Sintren Cirebon: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
(67 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Orphan|date=Oktober 2016}}
'''Sintren''' '''Cirebon''' adalah kesenian tari tradisional masyarakat pesisir utara pulau Jawa. Pada wilayah budaya [[Orang Cirebon|suku Cirebon]], kesenian ini terkenal antara lain di wilayah [[kabupaten Subang]], [[kabupaten Indramayu]], [[kabupaten Cirebon|kabupaten]] dan [[kota Cirebon]], [[kabupaten Majalengka]], [[kabupaten Kuningan]] dan [[kabupaten Brebes]],<ref name=fatmawati>Fatmawati, Ayu Rani. 2014. Pertunjukan Sintren di Desa Dukuh Badag Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan. [[kota Bandung|Bandung]]: Universitas Pendidikan Indonesia</ref> bagi sebagian kalangan, kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis karena melibatkan pawan Sintren dan kemenyan yang identik dengan benda-benda pada ritual mistis.<ref>{{Cite journal|last=Syukur|first=Abdul|date=2013|title=Sintren, Magic dan Perubahan Sosial di Kabupaten Indramayu|url=http://digilib.uinsgd.ac.id/3965/|journal=Jurnal Wawasan|volume=36|issue=1|pages=104-115}}</ref>
== Latar belakang ==
Asal mula nama sintren salah satunya berasal dari kata ''sindir (bahasa Indonesia: sindir)'' dan ''tetaren'' (bahasa Indonesia: pertanyaan melalui syair-syair yang perlu dipikirkan jawabannya) maksudnya adalah menyindir dengan menggunakan sajak-sajak atau syair-syair, sementara di wilayah [[kabupaten Indramayu]] kesenian ini disebut sebagai ''Lais'' (bahasa Indonesia: suci) yang kependekan dari nama asalnya yang dalam [[bahasa Cirebon|bahasa Cirebon dialek Indramayu]] disebut sebagai ''wari lais'' (bahasa Indonesia: air suci) yang dimaknai sebagai para pemuda dengan niat yang suci.
Pada awalnya sebelum terbentuk struktur ''sintren'' atau ''lais'' yang ada seperti sekarang ini yang berupa tarian dengan wanita ditengahnya, dahulu awal kesenian ini dipercaya dimulai dengan aktivitas berkumpulnya para pemuda yang saling bercerita dan memberikan semangat satu sama lain terutama setelah kekalahan besar pada [[perang Besar Cirebon]] yang berakhir sekitar tahun 1818, dalam cerita lisan masyarakat Indramayu dikenal nama Seca Branti yang dipercaya sebagai abdi [[pangeran Diponegoro]] yang berhasil lolos dari Belanda setelah kekalahan [[perang Diponegoro]] yang berakhir pada tahun 1830, dikatakan bahwa Seca Branti melarikan diri ke wilayah [[Indramayu]] disana dia bergaul dengan para pemuda dan suka membacakan sajak-sajak perjuangan, pada musim panen tiba disaat para pemuda sedang banyak berkumpul, Seca Branti kemudian ikut bergabung dan menyanyikan sajak-sajak perjuangannya. Aktivitas menyanyikan sajak-sajak ini kemudian diketahui oleh penjajah Belanda dan kemudian dilarang, Belanda hanya mengizinkan adanya sesuatu kegiatan yang diisi dengan pesta, wanita penghibur dan minuman keras. Kegiatan-kegiatan ini juga berusaha Belanda lakukan di dalam keraton-keraton Cirebon sebelum berakhirnya [[perang Besar Cirebon]], bahkan para prajurit Belanda yang berada di [[kota Cirebon]] senang dengan kegiatan mabuk-mabukan diiringi dengan para penari Tayub.<ref>Hasyim, R.A Opan Safari. Perjuangan Ki Bagus Rangin Menentang Kolonial Belanda 1805 - 1808 (menurut sumber-sumber tradisional). [[kota Cirebon|Cirebon]]</ref> Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi digunakannya penari wanita sebagai ''kedok'' (bahasa Indonesia: topeng) dalam pertunjukannya sementara fokus utamanya tetaplah syair-syair yang diucapkan oleh dalang sintren yang didengarkan oleh para pemuda yang mengelilinginya, berlatih untuk memupuk rasa perjuangan. Oleh karenanya pada tahap ini sebagian kalangan menterjemahkan ''sintren'' sebagai ''sinyo'' (bahasa Indonesia: pemuda) dan ''trennen'' (bahasa Indonesia: berlatih) yang artinya pemuda yang sedang berlatih.
Pada tahap ini pola-pola sajak yang digunakan oleh para dalang sintren tidak berubah dari sajak-sajak tentang perjuangan, perbedaannya adalah digunakannya ''ronggeng buyung'' (penari wanita) pada pertunjukannya yang bertujuan untuk mengelabui penjajah Belanda.
