Silsilah Penguasa Kerajaan Panjalu Ciamis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎Referensi: minor cosmetic change
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(19 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{rapikan}}
Panjalu adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu-Budha yang terletak di ketinggian 731 m dpl dan berada kaki Gunung Sawal [[Jawa Barat]]. Berikut ini adalah '''silsilah penguasa [[Kerajaan Panjalu Ciamis]]'''
 
=== Batara Tesnajati ===
Batara Tesnajati adalah tokoh pendiri Kabataraan Gunung Sawal, ia mempunyai seorang putera bernama Batara Layah. Petilasan Batara Tesnajati terdapat di Karantenan Gunung Sawal.
 
=== Batara Layah ===
Batara Layah menggantikan ayahnya sebagai Batara di Karantenan Gunung Sawal Panjalu, ia mempunyai seorang putera bernama Batara Karimun Putih.
 
=== Batara Karimun Putih ===
Ia menggantikan ayahnya menjadi Batara di Gunung Sawal Panjalu, ia mempunyai seorang putera bernama Prabu Sanghyang Rangga Sakti. Petilasan Batara Karimun Putih terletak di Pasir Kaputihan, Gunung Sawal.
 
=== Prabu Sanghyang Rangga GumilangGumilanG ===
 
Sanghyang Rangga Gumilang naik tahta Panjalu menggantikan ayahnya, ia dikenal juga sebagai Sanghyang Rangga Sakti dan pada masa pemerintahaanya terbentuklah suatu pemerintahan yang berpusat di Dayeuhluhur Maparah setelah berakhirnya masa Kabataraan di Karantenan Gunung Sawal Panjalu.
Baris 17:
Sanghyang Rangga Gumilang menikahi seorang puteri Galuh bernama Ratu Permanadewi dan mempunyai seorang putera bernama Sanghyang Lembu Sampulur. Petilasan Prabu Sanghyang Rangga Gumilang terletak di Cipanjalu.
 
=== Prabu Sanghyang Lembu Sampulur I ===
Sanghyang Lembu Sampulur I naik tahta sebagai Raja Panjalu, ia mempunyai seorang putera bernama Sanghyang Cakradewa.
 
=== Prabu Sanghyang Cakradewa ===
 
Sanghyang Cakradewa memperisteri seorang puteri Galuh bernama Ratu Sari Kidang Pananjung dan mempunyai enam orang anak yaitu:
# Sanghyang Lembu Sampulur II
 
1)# '''Sanghyang Lembu Sampulur II,Borosngora'''
# Sanghyang Panji Barani
 
2)# '''Sanghyang Borosngora''',Anggarunting
# Ratu Mamprang Kancana Artaswayang
 
# Ratu Pundut Agung (diperisteri Maharaja Sunda)
3) Sanghyang Panji Barani,
 
4) Sanghyang Anggarunting,
 
5) Ratu Mamprang Kancana Artaswayang, dan
 
6) Ratu Pundut Agung (diperisteri Maharaja Sunda).
 
Petilasan Prabu Sanghyang Cakradewa terdapat di Cipanjalu.
 
Menurut kisah dalam Babad Panjalu, Prabu Sanghyang Cakradewa adalah seorang raja yang adil dan bijaksana, di bawah pimpinannya Panjalu menjadi sebuah kerajaan yang makmur dan disegani. Suatu ketika sang raja menyampaikan keinginannya dipada hari tua nanti untuk meninggalkan singgasana dan menjadi Resi atau petapa (''lengser kaprabon ngadeg pendita''). Untuk itu sang prabu mengangkat putera tertuanya Sanghyang Lembu Sampulur II menjadi putera mahkota, sedangkan putera keduanya yaitu Sanghyang Borosngora dipersiapkan untuk menjadi patih dan senapati kerajaan (panglima perang). Oleh karena itu Sanghyang Borosngora pergi berkelana, berguru kepada para brahmana, petapa,resi, guru dan wiku sakti di seluruh penjuru tanah Jawa untuk mendapatkan berbagai ilmu kesaktian dan ilmu olah perang.
 
Beberapa tahun kemudian sang pangeran pulang dari pengembaraannya dan disambut dengan upacara penyambutan yang sangat meriah di kaprabon Dayeuhluhur, Prabu Sanghyang Cakradewa sangat terharu menyambut kedatangan puteranya yang telah pergi sekian lama tersebut. Dalam suatu acara, sang prabu meminta kepada Sanghyang Borosngora untuk mengatraksikan kehebatannya dalam olah perang dengan bermain adu pedang melawan kakaknya yaitu Sanghyang Lembu Sampulur II dihadapan para pejabat istana dan para hadirin. Ketika kedua pangeran itu tengah mengadu kehebatan ilmu pedang itu, tak sengaja kain yang menutupi betis Sanghyang Borosngora tersingkap dan tampaklah sebentuk rajah (''tattoo'') yang menandakan pemiliknya menganut ilmu kesaktian aliran hitam.
Baris 52 ⟶ 45:
Sanghyang Borosngora segera menyadari bahwa orang yang ada di hadapannya bukanlah orang sembarangan. Sebagai seorang kesatria ia mengakui kehebatan pria itu dan memohon ampun atas kelancangan sikapnya tadi. Sang pangeran juga memohon kesediaan pria misterius itu mengajarinya ilmu yang sangat mengagumkannya ini. Lelaki yang kemudian diketahui adalah Sayidina Ali bin Abi Thalib R.A. ini hanya meminta Sanghyang Borosngora mengucapkan kalimat syahadat seperti yang dicontohkannya dan sungguh ajaib, pena yang menancap di tanah itu bisa dicabut dengan mudah olehnya.
 
Setelah peristiwa itu Sanghyang Borosngora menetap beberapa lama di Mekkah untuk menimba ''Ilmu Sajati'' kepada Baginda Ali R.A. yang ternyata adalah ''Dien Al Islam'' (Agama Islam). Di akhir masa pendidikannya Sanghyang Borosngora diberi wasiat oleh Baginda Ali agar melaksanakan syiar Islam di tanah asalnya. Sanghyang Borosngora yang sekarang bernama Syeikh Haji Abdul Iman ini kemudian diberi cinderamatacenderamata berupa Pedang, Cis (tombak bermata dua atau [[dwisula]]), dan pakaian kebesaran. Sebelum pulang Syeikh Haji Abdul Iman juga menciduk air zam-zam dengan gayung berlubang pemberian ayahnya dan ternyata air zam-zam itu tidak menetes yang berarti ia telah berhasil menguasai ''ilmu sajati'' dengan sempurna.
 
