Ratu Sakti Pancering Jagat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Okkisafire (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.3 |
||
(5 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 7:
| Abode =[[Pura Pancering Jagat Terunyan]]
| Symbol =Arca Datonta raksasa dari batu cadas
| Consort =[[Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar]]<
| Parents =Dalem Solo
| Siblings =[[Ratu Sakti Dukuh]]<
| Children =[[Ratu Gede Dalam Dasar]]
| Mount =[[qilin|kilin]]
}}
'''Ratu Sakti Pancering Jagat''' atau '''Datonta''' merupakan dewa tertinggi yang dipuja di [[Pura Pancering Jagat Terunyan]]. Ia merupakan salah satu ''Batara Kawitan'' (dewa yang asalnya merupakan leluhur yang telah lama wafat), yaitu raja pertama yang memimpin di Trunyan. Meskipun memiliki istri sebanyak ''pe satus'' (4100), permaisurinya adalah [[Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar]].<ref name=james>{{cite book|url=|authors=James Danandjaja|title=Kebudayaan petani desa Trunyan di Bali|first=|last=|year=1989|location=|issn=|isbn=979-456-034-0|publisher=Penerbit Universitas Indonesia|date=|accessdate=}}</ref> [[Odalan|Piodalan]] (ulang tahun) '''Datonta''' dirayakan setiap ''Purnamaning Sasih Kapat'' ("purnama bulan keempat") yang jatuh sekitar bulan Oktober.<ref>{{cite news|url=http://investasi.banglikab.go.id/index.php/cultural-diversity?start=1|authors=anonim|title=Desa Trunyan|first=|last=|year=|location=|issn=|isbn=|publisher=Pemerintah Kabupaten Bangli|date=|accessdate=31 Oktober 2015|archive-date=2020-10-22|archive-url=https://web.archive.org/web/20201022202254/http://investasi.banglikab.go.id/index.php/cultural-diversity?start=1|dead-url=yes}}</ref>
== Nama dan gelar ==
Berikut ini merupakan variasi nama dan gelar yang diberikan kepada Ratu Sakti Pancering Jagat:
# Bhatara Da Tonta, Datonta, atau Donta. Da Tonta merupakan nama asli yang diberikan oleh penduduk asli [[Terunyan, Kintamani, Bangli|Trunyan]] sebelum kedatangan [[agama Hindu]]. Nama "Da Tonta" berasal dari [[kata dasar]] ''-tu'' dengan [[awalan]] ''da-'' (''Datu'', "Ratu") yang diberi [[akhiran]] "-nta" ("kita") sehingga artinya menjadi "Tuhan kita".<ref name=james/><ref name=BPCBB>{{cite news|url=http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbgianyar/2013/12/30/studi-teknis-arkeologi-di-pura-pancering-jagat-trunyan-desa-trunyan-kecamatan-kintamani-kabupaten-bangli-bali/|authors=Tim Arkeologis|title=Studi Teknis Arkeologi Di Pura Pancering Jagat Trunyan, Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali|first=|last=|year=|location=|issn=|isbn=|publisher=Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali|date=30 Desember 2013|accessdate=30 Oktober 2015|archive-date=2014-08-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20140808020304/http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbgianyar/2013/12/30/studi-teknis-arkeologi-di-pura-pancering-jagat-trunyan-desa-trunyan-kecamatan-kintamani-kabupaten-bangli-bali/|dead-url=yes}}</ref>
# Betara Katon ("yang dapat dilihat").<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=PMJkU3sacZ8C&oi=fnd&pg=PA1&dq=%22ratu+sakti+pancering+jagat%22&ots=dFlhvKY-TE&sig=79sZD6ZUZl44982mSjFa67L-Pvs&redir_esc=y#v=onepage&q=%22ratu%20sakti%20pancering%20jagat%22&f=false|authors=James Danandjaja|title=Cerita rakyat dari Bali, Volume 1|first=|last=|year=|location=|issn=|isbn=|publisher=PT Gramedia Widiasarana|date=|accessdate=30 Oktober 2015}}</ref>▼
▲#Betara Katon ("yang dapat dilihat").<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=PMJkU3sacZ8C&oi=fnd&pg=PA1&dq=%22ratu+sakti+pancering+jagat%22&ots=dFlhvKY-TE&sig=79sZD6ZUZl44982mSjFa67L-Pvs&redir_esc=y#v=onepage&q=%22ratu%20sakti%20pancering%20jagat%22&f=false|authors=James Danandjaja|title=Cerita rakyat dari Bali, Volume 1|first=|last=|year=|location=|issn=|isbn=|publisher=PT Gramedia Widiasarana|date=|accessdate=30 Oktober 2015}}</ref>
