Sejarah Indonesia (1945–1949): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
aku menambahkan bendera kepada infobox Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(215 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox
| conventional_long_name = Republik Indonesia
| status = [[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia|Pemerintahan dalam pengasingan]]<br><small>(1948–1949)</small>
| era = [[Revolusi Nasional Indonesia]]
| national_anthem = "[[Indonesia Raya]]" (1945)<br /><div style="padding-top:0.5em;">[[File:Indonesia Raya dalam Propaganda Jepang 2 Nippon Eigasha 2605.ogg|center]]</div>
| government_type = [[Negara kesatuan]] [[Republik|republik konstitusional]]
*dengan [[sistem presidensial]]<br>(1945){{efn|sampai 11 November 1945}}
*dengan [[sistem parlementer]]<br>(1945–1949){{efn|dari 11 November 1945 sampai 27 December 1949, Indonesia secara de facto menjadi negara Parlementer setelah dikempris Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 16 Oktober 1945. Dengan maklumat ini KNIP diberikan wewenang legislatif, dengan hal ini KNIP secara alam berfungsi sebagai Parlemen, dengan Presiden sebagai jabatan konstitusional, dan perdana menteri yang mengurus kepemerintahan.}}
| event_start = [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]]
| date_start = 17 Agustus
| year_start = 1945
| event1 = [[Konstitusi Indonesia|Konstitusi 1945 diberlakukan]]
| date_event1 = 18 Agustus 1945
| event2 = [[Perjanjian Linggajati]]
| date_event2 = 15 November 1946
| date_event3 = Juli-Agustus 1947
| event4 = [[Perjanjian Renville]]
| date_event4 = 17 Januari 1948
| event5 = [[Agresi Militer Belanda II]]
| date_event5 = 19 Desember 1948
| event_end = [[Konferensi Meja Bundar]]
| date_end = 2 November
| year_end = 1949
| event_post = Penyerahan Kedaulatan
| date_post = [[Republik Indonesia (1949–1950)|27 Desember 1949]]
| p1 = Pendudukan Jepang di Indonesia
| flag_p1 = Merchant flag of Japan (1870).svg
| s1 = Republik Indonesia Serikat (1949–1950)
| flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
| flag = Flag of Indonesia
| image_map = File:Republic of Indonesia 1948.svg
| image_map_caption = Daerah yang diduduki pemerintah dan tentara Indonesia setelah pembentukan [[garis Van Mook]], 1948.
| capital = {{nowrap|[[Djakarta]] <small>(1945–1946)</small><br>[[Surakarta]] <small>(1946)</small>
[[Jogjakarta]] <small>(1946–1948)</small>}}
[[Bukittinggi]] <small>(1948–1949)</small>
| common_languages = [[Bahasa Indonesia]]
| currency = {{plainlist|
*[[Oeang Republik Indonesia|ORI]]
*[[Uang Republik Indonesia Propinsi Sumatera|URIPS]] (hanya di sumatra)}}
| leader1 = [[Sukarno]]
| year_leader1 = 1945–1949
| title_leader = [[Presiden Indonesia|Presiden]]
| representative1 = [[Mohammad Hatta]]
| year_representative1 = 1945–1949
| title_representative = [[Wakil Presiden Indonesia|Wakil Presiden]]
| deputy1 = [[Sutan Sjahrir]]
| deputy2 = [[Amir Sjarifuddin]]
| deputy3 = [[Mohammad Hatta]]
| year_deputy1 = 1945–1947
| year_deputy2 = 1947–1948
| year_deputy3 = 1948–1949
| title_deputy = [[Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri]]
| legislature = [[Komite Nasional Indonesia Pusat]]
| religion = {{plainlist|
*[[Islam di Indonesia|Islam]]
*[[Protestanisme di Indonesia|Protestan]]
*[[Katolik di Indonesia|Katolik]]
*[[Hindu di Indonesia|Hindu]]
*[[Buddha di Indonesia|Buddha]]}}
| demonym = [[Orang Indonesia]]
| today = [[Indonesia]]
| image_flag = Flag of Indonesia.svg
}}
'''Republik Indonesia''' dimulai dengan masuknya [[Blok Sekutu (Perang Dunia II)|Sekutu]]
== 1945 ==
=== Kembalinya Belanda bersama Sekutu ===
==== Latar belakang terjadinya kemerdekaan ====
Sesuai dengan [[Kongres Wina|perjanjian Wina]] pada tahun [[1942]], [[Pihak Sekutu di Perang Dunia II|negara-negara sekutu]] bersepakat untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang kini diduduki [[Jepang]] pada pemilik koloninya masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya.
