Batavia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib) k →top: minor cosmetic change |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(100 revisi perantara oleh 58 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{kegunaanlain|Batavia (disambiguasi)}}
{{Infobox settlement
| name = Batavia
| native_name =
| native_name_lang = <!-- ISO 639-1 code e.g. "fr" for French. If more than one, use {{lang}} instead -->
| settlement_type = Bekas ibu kota (1619–1949)
| translit_lang1 = Other
| translit_lang1_type1 = [[Chinese language|Chinese]]
| translit_lang1_info1 = {{lang|zh-hant|勿礁維}} {{font|size=70%|([[Aksara Han tradisional|Tradisional]])}}<br>{{lang|zh-hans|勿礁维}} {{font|size=70%|([[Aksara Han Sederhana|Sederhana]])}}
| image_skyline = {{multiple image
| perrow = 1/2/2
| border = infobox
| total_width = 300
| image1 = Collectie NMvWereldculturen, TM-60036462, Foto, 'De Kali Besar Zuid in de Chinese wijk van Batavia', fotograaf onbekend, 1925-1938.jpg
| caption1 = [[Kali Besar]] pada 1938
| image2 = COLLECTIE TROPENMUSEUM Stadhuis in de benedenstad van Batavia TMnr 60004846.jpg
| caption2 = [[Museum Sejarah Jakarta|Stadhuis]] di [[Kota Tua Jakarta]]
| image3 = COLLECTIE TROPENMUSEUM 'Het standbeeld van J.P. Coen voor het Paleis van Daendels het 'Grote Huis' aan het Waterlooplein in Weltevreden te Batavia' TMnr 10015443.jpg
| caption3 = Patung [[Jan Pieterszoon Coen]] di depan Gedung A.A. Maramis
| image4 = COLLECTIE TROPENMUSEUM Luchtfoto van het spoorwegstation te Batavia-Kota TMnr 10014030.jpg
| caption4 = Pemandangan udara Stasiun kereta api Jakarta Kota Batavia
| image5 = COLLECTIE TROPENMUSEUM De haven van Tandjoengpriok op de achtergrond het station Batavia Java TMnr 10008011.jpg
| caption5 = [[Pelabuhan Tanjung Priok]]
}}
| image_flag = Maritime flag of Batavia.svg
| flag_size = 106px
| image_seal = Coat of Arms of Batavia (1930).svg
| seal_size = 113px
| seal_link =
| seal_type = Lambang
| etymology =
| nickname =
| coordinates = <!-- {{Coord}} -->
| subdivision_type = [[Imperium kolonial Belanda|Wilayah]]
| subdivision_name = [[Hindia Belanda]]
| subdivision_type1 = Kegubernuran
| subdivision_name1 = Jawa Barat
| subdivision_type2 = Residensi
| subdivision_name2 = Batavia
| image_map = Batavia, 1920.png
| mapsize =
| map_alt =
| map_caption = Peta Batavia, {{circa|1920}}
| established_title = [[Sejarah Jakarta|Pendirian]]
| established_date = 30 Mei 1619
| established_title1 = [[Pendudukan Jepang di Hindia-Belanda|Pendudukan Jepang]]
| established_date1 = 1942–1945 ([[Jakarta]])
| established_title2 = [[Revolusi Nasional Indonesia|Pendudukan kembali Belanda]]
| established_date2 = 1946–1949
| established_title3 = [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|Kemerdekaan]]
| established_date3 = 17 Agustus 1945
| government_type = Gemeenteraad Batavia
| leader_title1 = [[Daftar Wali Kota Batavia|Wali Kota]]
| leader_name1 = G. J. Bisschop (pertama)<br>[[Sastromoeljono]] (terakhir)
| area_total_km2 =
| population_as_of = 1920
| population_total = 253,800
| official_name = Kotamadya Batavia<br>{{Nobold|{{lang|nl|Stadsgemeente Batavia}}}}
| motto = {{Native phrase|nl|Dispereert Niet}}<br>"Do Not Surrender"
| footnotes = {{center|1619–1949}} {{Succession links|left={{flagicon image|Flag of the Sultanate of Banten.svg}} [[Kesultanan Banten|Jayakarta]]|right={{flagicon image|Flag of Jakarta (vectorised).svg}} [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]}}
}}
[[Berkas:
'''Batavia
Pendirian Batavia oleh Belanda pada tahun 1619, di lokasi reruntuhan [[Sejarah Jakarta|Jayakarta]], menyebabkan berdirinya [[Imperium kolonial Belanda|koloni Belanda]]; Batavia menjadi pusat jaringan perdagangan [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] di [[Asia]]. Monopoli atas hasil bumi lokal diperkuat oleh [[Tanaman dagang|tanaman komersial]] non-pribumi. Untuk melindungi kepentingan komersial mereka, perusahaan dan pemerintah kolonial menyerap wilayah di sekitarnya.
