|kecamatan =Kroya
|kode pos =53282
|nama pemimpin =Dwianipak sadam {{fact}}
|luas =...3,6312 km²
|penduduk =...9625 jiwa
|kepadatan =...2865 jiwa/km²
}}
'''Pekuncen''' adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Kroya, Cilacap|Kroya]], [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
== Pranala luar ==
{{RefDagri|2022}}
{{Kroya, Cilacap}}
{{kelurahan-stub}}
Desa Pekuncen terletak di Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap. Desa Pekuncen terbagi atas 6 Grumbul/ Dusun, yaitu Grumbul Gandaria, Kepungla, Putan, Medang, Kemuning, dan Kubangwungu.
'''Sejarah''' '''Desa''' '''Pekuncen'''
Desa Pekuncen mempunyai arti yaitu pepek kunci ning diwancen atau disebut juga desa kunci/ desa yang mengunci Raden Adipati Mangkuprojo. Tadinya disebut dengan Pekunci namun lama kelamaan disebut dengan Desa Pekuncen. Tokoh yang sangat berperan dalam Desa Pekuncen adalah Raden Adipati Mangkuprojo.
Raden Adipati Mangkuprojo berasal dari Keraton Solo. Setelah sepeninggal kakanya sebagai raja di Keraton Solo, Raden Adipati Mangkuprojo berniat ingin menggantikan posisi kakanya yang sudah meninggal di Keraton Solo. Namun berhubung karena anak laki-laki dari kakanya itu sudah besar sehingga anak laki-lakinyalah yang menggantikan posisi di Keraton Solo, sehingga Raden Adipati Mangkuprojo kecewa. Sejak kejadian itu Raden Adipati Mangkuprojo jadi sering ikut menggembala wedus gembel dengan teman-temannya. Namun Raden Adipati Mangkuprojo bermain-main dengan pusaka kerajaan yang dibawanya, dan menaruh pusakanya di leher seseorang hingga meninggal karena begitu saktinya pusaka itu. Sehingga orang tua korban itu tidak terima dan melapor ke Ratu di Keraton Solo, namun Ratu bingung karena Raden Adipati Mangkuprojo merupakan pamannya. Sang Ratu berbicara “Kalau dihukum gantung, Raden Adipati adalah pamannya, tetapi kalau tidak dihukum gantung Raden Adipati sudah bersalah”. Kemudian ratu mendengar tentang alas Sigandaria paling gawat liwat-liwat dan berniat ingin membuang Raden Adipati Mangkuprojo kesana.
Akhirnya Raden Adipati Mangkuprojo dibuang ke Alas Gandaria dengan dibawakan sebuah bedug, sebagai penanda kalau bedug itu tidak berbunyi berarti Raden Adipati Mangkuprojo sudah meninggal. Tetapi bedug itu selalu berbunyi kencang setiap hari jumat yang menandakan Raden Adipati Mangkuprojo masih hidup. Sampai beberapa tahun, bedug itu masih tetap berbunyi terus. Sebenarnya Raden Adipati Mangkuprojo mau dibunuh, tetapi tidak dibunuh melalui manusia melainkan dibunuh melalui mahluk halus (Jin dan Dedemit). Namun semua mahluk halus yang mau membunuh Raden Adipati Mangkuprojo itu tunduk kepada Raden Adipati Mangkuprojo. Karena semua mahluk halus itu tahu kalau Raden Adipati Mangkuprojo itu adalah seorang putraning ratu, sebab sudah tertulis “Nang Senjabaning Daging Nang Sajroning Kulit”. Hingga seekor ular yang sebesar pohon kelapapun tunduk ke Raden Adipati Mangkuprojo, sehingga tempat itu dinamakan Dusun Kepungla karena pada waktu itu Raden Adipati Mangkuprojo dikepung oleh ular besar.
Namun karena di Gandaria kurang ampuh dan semua mahluk halus itu tunduk dan tidak ada yang berani kepada Raden Adipati Mangkuprojo, sehingga Gandaria disetrakan dan Raden Adipati Mangkuprojo dipindah ke Pesetran untuk menyetrakan Raden Adipati. Namun di Pesetranpun tidak ada yang berani mengganggu Raden Adipati Mangkuprojo, karena beliau adalah putraning ratu/ titeling ratu.
Kemudian ada kabar bahwa Keraton Solo akan melurug, dan Ratu menyuruh kepada seorang patih untuk datang ke Desa Gandaria, untuk membawa pulang Paman Raden Adipati Mangkuprojo. Namun karena patih itu seorang yang tuli, sehingga patih salah menangkap tugas yang diberikan oleh Sang Ratu. Sesampainya di Gandaria, patih berencana akan membunuh Raden Adipati Mangkuprojo. Namun Raden Adipati Mangkuprojo sudah di Pesetran, sehingga patih menyusul ke Pestran. Setelah bertemu dengan Raden Adipati Mangkuprojo, patih bilang kalau diutus oleh Kanjeng Ratu untuk membawa pulang Raden Adipati Mangkuprojo. Akhirnya mereka pun bergegas untuk pulang ke Keraton Solo, namun ditengah perjalanan pulang, patih langsung memukuli dan membacok dengan Gaman/ Sabit/ Benda Tajam.
