dilakukan seekstrem mungkin di dalam perang, merendahkan harkat korban maupun pelaku kekerasan ke taraf budak dan automaton yang tidak bernalar.<ref>{{cite book |author=Bruce B. Lawrence and Aisha Karim |title=On Violence: A Reader|year=2008 |page=377 |isbn=978-0-8223-3769-0 |publisher=Duke University Press}}</ref>
* ''[[The Golden Apple (teater musikal)|The Golden Apple]]'', [[teater musikal|teater musikal Broadway]] tahun 1954, karya penulis naskah [[John Treville Latouche]] dan komponis [[Jerome Moross]], adalah hasil adaptasi bebas wiracarita ''Ilias'' dan ''Odiseia'', dengan mengganti latar peristiwanya dengan negara bagian [[Washington]] di [[Amerika Serikat]] pada masa [[Perang Spanyol-Amerika]]. Babak pertama menampilkan adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita ''Ilias'', sementara adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita ''Odiseia'' ditampilkan pada babak ke-2.
* ''[[King Priam]]'', opera karya Sir [[Michael Tippett]] yang pertama kali dipentaskan pada tahun 1962 didasarkan atas wiracarita ''Ilias''.
* ''[[War Music (puisi)|War Music]]'', puisi karangan [[Christopher Logue]], merupakan "penjelasan", bukan terjemahan, dari ''Ilias'', mulai digubah atas pesanan pada tahun 1959 untuk sebuah acara radio. Puisi ini terus ia kembangkan sampai akhir hayatnya pada tahun 2011. Puisi yang disebut [[Tom Holland (penulis)|Tom Holland]] sebagai "karya luar biasa dari khazanah sastra pascaperang" ini turut mempengaruhi [[Kae Tempest]] dan [[Alice Oswald]], yang mengatakan bahwa puisi tersebut "memancarkan sejenis energi teatrikal nan terlupakan ke dalam dunia."<ref>{{Cite book|last=Logue|first=Christopher|title=War Music, an account of Homer's Iliad|publisher=Faber and Faber|year=2015|isbn=978-0-571-31449-2|chapter=Introduction by Christopher Reid}}</ref><!--
* ''[[Cassandra (novel)|Cassandra]]'' (terbit tahun 1983), novel karangan [[Christa Wolf]], yangadalah merupakansuatu pendekatan 'skritis novel is a critical engagement with theterhadap ''IliadIlias''. Kasandra dijadikan Wolf's narratorsebagai is Cassandranarator, whosekarena thoughtspandangan-pandangan weyang hearterbersit atdi thedalam momentbenaknyalah justyang beforedituturkan hertepat murdersebelum byia Clytemnestratewas indibunuh Klitemnestra di Sparta. Narator Wolf's narratormenghadirkan presentspandangan afeminis feminist'sterhadap viewperang of the waritu, andmaupun ofterhadap warperang inpada generalumumnya. Cassandra'sPenuturan storyKasandra isditambah accompanieddengan byempat fouresai essaysyang whichdisampaikan Wolf delivered as--><!--at?--><!--di theforum Frankfurter Poetik-Vorlesungen. TheEsai-esai essaystersebut presentmenyajikan Wolf'skeprihatinan concernsselaku asseorang apenulis writerdan andorang rewriteryang ofmenulis thisulang canonicalwiracarita story''Ilias'' andyang showsudah thebaku genesisitu, ofserta themenampakkan awal mula penulisan novel throughtersebut Wolf'smelalui ownpembacaan-pembacaan readingsdari andsudut inpandang Wolf asendiri tripdan shedalam tookperjalanannya toke GreeceYunani.
* [[David Melnick]]'s ''[[Men in Aida]]'' karya [[David Melnick]] (''cfbdk.'' μῆνιν ἄειδε) (terbit tahun 1983) is aadalah [[Postmodernterjemahan literature|postmodernhomofonis]] [[homophonicsastra translationpascamodern|pascamodern]] ofdari Bookparwa Onepertama into''Ilias'' ake farcicaldalam bathhousesuatu scenario,skenario preservingrumah thepemandian soundsyang butpenuh dengan guyonan kosong. notBunyi-bunyinya thedipertahankan meaningtetapi ofmakna theaslinya originalhilang.
* [[Marion Zimmer Bradley]]'s 1987 novelNovel ''[[The Firebrand (Bradley novel)|The Firebrand]]'' retellskarya the[[Marion Zimmer Bradley]] yang terbit tahun 1987 storymenceritakan fromkembali thewiracarita pointini ofdari viewsudut ofpandang [[Kassandra|Kasandra]], Putri Troya sekaligus nabiah yang dikutuk [[Apollo|Dewa Apolon]].-->
 