Batavia terletak di pesisir utara [[Jawa]], di teluk yang terlindungi, di atas tanah rawa dan perbukitan yang dilintasi kanal. Kota ini memiliki dua pusat: [[Kota Tua Jakarta|Oud Batavia]] (bagian tertua kota) dan [[Sawah Besar, Jakarta Pusat|Weltevreden]] (kota yang relatif lebih baru), di dataran tinggi di selatan.
== Asal nama ==▼
Nama Batavia berasal dari [[suku Batavia]], sebuah [[suku Jermanik]] yang bermukim di tepi [[Sungai Rhein]] pada Zaman [[Kekaisaran Romawi]]. [[Bangsa Belanda]] dan sebagian [[bangsa Jerman]] adalah keturunan dari suku ini.▼
Kota ini merupakan kota [[Sejarah kolonialisme|kolonial Eropa]] selama sekitar 320 tahun hingga tahun 1942, ketika [[Perang Pasifik|Hindia Belanda diduduki oleh Jepang selama Perang Dunia II]]. Selama pendudukan Jepang dan setelah kaum nasionalis Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, kota ini dikenal sebagai Jakarta. Kota ini tetap dikenal secara internasional dengan nama Belandanya hingga Indonesia memperoleh kemerdekaan penuh pada tahun 1949, ketika kota ini berganti nama menjadi Jakarta.
Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar tiang tinggi yang cukup besar buatan Belanda (VOC), dibuat pada [[29 Oktober]] [[1628]], di[[nahkoda]]i oleh [[Kapten]] [[Adriaan Jakobsz]]. Tidak jelas sejarahnya, entah nama kapal tersebut yang merupakan awal dari nama Betawi- Batavia, atau bahkan sebaliknya, pihak [[VOC]] yang menggunakan nama Batavia untuk menamai kapalnya. Kapal tersebut akhirnya kandas di pesisir [[Beacon Island]], [[Australia Barat]]. Dan seluruh awaknya yang berjumlah 268 orang berlayar dengan perahu [[sekoci]] darurat menuju kota [[Batavia]] ini.▼
▲== Asal nama ==
▲Nama Batavia berasal dari [[suku
▲Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar tiang tinggi yang cukup besar
== Sejarah ==
[[Berkas:Andries Beeckman - The Castle of Batavia.jpg|
=== Sunda Kelapa ===
Bukti tertua mengenai eksistensi permukiman penduduk yang sekarang bernama Jakarta adalah Prasasti Tugu yang tertanam di desa Batu Tumbuh, Jakarta Utara. Prasasti tersebut berkaitan dengan 4 prasasti lain yang berasal dari zaman kerajaan Hindu, [[Tarumanegara]] ketika diperintah oleh [[Raja Purnawarman]]. Berdasarkan [[Prasasti Kebon Kopi]], nama [[Sunda Kalapa]] (Sunda Kelapa) sendiri diperkirakan baru muncul abad sepuluh.