Selain dari kisah perjuangan pemuda-pemuda Cirebon lewat syair-syair penyemangat dalam pagelaran sintren, kesenian sintren di Cirebon juga menampilkan lirik-lirik legenda romantisme antara Selasih dan Sulandana yang populer dikalangan masyarakat [[suku Jawa]],<ref>{{Cite web |url=http://kknm.unpad.ac.id/mekargading/2014/07/15/seni-tari-sintren/ |title={{!}} Tim KKNM desa Mekar Gading Universitas Padjajaran 2014. 2014. Seni Tari Sintren. [[kota Bandung{{!}}Bandung]]. Universitas Padjajaran |access-date=2016-04-15 |archive-date=2016-04-25 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160425050943/http://kknm.unpad.ac.id/mekargading/2014/07/15/seni-tari-sintren/ |dead-url=yes }}</ref> hal tersebut dikarenakan letak Cirebon yang berdekatan langsung dengan tanah budaya Jawa mengakibatkan tingginya interaksi sosial antara [[orang Cirebon|suku Cirebon]] dengan [[suku Jawa]].
== Sintren sebagai media dakwah ==
Sintren seperti halnya kesenian Cirebon yang lainnya juga dipergunakan oleh para wali untuk menyebarkan dakwah Islam<ref>[http://travel.fajarnews.com/read/2015/07/21/4038/kesenian.cirebon.bukan.sekedar.tontonan Andriayana. 2015. Kesenian Cirebon, Bukan Sekedar Tontonan. [[kota Cirebon]]: Fajar News]</ref> dan mengajarkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, pada pagelaran sintren di wilayah [[kabupaten Cirebon]], penari sintren yang dalam keadaan tidak sadar dan kemudian menari, ketika dilemparkan uang dengan jumlah berapapun akan mengakibatkan penarinya jatuh dan tidak bisa berdiri sendiri sebelum didirikan oleh dalang sintren, menurut ''Ki'' Mamat yang merupakan dalang sintren dari sanggar tari Sekar Pandan, [[kesultanan Kacirebonan]], nilai-nilai dakwah Islam yang dibawa oleh pagelaran sintren adalah;<ref>[https://www.youtube.com/watch?v=mAptDqVNTc0 Tim Bukan Empat Mata. 2015. Bukan Empat Mata - Identitas Bangsa. [[Jakarta]]. Trans 7]</ref>
* ''Ranggap'' (Kurungan Ayam), bentuk kurungan ayam yang melengkung berusaha mengingatkan pada manusia yang menyaksikan bahwa bentuk melengkung itulah bentuk dari fase hidup manusia dimana manusia dari bawah akan berusaha menuju puncak, namun setelah berada dipuncaknya manusia kembali lagi ke bawah, dari tanah kembali menjadi tanah, dilahirkan dalam keadaan lemah akan kembali pada keadaan yang lemah pula.
* ''Duit'' (Uang), uang yang dilempar membuat penari sintren langsung jatuh lemas bermakna di dalam kehidupan manusia jangan selalu mendahulukan duniawi, terlalu serakah ke duniawi akan membuat manusia jatuh.
== Syair sintren ==
Syair-syair yang mengiringi pagelaran ''Sintren'' tidak terlepas dari latar belakang atau kisah-kisah yang mengikutinya, kisah romantis Selasih dan Sulandana misalnya, kisah romantis tersebut yang amat kental dalam pagelaran ''Sintren'' di wilayah [[suku Jawa]] seperti di [[kabupaten Batang]] serta [[kabupaten Pekalongan|Kabupaten]] dan [[kota Pekalongan]] tidak begitu terasa dalam pagelaran ''Sintren'' di wilayah [[orang Cirebon|suku Cirebon]] walau dalam sebuah versi syair yang dilantunkan oleh sanggar tari sekar pandan, [[kesultanan Kacirebonan]] masih menyelipkan nama keduanya namun pada praktiknya isi tariannya tidak mengisahkan sama-sekali tentang Selasih dan Sulandana, isi tarian dan penjelasannya justru bernuansa dakwah [[Islam]].