== Legenda ==
=== Pencarian sumber bau harum ===
Pada zaman dahulu, terdapat bau wangi yang aromanya tercium hingga ke Solo. Hal tersebut membuat keempat anak Dalem Solo (tiga putra dengan satu wanita yang bungsu) merasa penasaran dan pergi untuk mencari sumber bau. Akhirnya mereka berempat sampai ke [[Bali]] dan terus berjalan menuju [[Gunung Batur]] mengikuti aroma yang semakin tajam. Di kaki selatan Gunung Batur, putri bungsu Dalem Solo memutuskan untuk tinggal karena merasa tidak mampu melewati medan yang curam dan bertebing. Ia berhenti di lokasi Pura Batur yang sekarang dan bergelar [[Ratu Ayu Mas Maketeg]].<ref name=james/>
Ketiga putra Dalem Solo menyusuri [[Danau Batur]] hingga sampai di tempat datar (''belongan'') sebelah barat daya. Di tempat itu, mereka mendengar suara burung ([[bahasa Bali|Bali]]=''kedis'') sehingga pangeran ketiga merasa gembira dan berteriak. Hal tersebut dianggap tidak pantas karena teriakan kegirangan tidak sesuai dengan perjalanan yang mereka lakukan dalam mencapai tujuan yang luhur. Saat pangeran sulung menyuruh adiknya tinggal di sana, pangeran ketiga menolak sehingga akhirnya ditendang oleh kakaknya dan jatuh bersila. Tempat pangeran ketiga ditinggalkan kini menjadi Desa [[Kedisan, Kintamani, Bangli|Kedisan]]. Di desa tersebut terdapat patung [[Ratu Sakti Sang Hyang Jero]], si pangeran ketiga, dalam posisi duduk bersila.<ref name=james/>
Kedua pangeran meneruskan perjalan menyusuri sisi timur Danau Batur hingga sampai di ''belongan'' lain. Di sana mereka bersua dengan dua orang wanita yang sedang saling mencari [[kutu rambut]]. Pangeran kedua yang gembira bertemu manusia lain buru-buru menyapa keduanya. Pangeran sulung melihat sikap adiknya tidak sopan karena langsung menyapa tanpa didahului menyela kegiatan keduanya sehingga menyuruhnya tinggal. Karena pangeran kedua tidak bersedia, pangeran sulung menendangnya hingga jatuh tertelungkup. Pangeran kedua akhirnya menjadi kepala desa di tempat tersebut yang selanjutnya diberi nama Desa [[Abang Dukuh, Kintamani, Bangli|Abang Dukuh]]. Pada mulanya, desa tersebut diberi nama ''Air Hawang'' yang selanjutnya berubah menjadi ''Abang'', sedangkan kata ''dukuh'' memiliki arti "menelungkup". Di desa tersebut terdapat patung pangeran kedua dalam kondisi menelungkup dengan gelar [[Ratu Sakti Dukuh]], tetapi kini telah tertimbun lahar dingin akibat letusan [[Gunung Agung]]
Pangeran pertama meneruskan perjalanan menyusuri sisi timur Danau Batur hingga menemukan ''belongan'' ketiga dan bertemu dengan seorang gadis yang sangat cantik di bawah ''Taru Menyan'' ([[bahasa Bali|Bali]]=''taru'' berarti "pohon"). Saat gadis tersebut hendak melarikan diri, pangeran pertama menangkap kemudian menyetubuhinya. Setelah kejadian tersebut, pangeran pertama menghadap kakak dari si gadis untuk melamarnya. Kakak si gadis bersedia menerima lamaran asalkan pangeran sulung mau menjadi ''pancer jagat'' ("pasak dunia") di tempat tersebut, yaitu Desa [[Terunyan, Kintamani, Bangli|Trunyan]] yang selanjutnya menjadi kerajaan kecil. Pangeran sulung menerimanya dan memperoleh gelar ''Ratu Sakti Pancering Jagat''. Gadis tersebut menjadi permaisurinya dengan gelar [[Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar]], sementara kakak si gadis bergelar [[Ratu Sakti Meduwe Ujung Sari]].<ref name=james/>
