Baradatu, Way Kanan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Reindra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(66 revisi perantara oleh 43 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{wikify}}
 
{{kecamatan
|nama=Baradatu
|dati2=Kabupaten
|kode pos=34761
|nama dati2=Way Kanan
|luas=- km²²
|penduduk=- 39,062
|kelurahan=- Tiuh Balak Pasar
|nama camat=-
Desta Budi Rahayu, S.STP
|kepadatan=- jiwa/km²²
|provinsi=Lampung
|Website=[http://www.tiyuhtelu.com]
}}
'''Baradatu''' adalah sebuah [[kecamatan]] di [[Kabupaten Way Kanan]], [[Lampung]], [[Indonesia]].
 
== Lokasi ==
Baradatu berada di tepi [[Jalan Raya Lintas Sumatra|Jalan Lintas Tengah SumateraSumatra]] yang menghubungkan [[Bandar Lampung]] hingga [[Palembang]]. Kota kecil ini cukup penting terutama karena menjadi semacam 'halte' bagi [[bus jurusanantarkota]] dengan trayek [[Rajabasa, Bandar Lampung|Rajabasa]]-[[Kasui, Way Kanan|Kasui]] yang melintasi rute tidak kurang dari 200  km, melintasi kota-kota utama di [[Lampung|Provinsi Lampung]] seperti [[Kota Bandar Lampung]], [[Natar, Lampung Selatan|Natar]], [[Terbanggi Besar, Lampung Tengah|Bandar Jaya]], dan [[Kotabumi, Lampung Utara|Kotabumi]].
 
==Lokasi Ekonomi ==
Kota kecil ini merupakan kecamatan kedua teramai setelah [[Kota Blambangan Umpu]] di [[Kabupaten Way Kanan]].{{butuh rujukan}} Boleh dibilang, pusat perekonomian kabupaten berada di kecamatan ini. Baradatu memiliki sebuah Pasar Inpres di Desa Tiuh Balak, sebuah Pasar Pagi (termasuk 'terminal kecil', dan Tempat Pemungutan Retribusi (TPR)) di Desa Tiuh Balak Pasar, ibu kota Baradatu (dalam Bahasa Lampung 'tiuh' berarti 'desa', 'balak' berarti 'besar'). Mayoritas penduduk Baradatu adalah petani dan pedagang. Harga sayur dan buah cukup terjangkau di sini. Ini karena Bumi Baradatu yang cukup subur. Sebagian besar petani mengirimkan hasil panennya (terutama pisang) ke kota-kota besar macam Jakarta. Namun hasil bumi yang sangat terkenal dari tempat ini adalah Lada dan Kopi. Kualitas kedua hasil bumi ini tidak diragukan lagi. 2019 kopi menjadi pertumbuhan ekonomi yang sangat di dukung oleh pemerintah Lampung, banyak UKM berkembang pesat menjadi salah satu oleh-oleh khas kopi Way Kanan. Kopi Way kanan mempunyai bermacam kopi di antaranya robusta alami, [[madu]] dan [[wine]].
 
== Pendidikan ==
Baradatu berada di tepi [[Jalan Lintas Tengah Sumatera]] yang menghubungkan [[Lampung]] hingga [[Palembang]]. Kota kecil ini cukup penting terutama karena menjadi semacam 'halte' bagi bus jurusan Rajabasa-Kasui yang melintasi rute tidak kurang dari 200 km, melintasi kota-kota utama di [[Lampung]] seperti [[Bandar Lampung]], [[Natar]], [[Bandar Jaya]], dan [[Kotabumi]].
Selain sebagai pusat perekonomian kabupaten, Baradatu juga dikenal sebagai pusat pendidikan di wilayah Way Kanan. Baradatu memiliki sebuah SMA negeri, empat SMP negeri serta sejumlah sekolah swasta, di antaranya RA, MI, MTs, dan MA milik Yayasan Mathla'ul Anwar, SMP milik [[Muhammadiyah]], SMP dan SMK milik Yayasan Pendidikan 17, SMK dan Kampus STAI Al-Ma'arif, TK-SD-SMP-SMA BHAKTI serta beberapa waktu kemarin berdiri kelas jauh (filial) dari Universitas Bandar Lampung (UBL) dan STKIP Metro.
 
Dalam bidang teknologi, keberadaan fasilitas pendukung sudah mulai berkembang, dengan muli masuknya teknologi Internet di Sekolah-sekolah SMP dan SMU di wilayah ini, salah satunya SMP N 1 Baradatu yang sudah mulai terkoneksi Internet.
 
