Marhaenisme: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Membalikkan revisi 25048762 oleh 2001:448A:3052:79EE:1062:C138:DADD:B547 (bicara) Tag: Pembatalan |
||
(34 revisi perantara oleh 26 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Sosialisme sidebar}}
{{Seri Sukarno}}
'''Marhaenisme''' adalah [[ideologi]] yang menentang penindasan manusia atas manusia dan [[bangsa]] atas bangsa. [[Ideologi]] ini dikembangkan oleh Presiden pertama [[Negara Republik Indonesia]], [[Soekarno|Ir. Soekarno]], dari pemikiran [[Marxisme]] yang diterapkan sesuai dengan karakteristik Indonesia. Soekarno mencetuskan Marhaenisme yakni untuk mengangkat harkat hidup Massa Marhaen (terminologi lain dari rakyat Indonesia), yang memiliki alat produksi namun (masih) tertindas. Meski demikian, pengertian Marhaen juga ditujukan kepada seluruh golongan rakyat kecil yang dimaksud ialah [[petani]] dan [[buruh]] ([[Proletariat|proletar]]) yang hidupnya selalu dalam cengkeraman orang-orang kaya dan penguasa, [[Borjuis]] dan [[Kapitalis]].
== Etimologi ==
Marhaenisme diambil dari seorang petani bernama Marhaen yang hidup di Indonesia dan dijumpai Bung Karno pada tahun 1926-1927.<ref>Soekarno menurut pengakuannya saat memberikan kuliah tentang ''Shaping and Reshaping Indonesia'' di Bandung, 3 Juli 1957</ref> Dalam versi yang berbeda, nama petani yang dijumpai [[Bung Karno]] di daerah Bandung, Jawa Barat itu adalah Aen. Dalam dialog antara Bung Karno dengan petani tersebut, selanjutnya disebut dengan panggilan Mang Aen. Petani tersebut mempunyai berbagai faktor produksi sendiri termasuk lahan [[pertanian]], [[cangkul]] dan lain-lain yang ia olah sendiri,
Istilah ini untuk pertama kalinya digunakan oleh Soekarno di dalam pleidoinya tahun 1930, [[:s:Indonesia Menggugat|''Indonesia Menggugat'']] untuk mengganti istilah [[proletar]].<ref name="mp">
Dalam bukunya "''Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai''", Kol. (Inf.) Soegiarso Soerojo, seorang perwira intelijen pada masa Orde Baru, menyangsikan bahwa ada petani yang memiliki nama Marhaen, dan memberikan alternatif sumber lain dari nama tersebut, yaitu singkatan dari [[Karl Marx|Marx]]-[[Georg Wilhelm Friedrich Hegel|Hegel]]-[[Friedrich Engels|Engels]].<ref>Pour 2010, h. 457</ref><ref>Soerojo 1988</ref>
== Ideologi ==
Marhaenisme pada esensinya adalah sebuah ideologi perjuangan yang terbentuk dari Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi dan Ketuhanan Yang
Menurut
Berbeda dengan [[kapitalisme]], modal dalam
Cara ini mendorong tercapainya efisiensi, sekaligus mencegah pemborosan sumber daya serta sikap konsumtif. Dan karena hanya difungsikan sekadar menghasilkan surplus, modal yang tersedia juga mustahil ditimbun atau diselewengkan untuk menindas tumbuh-kembangnya perekonomian pihak lain.
Baris 19 ⟶ 21:
Marhaenisme yang dimaksud Soekarno bisa dibandingkan dengan formulasi pendekatan teori [[kewirausahaan]] yang baru diperkenalkan pada tahun 70-an oleh David McCleland yaitu hampir 50 tahun kemudian. Bedanya, jika McCleland lebih menekankan opsi pada upaya penanaman virus N.ach (Need for Achievement) atau kehendak untuk maju dari kalangan rakyat atau pengusaha kecil, sehingga notabene didominasi oleh pendekatan fungsional, maka pendekatan Soekarno atas marhaen (petani dan pedagang kecil), justru bersifat struktural, yaitu melalui penanaman sikap progresif revolusioner.<ref name="mp" />
Dalam pidato di depan Sidang PBB, 30 September 1960, Sukarno tegas menyatakan, bahwa Pancasila (baca: Marhaenisme) pada hakekatnya adalah sublimasi dari ''[[Declaration of Independence]]'' (Deklarasi Kemerdekaan [[Amerika Serikat]]) dan ''[[Manifesto Komunis|Manifesto of Communism]]'' dari [[Uni Soviet]]. Artinya Pancasila justru merupakan alternatif ketiga dari kedua kubu yang bertentangan dalam [[Perang Dingin]] di antara Blok Barat dengan Blok Timur saat itu. Secara ideologis, pemikiran Soekarno mirip sekali dengan apa yang dirumuskan oleh Anthony Giddens 20 tahun kemudian, sebagai '
== Lihat pula ==
Baris 25 ⟶ 27:
{{Col-begin}}
{{Col-2}}
* [[Algemeene Studieclub|Algemeene Studie Club (ASC)]], ([[1926]])
*
* [[Partai Nasional Indonesia|Perserikatan Nasional Indonesia]], 4 Juli ([[1927]])
* [[s:Indonesia Menggugat|Indonesia Menggugat]], ([[1930]])
* [[Fikiran Ra'jat]], ([[1932]])
* [[Pancasila]], ([[1945]])
* [[Manipol USDEK|Manifesto politik, Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia (Manipol-Usdek)]], ([[1959]])
* [[Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang|Games of the New Emerging Forces (Ganefo)]], ([[1962]])
* [[Sarinah]], ([[1963]])
{{col-2}}
* ''[[Vivere pericoloso]]'', ([[1964]])
* [[Trisakti]], ([[1964]])
* [[Berdikari]], ([[1965]])
* [[Nawaksara|Nawa Aksara]], 22 Juni ([[1966]])
* [[Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah]], 17 Agustus ([[1966]])
* [[De-Soekarnoisasi]], ([[1967]]-[[1998]])
* [[Nasakom|Nasonalisme, Agama, Komunisme]], ([[1956]])
* [[CONEFO|Conference of The New Emerging Forces (Conefo)]], 7 Januari ([[1965]])
Baris 49 ⟶ 51:
</div>
== Bacaan lanjutan ==
* Soekarno. (2000). ''Marhaenisme''. Promedia.
* Saksono, Ignatius Gatut. (2008) ''Marhaenisme Bung Karno''. Rumah Belajar Yabinkas.
* Pour, Julius. (2010). Gerakan 30 September: pelaku, pahlawan & petualang.
*
==
{{reflist}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Nasionalisme sayap kiri]]
[[Kategori:Soekarno]]
|