Arsitektur dan peninggalan sejarah di Surakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: diantara → di antara, obyek → objek (6)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(24 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{rapikan}}
[[Berkas:Portal Karaton Surakarta.jpg|thumbjmpl|300px|Keraton Surakarta]]
Sebagai kota yang sudah berusia hampir 250 tahun, '''[[Surakarta]]''' memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Selain bangunan tua yang terpencar dan berserakan di berbagai lokasi, ada juga yang terkumpul di sekianberbagai lokasi sehingga membentuk beberapa kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnyasosial masing-masingyang beragam.
 
Kraton Kasunanan Surakarta tentu saja adalah bangunan paling pokok dalam konsep penataan ruang Solo. Perencanaan kraton ini mirip dengan konsep yang digunakan dalam pembangunan Kraton [[Kesultanan Yogyakarta]].
 
Solo merupakan salah satu kota pertama di Indonesia yang dibangun dengan konsep tata kota modern. Kraton yang dibangun berdekatan dengan [[Bengawan Solo]] selalu terancam banjir. Karena itu dibangunlah [[tanggul]] yang hingga kini masih dapat dilihat membentang dari selatan wilayah Jurug hingga kawasan Solo Baru.
 
[[Boulevard]] yang memanjang lurus dari arah barat laut menuju ke depan alun-alun istana (sekarang Jalan Slamet Riyadi) dirancang untuk mengarahkan pandangan ke arah [[Gunung Merbabu]].
 
Terdapat pula pengelompokan pemukiman untuk warga pendatang. Kawasan Pasar Gede ([[Pasar Gede Harjonagoro|Pasar Gedhe Hardjonagoro]]) dan Pasar Balong merupakan tempat perkampungan orang [[Tionghoa]], sementara kawasan pemukiman orang Arab (kebanyakan dari [[Hadramaut]]) terletak di kawasan Pasar Kliwon.
 
Pedagang batik Jawa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 banyak mendirikan usaha dan tempat tinggal di kawasan Laweyan (sekarang mencakup Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Tegalrejo, Sondakan, Batikan, dan Jongke). Di kawasan ini juga didirikan pertama kali organisasi bercorak Islam-nasional yang pertama di Indonesia oleh Haji [[Samanhudi]], [[Serikat Dagang Islam|Syarikat Dagang Islam]] pada tanggal [[16 Oktober]] [[1905]].<ref>[http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1105/02/takbir06.htm+Syarikat+Dagang+Islam&hl=de&ct=clnk&cd=6&gl=de&client=firefox-a Pikiran Rakyat Cyber Media 2 November 2005, diakses 3 Juni 2007]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Bekas kejayaan para pedagang batik pribumi ''tempo doeloe'' ini bisa dilihat dari sejumlah rumah mewah di Jalan Dr. Rajiman. Di kawasan ini, mereka memang menunjukkan kejayaannya dengan berlomba membangun rumah besar yang mewah dengan arsitektur cantik namun terlindungi oleh pagar-pagar yang tinggi dengan gerbang ("regol") yang besar.
 
Di dalam kompleks kraton terdapat perkampungan Kauman yang dulunya merupakan kompleks tempat tinggal para kaum ulama kerajaan dan kerabatnya. Kompleks ini terletak di belakang (barat) Masjid Agung keraton. Beberapa nama kampung di kawasan ini masih menunjukkan jejak tersebut, seperti Pengulon (dari kata "penghulu"), Trayeman, Sememen, Kinongan, Modinan, serta Gontoran. Perkampungan ini dipenuhi beragam arsitektur rumah gedung dengan ornamen hiasan dan model rumah gaya campuran Eropa-Jawa-Tiongkok. Awalnya, Kampung Kauman yang berada di sisi barat depan Keraton Kasunanan ini diperuntukkan bagi tempat tinggal (kaum) ulama kerajaan dan kerabatnya.
Baris 17:
Kawasan Solo utara, yang ditata oleh pihak [[Mangkunagaran]], juga memiliki jejak arsitektur yang banyak mendapat sentuhan Eropa. Bagian utara kota Solo dilewati oleh Kali Pepe, yang seperti Bengawan Solo juga berkali-kali menimbulkan bencana banjir. Pembangunan tanggul kali dan pintu air, saluran drainasi, MCK (mandi-cuci-kakus, yang pertama kali diterapkan), serta penempatan kantor kelurahan yang selalu berada pada perempatan jalan, merupakan beberapa jejak yang masih dapat dilihat sekarang, yang pembangunannya dilakukan pada masa pemerintahan [[Mangkunagara IV]].
 