# Menjelang akhir [[Perang Dunia II|perang]]
Setelah perang usai, tentara [[Australia]] bertanggung jawab terhadap [[Kalimantan]] dan Indonesia bagian Timur, [[Amerika Serikat]] menguasai [[Filipina]] dan tentara [[Inggris]] dalam bentuk komando '''SEAC''' (''South East Asia Command'') bertanggung jawab atas [[India]], [[Burma]], [[Srilanka]], [[Malaya]], [[Sumatra]], [[Jawa]] dan
==== Mendaratnya
Berdasarkan ''Civil Affairs Agreement'', pada [[
=== Pertempuran melawan
Terdapat berbagai pertempuran yang terjadi pada saat masuknya
# Pertempuran Rawabangke Jatinegara, dipimpin oleh Kyai Haji Darip.
# Klender Lautan Api, 11 Oktober 1945.
# Serangan Massal 15 Oktober 1945 di Klender dipimpin oleh KH. Darip.
# Pertempuran Pondok Gede, 16 Oktober, dipimpin oleh KH. Darip bersama satuan-satuan Laskar dan TKR.
# Pertempuran Monumental Cakung - Kranji - Bekasi, November 1945 dipimpin oleh KH. Darip bersama satuan-satuan Laskar dan TKR.
# [[Pertempuran
# [[Pertempuran Lima Hari]], di [[Semarang]] pada 15–19 Oktober 1945 (melawan Jepang).
# [[Peristiwa 10 November]], di daerah [[Kota Surabaya|Surabaya]] pada 10 November 1945, dipimpin Kolonel (TKR) Sungkono.
# [[Pertempuran Medan Area]], di daerah [[Kota Medan|Medan]] dan sekitarnya pada 10 Desember 1945 hingga 10 Agustus 1946, dipimpin oleh Kolonel (TKR) [[Achmad Tahir]].
# [[Palagan Ambarawa]], di daerah [[Ambarawa]], [[Semarang]] pada 12–15 Desember 1945, dipimpin Kolonel (TKR) [[Soedirman|Sudirman]].
# [[Pertempuran Lengkong]], di daerah Lengkong, [[Serpong]] pada 25 Januari 1946, dipimpin oleh Mayor (TKR) [[Daan Mogot]].
# [[Bandung Lautan Api]], di daerah [[Bandung]] pada 23 Maret 1946, atas perintah Kolonel (TRI) [[A.H. Nasution]].
# [[Pertempuran Selat Bali]], di [[Selat Bali]] pada April, dipimpin oleh Kapten Laut (TRI) Markadi.
# [[Pertempuran Margarana]], di Margarana, Tabanan, [[Bali]] pada 20 November 1946, dipimpin oleh Letkol (TRI) [[I Gusti Ngurah Rai]].
# [[Pembantaian Westerling]], di [[Sulawesi Selatan]] pada 11 Desember 1946 hingga 10 Februari 1947, akibat dari perburuan terhadap [[Robert Wolter Mongisidi|Wolter Monginsidi]].
# [[Pertempuran Lima Hari Lima Malam (Palembang)|Pertempuran Lima Hari Lima Malam]], di [[Palembang]] pada 1–5 Januari 1947, dipimpin oleh Kolonel (TRI) [[Bambang Utoyo|Bambang Utojo]].
# [[Pertempuran Laut Cirebon]], di [[Cirebon]] pada 7 Januari 1947, dipimpin oleh Kapten Laut (TRI) [[Samadikoen|Samadikun]].
# [[Pertempuran Laut Sibolga]], di [[Sibolga]] pada 12 Mei 1947, dipimpin oleh Letnan II Laut (TRI) Oswald Siahaan.
# [[Agresi Militer I]] pada 21 Juli hingga 5 Agustus 1947.
# [[Pembantaian Rawagede]] di Rawagede, [[Karawang]] pada 9 Desember 1947, akibat dari perburuan terhadap Kapten (TNI) [[Lukas Kustaryo|Lukas Kustarjo]].
# [[Agresi Militer II]] pada 19–20 Desember 1948.
# [[Serangan Umum 1 Maret 1949]], di [[Yogyakarta]] pada 1 Maret 1949, dipimpin oleh Letkol (TNI) Suharto.
# [[Serangan Umum Surakarta]], di [[Surakarta]] pada 7–10 Agustus 1949, dipimpin oleh Letkol (TNI) [[Slamet Rijadi]].
===
Pernyataan [[van Mook]] untuk tidak berunding dengan [[Soekarno]] adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari [[presidensial]] menjadi [[parlementer]]. Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan [[Pihak Sekutu di Perang Dunia II|Sekutu]], tanggal [[14 November]] [[1945]], [[Soekarno]] sebagai kepala [[Kabinet Presidensial|pemerintahan republik]] diganti oleh [[Sutan Sjahrir]] yang seorang [[sosialis]] dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di [[Belanda]].
Terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia (dari
[[Sistem presidensil|sistem Presidensil]] menjadi [[Sistem parlementer|sistem Parlementer]]) memungkinkan perundingan antara pihak RI dan Belanda. Dalam pandangan [[Inggris]] dan [[Belanda]], [[Sutan Sjahrir]] dinilai sebagai seorang moderat, seorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang.
Ketika Syahrir mengumumkan [[Kabinet Sjahrir I|kabinetnya]], [[15 November]] [[1945]], Letnan [[Gubernur Jendral]] [[van Mook]] mengirim kawat kepada Menteri Urusan Tanah Jajahan (''Minister of Overseas Territories, Overzeese Gebiedsdelen''), [[J.H.A. Logemann]], yang berkantor di [[Den Haag]]: "''Mereka sendiri [Sjahrir dan Kabinetnya] dan bukan Soekarno yang bertanggung jawab atas jalannya keadaan''". Logemann sendiri berbicara pada siaran radio [[BBC]] tanggal [[28 November]] [[1945]], "''Mereka bukan kolaborator seperti Soekarno, presiden mereka, kita tidak akan pernah dapat berurusan dengan Dr Soekarno, kita akan berunding dengan Sjahrir''". Tanggal [[6 Maret]] [[1946]] kepada van Mook, Logemann bahkan menulis bahwa Soekarno adalah ''[[persona non grata]]''.
== 1946 ==
===
Menjelang berakhirnya tahun 1945 situasi keamanan ibu kota [[Jakarta]] (saat itu masih disebut [[Batavia]]) makin memburuk dengan terjadinya saling serang antara kelompok pro-kemerdekaan dan kelompok pro-Belanda. Ketua Komisi Nasional Jakarta, Mr. [[Mohammad Roem]] mendapat serangan fisik. Demikian pula, Perdana Menteri Syahrir dan Menteri Penerangan Mr. [[Amir Sjarifuddin]] juga nyaris dibunuh simpatisan Belanda ([[NICA]]).<ref name="pamfletkai"/> Karena itu pada tanggal [[1 Januari]] [[1946]] Presiden Soekarno memberikan perintah rahasia kepada [[Balai Yasa Manggarai]] untuk segera menyiapkan rangkaian kereta api demi menyelamatkan para petinggi negara. Pada tanggal 3 Januari 1946 diputuskan bahwa Presiden [[Soekarno]] dan Wakil Presiden [[Hatta]] beserta beberapa menteri/staf dan keluarganya meninggalkan Jakarta dan pindah ke [[Yogyakarta]] sekaligus pula memindahkan [[ibu kota]]; meninggalkan Perdana Menteri [[Sutan Syahrir]] dan kelompok yang bernegosiasi dengan [[Belanda]] di [[Jakarta]].<ref name="gimonca45">[http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah08.shtml War for Independence: 1945 to 1950]</ref> Perpindahan dilakukan menggunakan kereta api berjadwal khusus, sehingga disebut sebagai KLB (Kereta Luar Biasa).
Perjalanan KLB ini menggunakan [[lokomotif uap]] nomor C2849 bertipe C28 buatan pabrik Henschel, Jerman, dengan rangkaian kereta inspeksi yang biasa digunakan untuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yang disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA).<ref name="pamfletkai"/><ref>{{Cite web |url=http://www.adnanputra.com/artikel_otw_arsip.php?detail=ok&id=9&PHPSESSID=f66e0d584221bb01cd6ac1dec6cc1051 |title=Bhayangkara Pewaris Gajah Mada, Kilas-balik sejarah POLRI |access-date=2007-02-14 |archive-date=2007-09-30 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070930085133/http://www.adnanputra.com/artikel_otw_arsip.php?detail=ok&id=9&PHPSESSID=f66e0d584221bb01cd6ac1dec6cc1051 |dead-url=yes }}</ref> Rangakaian terdiri dari delapan kereta, mencakup satu kereta bagasi, dua kereta penumpang kelas 1 dan 2, satu kereta makan, satu kereta tidur kelas 1, satu kereta tidur kelas 2, satu kereta inspeksi untuk presiden, dan satu kereta inspeksi untuk wakil presiden.<ref name="pamfletkai"/> Masinis adalah Kusen, juruapi (stoker) Murtado dan Suad, serta pelayan KA Sapei.<ref name="pamfletkai">Pamflet PT KAI menyambut ulang tahun PT KAI 2015, dipampangkan di Stasiun Yogyakarta</ref> Perjalanan diawali sore hari, dengan KLB [[rangsir]] dari [[Stasiun Manggarai]] menuju Halte Pegangsaan (sekarang sudah dibongkar) dan kereta api berhenti tepat di belakang kediaman resmi presiden di Jalan Pegangsaan Timur 56.<ref name="pamfletkai"/> Setelah lima belas menit embarkasi, KLB berangkat ke Stasiun Manggarai dan memasuki jalur 6. Kereta api melanjutkan perjalanan ke Jatinegara dengan kecepatan 25 km per jam. KLB berhenti di [[Stasiun Jatinegara]] menunggu signal aman dari [[Stasiun Klender]]. Menjelang pukul 19 KLB melanjutkan perjalanan dengan lampu dimatikan dan kecepatan lambat agar tidak menarik perhatian pencegat kereta api yang marak di wilayah itu.<ref name="pamfletkai"/> Barikade gerbong kosong juga diletakkan untuk menutupi jalur rel dari jalan raya yang sejajar di sebelahnya.