== Sejarah dan Budaya ==
==Ekonomi==
Sejarah panjang Baradatu di mulai sejak jamanzaman kolonial [[Belanda]], sejak kota ini mulai dihuni penduduk. Pada awalnya Baradatu berstatus Negeri (semacam desa dipada masa lalu) yang berada di bawah kekuasaan Kawedanaan [[Blambangan Umpu]]. Negeri Baradatu membawahi kampung-kampung [[Gunung Labuhan]], [[Tiuh Balak]], [[Gunung Katun]], [[Cugah]], dan Banjarmasin (di tepi [[Way Besay]]; dalam [[Bahasa Lampung]] 'way' berarti 'sungai' dan 'besay' berarti besar).
 
Kota kecil ini merupakan kecamatan paling ramai di [[Kabupaten Way Kanan]]. Boleh dibilang, pusat perekonomian kabupaten berada di kecamatan ini. Baradatu memiliki sebuah Pasar Inpres di Desa Tiuh Balak, sebuah Pasar Pagi (termasuk 'terminal kecil', dan Tempat Pemungutan Retribusi (TPR)) di Desa Tiuh Balak Pasar, ibukota Baradatu (dalam Bahasa Lampung 'tiuh' berarti 'desa', 'balak' berarti 'besar').
 
 
==Pendidikan==
 
Selain sebagai pusat perekonomian kabupaten, Baradatu juga dikenal sebagai pusat pendidikan di wilayah Way Kanan. Baradatu memiliki sebuah SMA negeri, empat SMP negeri serta sejumlah sekolah swasta, di antaranya RA, MI, MTs, dan MA milik Yayasan Mathla'ul Anwar, SMP milik [[Muhammadiyah]], SMK milik Yayasan Pendidikan 17 serta beberapa waktu kemarin berdiri kelas jauh (filial) dari Universitas Bandar Lampung (UBL) dan STKIP Metro.
 
 
==Sejarah dan Budaya==
 
Sejarah panjang Baradatu di mulai sejak jaman kolonial [[Belanda]], sejak kota ini mulai dihuni penduduk. Pada awalnya Baradatu berstatus Negeri (semacam desa di masa lalu) yang berada di bawah kekuasaan Kawedanaan [[Blambangan Umpu]]. Negeri Baradatu membawahi kampung-kampung [[Gunung Labuhan]], [[Tiuh Balak]], [[Gunung Katun]], [[Cugah]], dan Banjarmasin (di tepi [[Way Besay]]; dalam [[Bahasa Lampung]] 'way' berarti 'sungai' dan 'besay' berarti besar).
 
Penduduk Baradatu semakin bertambah dengan datangnya gelombang pendatang, utamanya dari tanah [[Jawa]]. Pendatang yang bermukim di Baradatu ini sebagian besar merupakan transmigran. Terdapat dua pola transmigran yang mulai migrasi sejak tahun 1957-1958 ini.
 
Pola pertama, [[Transmigrasi Umum]] (TU) yang kebanyakan bermukim di kampung-kampung sebelah barat [[Jalan Lintas Tengah SumateraSumatra]] yang baru dibentuk kemudian. Kampung-kampung itu saat ini bernama [[Taman Asri]], [[Campur Asri]], dan [[Mekar Asri]]. Penduduk pendatang ini banyak yang berasal dari [[Yogyakarta]], [[Surabaya]], [[Bojonegoro]], termasuk [[Bandung]] dan [[Sumedang]]. Oleh penduduk pendatang, nama-nama kota asal ini masih digunakan sebagai penanda lokasi tempat tinggal mereka. Secara administratif [[nomenklatur]] yang dipakai adalah nama desa semisal [[Taman Asri]]. Namun, di wilayah Taman Asri terdapat kantong (enclave) penduduk yang berasal dari Surabaya atau Bojonegoro sehingga mereka lebih suka menyebut tinggal di 'Surabaya' atau 'Bojonegoro' ketimbang tinggal di [[Taman Asri]]. [[Daerah kantong]] ini kira-kira seluas Rukun Warga (RW).
 
Pola kedua penduduk pendatang tergabung dalam [[Transmigrasi Veteran]] (Transvet) Tahun 1959 dan 1961. Transmigran pola ini bermukin di wilayah sebelah selatan [[Jalan Lintas Tengah SumateraSumatra]]. Saat ini mereka bermukim di [[Desa Bhakti Negara]], [[Setia Negara]], dan [[Gedung Rejo]]. Transmigran ini kebanyakan berasal dari [[Solo]], [[Yogyakarta]], [[Kedu]], [[Madiun]], dan [[Kediri]]. Seperti halnya penduduk transmigrasi umum, mereka mengidentifikasi sebagai orang [[Solo]] atau [[Madiun]] untuk menyebut 'RW' mereka.
 