 
== Pemerintahan ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Kantoor van de Landraad in Soerakarta. TMnr 60002348.jpg|jmpl|Kantor ''[[Landraad]]'' pada tahun 1900]]
 
== Militer ==
Baris 22 ⟶ 25:
=== Benteng Vastenburg ===
 
Di kota Surakarta terdapat pula bekas peninggalan kolonial Belanda yaitu [[Benteng Vastenburg]] yang dulu digunakan sebagai pusat pengawasan kolonial Belanda untuk mengawasi gerak-gerik [[Keraton Kasunanan]], namun sekarang keadaannya tidak terurus, di pusat kota Surakarta di dekat (sejalan dengan) [[Balaikota Surakarta]]. Dulu bangunan ini bernama "Grootmoedigheid" dan didirikan oleh [[Gubernur Jenderal]] [[Baron van Imhoff]] pada tahun [[1745]]. Benteng ini dahulu merupakan benteng pertahanan yang berkaitan dengan rumah Gubernur Belanda. Benteng dikelilingi oleh kompleks bangunan lain yang berfungsi sebagai bangunan rumah tinggal perwira dan asrama perwira. Bangunan benteng ini dikelilingi oleh tembok batu bata setinggi enam meter dengan konstruksi ''bearing wall'' serta parit dengan jembatan angkat sebagai penghubung. Setelah kemerdekaan pernah berfungsi sebagai kawasan militer dan asrama bagi [[Brigade Infanteri 6/Trisakti Baladaya]] / [[Kostrad]]. Bangunan di dalam benteng dipetak-petak untuk rumah tinggal para prajurit dengan keluarganya.<ref>{{Cite web |url=http://www.solonet.co.id/sololama/vastenburg.htm |title=Salinan arsip |access-date=2009-04-20 |archive-date=2008-12-16 |archive-url=https://web.archive.org/web/20081216031539/http://www.solonet.co.id/sololama/vastenburg.htm |dead-url=yes }}</ref>
 
=== Gedung Brigade Infanteri ===
Baris 30 ⟶ 33:
=== Kantor Kodim ===
 
Dulunya terletak di Jalan Slamet Riyadi Surakarta, bangunan ini berkaitan erat dengan [[Loji Gandrung]] sebagai rumah komandan pasukan Belanda dan Benteng Vastenburg sebagai pusat pertahanan tentara Belanda di wilayah Surakarta. Sejak beberapa tahun terakhir, kantor Kodim yang baru berada di Jalan Ahmad Yani, sementara kantor yang lama dikembalikan ke pemilik. Setiawan Jodi pernah memiliki kantor kodim ini.
Sekitar tahun 2004, gedung ini diambil alih kepemilikannya oleh Bp. Nur Harjanto Doyoatmojo, dan direstorasi dikembalikan ke bentuk dan desain aslinya, dan saat ini menjadi kediaman pribadi diberi nama Ndalem Doyoatmojo
 
== Tempat Umum ==
=== BalaikotaBalai Kota Surakarta ===
{{sect-stub}}
[[Berkas:Balaikota Solo by Bennylin 01.jpg|thumbjmpl|Balaikota Surakarta]]
 
=== Pasar Gedhe Hardjonagoro ===
{{artikel|Pasar Gede Harjonagoro}}
 
[[Berkas:Pasar Gede Harjonagoro.jpg|thumbjmpl|300px|Pasar Gede Hardjonagoro]]
 
Pada zaman kolonial Belanda, Pasar Gedhe merupakan sebuah pasar "kecil" yang didirikan di area seluas 10.421 meter persegi, berlokasi di persimpangan jalan dari kantor gubernur yang sekarang digunakan sebagai BalaikotaBalai Kota Surakarta. Bangunan ini di desain oleh arsitek Belanda bernama Ir. [[Thomas Karsten]] yang selesai pembangunannya pada tahun [[1930]] dan diberi nama Pasar Gede Hardjanagara. Diberi nama Pasar Gedhe karena terdiri dari atap yang besar (''Gedhe'' artinya besar dalam [[bahasa Jawa]]). Seiring perkembangan waktu, pasar ini menjadi pasar terbesar dan termegah di Surakarta.
 