Ringkas cerita Sanghyang Borosngora kembali ke kaprabon dan disambut dengan suka cita oleh sang prabu beserta seluruh kerabatnya. Sanghyang Borosngora juga menyampaikan syiar Islam kepada seluruh kerabat istana. Sang Prabu yang telah uzur menolak dengan halus ajakan puteranya itu dan memilih hidup sebagai pendeta sebagaimana kehendaknya dahulu dan menyerahkan singgasana kepada putera mahkota Sanghyang Lembu Sampulur II.
Baris 62 ⟶ 55:
Sebagai media syiar Islam, Sanghyang Borosngora mempelopori tradisi upacara adat ''Nyangku'' yang diadakan setiap Bulan Maulud (Rabiul Awal), yaitu sebuah prosesi ritual penyucian pusaka-pusaka yang diterimanya dari Baginda Ali R.A. yang setelah disucikan kemudian dikirabkan dihadapan kumpulan rakyatnya. Acara yang menarik perhatian khalayak ramai ini dipergunakan untuk memperkenalkan masyarakat dengan agama Islam dan mengenang peristiwa masuk Islamnya Sanghyang Borosngora.
 
=== Prabu Sanghyang Lembu Sampulur II ===
Sanghyang Lembu Sampulur II naik tahta menggantikan Prabu Sanghyang Cakradewa, akan tetapi ia kemudian menyerahkan singgasana kerajaan kepada adiknya yaitu Sanghyang Borosngora,sedangkan ia sendiri hijrah dan mendirikan kerajaan baru di Cimalaka [[Gunung Tampomas]] (Sumedang).
 
=== Prabu Sanghyang Borosngora ===
Sanghyang Borosngora naik tahta Panjalu menggantikan posisi kakaknya, ia kemudian membangun keraton baru di Nusa Larang. Adiknya yang bernama Sanghyang Panji Barani diangkat menjadi Patih Panjalu. Di dalam Babad Panjalu tokoh Prabu Sanghyang Borosngora ini dikenal sebagai penyebar Agama Islam dan Raja Panjalu pertama yang menganut Islam, benda-benda pusaka peninggalannya masih tersimpan di Pasucian Bumi Alit dan dikirabkan pada setiap bulan Maulud setelah terlebih dulu disucikan dalam rangkaian prosesi acara adat Nyangku.
 
Sanghyang Borosngora mempunyai dua orang putera yaitu:
# Rahyang Kuning, dan
 
# '''Rahyang Kancana.'''
1) Rahyang Kuning, dan
 
2) '''Rahyang Kancana.'''
 
Prabu Sanghyang Borosngora juga didamping oleh Guru Aji Kampuhjaya dan Bunisakti, dua orang ulama kerajaan yang juga merupakan senapati-senapati pilih tanding.
Baris 78 ⟶ 69:
Petilasan Prabu Sanghyang Borosngora terdapat di Jampang Manggung ([[Kabupaten Sukabumi|Sukabumi]]), sedangkan petilasan Sanghyang Panji Barani terdapat di Cibarani (Banten).
 
==== Sanghyang Borosngora dan Hyang Bunisora Suradipati ====
 
Hyang Bunisora Suradipati adalah adik Maharaja Sunda yang bernama Maharaja Linggabuana. Sang Maharaja terkenal sebagai Prabu Wangi yang gugur sebagai pahlawan di palagan Bubat melawan tentara Majapahit pada tahun 1357. Ketika peristiwa memilukan itu terjadi puteranya yang bernama Niskala Wastu Kancana baru berusia 9 tahun, untuk itu Hyang Bunisora menjabat sebagai Mangkubumi Suradipati mewakili keponakannya itu atas tahta Kawali .
Baris 85 ⟶ 76:
 
Hyang Bunisora atau Mangkubumi Suradipati menikah dengan Dewi Laksmiwati dan menurunkan 4 (empat) anak (Djadja Sukardja,2007):
# Giri Dewata (Gedeng Kasmaya) di Cirebon Girang menikahi Ratna Kirana puteri Ratu Cirebon Girang, di lereng Gunung Ciremai.
 
# [[Bratalegawa]] (Haji baharudin/Haji Purwa) menikahi puteri Gujarat.
1). Giri Dewata (Gedeng Kasmaya) di Cirebon Girang menikahi Ratna Kirana puteri Ratu Cirebon Girang, di lereng Gunung Ciremai.
# Ratu Banawati.
 
# Ratu Mayangsari yang diperisteri [[Niskala Wastu Kancana]].
2). Bratalegawa (Haji baharudin/Haji Purwa) menikahi puteri Gujarat.
 
3). Ratu Banawati.
 
4). Ratu Mayangsari yang diperisteri Niskala Wastu Kancana.
 
Hyang Bunisora dikabarkan dimakamkan di Geger Omas, diperkirakan lokasi Geger Omas sekarang adalah Desa Ciomas (Panjalu Ciamis), di desa tersebut terdapat situs makam yang dikenal sebagai makam Dalem Penghulu Gusti dan Dalem Mangkubumi (Djadja Sukardja, 2007: 29-30).
 
==== Sanghyang Borosngora dan Baginda Ali RA ====
Legenda pertemuan antara Sanghyang Borosngora dengan Baginda Ali R.A. ini sampai sekarang masih kontroversial mengingat keduanya hidup di zaman yang berbeda. Sayidina Ali hidup pada abad ke-7 M (tahun 600-an) sedangkan pada periode masa itu di tatar Sunda tengah berdiri Kerajaan Tarumanagara dan nama Panjalu belum disebut-sebut dalam sejarah. Nama Panjalu (Kabuyutan Sawal) mulai disebut-sebut ketika Sanjaya (723-73# hendak merebut Galuh dari tangan Purbasora, ketika itu Sanjaya mendapat bantuan pasukan khusus dari Rabuyut Sawal (Panjalu) yang merupakan sahabat ayahnya, Sena (709-71# .
Legenda pertemuan antara Sanghyang Borosngora dengan Baginda Ali R.A. ini sampai sekarang masih kontroversial mengingat keduanya hidup di zaman yang berbeda. Sayidina Ali hidup pada abad ke-7 M (tahun 600-an) sedangkan pada periode masa itu di tatar Sunda tengah berdiri Kerajaan Tarumanagara dan nama Panjalu belum disebut-sebut dalam sejarah. Nama Panjalu (Kabuyutan Sawal) mulai disebut-sebut ketika Sanjaya (723-732) hendak merebut Galuh dari tangan Purbasora, ketika itu Sanjaya mendapat bantuan pasukan khusus dari Rabuyut Sawal (Panjalu) yang merupakan sahabat ayahnya, Sena (709-716).
 