Identifikasi ini paralel dengan identifikasi penduduk [[Surakarta]] yang menyebut dirinya sebagai 'Orang Sala/Solo' (Wong Solo). Secara [[administratif]] wilayahnya bernama Surakarta, tetapi lebih dikenal sebagai [[Solo]]. tidak pernah ada misalnya, bus jurusan Surakarta-Jakarta, karena yang ada bus Solo-Jakarta. Untuk menyebut nama wilayah, kadang penduduk Baradatu mengidentifikasinya dari nama perempatan. Semisal [[Desa Gunung Labuhan]] (sekarang [[Kecamatan Gunung Labuhan]]), lebih dikenal penduduk sebagai [[Simpang Tulung Buyut]]. Karena [[Gunung Labuhan]] berada di perempatan [[Jalan Lintas Tengah]] SumateraSumatra dengan jalan yang menuju [[Desa Gunung Labuhan]]).
 
Pembauran antara penduduk lokal dengan [[transmigran]] berjalan tanpa kendala yang berarti. Generasi kedua dan ketiga dari [[transmigran]] bahkan sudah mulai tidak dapat berbahasaber[[bahasa jawaJawa]], termasuk [[Bahasa Jawa Ngoko]]. Ritus-ritus dan tradisi yang masih dilakukan transmigran generasi pertama misalnya, tidak lagi dilakukan generasi selanjutnya. [[Transmigran]] dan penduduk lokal sejatinya telah bersintesa dalam kebudayaan baru, mengadopsi budaya lokal, budaya pendatang, dan 'budaya nasional'.
 
== Penduduk Asli ==
Penduduk bersukubangsabersuku bangsa Lampung banyak mendiami kampung-kampung asli dalam Kenegerian Baradatu di Desa Gunung Labuhan, Desa[[Cugah, Baradatu, Way Kanan|Cugah]], Desa[[Tiuh Balak, Baradatu, Way Kanan|Tiuh Balak]], maupun Desa[[Banjar Masin, Baradatu, Way Kanan|Banjar BanjarmasinMasin]]. Di Provinsi Lampung terdapat dua wilayah kebudayaan: [[Peminggir]] (Saibatin) dan [[Pepadun]]. Masyarakat [[Peminggir]] banyak bermukim di [[Kabupaten Lampung Barat|Lampung Barat]], [[Kabupaten Lampung Selatan|Lampung Selatan]], lampung[[Kabupaten Lampung Timur|Lampung Timur]], hingga [[Menggala, Tulang Bawang|Menggala]]. Tidak heran karena 'peminggir' berarti juga 'pesisir'. Sedang masyarakat kebudayaan [[Pepadun]] banyak tinggal di pedalaman [[Lampung]], seperti [[Lampung Utara]], [[Way Kanan]], dan [[Lampung Tengah]]. Yang menarik di daerah Baradatu, selain penduduk asli, adalah keberadaan komunitas/kelompok suku yang berkelompok mendiami suatu kawasan. Contohnya saja kawasan Gang Galih yang mayoritas penduduknya warga Padang. Warga perantauan ini mendiami pemukiman sepanjang Gang Galih.
 
== Wisata ==
Baradatu tidak banyak memiliki potensi wisata. Satu dasawarsa yang lalu, banyak penduduk yang bertamasya ke [[Air Terjun]]. [[Air Terjun]] ini belum diberi nama, karena memang tidak dikelola dengan baik. Air Terjun ini berada di [[Desa Bhakti Negara]], dekat 'RW' Semarang. Sehingga penduduk sering menyebutnya [[Air Terjun Semarang]]. Adapula yang menyebutnya [[Air Terjun KayuagungKayu Agung]], karena pada tahun 1970-an, di sekitar air terjun ini bermukim sekira 15 kepala keluarga. Mereka menamakan wilayahnya sebagai [[Kampung KayuagungKayu Agung]]. Namun, sejak tahun 1990-an penduduk Kayuagung[[Kayu Agung]] banyak yang pindah ke [[Desa Tiuh Balak Pasar]] di ibukota[[ibu kota]] [[kecamatan]]. Tidak ada penduduk yang tinggal di Kayuagung[[Kayu Agung]] lagi, kecuali kebun lada dan kopi penduduk. Perpindahan ini sesuatu yang umum terjadi. Penduduk Kayuagung[[Kayu Agung]] banyak berasal dari sukubangsa [[Ogan Baturaja]] (Sumatera Selatan). Penduduk [[Ogan]] banyak yang membuka 'hutan', berdiam di sana sembari mengolahnya menjadi ladang [[lada]], atau [[kopi]] hingga menghasilkan. Setelah mulai berbuah, mereka biasanya bermigrasi ke daerah-daerah yang lebih ramai.
 