Awalnya pemungutan pajak (retribusi) dilakukan oleh [[abdi dalem]] Kraton Surakarta. Mereka mengenakan pakaian tradisional Jawa berupa jubah dari kain (lebar dan panjang dari bahan [[batik]] dipakai dari pinggang ke bawah), [[beskap]] (semacam kemeja), dan [[blangkon]] (topi tradisional). Pungutan pajak kemudian akan diberikan ke Keraton Kasunanan.
Baris 49 ⟶ 52:
Pasar Gedhe terdiri dari dua bangunan yang terpisah, masing masing terdiri dari dua lantai. Pintu gerbang di bangunan utama terlihat seperti atap singgasana yang bertuliskan 'PASAR GEDHE''.
 
Arsitektur Pasar Gedhe merupakan perpaduan antara gaya Belanda dan gaya tradisional. Pada tahun [[1947]], Pasar Gedhe mengalami kerusakan karena serangan Belanda. Pemerintah Indonesia kemudian merenovasi kembali pada tahun [[1949]]. Perbaikan atap selesai pada tahun [[1981]]. Pemerintah Indonesia mengganti atap yang lama dengan atap dari kayu. Bangunan kedua dari pasar gedhe, digunakan untuk kantor [[DPU]] yang sekarang digunakan sebagai pasar buah.<ref>{{Cite web |url=http://www.solonet.co.id/sololama/pasargede.htm |title=Salinan arsip |access-date=2009-04-20 |archive-date=2009-03-18 |archive-url=https://web.archive.org/web/20090318175742/http://www.solonet.co.id/sololama/pasargede.htm |dead-url=yes }}</ref>
 
=== Pasar Klewer ===
Baris 55 ⟶ 58:
{{sect-stub}}
 
[[Berkas:Pasar Klewer.jpg|framebingkai|Gapura Kraton dan Pasar Klewer (tampak belakang)]]
 
Pasar Klewer merupakan salah satu pasar batik terbesar di Indonesia. Pasar ini terletak di dekat [[Keraton Kasunanan]] dan di seberang [[Masjid Agung Surakarta]]
Baris 73 ⟶ 76:
Kampus SPK hanya bertahan 5 tahun karena Februari [[1982]] [[Departemen Kesehatan Republik Indonesia|Depkes]] Pusat memerintahkan untuk mengosongkan RS. Kadipolo untuk dipindah ke kawasan Mojosongo.
 
Sejak tahun [[1985]] bangunan tersebut menjadi milik klub sepak bola [[Arseto]] sebagi tempat tingal dan ''mess'' bagi para pemain Arseto Solo. Namun kini sebagian besar bangunan dibiarkan kosong tak terawat.<ref>{{Cite web |url=http://www.solonet.co.id/sololama/rs_kadipolo.htm |title=Salinan arsip |access-date=2009-04-20 |archive-date=2008-12-16 |archive-url=https://web.archive.org/web/20081216031113/http://www.solonet.co.id/sololama/rs_kadipolo.htm |dead-url=yes }}</ref>
 
=== Gedung Pengadilan Tinggi Agama ===
 
BANGUNAN INI LEBIH TERKENAL DENGAN SEBUTAN BANGUNAN GEDUNG PENGADILAN TINGGI AGAMA. Merupakan bangunan peninggalan masa kolonial.<ref>Hannif Faizah, 2013, Skripsi : Studi gaya kolonial pada interior MAN 2 Surakarta, ISI Surakarta</ref>
 
