Hamka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BONE2024 (bicara | kontrib)
Menggantikan pranala dari yang sebelumnya dari enwiki ke pranala idwiki
 
Baris 156:
Pada tahun 1956, Hamka membangun sebuah rumah kediaman untuk anak dan istrinya di Jalan Raden Fatah III, [[Kebayoran Baru]], [[Jakarta Selatan]]. Di depan rumahnya direncanakan akan dibangun sebuah masjid yang digagas oleh tokoh-tokoh Masyumi, tetapi panitia pembangunan belum mendapatkan tokoh yang tepat untuk menjadi penanggung jawab dan imam masjid tersebut. Pada saat itulah Ghazali Syahlan dan Abdullah Salim yang diberi tugas mencari tokoh tersebut menghadap Hamka untuk meminta kesediaannya. Permohonan ini diterima oleh Hamka. Dalam suatu pertemuan, ia menyarankan agar masjid itu dibangun terlebih dahulu dan juga menyarankan agar bangunannya disertai dengan ruang kantor, ruang pertemuan, dan ruang perkuliahan yang dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan dakwah, pendidikan, dan kegiatan sosial lainnya.
 
Sebelum pembangunan masjid itu selesai, Hamka menghadiri undangan sebuah konferensi Islam dari [[:en:UniversityUniversitas ofPunjab the Punjab(Pakistan)|Universitas Punjab]] di [[Lahore]], [[Pakistan]] pada Januari 1958. Ia hadir sebagai delegasi Indonesia dalam simposium Islam di Lahore bersama [[Muhammad Hasbi|Hasbi Ash-Shieddiqy]] dan [[Anwar Musaddad|KH Anwar Musaddad]]. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan ke Kairo, [[Mesir]] sebagai tamu kenegaraan bersamaan dengan Soekarno, yang kebetulan ketika itu sedang berkunjung ke Mesir. Dalam kunjungannya ke Kairo, ia memenuhi undangan Forum Dunia Islam untuk memberikan ceramah di [[Universitas Al-Azhar]] pada Februari 1958. Di gedung Asy-Syubbanul Muslimun, Hamka menyampaikan pidato tentang pengaruh paham [[Muhammad Abduh]] di Indonesia dan Malaya. Hamka menguraikan tentang kebangkitan gerakan-gerakan Islam modern di Indonesia seperti [[Thawalib]], [[Muhammadiyah]], [[Al-Irsyad]], dan [[Persatuan Islam|Persis]]. Dalam ceramahnya ia mendapat sambutan luas dari kalangan akademik dan intelektual Mesir karena pemaparannya yang dinilai sangat baik tentang pengaruh paham Muhammad Abduh terhadap masyarakat Muslim di [[Asia Tenggara]], yang di Mesir sendiri sangat terbatas sekali yang mengenalnya. Setelah memberikan ceramahnya, ia melanjutkan perjalanan ke [[Mekkah]], [[Jeddah]], dan [[Madinah]]. Ketika memenuhi undangan dari pihak istana [[Arab Saudi|Kerajaan Arab Saudi]], ia menerima berita dari Mesir yang menyatakan bahwa Universitas Al-Azhar telah mengambil keputusan hendak memberinya gelar ''Ustadziyah Fakhriyyah'', gelar ilmiah tertinggi dari universitas itu yang setara dengan [[Honoris Causa|Doktor Honoris Causa]].
 
Pada Desember 1960, [[Mahmud Syaltut|Syekh Mahmud Shaltut]], [[Imam Besar Al-Azhar]], beserta rombongan datang ke Indonesia sebagai tamu kenegaraan. Dalam lawatan ini, Mahmud Shaltut meninjau Masjid Agung Kebayoran Baru.
Baris 198:
 
== Meninggal ==
Kesehatan Hamka menurun setelah mengundurkan diri dari jabatan ketua MUI. Mengikuti anjuran dokter Karnen Bratawijaya, dokter keluarga Hamka, Hamka diopname di [[:en:Rumah Sakit Pusat Pertamina|Rumah Sakit Pusat Pertamina]] pada 18 Juli 1981, bertepatan dengan awal Ramadan. Pada hari keenam dirawat, Hamka sempat menunaikan salat Dhuha dengan bantuan putrinya, Azizah, untuk bertayamum. Siangnya, beberapa dokter datang memeriksa kondisinya, menyatakan bahwa ia berada dalam keadaan koma. Tim dokter menyatakan bahwa ginjal, paru-paru, dan saraf sentralnya sudah tidak berfungsi lagi, dan kondisinya hanya bisa dipertahankan dengan alat [[Pacu-Jantung|pacu jantung]]. Pada pukul sepuluh pagi keesokan harinya, anak-anaknya sepakat untuk mencabut alat pacu jantung, dan tidak lama setelah itu Hamka menghembuskan napas terakhirnya.{{sfn|Irfan|2013|pp=273-287}}
 
Hamka meninggal dunia pada hari Jumat, 24 Juli 1981 pukul 10:37 WIB dalam usia 73 tahun. Jenazahnya disemayamkan di rumahnya di Jalan Raden Fatah III. Antara pelayat yang hadir untuk memberi penghormatan terakhir yakni [[Presiden Soeharto]] dan Wakil Presiden [[Adam Malik]], Menteri Negara Lingkungan Hidup [[Emil Salim]], dan Menteri Perhubungan [[Azwar Anas]] yang menjadi imam salat jenazahnya. Jenazah Hamka dibawa ke Masjid Agung Al-Azhar dan disalatkan lagi, sebelum dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan, dipimpin Menteri Agama [[Alamsyah Ratu Perwiranegara]].{{sfn|Irfan|2013|pp=273-287}}