Selama satu minggu Raden Adipati Mangkuprojo dipukuli dan dibacok dengan Gaman, namun Raden Adipati Mangkuprojo tidak mempan dipukuli dengan Gaman. Tetapi Raden Adipati Mangkuprojo tahu kalau dia pantas mati karena dia telah berbuat salah, seehingga Raden Adipati Mangkuprojo memberitahu kepada patih tentang kelemahannya. Raden Adipati Mangkuprojo bilang kepada patih, “ kalau dibunuh dengan gaman dan benda tajam lainnya, itu tidak akan mempan”. Kemudian patih disuruh mencari lawewenang/ seutas benang untuk mengikat Raden Adipati Mangkuprojo. Setelah diikat dengan benang, Raden Adipati Mangkuprojo akhirnya meninggal. Namun sayangnya tidak cuma Raden Adipati Mangkuprojo saja yang dibunuh, melainkan seluruh keluarganya dibunuh oleh patih. Sehingga terjadi banjir darah pembantaian Raden Adipati Mangkuprojo dan keluarganya di petilasan. Raden Adipati Mangkuprojo dibunuh pada hari Selasa Kliwon dan dikubur dihari Senin Manis.
Setelah kematian Raden Adipati Mangkuprojo, selama beberapa hari sebelum dikubur jasad dari Raden Adipati Mangkuprojo dirawat rutin oleh penduduk Desa Pekuncen, sambil menunggu ada utusan yang datang dari Kasultanan Solo untuk melihat keadaan jasad Raden Adipati Mangkuprojo. Selang beberapa hari, Kanjeng Ratu Kasultanan Solo akhirnya datang ke Desa Pekuncen untuk melihat keadaan Raden Adipati Mangkuprojo. Setelah beliau melihat keadaan Raden Adipati Mangkuprojo, Ratu sangat berterima kasih kepada seluruh
penduduk Desa Pekuncen karena sudah merawat dengan baik jasad Raden Adipati Mangkuprojo. Kemudian Ratu meminta kepada salah satu kesepuhan/ perwakilan dari penduduk Gandaria agar ikut ke Keraton Solo.
Dan akhirnya salah seorang perwakilan dari penduduk Gandaria ikut ke Keraton Solo, yaitu Malangwitana. Disana dia diberi kekancingan dan sebuah surat oleh Kanjeng Ratu untuk menjadi seorang kunci di Desa Pekuncen yang bertugas mengunci Raden Adipati Mangkuprojo, yang akan menguasai Desa Pekuncen dan diberi wewenang sebagai Ratu Sakyubing Banyu. Ditengah perjalanan pulang, dia bertemu dengan seorang yang sakti, yang berasal dari Yogyakarta. Karena Malangwitana tidak bisa membaca isi surat yang diberi oleh Kanjeng Ratu, maka surat itu dibacakan oleh orang sakti dan pintar itu, dan surat itu berbunyi, “ Sing sinten mawon mbeta surat niki, niku kanggo liru Raden Adipati kenang pidono sekang Solo ”.
Setelah tahu isi surat itu yang sebenarnya, Malangwitana langsung melempar surat itu dan lari pulang karena ketakutan. Namun surat itu kemudian diambil oleh orang yang sakti dan pintar itu, kemudian dia mendatangi Desa Pekuncen dan memberitahukan kalau Dia adalah utusan dari Kanjeng Ratu Solo yang akan menguasai Desa Pekuncen sebagai kuncen yang mengunci Raden Adipati Mangkuprojo. Sehingga semua penduduk Desa Pekuncen percaya dan langsung tunduk kepadanya.
Setelah 4 bulan, kemudian Kanjeng Ratu datang ke Desa Pekuncen untuk melihat apakah amanatnya telah dijalankan dengan baik. Namun setelah tiba di Desa Pekuncen, Kanjeng Ratu kaget dan heran, mengapa bukan orang yang dia suruh dahulu yang menjadi kuncen di Desa Pekuncen, melainkan orang lain yang menjadi kuncen di desa ini. Kanjeng Ratu tetap kukuh pada pendiriannya, bahwa yang menjadi kuncen tersebut adalah bukan orang yang dia suruh dahulu, namun Kanjeng Ratu kalah bukti dari orang tersebut. Sehingga semua penduduk tidak percaya pada Kanjeng Ratu.
Kemudian Kanjeng Ratu memberikan suatu pitutur kepada penduduk Desa Pekuncen, bahwa di masa yang akan datang, yang kelak akan memimpin Desa Pekuncen itu bukan orang asli dari Desa Pekuncen itu sendiri, melainkan orang dari daerah lain. Dan hal itu akhirnya terbukti dengan yang memimpin Desa Pekuncen adalah bukan orang asli dari Desa Pekuncen.
Terbukti dari beberapa Demang dan yang kemudian diganti dengan Lurah, yang memimpin Desa Pekuncen yaitu :
1. Demang yang berasal dari Yogyakarta,
2. Demang Kartawangsa, yang berasal dari Karangmangu
3. Demang Sumadijaya, berasal dari Banyumas
4. Demang Sastro Aminjoyo, berasal dari Banyumas
5. Demang Puspo Yadi Dongkrak, berasal dari Yogyakarta
6. Lurah Sandiarja, berasal dari Kebumen
7. Lurah Radun, berasal dari Karangmangu
8. Lurah Salam, berasal dari Karang Salam, Maos
9. Lurah Yudo, berasal dari Karangmangu,
10. Lurah Dwi Ani, berasal dari Purbalingga (Lurah yang masih menjabat sampai sekarang).
Sampai sekarang penduduk Desa Pekuncen masih mempercayai hal tersebut. Selain itu penduduk Desa Pekuncen juga masih merawat dengan baik petilasan/ makam Raden Adipati Mangkuprojo. Di Desa Pekuncen mayoritas penduduknya masih menganut kepercayaan Kejawen/ HPK, mereka juga masih menjalankan suatu tradisi rutin tiap tahun atau juga yang disebut dengan Perlon, yang dilaksanakan di Petilasan Raden Adipati Mangkuprojo/ sering disebut juga Petilasan Jero Tengah.
|