=== Syair ''Kembang Putri Mahendra'' ===
Ketika memasuki ruang pagelaran Sintren, pesinden melantunkan syair seperti dibawah ini ;
Turun turun sintren
<br>Sintrene widadari
<br>Nemu kembang yun ayunan
<br>Nemu kembang yun ayunan
<br>Kembange putri mahendra
<br>Widadari temurunan
Ketika Sintren dan dalang Sintren telah bersiap ditempat dan akan memulai pementasan maka syair akan dilanjutkan dengan syair seperti dibawah ini ;
<br>'''Kembang rampe oli tuku ning pasar kramat
<br>'''Nok fani dirante kang rantee dalang mamat
<br>'''Kembang rampe oli tuku ning pasar kramat
<br>'''sintrene dirante kang rantee dalang mamat'''
<br>Gulung gulung glasah ana sintren lagi turu
<br>Penontone buru buru
<br>Gulung gulung gelasah ana sintren lagi turu
<br>Penontone buru buru
<br>'''Selasih Selasih Sulandana
<br>'''Menyangkuti ragae sukma
<br>'''Ana sukma saking surga
<br>'''Widadari temurunan'''
<br>Selasih Selasih Sulandana
<br>Menyangkuti ragae sukma
<br>Ana sukma saking surga
<br>Widadari temurunan
Ketika ''Ranggap'' (bahasa Indonesia: kurungan ayam) dibuka, maka Syair ''Ya Robana'' (ya Allah swt) yang mengingatkan para penonton untuk segera bertaubat dilantunkan oleh pesinden seperti berikut ;
<br>'''Ya robana, robbana,robbana
<br>'''Ya robana zhalamna anfusana
<br>'''Wa inlam tagfirlana
<br>'''Wa tarhamna lanakunanna
<br>'''Min al-khosirin'''
Setelah Sintren keluar dari ''ranggap'' dan kemudian berdiri, syair diubah untuk menunjukan bahwa sintren telah berdandan dan berganti baju serta para ''Panjak'' (pemain musik) siap untuk mengiringi penampilannya.
<br>Turun turun sintren
<br>Sintrene dandan suwe
<br>Dandan kalunge sesumpinge
<br>Dandan kalunge sesumpinge
<br>'''Sintren joged manis meseme
<br>'''Panjak songgot rame-rame'''
Ketika Sintren melakukan gerakan tarian pertama kali, maka syair diubah kembali menunjukan bahwa Sintren telah siap, pada bagian ini prosesi melempar uang yang membuat sintren lemas tidak berdaya dilakukan.
'''<br>Turun turun sintren
<br>'''sintrene widadari
<br>'''Nemu kembang yun ayunan
<br>'''Nemu kembang yun ayunan
<br>'''Kembange putri mahendra
<br>'''Widadari temurunan'''
Ketika prosesi pelemparan uang sudah selesai, maka dalang akan memasukan sintren kembali ke dalam ''ranggap'' tanda bahwa pagelaran akan segera berakhir.
<br>Kembang kilaras ditandur tengahe alas
<br>Paman bibi aja maras
<br>Dalang sintren jaluk waras
<br>'''Kembange srengenge surupe wayahe sore
<br>'''Sawise lan sedurunge kesuwun ning kabehane'''
=== Syair ''Kembang Gewor'' ===
Pagelaran Sintren dibuka dengan syair seperti berikut ;
<br>Turun-turun Sintren
<br>Sintrene widadari
<br>Nemu kembang ning ayunan
<br>Nemu kembang ning ayunan
<br>Kembange Siti Mahendara
<br>Widadari temurunan ngaranjing ning awak ira
Ketika Sintren sudah masuk ke ''Ranggap'' (kurungan ayam) maka pesinden akan melanjutkan dengan syair ''Sih Solasih'' untuk mengiringi prosesi pelepasan rantai yang membelit sintren di dalam ''Ranggap''.
<br>'''Sih solasih sulandana'''
<br>'''Menyan putih pengundang dewa'''
<br>'''Ala dewa saking sukma'''
<br>'''Widadari temurunan'''
Syair kemudian dilanjutkan dengan syair ''kembang Gewor'' yang mengiringi datangan para ''Bodoran'' (bahasa Indonesia: pelawak) yang mengiringi pagelaran Sintren.