Sementara itu jika dirunut melalui catatan silsilah Panjalu sampai keturunannya sekarang, maka Sanghyang Borosngora diperkirakan hidup pada tahun 1400-an atau paling tidak sezaman dengan Sunan Gunung Jati Cirebon (1448-1568). Namun, bukti-bukti cinderamata dari Sayidina Ali R.A. yang berupa pedang, tongkat dan pakaian kebesaran masih dapat dilihat dan tersimpan di Pasucian Bumi Alit. Kabarnya pedang pemberian Baginda Ali itu pernah diteliti oleh para ahli dan hasilnya menunjukkan bahwa kandungan logam dan besi yang membentuk pedang itu bukan berasal dari jenis bahan pembuatan senjata yang biasa dipakai para Empu dan Pandai Besi di Nusantara.
 
Sementara itu jika dirunut melalui catatan silsilah Panjalu sampai keturunannya sekarang, maka Sanghyang Borosngora diperkirakan hidup pada tahun 1400-an atau paling tidak sezaman dengan Sunan Gunung Jati Cirebon (1448-1568). Namun, bukti-bukti cenderamata dari Sayidina Ali R.A. yang berupa pedang, tongkat dan pakaian kebesaran masih dapat dilihat dan tersimpan di Pasucian Bumi Alit. Kabarnya pedang pemberian Baginda Ali itu pernah diteliti oleh para ahli dan hasilnya menunjukkan bahwa kandungan logam dan besi yang membentuk pedang itu bukan berasal dari jenis bahan pembuatan senjata yang biasa dipakai para Empu dan Pandai Besi di Nusantara.
==== Sanghyang Borosngora, Walangsungsang dan Kian Santang ====
 
=== Sanghyang Borosngora, Walangsungsang dan Kian Santang ===
Kisah masuk Islamnya Sanghyang Borosngora yang diislamkan oleh Sayidina Ali R.A. ini mirip dengan kisah Kian Santang. Kian Santang adalah putera Prabu Siliwangi dari isteri keduanya yang bernama Nyai Subang Larang binti Ki Gedeng Tapa yang beragama Islam. Dari isteri keduanya ini Prabu Siliwangi mempunyai tiga orang putera-puteri yaitu Walangsungsang (Pangeran Cakrabuana), Nyai Rara Santang, dan Kian Santang (Raja Sangara). Walangsungsang dan Rara Santang menuntut ilmu agama Islam mulai dari Pasai, Makkah, sampai ke Mesir; bahkan Rara Santang kemudian dinikahi oleh penguasa Mesir Syarif Abdullah atau Sultan Maulana Mahmud dan berputera Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Setelah naik haji Pangeran Cakrabuana berganti nama menjadi Syeikh Abdullah Iman, sedangkan Rara Santang setelah menikah berganti nama menjadi Syarifah Mudaim.
 
Sementara itu, berbeda dengan kedua kakaknya; Kian Santang dikisahkan memeluk Islam setelah bertemu dengan Baginda Ali lalu kembali ke tanah air untuk menyampaikan syiar Islam kepada sang ayah: Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi yang tidak bersedia memeluk Islam lalu menghilang beserta seluruh pengikutnya di ''Leuweung Sancang'' (hutan Sancang di daerah Garut sekarang). Kian Santang yang juga berganti nama menjadi Syeikh Mansyur, melanjutkan syiar Islamnya dan kemudian dikenal sebagai Sunan Rahmat Suci atau Sunan Godog yang petilasannya terdapat di Garut.
 
==== Sanghyang Borosngora versi Sejarah Cianjur ====
 
Menurut versi Sejarah Cianjur, Sanghyang Borosngora dikenal sebagai Prabu Jampang Manggung. Nama aslinya adalah Pangeran Sanghyang Borosngora, ia putera kedua Adipati Singacala (Panjalu) yang bernama Prabu Cakradewa. Prabu Cakradewa sendiri adalah putera Sedang Larang, Sedang Larang adalah putera Ratu Prapa Selawati.
Baris 134 ⟶ 119:
Pada suatu masa beberapa orang raja dan adipati dari bekas kawasan Pajajaran tengah dan Pajajaran girang yang mencakup wilayah Cianjur, Sukabumi dan sekitarnya berkumpul di puncak gunung yang biasa dipakai sebagai lokasi musyawarah oleh para raja dan adipati yaitu di Gunung Rompang (dalam bhs. Sunda istilah ''rompang'' menunjukan keadaan senjata pedang, golok atau pisau yang sudah retak bergerigi karena terlalu sering dipakai). Dinamai Gunung Rompang karena pada masa akhir berdirinya kerajaan Sunda Pajajaran setelah melewati perang selama 50 tahun, senjata para prajurit Pajajaran telah menjadi ''rompang'' karena dipakai bertempur terus-menerus.
 
Lokasi ini dikenal juga sebagai "Karamat Pasamoan", adapun tokoh-tokoh yang hadir pada pertemuan itu adalah :
 
1. Syeikh Dalem Haji Sepuh Sang Prabu Jampang Manggung yang berasal dari negeri Singacala (Panjalu) bawahan Galuh, di tanah Pajampangan ia dikenal dengan berbagai julukan yaitu sebagai Syeikh Haji Mulya, Syeikh Haji Sholeh, dan Syeikh Aulia Mantili.
Baris 160 ⟶ 145:
 
Akhirnya, setelah menjalankan Salat Jum'ah yang bertepatan dengan bulan purnama Rabiul Awal 1076 H atau 2 September 1655 berdiri negeri Cianjur yang merupakan negeri merdeka dan berdaulat, tidak tunduk kepada Kompeni, Mataram maupun Banten, hanya tunduk kepada Allah SWT. Negeri ini dipimpin oleh Aria Wira Tanu, Dalem Cikundul sebagai Raja Gagang.
 