Baris 19 ⟶ 83:
=== Jayakarta ===
Pelabuhan Sunda Kalapa diserang oleh tentara [[Kesultanan Demak]] pada [[1526]], yang dipimpin oleh [[Fatahillah]], Panglima Perang asal [[
Sampai [[Jan Pieterszoon Coen]] menghancurkan [[Jayakarta]] ([[1619]]), orang Banten bersama saudagar Arab dan [[Tionghoa]] tinggal di muara [[Ciliwung]]. Selain orang Tionghoa, semua penduduk ini mengundurkan diri ke daerah kesultanan Banten waktu Batavia menggantikan Jayakarta ([[1619]]).
=== Batavia ===
[[Berkas:Maritime flag of Batavia.svg|jmpl|Bendera maritim yang pernah digunakan Batavia dari akhir abad ke-18 hingga abad ke-19]]
[[Pieter Both]] yang menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama, lebih memilih Jayakarta sebagai basis administrasi dan perdagangan VOC daripada pelabuhan Banten, karena pada waktu itu di Banten telah banyak kantor pusat perdagangan orang-orang Eropa lain seperti Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, sedangkan Jayakarta masih merupakan pelabuhan kecil.
Pada tahun [[1611]] VOC mendapat izin untuk membangun satu rumah kayu dengan fondasi batu di Jayakarta, sebagai kantor dagang. Kemudian mereka menyewa lahan sekitar 1,5 hektare di dekat muara di tepi bagian timur [[Sungai Ciliwung]], yang menjadi kompleks perkantoran, gudang dan tempat tinggal orang Belanda, dan bangunan utamanya dinamakan ''Nassau Huis''.
Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal ([[1618]]
Dari basis benteng ini pada [[30 Mei]] [[1619]] Belanda menyerang Jayakarta, yang memberi mereka izin untuk berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh
Jan Pieterszoon Coen menggunakan semboyan hidupnya “Dispereert niet, ontziet uw vijanden niet, want God is met ons” menjadi semboyan atau motto kota Batavia, singkatnya “Dispereert niet” yang berarti “Jangan putus asa”.
Pada [[4 Maret]] [[1621]], pemerintah ''Stad Batavia'' (kota Batavia) dibentuk.{{ref|sejarahpemerintah}}
Pada awal abad ke-17 perbatasan antara wilayah kekuasaan [[Banten]] dan Batavia mula-mula dibentuk oleh [[Kali Angke]] dan kemudian [[Kali Cisadane]]. Kawasan sekitar Batavia menjadi kosong. Daerah di luar benteng dan tembok kota tidak aman, antara lain karena gerilya Banten dan sisa prajurit [[Mataram]] ([[1628]]
Beberapa persetujuan bersama dengan Banten ([[1659]] dan [[1684]]) dan Mataram ([[1652]]) menetapkan daerah antara Cisadane dan [[Citarum]] sebagai wilayah kompeni. Baru pada akhir abad ke-17 daerah Jakarta sekarang mulai dihuni orang lagi, yang digolongkan menjadi kelompok budak belian dan orang [[pribumi]] yang bebas.
Pada [[5 Januari]] [[1699]] Batavia dilanda [[Gempa bumi Batavia 1699|gempa bumi berkekuatan 7,4 hingga 8,0 M<sub>w</sub>]] berpusat di wilayah Selat Sunda, hingga menyebabkan kerusakan meluas dan menewaskan 128 orang.