Gedung pengadilan tinggi agama merupakan salah satu bangunan bersejarah yang sering beralih fungsi.
tahun pendirian GPTA ini belum diketahui secara pasti, hal ini dikarenakan hilangnya monumen pendirian bangunan.
fungsi pertama kali digunakan sebagai rumah tinggal oleh '''NOGTJIK''', seorang peranakan tionghoa. tujuan pendirian bangunan untuk memperoleh kesetaraan pengakuan. setelah itu bangunan dibeli oleh saudagar kalimantan selatan, seorang saudagar yang sukses dengan jual beli emas.
 
 
bangunan ini kemudian beralih fungsi menjadi SEKOLAH -
1. '''Mambaul ulum''' tahun 1931 pada masa pemerintahan PAKU BUWONO X (1893-1939).
setelah surakarta berada dibawah pemerintahan RI tahun 1952, bangunan berubah nama menjadi 2. '''SEKOLAH GURU AGAMA'''
oleh kementrian agama RI berubah menjadi 3. '''PENDIDIKAN GURU AGAMA ATAS DAN PERTAMA'''.
 
bangunan ini berubah fungsi lagi menjadi KANTOR
1. '''Mahkamah Islam Tinggi''' pada tahun 1970 dan
2. '''Pengadilan Tinggi Agama''' pada tahun 1973
 
Baris 99 ⟶ 102:
=== Kantor Pertani ===
 
Berdiri tahun 1908 sebagai bangunan rumah tinggal seorang bangsawan [[Tionghoa]] yang dekat dengan kerabat Keraton. Pernah digunakan sebagai tempat usaha batik oleh pedagang [[Lawiyan, Lawiyan, Surakarta|Lawiyan]]. Tahun [[1978]] dialihfungsikan sebagai kantor PT. Pertani yang melayani bidang administrasi perkantoran. Mempunyai banyak kesamaan detail arsitektur dengan Gedung Veteran, Loji Gandrung dan Bekas Kantor DPU.
 
=== Bank Indonesia ===
[[Berkas:Bank Indonesia Solo by Bennylin 03.jpg|thumbjmpl|Bank Indonesia Solo]]
Dulu bernama [[Bank Indonesia|Javasche Bank]]. Merupakan kantor cabang karya arsitek Hulswit, Fermont dan Ed. Cuipers dengan standart gaya neoklasik. Sekelompok pemuda pernah menggunakan gedung ini untuk menculik PM [[Sutan Syahrir|Syahrir]] pada masa revolusi.
 
Baris 109 ⟶ 112:
 
{{utama|Masjid Agung Kraton Surakarta}}
[[Masjid Agung Kraton Surakarta]] (nama resmi bahasa Jawa: '' Kagungan nDalem Masjid Ageng Karaton Surakarta Hadiningrat'') pada masa prakemerdekaan merupakan Masjid Agung Kerajaan (Surakarta Hadiningrat). Semua pegawai mesjidmasjid tersebut merupakan abdi dalem keraton, dengan gelar seperti Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (penghulu) dan Lurah Muadzin.
 
Masjid Agung dibangun oleh Sunan [[Pakubuwono III]] tahun [[1763]] dan selesai pada tahun [[1768]].
Menempati lahan seluas 19.180 meter persegi, kawasan masjid dipisahkan dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling setinggi 3,25 meter.
 
Baris 120 ⟶ 123:
Pendirian Masjid Mangkunagaran diprakarsai oleh [[Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya]] [[Mangkunagara I]] di [[Praja Mangkunagaran|Kadipaten Mangkunagaran]] sebagai masjid [[Lambang Panotogomo]].
 
Sebelumnya terletak di wilayah [[Kauman, Pasar Kliwon, Surakarta|Kauman, Pasar Legi]], namun pada masa Adipati [[Mangkunagara II]] dipindah ke wilayah [[Banjarsari]] dengan pertimbangan letak masjid yang strategis dan dekat kepada [[Pura Mangkunagaran]].
 
