Tari Guel: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k ejaan, replaced: sekedar → sekadar |
Menyunting gaya bahasa |
||
(8 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Guel dance.jpg|270px|
'''Tari guel''' adalah salah satu khasanah [[budaya]] [[Gayo]] di [[Aceh]]. Guel berarti membunyikan. Khususnya di daerah dataran tinggi gayo, tarian ini memiliki kisah panjang dan unik. Para peneliti dan [[koreografer]] tari mengatakan tarian ini bukan hanya sekadar tari. Dia merupakan gabungan dari seni [[sastra]], seni [[musik]] dan seni [[tari]] itu sendiri.
Dalam perkembangannya, tari guel timbul tenggelam, namun Guel menjadi tari tradisi terutama dalam upacara [[adat]] tertentu. Guel sepenuhnya apresiasi terhadap wujud alam, lingkkungan kemudian dirangkai begitu rupa melalui gerak simbolis dan hentakan irama. Tari ini adalah media informatif. Kekompakan dalam padu padan antara seni satra, musik/suara, gerak memungkinkan untuk dikembangkan (kolaborasi) sesuai dengan semangat zaman, dan perubahan pola pikir masyarakat setempat.
Guel tentu punya filosofi berdasarkan sejarah kelahirannya. Maka rentang 90-an tarian ini menjadi objek penelitian sejumlah surveyor dalam dan luar negeri.
== Mimpi Sengeda ==
Berdasarkan [[cerita rakyat]] yang berkembang di tanah Gayo. tari guel berawal dari mimpi seorang pemuda bernama Sengeda anak Raja Linge ke XIII. Sengeda bermimpi bertemu saudara kandungnya Bener Meria yang konon telah meninggal dunia karena pengkhianatan. Mimpi itu menggambarkan Bener Meria memberi petunjuk kepada Sengeda (adiknya), tentang kiat mendapatkan Gajah putih sekaligus cara meenggiring [[Gajah]] tersebut untuk dibawa dan
Berbilang tahun kemudian, tersebutlah kisah tentang Cik Serule, perdana menteri Raja Linge ke XIV berangkat ke Ibu Kota Aceh Darussalam (sekarang kota Banda Aceh). Memenuhi hajatan sidang tahunan Kesutanan Kerajaan. Nah, Sengeda yang dikenal dekat dengan Serule ikut dibawa serta. Pada saat-saat sidang sedang berlangsung, Sengeda rupanya bermain-main di Balai Gading sambil menikmati keagungan Istana Sultan.
Baris 14 ⟶ 12:
Pada waktu itulah ia teringat akan mimpinya waktu silam, lalu sesuai petunjuk saudara kandungnya Bener Meria ia lukiskanlah seekor gajah berwarna putih pada sehelai daun Neniyun (Pelepah rebung bambu), setelah usai, [[lukisan]] itu dihadapkan pada cahaya [[matahari]]. Tak disangka, pantulan cahaya yang begitu indah itu mengundang kekaguman sang Puteri Raja Sultan. Dari lukisan itu, sang Putri menjadi penasaran dan berhasrat ingin memiliki Gajah Putih dalam wujud asli.
Permintaan itu dikatakan pada Sengeda. Sengeda menyanggupi menangkap Gajah Putih yang ada dirimba raya Gayo untuk dihadapkan pada tuan puteri dengan syarat Sultan memberi perintah kepada Cik Serule. Kemudian dalam prosesi pencarian itulah benih-benih dan paduan tari guel berasal: Untuk menjinakkan sang Gajah Putih, diadakanlah kenduri dengan
Setelah itu, sang Gajah yang bertubuh putih
Lagi-lagi Sengeda teringat akan mimpi waktu silam tentang beberapa petunjuk yang harus dilakukan. Sengeda kemudian memerintahkan rombongan untuk kembali menari dengan niat tulus dan ikhlas sampai menggerakkan tangan seperti gerakan belalai gajah: indah dan santun. Disertai dengan gerakan salam sembahan kepada Gajah ternyata mampu meluluhkan hati sang Gajah. Gajah pun dapat dijinakkan sambil diiringi rombongan.
Baris 23 ⟶ 21:
Begitulah sejarah dari cerita rakyat di Gayo, walaupun kebenaran secara ilmiah tidak bisa dibuktikan, namun kemudian Tari guel dalam perkembangannya tetap mereka ulang cerita unik Sengeda, Gajah Putih dan sang Putri Sultan. Inilah yang kemudian dikenal temali sejarah yang menghubungkan kerajaan Linge dengan Kerajaan Aceh Darussalam begitu dekat dan bersahaja.
Begitu juga dalam pertunjukan atraksi Tari guel, yang sering kita temui pada saat upacara perkawinan, khususnya di Tanah Gayo, tetap mengambil spirit pertalian sejarah dengan bahasa dan tari yang indah: dalam Tari guel.
== Penari ==
Di tanah Gayo, dahulunya dikenal begitu banyak penari Guel. Seperti Syeh Ishak di Kampung Kutelintang-Pegasing, Aman Rabu di kampung Jurumudi-Bebesan, Ceh Regom di Toweren. Penari lain yang kurun waktun [[1992]] sampai [[1993]] yang waktu itu masih hidup adalah Aman Jaya-Kampung Kutelintang, Umer-Bebesen, Syeh Midin-Silih Nara Angkup, Safie-Gelu Gele Lungi-Pegasing, Item Majid-Bebesen. Mereka waktu itu rata-rata sudah berusia 60-an. Saat ini
Walaupun ada penari yang lahir karena bakat sendiri, bukan langsung diajarkan secara teori dan praktik oleh para penari pakar seperti disebutkan, keterampilan menari mereka tak sepiawai para pendahulunya. Begitu juga pengiring
Tari guel dibagi dalam empat babakan baku. Terdiri dari babak Mu natap, Babak II Dep, Babak III Ketibung, Babak IV Cincang Nangka. Ragam Gerak atau gerak dasar adalah Salam Semah (Munatap ), Kepur Nunguk, Sining Lintah, Semer Kaleng (Sengker Kalang), Dah-Papan.
Baris 34 ⟶ 32:
Sementara jumlah para penari dalam perkembangannya terdiri dari kelompok pria dan wanita berkisar antara 8-10 ( Wanita ), 2-4 ( Pria ). Penari Pria dalam setiap penampilan selalu tampil sebagai simbol dan primadona, melambangkan aman manyak atau lintoe Baroe dan Guru Didong. Jumlah penabuh biasanya minimal 4 orang yang menabuh canang, gong, gegedem, dan memong.
Tari guel
Seolah-olah
Dewasa ini tari guel seperti kehilangan Induknya. Masyarakat sudah mulai berkurang minatnya pada tari dan musik tradisional, digantikan musik modern yang semakin menggejala. Perhatian dan pembinaan dari Pemerintah sangat diperlukan untuk kelangsungan tarian unik ini.
== Referensi ==
Baris 47:
{{DEFAULTSORT:Guel}}
{{Indo-tari-stub}}▼
[[Kategori:Tarian dari Aceh]]
[[Kategori:Tari di Indonesia]]
▲{{Indo-tari-stub}}
|