[[Air Terjun Semarang]] ini memiliki ketinggian hingga 30 meter. Berada di aliran sungai kecil, [[Sungai KayuaagungKayu Agung]] yang mata airnya tidak jelas berasal darimanadari mana. Sejumlah penduduk menyebut mata airnya berasal dari sejumlah mata air kecil di cekungan-cekungan wilayah Baradatu yang berbukit-bukit. Ditambah sisa [[irigasi]] pengairan [[padi]] yang mengaliri cekungan-cekungan itu. Saat ini [[Air Terjun Semarang]] semakin sepi. Debit [[Sungai KayuagungKayu Agung]] juga menyusut drastis. Mungkin karena cekungan-cekungan di hulu Sungai Kayuagung mulai dibuka menjadi lahan pertanian.
==Wisata==
 
Selain [[Air Terjun Semarang]] penduduk Baradatu dahulu banyak yang menghabiskan waktu luang bertamasya di Way Neki yang melintasi Desa Gedung Rejo, dan [[Sungai Way Besai]] yang melintasi [[Desa Gedung Rejo.Suko Sari]]Penduduk banyak menyebutnya sebagai '[[daerah 61'. ]]Disebut demikian karena Gedungdaerah Rejo61 merupakan salah satu tempat pertama-tama transmigrasi veteran (tranvet) di Baradatu yang mulai dilakukan sejak tahun 1961. Di sungai ini penduduk banyak melakukan kegiatan memancing atau mandi berenang. Namun, seperti halnya [[Air Terjun Semarang]], [[Sungai Way Besai]] mulai kehilangan peminatnya. Penduduk Baradatu lebih suka berwisata ke kota, seperti Kotabumi, Metro, Bandarjaya, atau Bandar Lampung.
Baradatu tidak banyak memiliki potensi wisata. Satu dasawarsa yang lalu, banyak penduduk yang bertamasya ke Air Terjun. Air Terjun ini belum diberi nama, karena memang tidak dikelola dengan baik. Air Terjun ini berada di Desa Bhakti Negara, dekat 'RW' Semarang. Sehingga penduduk sering menyebutnya Air Terjun Semarang. Adapula yang menyebutnya Air Terjun Kayuagung, karena pada tahun 1970-an, di sekitar air terjun ini bermukim sekira 15 kepala keluarga. Mereka menamakan wilayahnya sebagai Kampung Kayuagung. Namun, sejak tahun 1990-an penduduk Kayuagung banyak yang pindah ke Desa Tiuh Balak Pasar di ibukota kecamatan. Tidak ada penduduk yang tinggal di Kayuagung lagi, kecuali kebun lada dan kopi penduduk. Perpindahan ini sesuatu yang umum terjadi. Penduduk Kayuagung banyak berasal dari sukubangsa Ogan Baturaja (Sumatera Selatan). Penduduk Ogan banyak yang membuka 'hutan', berdiam di sana sembari mengolahnya menjadi ladang lada, atau kopi hingga menghasilkan. Setelah mulai berbuah, mereka biasanya bermigrasi ke daerah-daerah yang lebih ramai.
 
Air Terjun Semarang ini memiliki ketinggian hingga 30 meter. Berada di aliran sungai kecil, Sungai Kayuaagung yang mata airnya tidak jelas berasal darimana. Sejumlah penduduk menyebut mata airnya berasal dari sejumlah mata air kecil di cekungan-cekungan wilayah Baradatu yang berbukit-bukit. Ditambah sisa irigasi pengairan padi yang mengaliri cekungan-cekungan itu. Saat ini Air Terjun Semarang semakin sepi. Debit Sungai Kayuagung juga menyusut drastis. Mungkin karena cekungan-cekungan di hulu Sungai Kayuagung mulai dibuka menjadi lahan pertanian.
 
Selain Air Terjun Semarang penduduk Baradatu dahulu banyak yang menghabiskan waktu luang bertamasya di Sungai Way Besai yang melintasi Desa Gedung Rejo. Penduduk banyak menyebutnya sebagai 'daerah 61'. Disebut demikian karena Gedung Rejo merupakan salah satu tempat pertama-tama transmigrasi veteran (tranvet) di Baradatu yang mulai dilakukan sejak tahun 1961. Di sungai ini penduduk banyak melakukan kegiatan memancing atau mandi berenang. Namun, seperti halnya Air Terjun Semarang, Sungai Way Besai mulai kehilangan peminatnya. Penduduk Baradatu lebih suka berwisata ke kota, seperti Kotabumi, Metro, Bandarjaya, atau Bandar Lampung.
 
[[jv:{{Baradatu, Way Kanan]]}}
{{Kabupaten Way Kanan}}
 
{{Authority control}}
{{kecamatan-stub}}
 
[[Kategori:Kecamatan di Lampung|{{PAGENAME}}]]
[[Kategori:Kecamatan di Kabupaten Way Kanan|{{PAGENAME}}]]
[[Kategori:{{PAGENAME}}| ]]
 
[[jv:Baradatu, Way Kanan]]