Pengelolaan masjid dilakukan oleh para abdi dalem Pura Mangkunagaran, sehingga status masjid merupakan Masjid Pura Mangkunagaran.
Baris 133 ⟶ 136:
* Ruang Salat Utama: merupakan ruang dalam dengan 4 soko guru dan 12 penyangga pembantu yang berhias huruf kaligrafi Alquran.
* Pawasteren: merupakan bangunan tambahan yang dipergunakan untuk tempat salat khusus wanita.
* Menara: dibangun tahun [[1926]] pada masa Mangkunagara VII. Digunakan untuk menyuarakan [[adzanazan]], pada saat itu dibutuhkan 3-4 orang [[muadzin]] untuk adzanazan bersama-sama dalam menara ke 4 arah yang berbeda.
 
Saat ini Masjid Mangkunagaran bernama ''Al-Wustho'', diberi nama demikian pada tahun [[1949]] oleh Bopo Penghulu Pura Mangkunagaran Raden Tumenggung K.H. Imam Rosidi. Masjid Mangkunagaran merupakan masjid yang cukup unik karena di sini dapat dilihat hiasan kaligrafi Alquran di berbagai tempat, seperti pada pintu gerbang, pada markis/kuncungan, soko dan Maligin.
Baris 195 ⟶ 198:
Demikian hingga kawasan ini bernama Poerwadiningratan. (Menurut aturan Jawa, Dalem diberi nama sesuai dengan pemilik terakhir bangunan). Sampai sekarang Dalem Poerwodiningratan dimiliki oleh segenap keluarga keturunan Poerwadiningrat.
 
Rumah Jawa merupakan pencerminan diri pemilik-nya oleh karena itu seringkalisering kali pamor rumah Jawa akan berangsur-angsur turun atau hilang setelah pemiliknya meninggal dunia.
 
Kanjeng Raden Mas Tumenggung Haryo Poerwodiningrat adalah seorang [[Bupati]] [[Keraton Kasunanan Surakarta]] yang pernah menjabat sebagai penguasa [[Taman Sriwedari|Sriwedari]]. Seorang dengan wibawa besar yang tercermin dari dalem yang dimilikinya.
Baris 227 ⟶ 230:
== Taman ==
{{sect-stub}}
=== Taman Balekambang ===
=== Taman Sriwedari ===
 