<br>Turun-turun sintren Sintrene widadari
<br>Nemu kembang yun ayunan
<br>Nemu kembang yun ayunan
<br>Kembange si jaya Indra
<br>Widadari temurunan
<br>Kang manjing ning awak ira
<br>'''Turun-turun sintren sintrene widadari'''
<br>'''Nemu kembang yun ayunan'''
<br>'''Nemu kembang yun ayunan'''
<br>'''Kembange si jaya Indra'''
<br>'''Widadari temurunan'''
<br>Kembang gewor bumbung kelapa lumeor
<br>Geol-geol bu Sintren garepan njaluk bodor
<br>Bumbune kelapa muda
<br>Goyang-goyang nyi sintern minta bodor<ref name=iryana>{{Cite web |url=http://www.knowledge-leader.net/2011/06/sintren-cirebonan-khasanah-budaya-lokal/ |title=Iryana, Wahyu. 2011. Sintren Cirebon ; Khasanah Budaya Lokal. [[Bandung]]: Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati |access-date=2016-04-20 |archive-date=2016-04-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160428023649/http://www.knowledge-leader.net/2011/06/sintren-cirebonan-khasanah-budaya-lokal/ |dead-url=yes }}</ref>
Syair kemudian dilanjutkan dengan syair ''kembang Kates, Kenangan dan Jae Laos'' yang menandakan pagelaran Sintren akan segera berakhir, seperti berikut ;
<br>'''Kembang kates gandul'''
<br>'''Pinggire kembang kenanga'''
<br>'''Kembang kates gandul'''
<br>'''Pinggire kembang kenanga'''
<br>'''Arep ngalor garep ngidul'''
<br>'''Wis mana gageya lunga'''
<br>Kembang kenanga
<br>Pinggire kembang melati
<br>Kembang kenanga pinggire
<br>Kembang melati
<br>Wis mana gageya lunga
<br>Aja gawe lara ati
<br>'''Kembang jahe laos'''
<br>'''Lempuyang kembange kuning'''
<br>'''Kembang jahe laos'''
<br>'''Lempuyang kembange kuning'''
<br>'''Ari balik gage elos sukiki menea maning'''
=== Syair ''Metu sing konjarah'' (keluar dari kurungan) ===
<br>Clikung lawung klontongena bandanira (Intip lihatlah dengan hati-hati, berkumpulah, bebaskan belenggumu)
<br>Clikung lawung klontongena bandanira (Intip lihatlah dengan hati-hati, berkumpulah, bebaskan belenggumu)
<br>Ari sukma ngelontong, ngelontong salin busana (seandainya jiwa sudah terbebas, bebaslah ganti pakaianmu)
<br>Simbar-simbar pati, lamun dadi ja kesuwen (simbar-simbar pati (wangsalan Cirebon: rambut mati (uban) ), seandainya sudah muncul janganlah malu)
<br>Simbar-simbar pati, lamun dadi ja kesuwen (simbar-simbar pati (wangsalan Cirebon: rambut mati (uban) ), seandainya sudah muncul janganlah malu)
<br>Tokena sing konjarah, tokena sing konjarah (keluarlah dari kurungan, keluarlah dari kurungan)
<br>Nya bebet nya iket nya sabuk sakerise<ref name=casminih/> (bebet (kain yang diikatkan dipinggang), iket (kain yang diikatkan dikepala), sabuk beserta kerisnya)
=== Syair ''Sintren dibanda'' (sintren dibelenggu) ===
<br>Ayu sintren terapena bandanira (ayo sintren siapkan belenggumu)
<br>Ayu sintren tangan ditaleni (ayo sintren tangan diikat)
<br>Badan ditaleni (badan diikat)
<br>Arep manjing ning konjarah (mau masih ke kurungan)
<br>Pangeranira lara tangis (pemimpinmu sedang menderita dan menangis)
<br>Tangise wong keyungyun (tangisannya orang yang menarik hati)
<br>Turun-turun sintren, sintrene widadari (datang-datang sintren, sintrennya bidadari)
<br>Nemu kembang yun-ayunan, nemu kembang yun-ayunan (nemu kembang hendak dibawa kemana?)
<br>Kembange cahaya indra, widadari temurunan (kembangnya cahaya indra, bidadari sedang datang)
<br>Ngrajinga ning badanira (memasuki badanmu)<ref name=casminih>Casminih. 2007. Kajian Makna, Nilai Budaya, Dan Konteks Seni Tradisional Indramayu “Sintren” Serta Upaya Pewarisannya. [[kota Bandung|Bandung]]. Universitas Pendidikan Indonesia</ref>
=== Syair ''Wari lais'' (air suci) ===
Syair Sintren ''Wari Lais'' (air suci) atau yang secara harafiah berarti pemuda dengan niat yang suci sering diperdengarkan dalam berbagai media seni selain Sintren, diantaranya adalah dalam kesenian [[Tarling]] Cirebon, lirik ''Wari Lais'' masih suka diperdengarkan lewat para penyanyi Tarling seperti ''mimi'' Dadang Darniah pada era 70an dan kemudian Diana Sastra.