Namun demikian, narasi tersebut perlu ditinjau kembali kebenarannya secara historis. Hal ini sehubungan dengan pembacaan sumber dari catatan VOC terkait Raja Gagang yang mungkin merupakan salah tafsiran. Konteks ini muncul dalam laporan dari Kapten Moor yang tercatat di Kastil Batavia tertanggal 14 Januari 1666. Dalam laporannya, Kapten Moor menerima selembar surat yang ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa dari seorang raja di daerah pegunungan berjarak empat hari perjalanan ke arah barat daya dari Batavia. Isinya berupa keterangan dan amanat untuk menyampaikan surat kepada Raja Belanda yang oleh Kapten Moor disebut sebagai "Raja Gagang". De Haan turut mengomentari keterangan ini bahwa mungkin Raja Gagang merupakan kesalahan baca oleh penerjemah surat dari kata "Ratu Agung" yang merujuk pada "Raja Belanda".<ref>{{Cite web|date=2023-12-07|title=Siapakah Raja Gagang dalam Laporan Scipio? – iNurwansah|url=https://inurwansah.my.id/2023/12/07/siapakah-raja-gagang-dalam-laporan-scipio/|language=id|access-date=2024-09-11}}</ref>
 
'''Pemberontakan Raden Haji Alit Prawatasari'''
 
[[Berkas:RH Prawatasari.jpeg|thumbjmpl|leftkiri|RH Alit Prawatasari]]Raden Haji Alit Prawatasari adalah seorang ulama dari Jampang yang juga merupakan keturunan Sancang Kuning dari Singacala (Panjalu). Pemberontakan Raden Haji Alit Prawatasari dimulai pada bulan Maret 1703 dan terjadi sangat dahsyat. Haji Prawatasari sanggup memobilisasi rakyat menjadi pasukannya sebanyak 3000 orang sehingga membuat VOC kalang kabut. Pada suatu ketika tersebar berita bahwa RH Alit Prawatasari telah tewas. Pieter Scorpoi komandan pasukan VOC segera saja menawan dan menggiring seluruh warga Jampang yang mencapai 1354 orang untuk menjalani hukuman di Batavia melewati Cianjur.
 
Tujuan VOC tidak lain adalah untuk menghancurkan semangat dan kekuatan pengikut RH Alit Prawatasari. Penduduk Jampang yang berbaris sepanjang jalan itu sebagian besar tewas diperjalanan, yang tersisa hanyalah 582 orang dengan kondisi yang menyedihkan, mereka kemudian digiring terus menuju ke Bayabang.
Baris 177 ⟶ 164:
Makam pahlawan yang terlupakan ini terletak di Dayeuh Luhur, Cilacap. Penduduk setempat menyebutnya sebagai makam turunan Panjalu, makamnya ini sampai sekarang masih sering diziarahi oleh penduduk sekitar dan peziarah dari Ciamis.
 
=== Prabu Rahyang Kuning ===
Rahyang Kuning atau Hariang Kuning menggantikan Sanghyang Borosngora menjadi Raja Panjalu, akibat kesalahpahaman dengan adiknya yang bernama Rahyang Kancana sempat terjadi perseteruan yang akhirnya dapat didamaikan oleh Guru Aji Kampuh Jaya dari Cilimus. Rahyang Kuning kemudian mengundurkan diri dan menyerahkan tahta Panjalu kepada Rahyang Kancana.
 
Baris 192 ⟶ 179:
Rahyang Kuning di akhir hayatnya menjadi Raja di Kawasen (Ciamis Selatan), jasadnya dibawa pulang ke Panjalu dan dimakamkan di Kapunduhan Cibungur, [[Kertamandala, Panjalu, Ciamis|Desa Kertamandala]], [[Panjalu, Ciamis|Kecamatan Panjalu]].
 
=== Prabu Rahyang Kancana ===
 
Rahyang Kancana atau Hariang Kancana melanjutkan tahta Panjalu dari kakaknya, untuk melupakan peristiwa berdarah perang saudara di Ranca Beureum ia memindahkan kaprabon dari Nusa Larang ke Dayeuh Nagasari, sekarang termasuk wilayah Desa Ciomas Kecamatan Panjalu.
Baris 198 ⟶ 185:
Rahyang Kancana mempunyai dua orang putera yaitu:
 
1)# '''Rahyang Kuluk Kukunangteko''', dan
 
2)# Rahyang Ageung.
 
Prabu Rahyang Kancana setelah mangkat dipusarakan di Nusa Larang Situ Lengkong. Pusara Prabu Rahyang Kancana sampai sekarang selalu ramai didatangi para peziarah dari berbagai daerah di Indonesia.
 
=== Prabu Rahyang Kuluk Kukunangteko ===
Rahyang Kuluk Kukunangteko atau Hariang Kuluk Kukunangteko menggantikan Rahyang Kancana menduduki tahta Panjalu, ia didampingi oleh adiknya yang bernama Rahyang Ageung sebagai Patih Panjalu. Sang Prabu mempunyai seorang putera bernama Rahyang Kanjut Kadali Kancana.
 
Pusara Rahyang Kuluk Kukunangteko terletak di Cilanglung, Simpar, Panjalu.
 
=== Prabu Rahyang Kanjut Kadali Kancana ===
Rahyang Kanjut Kadali Kancana atau Hariang Kanjut Kadali Kancana menggantikan ayahnya sebagai Raja Panjalu, ia mempunyai seorang putera bernama Rahyang Kadacayut Martabaya. Rahyang Kanjut Kadali Kancana setelah mangkat dipusarakan di Sareupeun Hujungtiwu, Panjalu.
 
=== Prabu Rahyang Kadacayut Martabaya ===
Rahyang Kadacayut Martabaya atau Hariang Kadacayut Martabaya naik tahta Panjalu menggantikan ayahnya, ia mempunyai seorang anak bernama Rahyang Kunang Natabaya.
 
Rahyang Kadacayut Martabaya jasadnya dipusarakan di Hujungwinangun, Situ Lengkong Panjalu. di makam di hujungwinangun
 
=== Prabu Rahyang Kunang Natabaya ===
 
Rahyang Kunang Natabaya atau Hariang Kunang Natabaya menduduki tahta Panjalu menggantikan ayahnya, ia menikah dengan Apun Emas. Apun Emas adalah anak dari penguasa Kawali bernama Pangeran Mahadikusumah atau Apun di Anjung yang dikenal juga sebagai Maharaja Kawali (1592-1643)164# putera Pangeran Bangsit (1575-1592)159# (Djadja Sukardja, 2007: 33)3# . Sementara adik Apun Emas yang bernama Tanduran di Anjung menikah dengan Prabu di Galuh Cipta Permana (1595-1608) dan menurunkan Adipati Panaekan.
 