== Benda Cagar Budaya ==
Berdasarkan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 646 Tahun 1997 Tentang Penetapan Bangunan-Bangunan dan Kawasan Kuno Bersejarah di Kotamadya Surakarta yang Dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Bagar Budaya, maka terdapat 70 objek di Solo yang masuk kategori [[cagar budaya]]:<ref>{{Cite web |url=http://dtrk.surakarta.go.id/content/inventarisasi-kawasan-dan-bangunan-cagar-budaya |title=Salinan arsip |access-date=2014-01-25 |archive-date=2014-02-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140204022352/http://dtrk.surakarta.go.id/content/inventarisasi-kawasan-dan-bangunan-cagar-budaya |dead-url=yes }}</ref><ref>Agustianda, Putu Ayu P.; ''Public Policy on Urban Heritage Conservation. Case Study: The City of Solo, Indonesia''; paper for International Seminar on Urban Heritage Management, Cambodia, 11-21 January 2009</ref><ref>{{Cite web |url=http://surakartakota.bps.go.id/Subyek%20Statistik/2010/12.Hotel%20&%26%20Pariwisata/Ska%20Dalam%20Angka_2010_247-252.pdf |title=Salinan arsip |access-date=2021-02-02 |archive-date=2014-02-18 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140218211428/http://surakartakota.bps.go.id/Subyek%20Statistik/2010/12.Hotel%20%26%20Pariwisata/Ska%20Dalam%20Angka_2010_247-252.pdf |dead-url=yes }}</ref><ref>{{Cite web |url=http://solografi.com/1268/masih-banyak-cagar-budaya-di-solo-bernasib-malang/ |title=Salinan arsip |access-date=2014-01-25 |archive-date=2014-02-02 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140202174145/http://solografi.com/1268/masih-banyak-cagar-budaya-di-solo-bernasib-malang/ |dead-url=yes }}</ref>:
* Kelompok kawasan sebanyak 4 objek: [[Keraton Kasunanan]], [[Keraton Mangkunegaran]], [[Kampung Baluwarti]], [[Kampung Laweyan]]
* Kelompok bangunan rumah tradisional sebanyak 8 objek: [[Dalem Brotodiningratan]], [[Dalem Purwodiningratan]], [[Dalem Sasono Mulyo]], [[Dalem Suryohamijayan]], [[Dalem Wuryaningratan]], [[Dalem Mloyosuman]], [[Dalem Ngabean]], [[Dalem Kadipaten]]
* Kelompok bangunan umum kolonial sebanyak 19 objek: [[Pasar Gede]], [[Bank Indonesia (Surakarta)]], [[Kantor Pertani]], [[Pengadilan Tinggi Agama Surakarta]], [[Gedung Veteran Surakarta]], [[Gedung Banda Lumaksa]], [[Gedung UPD Perparkiran]], [[Sekolah Pamardi Putri]], [[Bruderan Purbayan]], [[Museum Radya Pustaka]], [[Stasiun Balapan]], [[Stasiun Purwosari]], [[Stasiun Jebres]], [[Benteng Vastenburg]], [[Kantor Kodim Surakarta]], [[Kantor Brigif VI]], [[Loji Gandrung]], [[Wisma Batari]], [[Rumah Sakit Kadipolo]]
* Kelompok bangunan peribadatan sebanyak 7 objek: [[Masjid Agung Surakarta]], [[Masjid Al Wustho]], [[Langgar Laweyan]], [[Langgar Merdeka]], [[Gereja St. Antonius Purbayan]], [[Vihara Avalokiteswara]], [[Vihara Po An Kiong]]
* Kelompok gapura, tugu, monumen dan perabot jalan sebanyak 24 objek: [[Gapura Batas Kota Surakarta]] (Kleco, Jurug, Grogol), [[Gapura Keraton Surakarta]] (Klewer, Gladang, Batangan, Gading), [[Tugu Lilin]], [[Tugu Cembengan]]<!--ejaan lain: Cembrengan-->, [[Tugu Talirogo]]/[[Tugu Kalirogo|Kalirogo]], [[Tugu Jam Pasar Gede]], [[Tugu Tiang Lampu Gladag]], [[Monumen 45 Banjarsari]], [[Monumen Pasar Nangka]], [[Monumen Panularan]], [[Monumen Sondakan]], [[Monumen Patung Pejuang]] (Tentara Pelajar), [[Monumen Gerilya]], [[Monumen Masetepe]], [[Monumen Stadion Sriwedari]], [[Patung Slamet Riyadi]], [[Patung Gatot Subroto]], [[Patung Ronggowarsito]], [[Jembatan Arifin]], [[Monumen Perisai Pancasila]], [[Patung Suratin]], [[Jembatan Pasar Gede]], [[Monumen Guru PGRI]], [[Jembatan Pasar Legi]]
* Kelompok ruang terbuka/taman sebanyak 8 objek: [[Makam Ki Ageng Henis]], [[Taman Sriwedari]], [[Patilasan Panembahan Senopati]], [[Taman Balekambang]], [[Taman Jurug]], [[Taman Banjarsari]], [[Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa]], [[Makam Putri Cempo]]
 
Dari ke-70 BCB tersebut, 11 di antaranya kemudian dinyatakan belum layak masuk daftar BCB, karena usianya masih kurang dari 50 tahun.<ref>http://www.solopos.com/2011/06/29/benda-cagar-budaya-solo-bertambah-54-buah-104829</ref> BCB yang dicoret tersebut yaitu Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ), Monumen Banjarsari, Patung Gatot Subroto, Monumen Pasar Nongko, Monumen Sondakan, [[Monumen Bhayangkara]] Panularan, [[Patung Ganesha]], Makam Putri Cempa, Patung Slamet Riyadi, [[Tugu Talirogo]], serta Monumen Gerilya.
Baris 244:
{{reflist}}
 
{{Topik Surakarta}}
 
[[Kategori:Sejarah Kota Surakarta]]