<br>Wari lais klontongena bandanira (air suci (pemuda dengan tujuan mulia) ) lepaskanlah belenggu dirimu)
<br>Dunung ala dunung (ditempat-tempat manapun)
<br>Dunung ala dunung (ditempat-tempat manapun)
<br>Si Dunung ing bahu kiwa (tempat-tempat sudah menjadi tangan kiri ("ekstrem kiri") (tuduhan belanda mengatakan rakyat itu pemberontak)
<br>Pangeranira lara nangis (pimpinanmu sedang menderita dan menangis)
=== Syair ''Tambak-tambak Pawon'' (menyalakan dapur) ===
Sebelum tarian Sintren dimulai, untuk menghimpun masyarakat sekaligus memberitahu bahwa akan ada pagelaran tarian sintren, pesinden sintren di [[Kroya, Kroya, Indramayu|desa Kroya]], [[kabupaten Indramayu]] bisanya melantunkan syair berikut;<ref>[http://kknm.unpad.ac.id/kroya/ Tim KKNM desa Kroya 2016. 2016. Sintren: Kebudayaan Dermayu.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160427222810/http://kknm.unpad.ac.id/kroya/ |date=2016-04-27 }} [[Bandung]]: Universitas Padjajaran</ref>
<br>'''Tambak tambak pawon
<br>'''Isie dandang kukusan
<br>'''Ari kebul-kebul wong nontone pada kumpul
Setelah masyarakat sudah berkumpul, pesinden kemudian melanjutkan dengan syair selanjutnya
<br>Turun sintrén, sintréné widadari
<br>Nemu kembang yun ayunan
<br>Nemu kembang yun ayunan
<br>Kembangé si Jaya Indra
<br>Widadari temurunan
<br>'''Kang manjing ning awak ira
<br>'''Turun-turun sintrén
<br>'''Sintrené widadari
<br>'''Nemu kembang yun ayunan
<br>'''Nemu kembang yun ayunan
<br>'''Kembangé si Jaya Indra
<br>'''Widadari temurunan
<br>Kembang katés gandul
<br>Pinggiré kembang kenanga
<br>Kembang katés gandul
<br>Pinggiré kembang kenanga
<br>Arep ngalor arep ngidul
<br>Wis mana gagéya lunga
<br>'''Kembang kenanga
<br>'''Pinggiré kembang melati
<br>'''Kembang kenanga
<br>'''Pinggiré kembang melati
<br>'''Wis mana gagéya lunga
<br>'''Aja gawé lara ati
<br>Kembang jaé laos
<br>Lempuyang kembangé kuning
<br>Kembang jaé laos
<br>Lempuyang kembangé kuning
<br>Ari balik gagé elos
<br>Sukiki menéya maning
<br>'''Kembang kilaras
<br>'''Ditandur tengaé alas
<br>'''Paman-bibi aja maras
<br>'''Dalang sintrén jaluk waras'''
== Pagelaran Sintren ==
Pada mulanya di pagelaran Sintren pakaian yang digunakan oleh penari sintren bukanlah baju ''golek''seperti yang ada sekarang ini, pada masa lalu daerah-daerah dalam lingkungan budaya Cirebon masih seperti [[kabupaten Kuningan]] dan [[kabupaten Cirebon]] masih menggunakan kebaya sebagai pakaian utama penarinya sebelum dikemudian hari sebagian kelompok tari sintren mengubah pakaiannya menjadi baju ''golek''. Struktur pertujukannya pun memiliki struktur yang berbeda-beda pada setiap desa yang memiliki kesenian Sinten, hal ini disebabkan adanya nilai-nilai lokal dan estika pertunjukan yang berusaha ditampilkan pada wilayah tersebut.
=== Pagelaran Sintren di [[kabupaten Cirebon|kabupaten]] dan [[kota Cirebon]] ===
Pagelaran Sintren yang ada di wilayah [[kabupaten Cirebon|kabupaten]] dan [[kota Cirebon]] sangat erat kaitannya dengan dakwah Islam dikarenakan dekatnya wilayah ini dengan pusat [[kesultanan Cirebon]] di [[kota Cirebon]].
==== Pakaian dan alat musik ====
Pada masa lalu diwilayah [[kabupaten Cirebon]], busana yang digunakan oleh penari sintren berupa Kebaya untuk atasannya dengan kain batik Liris dan celana Cinde (celana yang panjangnya sampai ke lutut sebagai bawahannya serta ''Jamang'' (hiasan rambut), kaos kaki dan kacamata hitam sebagai pelengkapnya, tidak hanya itu, pada masa lalu alat musik yang mengiringi pagelaran sintren merupakan jenis-jenis alat musik yang terbilang sederhana, diantaranya adalah ;<ref name=iryana/>
* ''Buyung'', alat musik semacam gendang yang terbuat dari tanah liat dengan ditutup lembaran karet diatasnya. Penggunaan alat musik ''buyung'' inilah yang melatarbelakangi sebagian penari sintren pada masa lalu disebut sebagai ''ronggeng buyung'' (ronggeng yang diiringi oleh alat musik ''buyung'')
* ''Tutukan'', alat musik yang terbuat dari bambu panjang dan besar yang pada masa sekarang disamakan fungsinya dengan alat musik bas.
* ''Bumbung'', alat musik yang terbuat dari ruas-ruas bambu yang berukuran kecil yang pada masa sekarang disamakan fungsinya dengan gitar melodi atau sejenisnya.