Pada [[1 April]] [[1905]] nama ''Stad Batavia'' diubah menjadi ''Gemeente Batavia''. Pada [[8 Januari]] [[1935]] nama kota ini diubah lagi menjadi ''Stad Gemeente Batavia''{{ref|sejarahpemerintah}}.▼
▲Pada [[1 April]] [[1905]] nama ''Stad Batavia'' diubah menjadi ''Gemeente Batavia''. Pada [[8 Januari]] [[1935]] nama kota ini diubah lagi menjadi ''Stad Gemeente Batavia''. Setelah pendudukan [[Jepang]] pada tahun [[1942]], nama Batavia diganti menjadi "Jakarta" oleh Jepang untuk menarik hati penduduk pada [[Perang Dunia II]].{{ref|sejarahpemerintah}}
== Penduduk ==
Orang [[Belanda]] jumlahnya masih sedikit sekali. Ini karena sampai pertengahan abad ke-19 mereka kurang disertai wanita Belanda dalam jumlah yang memadai. Akibatnya,
Sementara itu, orang yang datang dari [[Tiongkok]], semula hanya orang laki-laki, karena itu mereka pun melakukan perkawinan dengan penduduk setempat, terutama wanita Bali dan [[Nias]]. Sebagian dari mereka berpegang pada adat Tionghoa (misalnya penduduk dalam kota dan ''[[Cina Benteng]]'' di [[Tangerang]]), sebagian membaur dengan pribumi (terutama dengan [[suku Jawa|orang Jawa]] dan membentuk kelompok Betawi Ora, misalnya: di sekitar [[Parung]]). Tempat tinggal utama orang Tionghoa adalah [[Glodok]], [[Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat|Pinangsia]] dan [[Jatinegara, Jakarta Timur|Jatinegara]].
Keturunan orang [[India]]
Di dalam kota, orang bukan Belanda yang selamanya merupakan mayoritas besar, terdiri dari orang Tionghoa, orang [[Mardijker]] dari [[India]] dan [[Sri Lanka]] dan ribuan budak dari segala macam suku. Jumlah budak itu kurang lebih setengah dari penghuni Kota Batavia.
Orang Jawa dan Banten tidak diperbolehkan tinggal menetap di dalam kota setelah 1656. Pada tahun 1673, penduduk dalam kota Batavia berjumlah 27.086 orang. Terdiri dari 2.740 orang Belanda dan Indo, 5.362 orang Mardijker, 2.747 orang Tionghoa, 1.339 orang Jawa dan [[Moor]] (India), 981 orang Bali dan 611 orang Melayu. Penduduk yang bebas ini ditambah dengan 13.278 orang budak (49 persen) dari bermacam-macam suku dan bangsa.
Sepanjang abad ke-18, kelompok terbesar penduduk kota berstatus budak. Komposisi mereka cepat berubah karena banyak yang mati. Demikian juga dengan orang Mardijker. Karena itu, jumlah mereka turun dengan cepat pada abad itu dan pada awal abad ke-19 mulai diserap dalam kaum Betawi, kecuali kelompok Tugu, yang sebagian kini pindah di Pejambon, di belakang [[Gereja Immanuel Jakarta]]. Orang Tionghoa selamanya bertambah cepat, walaupun sepuluh ribu orang dibunuh pada tahun 1740 di dalam dan di luar kota. Foto pada kartu pos dari awal abad ke 20 menggambarkan rumah-rumah Tionghoa di Mester atau [[Meester Cornelis]] sebutan Jatinegara pada zaman penjajahan Belanda dulu.
Baris 62 ⟶ 124:
Penduduk Batavia yang kemudian dikenal sebagai [[Suku Betawi|orang Betawi]] sebenarnya adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa.
==
{{utama|Daftar Wali Kota Batavia}}
== Lihat pula ==
Baris 75 ⟶ 131:
* [[Sunda Kelapa]]
* [[Gerbang Amsterdam]]
* [[Batavia Air]]
== Referensi ==
{{reflist}}
== Catatan ==
{{notelist}}
== Pranala luar ==
Baris 87 ⟶ 146:
{{Batavia}}
[[Kategori:Jakarta]]
[[Kategori:Hindia Belanda]]
[[Kategori:Sejarah Jakarta]]
[[Kategori:Batavia]]
|