Ratu Sakti Pancering Jagat kemudian memerintahkan agar jenasah orang-orang yang meninggal untuk diletakkan di bawah ''taru menyan'' agar menyerap bau wangi yang dikeluarkan pepohonan tersebut. Hal itu dilakukan supaya bau wangi yang dikeluarkan jangan sampai tercium hingga jauh dan menarik kerajaan lain untuk menyerang.<ref name=james/><ref name=BPCBB/>
=== Tradisi ''murub'' ===
Salah seorang putra Dalem Solo yang memerintah di Tirta Empul, [[Tampaksiring, Gianyar|Tampak Siring]] memohon kepada ayahnya untuk dikirimi seperangkat [[gamelan]]. Dalem Solo menyanggupi dan akan mengirimnya ke Tampak Siring setelah gamelan yang diminta selesai dikerjakan. Da Tonta mendengar hal tersebut kemudian mengutus pesuruhnya yang bernama Pasek Trunyan untuk ke [[Majapahit]] untuk meminta hal yang sama. Dalem Solo menyanggupi permintaan putranya tersebut. Saat Pasek Trunyan hendak kembali, Dalem Solo menitipkan perangkat gamelan kepada Raja Tirta Empul yang sudah selesai dibuat sekaligus sebuah labu kuning berisi kerbau untuk Da Tonta.<ref name=james/>
Baris 41 ⟶ 40:
Raja Tirta Empul yang lama menunggu datangnya gamelan yang ia pesan kemudian bertanya kepada ayahnya. Dalem Solo bergegas datang ke Trunyam dalam keadaan marah. Pasek Trunyan yang berbohong bahwa gamelan yang dititipkan jatuh ke Danau Batur ia kutuk tidak memiliki keturunan. Selain itu, Da Tonta yang dianggap melindungi utusannya juga dikutuk bahwa setiap menjelang perayaan ulang tahunnya, keturunan Da Tonta wajib ''murub'' di luar Desa Trunyan. Tradisi ''murub'' adalah ''barter|menukarkan barang dengan barang lain]] yang nilainya lebih tinggi dibandingkan barang yang ditukarkan. Gamelan yang digelapkan oleh Pasek Trunyan tetap ditinggalkan di sana.<ref name=james/>
=== Patung Ratu Sakti Pancering Jagat ===
Lokasi Desa [[Terunyan, Kintamani, Bangli|Trunyan]] sekarang awalnya adalah ''Dalem'' (pemakaman jenasah yang telah [[ngaben|diaben]] berupa hutan yang penuh dengan [[kijang]]. Desa Trunyan sebelumnya berada di ''belongan'' Cimelandung yang berada di selatan lokasi yang sekarang.<ref name=james/>
Pada suatu hari, seorang petani hendak berburu kijang dengan ditemani anjingnya yang tiba-tiba menggonggong ribut. Saat dilihat, ternyata ada sebuah patung batu sebesar jamur payung (9 cm) yang melekat kuat ke tanah. Petani tersebut menutupi patung itu dengan ''saab'' (penutup sajian upacara) kemudian menceritakannya kepada penduduk desa. Ternyata patung tersebut membesar tiap hari sehingga mereka membangun ''pelinggih gedong'' untuk menaunginya. Namun, atapnya ditembus patung yang terus membesar hingga akhirnya dibangun ''méru'' tingkat sebelas (kini hanya tujuh tingkat karena empat tingkat teratas roboh) yang menjadi [[Pura Pancering Jagat Terunyan|Pura Bali Dèsa Pancering Jagat Bali]]. Patung berhenti tumbuh setelah ukurannya mencapai 4 meter. Penduduk desa kemudian pindah ke lokasi sekitar pura sementara lokasi yang terdahulu diubah fungsinya untuk berladang.<ref name=james/><ref name=BPCBB/>
== Lihat pula ==
* [[Gunung Batur]]
== Referensi ==
{{reflist}}
|