* ''Kendi'', alat musik yang terbuat dari tanah liat yang berfungsi sama dengan gong.
* ''Kecrek'', alat musik yang berfungsi sebagai pengatur ritme nada.
Pada perkembangannya di masa-masa kemudian, baju penari sintren kemudian berubah menjadi mengenakan baju ''golek'' yakni pakaian yang mirip dengan yang dikenakan oleh wayang golek sebagai atasannya, namun bawahannya tetap menggunakan kain batik dan celana ''cinde'' serta masih menggunakan ''jamang'', kaos kaki dan kacamata hitam sebagai pelengkapnya, perubahan tidak hanya terjadi pada bentuk pakaiannya saja, instrumen pengiringnya juga bertambah dari yang tadinya hanya berisikan ''buyung'', ''tutukan'', ''bumbung'', ''kendi'' dan ''kecrek'' kemudian dilengkapi dengan penambahan instrumen ''gamelan Cirebon'' sebagai pelengkapnya.
==== Struktur pagelaran ====
Struktur pagelaran kesenian Sinten yang ada di wilayah [[kabupaten Cirebon|kabupaten]] dan [[kota Cirebon]] berusaha untuk memperlihatkan simbol-simbol pengajaran Islam kepada masyarakat dengan cara yang saksama pada setiap adegannya.
===== Adegan pembuka =====
Pagelaran kesenian Sintren di wilayah [[kabupaten Cirebon|kabupaten]] dan [[kota Cirebon]] biasanya dimulai dengan pesinden melantunkan syair,
<br>Turun turun sintren (Datang-datang Sintren)
<br>Sintrene widadari (Sintrennya Bidadari)
<br>Nemu kembang yun ayunan (Nemu kembang hendak dibawa kemana?)
<br>Nemu kembang yun ayunan (Nemu kembang hendak dibawa kemana?)
<br>Kembange putri mahendra (Kembangnya putri Mahendra)
<br>Widadari temurunan (Bidadari sedang datang)
yang diiringi dengan masuknya ''Ki'' dalang Sintren bersama penarinya, yang dilanjutkan dengan sintren yang diikat dengan rantai dan digulung dengan tikar, ujung tikar kemudian diarahkan ke ''Ranggap'' (kurungan ayam) agar penari Sintren tahu dimana posisinya, tidak seperti yang terjadi pada pagelaran Sintren di [[Cibingbin, Kuningan|kecamatan Cibingbin]], [[kabupaten Kuningan]] dimana penari Sintrennya dapat mengetahui letak ''Ranggap''nya sendiri dan kemudian merangkak ke dalamnya, di Cirebon penari diarahkan menuju ranggap dengan cara memasukan ujung tikar kedalam ''Ranggap''.
===== Adegan keluar ''Ranggap'' dan Syair Ya Robbana (Ya Allah swt) =====
Setelah penari Sintren yang ada di dalam ''Ranggap'' hendak keluar dari kurungan, maka pesinden melantunkan syair Ya Robana (Ya Allah swt) yang merupakan kutipan dari surat Al-Araf ayat 23 sekaligus ajakan untuk bertaubat seperti berikut,
<br>Ya robbana, robbana, robbana (Ya Allah swt)
<br>Ya robana zhalamna anfusana (Ya Allah swt kami telah menganiaya diri kami)
<br>Wa inlam tagfirlana (dan jika engkau tidak mengampuni kami)
<br>Wa tarhamna lanakunanna (dan tidak memberi rahmat kepada kami)
<br>Min al-khosirin (niscaya, pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi)
Kemudian penari sudah keluar dengan pakaian yang telah berubah, dari baju keseharian menjadi baju ''golek'' lengkap dengan batik, ''cinde'', ''Jamang'', kaos kaki dan kacamata.
===== Adegan lempar uang =====
Setelah itu penari Sintren melakukan tariannya dan prosesi melempar uang pun dilakukan, pada proses ini ketika penari bersentuhan dengan uang yang dilempar masyarakat maka dia akan lemas tidak berdaya, yang memberikan pesan kepada masyarakat bahwa di dalam kehidupan manusia jangan selalu mendahulukan duniawi, terlalu serakah ke duniawi akan membuat manusia jatuh.
===== Adegan penutup =====
Pada adegan penutup, setelah jatuh berkali-kali pada prosesi pelemparan uang, penari Sintren kemudian didudukan dan dikurung lagi dengan ''Ranggap'', sementara pesinden melantunkan syair Kembang Kilaras.