Dari perkawinannya dengan Nyai Apun Emas, Prabu Rahyang Kunang Natabaya mempunyai tiga orang putera yaitu :
 
1)# Raden Arya Sumalah,
 
2)# ''' Raden Arya Sacanata''', dan
 
3)# Raden Arya Dipanata (kelak diangkat menjadi Bupati Pagerageung oleh Mataram).
 
Pada masa kekuasaan Prabu Rahyang Kunang Natabaya ini, Panembahan Senopati ([[1586]]-[[1601]]) berhasil menaklukkan Cirebon beserta daerah-daerah bawahannya termasuk Panjalu dan Kawali menyusul kemudian Galuh pada tahun 1618.
Baris 233 ⟶ 220:
Pusara Prabu Rahyang Kunang Natabaya terletak di Ciramping, Desa Simpar, Panjalu.
 
=== Raden Arya Sumalah ===
Arya Sumalah naik tahta Panjalu bukan sebagai Raja, tapi sebagai Bupati di bawah kekuasaan Mataram. Ia menikah dengan Ratu Tilarnagara puteri dari Bupati Talaga yang bernama Sunan Ciburuy atau yang dikenal juga dengan nama Pangeran Surawijaya, dari pernikahannya itu Arya Sumalah mempunyai dua orang anak, yaitu:
 
1)# Ratu Latibrangsari dan
 
2)# Raden Arya Wirabaya.
 
Arya Sumalah setelah wafat dimakamkan di Buninagara Simpar, Panjalu.
 
=== Pangeran Arya Sacanata atau Pangeran Arya Salingsingan ===
Raden Arya Sumalah wafat dalam usia muda dan meninggalkan putera-puterinya yang masih kecil. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan di Kabupaten Panjalu Raden Arya Sacanata diangkat oleh Sultan Agung (1613-1645)164# sebagai Bupati menggantikan kakaknya dengan gelar Pangeran Arya Sacanata.
 
Pangeran Arya Sacanata juga memperisteri Ratu Tilarnagara puteri Bupati Talaga Sunan Ciburuy yang merupakan janda Arya Sumalah. Pangeran Arya Sacanata mempunyai banyak keturunan, baik dari garwa padminya yaitu Ratu Tilarnagara maupun dari isteri-isteri selirnya (ada sekitar 20 orang anak), anak-anaknya itu dikemudian hari menjadi pembesar-pembesar di tanah Pasundan.
Baris 249 ⟶ 236:
Dua belas di antara putera-puteri Pangeran Arya Sacanata itu adalah:
 
1)# Raden Jiwakrama (Cianjur),
 
2)# Raden Ngabehi Suramanggala,
 
3)# Raden Wiralaksana (Tengger, Panjalu),
 
4)# Raden Jayawicitra (Pamekaran, Panjalu),
 
5)# Raden Dalem Singalaksana (Cianjur),
 
6)# Raden Dalem Jiwanagara (Bogor),
 
7) '''Raden Arya Wiradipa''' (Maparah, Panjalu),
Baris 269 ⟶ 256:
10) Nyi Raden Sariwulan (Gandasoli, Sukabumi),
 
11)1# Raden Yudaperdawa (Gandasoli, Sukabumi), dan
 
12)1# Raden Ngabehi Dipanata.
 
Putera Sultan Agung, Sunan Amangkurat I (1645-1677) pada tahun 1656-1657 secara sepihak mencopot jabatan Pangeran Arya Sacanata sebagai Bupati Panjalu yang diangkat oleh Sultan Agung serta menghapuskan Kabupaten Panjalu dengan membagi wilayah Priangan menjadi 12 ''Ajeg''; salah satunya adalah Ajeg Wirabaya yang meliputi wilayah Kabupaten Panjalu, Utama dan Bojonglopang serta dikepalai oleh keponakan sekaligus anak tirinya yaitu Raden Arya Wirabaya sehingga membuat Pangeran Arya Sacanata mendendam kepada Mataram.
Baris 277 ⟶ 264:
Suatu ketika Pangeran Arya Sacanata ditunjuk oleh mertuanya yang juga Bupati Talaga Sunan Ciburuy untuk mewakili Talaga mengirim seba (upeti) ke Mataram. Pada kesempatan itu Pangeran Arya Sacanata menyelinap ke peraduan Sinuhun Mataram dan mempermalukanya dengan memotong sebelah kumisnya sehingga menimbulkan kegemparan besar di Mataram. Segera saja Pangeran Arya Sacanata menjadi buruan pasukan Mataram, namun hingga akhir hayatnya Pangeran Arya Sacanata tidak pernah berhasil ditangkap oleh pasukan Mataram sehingga ia mendapat julukan Pangeran Arya Salingsingan (dalam Bahasa Sunda kata "''salingsingan''" berarti saling berpapasan tapi tidak dikenali).
 
Pangeran [[Arya Sacanata]] menghabiskan hari tuanya dengan meninggalkan kehidupan keduniawian dan memilih hidup seperti petapa mengasingkan diri di tempat-tempat sunyi di sepanjang hutan pegunungan dan pesisir Galuh. Mula-mula ia mendirikan padepokan di Gandakerta sebagai tempatnya berkhalwat (menyepi), Sang Pangeran kemudian berkelana ke Palabuhan Ratu, Kandangwesi, Karang, Lakbok, kemudian menyepi di Gunung Sangkur, Gunung Babakan Siluman, Gunung Cariu, Kuta Tambaksari dan terakhir di Nombo, Dayeuhluhur. Pangeran [[Arya Sacanata]] wafat dan dipusarakan di Nombo, [[Kecamatan Dayeuhluhur]], [[Kabupaten Cilacap]], [[Jawa Tengah]].
 
=== Raden Arya Wirabaya ===
 
Sewaktu Sunan Amangkurat I berkuasa ([[1645-1677]]) pada sekitar tahun [[1656-1657]] wilayah ''Mancanagara Kilen'' (Mataram Barat) dibagi menjadi dua belas ''Ajeg'' (daerah setingkat kabupaten) serta menghapuskan jabatan Wedana Bupati Priangan, keduabelas Ajeg itu adalah: [[Kabupaten Sumedang|Sumedang]], Parakan Muncang (Bandung TimurPrianganTimur), [[Kota Bandung|Bandung]], Sukapura ([[Kota Tasikmalaya|Tasikmalaya]]), [[Kabupaten Karawang|Karawang]], Imbanagara (Ciamis), Kawasen (Ciamis Selatan), '''Wirabaya''' (Ciamis Utara termasuk Kabupaten Panjalu, Utama dan Bojonglopang), Sindangkasih ([[Kabupaten Majalengka|Majalengka]]), [[Kabupaten Banyumas|Banyumas]], Ayah/Dayeuhluhur (Kebumen, Cilacap) dan Banjar (Ciamis Timur).
 