=== BudayaDi ranah budaya populer dewasa ini ===
* ''[[Age of Bronze (komik)|Age of Bronze]]'', serial karya [[Eric Shanower]] yang diterbitkan [[Image Comics]] sejak tahun 1998, menceritakan kembali legenda Perang Troya.<ref>A Thousand Ships (2001, {{ISBN|1-58240-200-0}})</ref><ref>Sacrifice (2004, {{ISBN|1-58240-360-0}})</ref><ref>Betrayal, Part One (2008, {{ISBN|978-1-58240-845-3}})</ref>
* ''[[Ilium (novel)|Ilium]]'', novel fiksi ilmiah bertema kepahlawanan karangan [[Dan Simmons]] yang dirilis pada tahun 2003, mendapatkan penghargaan [[Locus Award]] untuk novel fiksi ilmiah terbaik tahun 2003.{{Citation needed|date=January 2017}}
Baris 402 ⟶ 382:
* ''Memorial'' (terbit tahun 2011), bunga rampai puisi [[Alice Oswald]] yang keenam,<ref name=oswaldmem2011>{{cite book |first=Alice |last=Oswald |title=Memorial: An Excavation of the Iliad |publisher=Faber & Faber |location=London |year=2011 |isbn=978-0-571-27416-1 |url=http://www.faber.co.uk/work/memorial/9780571274161/ |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20120606191424/http://faber.co.uk/work/memorial/9780571274161/ |archive-date=2012-06-06 }}</ref> didasarkan pada, tetapi keluar dari, bentuk [[puisi naratif|naratif]] ''Ilias'', agar lebih fokus kepada, dan dengan demikian mengenang kembali, tokoh-tokoh orang pribadi yang disebutkan namanya dan dikisahkan ajalnya di dalam ''Ilias''.<ref name=holland20111017>{{cite news |first=Tom |last=Holland |title=The Song of Achilles by Madeline Miller / Memorial by Alice Oswald. Surfing the rip tide of all things Homeric. |work=The New Statesman |url=http://www.newstatesman.com/books/2011/10/homer-achilles-iliad-miller-2 |publisher=New Statesman |location=London |date=17 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref><ref name=kellaway20111002>{{cite news |first=Kate |last=Kellaway |title=Memorial by Alice Oswald – review |work=The Observer |url=https://www.theguardian.com/books/2011/oct/02/memorial-alice-oswald-review |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=2 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref><ref name=higgins20111028>{{cite news |first=Charlotte |last=Higgins |title=The Song of Achilles by Madeline Miller, and more – review |work=The Guardian |url=https://www.theguardian.com/books/2011/oct/28/song-achilles-madeline-miller-iliad |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=28 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref> Pada bulan Oktober 2011, ''Memorial'' masuk ke dalam daftar pendek calon pemenang penghargaan [[T. S. Eliot Prize]],<ref name=flood20111020>{{cite news |first=Alison |last=Flood |title=TS Eliot prize 2011 shortlist revealed |work=The Guardian |url=https://www.theguardian.com/books/2011/oct/20/ts-eliot-prize-2011-shortlist |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=20 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref> tetapi Alice Oswald meminta bukunya dikeluarkan dari daftar tersebut pada bulan Desember 2011<ref name=Telegraph20111206>{{cite news |first=Florence |last=Waters |title=Poet withdraws from TS Eliot prize over sponsorship |url=https://www.telegraph.co.uk/culture/books/booknews/8938343/Poet-withdraws-from-TS-Eliot-prize-over-sponsorship.html |work=The Telegraph |publisher=Telegraph Media Group Limited |location=London |date=6 December 2011 |access-date=13 Februari 2012}}</ref><ref name=Guardian20111206>{{cite news |first=Alison |last=Flood |title=Alice Oswald withdraws from TS Eliot prize in protest at sponsor Aurum |url=https://www.theguardian.com/books/2011/dec/06/alice-oswald-withdraws-ts-eliot-prize |work=The Guardian |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=6 December 2011 |access-date=13 Februari 2012}}</ref> seraya menyuarakan keprihatinannya terhadap etika pihak sponsor penghargaan tersebut.<ref name=Guardian20111212>{{cite news |first=Alice |last=Oswald |title=Why I pulled out of the TS Eliot poetry prize |url=https://www.theguardian.com/commentisfree/2011/dec/12/ts-eliot-poetry-prize-pulled-out |work=The Guardian |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=12 December 2011 |access-date=13 Februari 2012}}</ref>
* ''The Rage of Achilles'', karya [[Terence Hawkins]], penulis Amerika dan pengasas Konferensi Penulis Yale, menceritakan kembali ''Iliad'' dalam bentuk novel dengan gaya bahasa modern dan kadang-kadang dengan bahasa grafis. Dengan pengetahuan tentang teori [[alam pikiran bikameral]] [[Julian Jaynes]] dan historisitas [[Perang Troya]], sang penulis menghadirkan tokoh-tokoh ''Ilias'' di dalam novelnya sebagai manusia-manusia sejati, dan penampakan-penampakan dewa-dewi hanyalah halusinasi mereka atau suara-suara perintah pada masa-masa peralihan yang mendadak dan menyakitkan menuju kesadaran modern.{{Citation needed|date=January 2017}}
 