<br>Kembang kilaras ditandur tengahe alas (Kembang Kilaras ditanam ditengah hutan)
<br>Paman bibi aja maras (paman bibi jangan khawatir)
<br>Dalang sintren jaluk waras (dalang sintren sedang memulihkan keadaan)
<br>Kembange srengenge surupe wayahe sore (Kembang matahari, menutupnya pertanda waktu senja)
<br>Sawise lan sedurunge kesuwun ning kabehane (Sesudah dan sebelumnya, kami ucapkan terimakasih pada semuanya)
Pagelaran kemudian berakhir dengan dibukanya ''Ranggap'' oleh ''Ki'' dalang Sintren sementara penarinya telah kembali sadar dan berganti pakaian menjadi baju keseharian.
=== Pagelaran Sintren di [[Kabupaten Indramayu]] ===
Pada pagelaran Sintren yang ada di wilayah [[kabupaten Indramayu]] tidak selamanya bernuansa agamais yang kental, terkadang pagelaran sintren juga ditujukan untuk ''bebarangan'' (bahasa Indonesia: mengamen), beberapa wilayah desa di [[Indramayu]] yang masih memepertahankan kesenian sintren diantaranya adalah [[Mekargading, Sliyeg, Indramayu|desa Mekar Gading]] di [[Sliyeg, Indramayu|kecamatan Sliyeg]], [[kabupaten Indramayu]] dan [[Kroya, Kroya Indramayu|desa Kroya]], [[Kroya, Indramayu|kecamatan Kroya]], [[kabupaten Indramayu]], berikut adalah penjelasannya.
==== Struktur pagelaran ( [[Mekargading, Sliyeg, Indramayu|desa Mekar Gading]]) ====
Pada pagelaran sintren di [[Mekargading, Sliyeg, Indramayu|desa Mekar Gading]], [[Sliyeg, Indramayu|kecamatan Sliyeg]], [[kabupaten Indramayu]] terdapat keunikan diantaranya dijadikan ''tarling'' Cirebon sebagai musik latar pada pagelaran sintren yang diiringi gamelan dan gendang.
===== Adegan pembuka =====
Adegan dimulai dengan masuknya penari sintren dengan pakaian sehari-hari yang diiringi oleh empat penari pengiring ([[bahasa Cirebon]]: Cantrik), penari sintren kemudian didudukan oleh dalang sintren didampingi para ''Cantrik'', tangan penari sintren kemudian dipegang oleh dalang dan diletakan diatas asap kemenyan, selanjutnya penari sintren dibelenggu ([[bahasa Cirebon : ''dibandan'']] dengan cara diikatkan tali ke seluruh tubuhnya. Penari sintren kemudian dimasukan kedalam ''ranggap'' (kurungan ayam) bersama busana sintren dan perlengkapannya, ''Ranggap'' beberapa saat kemudian dibuka untuk menunjukan penari sintren yang telah berganti pakaian ([[bahasa Cirebon]]: ''salin busana'') namun masih dalam keadaan ''dibandan'' (dibelenggu), ''ranggap'' pun ditutup kembali.
===== Adegan keluar ''ranggap'' dan aksi akrobatik =====
Ketika ''ranggap'' sudah bergetar-getar, dalang sintren bersiap untuk membuka ''ranggap'', ketika ''ranggap'' terbuka terlihat penari sintren sudah dalam keadaan tidak terbelenggu dan bersiap untuk menari, terkadang penari sintren juga melakukan aksi-aksi akrobatik seperti menari diatas kurungan.
===== Adegan lempar uang =====
Adegan lempar uang ( [[bahasa Cirebon|bahasa Cirebon dialek Indramayu]]: ''balangan'') yang ada di [[Mekargading, Sliyeg, Indramayu|desa Mekar Gading]] kurang lebih sama dengan yang ada di wilayah lainnya di Cirebon, yakni dengan pingsannya penari sintren yang terkena lemparan uang yang menggambarkan bahwa jika manusia terlalu berpegangan dengan dunia maka dia akan jatuh. Pada adegan ini dalang sintren akan berusaha membangkitkan penari sintren beberapakali sebelum menutup adegan ''balangan'' ini.
===== Adegan meminta uang =====
Adegan meminta uang dengan ''nyiru'' (bahasa Indonesia: tampah) ke penonton atau yang di [[Indramayu]] disebut dengan ''Temohan'' dilakukan oleh penari sintren dengan cara mendekati para penonton dan meminta uang seikhlasnya.