Pada waktu itulah Arya Wirabaya diangkat oleh Sunan Amangkurat I menjadi Kepala Ajeg Wirabaya sekaligus menggantikan Pangeran Arya Sacanata yang tidak lagi menjabat Bupati karena Kabupaten Panjalu telah dihapuskan dan dimasukkan kedalam Ajeg Wirabaya.
Baris 287 ⟶ 274:
Arya Wirabaya mempunyai seorang putera yang bernama Raden Wirapraja, setelah wafat jasad Arya Wirabaya dimakamkan di Cilamping, Panjalu, Ciamis
 
=== Raden Tumenggung Wirapraja ===
 
Raden Wirapraja menggantikan ayahnya menjadi Bupati Panjalu dengan gelar Raden Tumenggung Wirapraja. Pada masa pemerintahannya kediaman bupati dipindahkan dari Dayeuh Nagasari, Ciomas ke Dayeuh Panjalu sekarang.
Baris 293 ⟶ 280:
Tumenggung Wirapraja setelah mangkat dimakamkan di Kebon Alas Warudoyong, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis.
 
=== Raden Tumenggung Cakranagara I ===
 
Salah seorang putera Pangeran Arya Sacanata yang bernama Arya Wiradipa memperisteri Nyi Mas Siti Zulaikha puteri Tandamui dari Cirebon, ia bersama kerabat dan para ''kawula-balad'' (abdi dan rakyatnya) dari keraton Talaga mendirikan pemukiman yang sekarang menjadi Desa Maparah, Panjalu. Dari pernikahannya itu Arya Wiradipa mempunyai empat orang anak, yaitu:
 
1)# Raden Ardinata,
 
2)# Raden Cakradijaya,
 
3)# '''Raden Prajasasana''', dan
 
4)# Nyi Raden Ratna Gapura.
 
Raden Prajasasana yang setelah dewasa dikenal juga dengan nama Raden Suragostika mengabdi sebagai pamong praja bawahan Pangeran Arya Cirebon (1706-1723)172# yang menjabat sebagai ''Opzigter'' (Pemangku Wilayah) VOC untuk wilayah Priangan (Jawa Barat) dan bertugas mengepalai dan mengatur para bupati Priangan. Raden Suragostika yang dianggap berkinerja baik dan layak menduduki jabatan bupati kemudian diangkat oleh Pangeran Arya Cirebon menjadi Bupati Panjalu dengan gelar Raden Tumenggung Cakranagara menggantikan Tumenggung Wirapraja.
 
Tumenggung Cakranagara I memperisteri Nyi Raden Sojanagara puteri Ratu Latibrang Sari (kakak Arya Wirabaya) sebagai ''garwa padmi'' (permaisuri) dan menurunkan tiga orang putera, yaitu:
 
1)# '''Raden Cakranagara II''',
 
2)# Raden Suradipraja, dan
 
3)# Raden Martadijaya.
 
Sementara dari ''garwa ampil'' (isteri selir) Tumenggung Cakranagara I juga mempunyai empat orang puteri, yaitu:
 
1)# Nyi Raden Panatamantri,
 
2)# Nyi Raden Widaresmi.
 
3)# Nyi Raden Karibaningsih, dan
 
4)# Nyi Raden Ratnaningsih.
 
Tumenggung Cakranagara I setelah wafat dimakamkan di Cinagara, Desa Simpar, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis.
 
=== Raden Tumenggung Cakranagara II ===
 
Raden Cakranagara II menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Bupati Panjalu dengan gelar Raden Tumenggung Cakranagara II, sedangkan adiknya yang bernama Raden Suradipraja diangkat menjadi Patih Panjalu dengan gelar Raden Demang Suradipraja.
Baris 333 ⟶ 320:
Tumenggung Cakranagara II mempunyai enam belas orang anak dari ''garwa padmi'' dan isteri selirnya, keenambelas putera-puterinya itu adalah:
 
1)# Nyi Raden Wijayapura,
 
2)# Nyi Raden Natakapraja,
 
3)# Nyi Raden Sacadinata,
 
4)# Raden Cakradipraja,
 
5)# Raden Ngabehi Angreh,
 
6)# '''Raden Dalem Cakranagara III''',
 
7) Nyi Raden Puraresmi,
Baris 353 ⟶ 340:
10) Nyi Raden Janingrum,
 
11)1# Nyi Raden Widayaresmi,
 
12)1# Nyi Raden Murdaningsih,
 
13)1# Raden Demang Kertanata,
 
14)1# Raden Demang Argawijaya,
 
15)1# Nyi Raden Adipura, dan
 
16)1# Nyi Raden Siti Sarana.
 
Tumenggung Cakranagara II setelah wafat dimakamkan di Puspaligar, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis.
 
=== Raden Tumenggung Cakranagara III ===
 
Raden Cakranagara III sebagai putera tertua dari'' garwa padmi'' (permaisuri) menggantikan posisi ayahnya sebagai Bupati Panjalu dengan gelar Raden Tumenggung Cakranagara III.
Baris 373 ⟶ 360:
Tahun 1810 wilayah Kawali yang dikepalai Raden Adipati Mangkupraja III (1801-1810) digabungkan kedalam wilayah Kabupaten Panjalu dibawah Raden Tumenggung Cakranagara III yang sama-sama berada dalam wilayah administratif Cirebon. Wilayah Kawali ini kemudian dikepalai oleh Raden Tumenggung Suradipraja I (1810-1819) yang menginduk ke Kabupaten Panjalu.
 
Pada tahun 1819 ketika Pemerintah [[Hindia- Belanda]] dibawah pimpinan Gubernur Jenderal [[G.A.G.Ph. Baron Van der Capellen]] ([[1816-1836]]) dikeluarkanlah kebijakan untuk '''menggabungkan Kabupaten Panjalu, Kawali, Distrik Cihaur dan Rancah kedalam Kabupaten Galuh'''. Berdasarkan hal itu maka Tumenggung Cakranagara III dipensiunkan dari jabatannya sebagai Bupati Panjalu dan sejak itu Panjalu menjadi kademangan (daerah setingkat wedana) di bawah Kabupaten Galuh.
 