=== Di bidang ilmu pengetahuan ===
* Psikiater [[Jonathan Shay]] menulis dua buku, yaitu ''Achilles in Vietnam: Combat Trauma and the Undoing of Character'' (1994)<ref>[[Jonathan Shay|Shay, Jonathan]]. ''Achilles in Vietnam: Combat trauma and the undoing of character''. Scribner, 1994. {{ISBN|978-0-684-81321-9}}</ref> dan ''Odysseus in America: Combat Trauma and the Trials of Homecoming'' (2002),<ref>Shay, Jonathan. ''Odysseus in America: Combat Trauma and the Trials of Homecoming''. New York: Scribner, 2002. {{ISBN|978-0-7432-1157-4}}</ref> yang menghubungkan ''Ilias'' dan ''Odiseya'' dengan [[gangguan stres pascatrauma]] dan [[luka moral]] yang didapati di dalam riwayat-riwayat rehabilitasi pasien-pasien veteran yang pernah terjun langsung ke medan tempur.
 
== Naskah-naskah ==
Baris 416 ⟶ 399:
{{Portal|Agama}}
* [[Topeng Agamemnon]]
* [[Kesejajaran Aeneis Vergilius dengan Ilias dan OdiseiaOdiseya Homeros|Kesejajaran ''Aeneis'' Vergilius dengan ''Ilias'' dan ''OdiseiaOdiseya'' Homeros]]
* [[Heinrich Schliemann]]
 
== ReferensiRujukan ==
=== Keterangan ===
{{Reflist|group=lower-roman}}
 
=== RujukanKutipan ===
{{Reflist}}
 
=== KepustakaanSumber ===
{{refbegin|}}
* {{cite book|author-link=Milan Budimir|first=Milan|last=Budimir|year=1940|title=On the Iliad and Its Poet}}