===== Adegan penutup =====
Adegan dilakukan dengan memasukan kembali penari sintren kedalam ''ranggap''
=== Pagelaran Sintren di [[kabupaten Kuningan]] ===
Pada cerita mengenai sintren yang beredar di masyarakat [[kabupaten Cirebon]] wilayah timur dan [[kabupaten Brebes]] wilayah barat, Sintren yang sering digelar di wilayah [[Cibingbin, Kuningan|kecamatan Cibingbin]], [[kabupaten Kuningan]] berasal dari wilayah Losari, dikarenakan pada masa lalu masyarakat di wilayah [[kabupaten Cirebon]] bagian timur dan [[kabupaten Brebes]] bagian barat suka melakukan aktivitas ''mamando'' (merantau antar kecamatan atau desa) jika tiba musim panen di sekitaran [[Cibingbin, Kuningan|kecamatan Cibingbin]] seperti di ([[Dukuhbadag, Cibingbin, Kuningan|desa Dukuh Badag]], [[Bantarpanjang, Cibingbin, Kuningan|desa Bantar Panjang]], [[Citenjo, Cibingbin, Kuningan|desa Citenjo]], [[Cimara, Cibeureum, Kuningan|desa Cimara]], serta [[Cibeureum, Cibingbin, Kuningan|desa Cibeureum]]) mereka ''mamando'' ke wilayah utara yakni ke sekitaran Losari, begitu pula sebaliknya, karena pada zaman dahulu wilayah yang lebih dahulu panen biasanya wilayah-wilayah di selatan seperti [[Cibingbin, Kuningan|kecamatan Cibingbin]] dan sekitarnya, sehingga ada kemungkinan kesenian Sintren dulunya dikenalkan oleh masyarakat Losari, seperti halnya masyarakat [[Randegan, Losari, Brebes|desa Randegan]] dan sekitarnya yang berada dibagian selatan atau pedalaman [[Losari, Brebes|kecamatan Losari]], [[kabupaten Brebes]] diperkenalkan kepada kesenian ''Burok'' oleh masyarakat Cirebon, begitupula halnya kesenian Sintren masuk ke wlayah ini dikarenakan masyarakat [[Randegan, Losari, Brebes|desa Randegan]] suka ''nanggap'' (memanggil kesenian) Sintren dari wilayah pesisir.
==== Pakaian dan alat musik ====
Pada wilayah kabupaten Kuningan ada sebuah wilayah yang masih mempertahankan budaya kesenian Sintren Cirebon yakni [[Dukuhbadag, Cibingbin, Kuningan|desa Dukuh Badag]], [[Cibingbin, Kuningan|kecamatan Cibingbin]], [[kabupaten Kuningan]] yang dipimpin oleh ''Ki'' dalang Sintren D.U Sahrudin. Pagelaran Sintren biasanya dilakukan pada saat acara pernikahan, sunatan atau memperingati hari-hari besar. Pada masa lalu diperkirakan pakaian yang digunakan oleh rombongan Sintren yang ada di wilayah ini masih sama dengan yang ada sekarang yaitu baju hitam dengan ikat kepala sementara penarinya hanya menggunakan kebaya dengan topi mahkota yang terbuat dari kertas karton.<ref name=fatmawati/>
Pada instrumen alat musik yang mengiringi pagelaran Sintren di wilayah ini adalah alat-alat musik sederhana yang kebanyakan terbuat dari bambu yang memiliki nada dasar atau ''laras'' tertentu ataupun alat-alat musik yang bunyinya mampu mengiringi pagelaran Sintren, diantaranya ialah ;
* ''Lodang'', instrumen alat musik yang terbuat dari ruas-ruas bambu
* Gong Bambu, alat musik yang terbuat dari bambu berukuran besar yang berfungsi sebagai gong.
==== Struktur pagelaran ====
Struktur pagelaran Sintren yang ada di wilayah [[Dukuhbadag, Cibingbin, Kuningan|desa Dukuh Badag]], [[kabupaten Kuningan]] kurang lebih sama dengan wilayah-wilayah lainnya yang bersentuhan dengan kebudayaan Cirebon, yang berbeda ialah adanya adegan Sintren merangkak sendiri menuju ''Ranggap'' (kurungan ayam) setelah tubuhnya diikat dengan tali dan dibungkus tikar, karena biasanya pada pagelaran Sintren di wilayah [[kabupaten Cirebon|kabupaten]] dan [[kota Cirebon]], penari Sintren yang telah diikat dengan rantai dan digulung tikar akan diarahkan ujung tikarnya menuju ''Ranggap'' (kurungan ayam) bukan merangkak sendiri menuju ''Ranggap'', selain itu adanya pertunjukan sulap oleh para ''Bodoran'' (pelawak) dalam pagelaran Sintren di [[Dukuhbadag, Cibingbin, Kuningan|desa Dukuh Badag]] juga merupakan keunikan tersendiri, dikarenakan pada wilayah lainnya yang juga menggunakan ''Bodoran'', para ''Bodoran'' ini hanya melakukan aktivitas komedi saja tanpa disertai sulap seperti yang dilakukan di wilayah [[Dukuhbadag, Cibingbin, Kuningan|desa Dukuh Badag]].<ref name=fatmawati/>
== Referensi ==
{{reflist}}
[[Kategori:Seni tradisional]]
|