Pada tahun itu Bupati Galuh Tumenggung Wiradikusumah digantikan oleh puteranya yang bernama Adipati Adikusumah (1819-1839), sedangkan di Panjalu pada saat yang bersamaan putera tertua Tumenggung Cakranagara III yang bernama Raden Sumawijaya diangkat menjadi Demang (Wedana) Panjalu dengan gelar '''Raden Demang Sumawijaya''', sementara itu putera ketujuh Tumenggung Cakranagara III yang bernama Raden Cakradikusumah diangkat menjadi Wedana Kawali dengan gelar '''Raden Arya Cakradikusumah'''.
Baris 379 ⟶ 366:
Tumenggung Cakranagara III mempunyai dua belas orang putera-puteri, yaitu:
 
1)# '''Raden Sumawijaya''' Demang Panjalu (Nusa Larang, Panjalu),
 
2)# Raden Prajasasana Kyai Sakti (Nusa Larang, Panjalu),
 
3)# Raden Aldakanata,
 
4)# Raden Wiradipa,
 
5)# Nyi Raden Wijayaningrum,
 
6)# Raden Jibjakusumah,
 
7) Raden Cakradikusumah (Wedana Kawali),
Baris 399 ⟶ 386:
10) Nyi Raden Kuraesin,
 
11)1# Raden Raksadipraja (Kuwu Ciomas, Panjalu), dan
 
12)1# Raden Prajadinata (Kuwu Maparah, Panjalu), penulis naskah Babad Panjalu dalam bahasa Sunda dengan aksara latin (tersimpan di Perpustakaan Nasional RI), wafat di Mekkah.
 
'''Tumenggung Cakranagara III wafat pada tahun 1853 dan dipusarakan di Nusa Larang Situ Lengkong Panjalu berdekatan dengan pusara Prabu Rahyang Kancana putera Prabu Sanghyang Borosngora.'''
 
=== Raden Demang Sumawijaya ===
 
Raden Sumawijaya pada tahun 1819 diangkat menjadi Demang Panjalu dengan gelar Raden Demang Sumawijaya. Adiknya yang bernama Raden Cakradikusumah pada waktu yang berdekatan juga diangkat menjadi Wedana Kawali dengan gelar Raden Arya Cakradikusumah. Demang Sumawijaya mempunyai tiga orang anak, yaitu:
# '''Raden Aldakusumah'''
# Nyi Raden Asitaningsih
# Nyi Raden Sumaningsih
 
Demang Sumawijaya setelah wafat dimakamkan di Nusa Larang Situ Lengkong Panjalu.
1) '''Raden Aldakusumah''',
 
2) Nyi== Raden Asitaningsih,Demang Aldakusumah dan==
 
3) Nyi Raden Sumaningsih.
 
'''Demang Sumawijaya setelah wafat dimakamkan di Nusa Larang Situ Lengkong Panjalu'''.
 
=== Raden Demang Aldakusumah ===
 
Raden Aldakusumah menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Demang Panjalu dengan gelar Raden Demang Aldakusumah, ia menikahi Nyi Raden Wiyata (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu) dan mempunyai empat orang anak, yaitu:
 
1)# ''' Raden Kertadipraja''' (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu),
 
2)# Nyi Raden Wijayaningsih,
 
3)# Nyi Raden Kasrengga (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu), dan
 
4)# Nyi Raden Sukarsa-Karamasasmita (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu).
 
Semantara itu adik sepupunya yang bernama Raden Argakusumah (putera Wedana Kawali Raden Arya Cakradikusumah) diangkat menjadi Bupati Dermayu (sekarang [[Indramayu]]) dengan gelar Raden Tumenggung Cakranagara IV. '''Raden Demang Aldakusumah dan Raden Tumenggung Argakusumah (Cakranagara IV) setelah wafatnya dimakamkan di Nusa Larang Situ Lengkong Panjalu'''.
 
=== Raden Kertadipraja ===
 
Putera tertua Demang Aldakusumah yang bernama '''Raden Kertadipraja''' tidak lagi menjabat sebagai Demang Panjalu karena Panjalu kemudian dijadikan salah satu desa/kecamatan yang masuk kedalam wilayah kawedanaan Panumbangan Kabupaten Galuh, sementara ia sendiri tidak bersedia diangkat menjadi Kuwu (Kepala Desa) Panjalu. Pada tahun 1915 Kabupaten Galuh berganti nama menjadi Kabupaten Ciamis.
Baris 437 ⟶ 421:
Raden Kertadipraja (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu) menikahi Nyi Mas Shinta (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu) dan menurunkan empat orang anak yaitu:
 
1)# '''Raden Hanafi Argadipraja''' (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu),
 
2)# Nyi Raden Aminah - Adkar (Cirebon),
 
3)# Nyi Raden Hasibah - Junaedi (Reumalega, Desa Kertamandala Panjalu),
 
4)# Nyi Raden Halimah - Suminta (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu),
 
5)# ''' Raden Ahmad Kertadipraja''' (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu), dan
 
6)# Nyi Raden Aisah - Padma (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu)
 
=== Raden Hanafi Argadipraja ===
 
Raden Hanafi Argadipraja (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu) mempersunting Nyi Raden Dewi Hunah Murtiningsih (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu) puteri dari Kuwu Cimuncang (sekarang Desa Jayagiri Kecamatan Panumbangan Ciamis) yang bernama Raden Nitidipraja, penulis '''catatan sejarah & silsilah Panjalu''' dalam bahasa Sunda dengan aksara arab dan latin (makamnya di Puspaligar, Panjalu), dan dari pernikahannya itu menurunkan lima orang putera-puteri:
 
1)# Nyi Raden Sukaesih-Raden Abdullah Suriaatmaja,
# '''H. Raden Muhammad Tisna Argadipraja''',
 
2)# '''H. Raden MuhammadGalil TisnaAldar Argadipraja''',
# '''Hj. Nyi Raden Siti Maryam-H.Encur Mansyur''',
 
# Nyi Raden Siti Rukomih-Raden Sukarsana Sadhi Pasha.
3) '''Raden Galil Aldar Argadipraja''',
 
4) '''Hj. Nyi Raden Siti Maryam-H.Encur Mansyur''',
 
5) Nyi Raden Siti Rukomih-Raden Sukarsana Sadhi Pasha.
 
Sedangkan adik Raden Hanafi Argadipraja, yakni '''Raden Ahmad Kertadipraja''' (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu) menurunkan empat orang anak:
# H. Raden Afdanil Ahmad,
# Raden Nasuha Ahmad,
# Nyi Raden Nia Kania, dan
# Raden Ghia Subagia.
 
1)== HHj. Nyi Raden AfdanilSiti Maryam Ahmad,==
Hj. Nyi Raden Siti maryam(Panumbangan) menikah dengan Eyang Mad Syahri(Panumbangan, Cibonteng) dan melahirkan sembilan orang anak, yaitu:
# Raden Sasmita,
# Raden Elon Dahlan,
# Nyimas Raden Ipoh Saripah,
# Raden Endah Dahri,
# Nyimas Raden Erum Atikah,
# Nyimas Raden Zaenab Sukarsih,
# Nyimas Raden Khotimah,
# '''Nyimas Raden Aisyah Rukmanah''',
# Raden Rosyadi,
 
2)== Nyimas Raden NasuhaAisyah Rukmanah Ahmad,==
 
3) Nyi Raden Nia Kania, dan
 
4) Raden Ghia Subagia.
 
=== Hj. Nyi Raden Siti Maryam ===
Hj. Nyi Raden Siti maryam(Panumbangan) menikah dengan Eyang Mad Syahri(Panumbangan, Cibonteng) dan melahirkan sembilan orang anak, Yaitu:
 
1)Raden Sasmita,
 
2)Raden Elon Dahlan,
 
3)Nyimas Raden Ipoh Saripah,
 
4)Raden Endah Dahri,
 
5)Nyimas Raden Erum Atikah,
 
6)Nyimas Raden Zaenab Sukarsih,
 
7)Nyimas Raden Khotimah,
 
8)'''Nyimas Raden Aisyah Rukmanah''',
 
9)Raden Rosyadi,
 
===Nyimas Raden Aisyah Rukmanah===
Nyimas raden Aisyah Rukmanah (Panumbangan), menikah dengan Raden Ade Sutisna (Desa Golat). Dan melahirkan lima orang putra-putri, Yaitu:
# '''Nyimas Raden Djohar Sry Kantini''',
# '''Nyimas Raden Nina Tursina Irania''',
# Raden Tepi Nugraha Jayaprana,
# Nyimas Raden Rika Gartika Gumilar,
# Raden Taufik Fitra Jaya Burnama,
 
1)'''== Nyimas Raden Djohar Sry Kantini''', ==
 
2)'''Nyimas Raden Nina Tursina Irania''',
 
3)Raden Tepi Nugraha Jayaprana,
 
4)Nyimas Raden Rika Gartika Gumilar,
 
5)Raden Taufik Fitra Jaya Burnama,
 
===Nyimas Raden Djohar Sry Kantini===
Nyimas Raden Djohar Sry Kantini(Desa Golat) menikah dengan Raden Muhammad Syafe'i (Cianjur), dan melahirkan dua orang putra-putri, Yaitu:
# Nyimas Raden Gitta Fenny Sari,
# Raden Panji Fenitra,
# Raden Fandi
 
1)== Nyimas Raden GittaNina Tursina FennyIrania Sari,==
 
2)Raden Panji Fenitra,
 
3)Raden Fandi
 
===Nyimas Raden Nina Tursina Irania===
Nyimas Raden Nina Tursina Irania(Desa Golat) menikah dengan Hassan Ridwan(Jakarta) dan melahirkan tiga orang putra-putri, yaitu:
# Raden Aldy Agustiar Ridmansyah
 
# Nyimas Raden Annisa Septiani Nur Faridah
1)Raden Aldy Agustiar Ridmansyah,
# Nyimas Raden Azizah Zahra Ulfah
 
2)Nyimas Raden Annisa Septiani Nur Faridah,
 
3)Nyimas Raden Azizah Zahra Ulfah,
 
== Referensi ==
Baris 529 ⟶ 485:
* {{cite book|last='''Argadipraja'''|first='''R. Duke'''.|title=Babad Panjalu Galur Raja-raja Tatar Sunda|year=1992|publisher=Mekar Rahayu|location=Bandung}}
* ''Atlas Indonesia & Dunia Edisi 33 Propinsi di Indonesia''. (2000). Jakarta. Pustaka Sandro.
* {{cite book|last='''Ayatrohaedi'''. (2005)200# |title=Sundakala: Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" dari Cirebon|publisher=Pustaka Jaya|location=Jakarta}}
* ''Babad Tanah Jawi'' (terj). 2007. Yogyakarta: Narasi.
* {{cite book|last='''Ekadjati'''|first='''Edi S'''.|authorlink=Edi Suhardi Ekadjati|title=Wawacan Sajarah Galuh|year=1977|publisher=EFEO|location=Bandung}}
* {{cite book|last='''Ekadjati'''|first='''Edi S'''.|authorlink=Edi Suhardi Ekadjati|title=Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta|year=2005|publisher=Pustaka Jaya|location=Jakarta}}
* '''Hidayat, Yayat'''. ''Mengenal Warisan Kerajaan Panjalu''. Artikel Majalah Misteri Edisi 20 Peb - 04 Mar 2010.
* {{cite book|last='''Iskandar'''|first='''Yoseph'''|title=Sejarah Jawa Barat: Yuganing Rajakawasa|year=1997|publisher=Geger Sunten|location=Bandung}}
* '''Muljana, Slamet'''. (1979). ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya''. Jakarta: Bhratara.
* '''Munoz, Paul Michel'''. (2006)200# . ''Early Kingdoms of Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula''. Singapore: Editions Didier Millet Pte Ltd.
* '''Suganda, Her'''.'' Situ Lengkong dan Nusalarang, Wisata Alami yang Islami''. Artikel Harian Kompas, 21 Juni 2003.
* '''Suganda, Her'''. ''Naskah Sunda Kuno Antara Sejarah dan Nilai Sakral''. Artikel Harian Kompas, 24 Mei 2008.
* '''Sukardja, H.Djadja'''. (2002)200# . ''Situs Karangkamulyan''. Ciamis: H. Djadja Sukardja S.
* '''Sutarwan, Aam Permana'''. ''Gus Dur "Merevisi" Sejarah Situ Lengkong Panjalu, Air Situ Lengkong berasal dari Mekah''. Artikel Harian Pikiran Rakyat, 10 Juli 2000.
* '''Sumaryadi, Sugeng/Eriez M Rizal'''. ''Menengok Rahasia Sukses Warga Panjalu''. Artikel Harian Media Indonesia, 13 Maret 2004.