Selepas Setasiun Klender, lampu KLB dinyalakan kembali dan kereta api melaju dengan kecepatan maksimum 90 km per jam. Pada pukul 20 KLB berhenti di [[Stasiun Cikampek]]. Pada pukul 01 tanggal [[4 Januari]] [[1946]] KLB berhenti di [[Stasiun Purwokerto]], dan kemudian melanjutkan perjalanan hingga tiba pada pukul 07 di [[Stasiun Yogyakarta]].<ref name="pamfletkai"/>
=== Diplomasi Syahrir ===
Tanggal [[10 Februari]] [[1946]], pemerintah Belanda membuat pernyataan memperinci tentang politiknya dan menawarkan mendiskusikannya dengan wakil-wakil Republik yang diberi kuasa. Tujuannya hendak mendirikan persemakmuran Indonesia, yang terdiri dari daerah-daerah dengan bermacam-macam tingkat pemerintahan sendiri, dan untuk menciptakan warga negara Indonesia bagi semua orang yang dilahirkan di sana. Masalah dalam negeri akan dihadapi dengan suatu parlemen yang dipilih secara demokratis dan orang-orang Indonesia akan merupakan mayoritas. Kementerian akan disesuaikan dengan parlemen tetapi akan dikepalai oleh wakil kerajaan. Daerah-daerah yang bermacam-macam di Indonesia yang dihubungkan bersama-sama dalam suatu susunan federasi dan persemakmuran akan menjadi rekan (''partner'') dalam Kerajaan Belanda, serta akan mendukung permohonan keanggotaan Indonesia dalam organisasi [[PBB]].
Baris 94 ⟶ 132:
Tanggal [[17 Juni]] [[1946]], sesudah Sjahrir mengirimkan surat rahasianya kepada van Mook, surat itu dibocorkan kepada pers oleh surat kabar di Negeri Belanda. Pada tanggal [[24 Juni]] [[1946]], [[van Mook]] mengirim kawat ke [[Den Haag]]: "''menurut sumber-sumber yang dapat dipercaya, usul balasan (yakni surat Sjahrir) tidak disetujui oleh Soekarno dan ketika dia bertemu dengannya, dia marah. Tidak jelas, apa arah yang akan diambil oleh amarah itu''". Pada waktu yang sama, surat kabar Indonesia menuntut dijelaskan desas-desus tentang Sjahrir bersedia menerima pengakuan ''de facto'' Republik Indonesia terbatas pada Jawa dan Sumatra.
==== Penculikan terhadap PM
{{utama|Penculikan Perdana Menteri Sjahrir}}
Tanggal [[27 Juni]] [[1946]], dalam Pidato Peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW, Wakil Presiden [[Hatta]] menjelaskan isi usulan balasan di depan rakyat banyak di alun-alun utama [[Yogyakarta]], dihadiri oleh [[Soekarno]] dan sebagian besar pucuk pimpinan politik. Dalam pidatonya, Hatta menyatakan dukungannya kepada [[
Pada malam itu terjadi [[penculikan Perdana Menteri Sjahrir|peristiwa penculikan terhadap Perdana Menteri
Pada malam tanggal [[28 Juni]] [[1946]], [[Soekarno|Ir Soekarno]] berpidato di radio [[Yogyakarta]]. Ia mengumumkan, "''Berhubung dengan keadaan di dalam negeri yang membahayakan keamanan negara dan perjuangan kemerdekaan kita, saya, Presiden Republik Indonesia, dengan persetujuan Kabinet dan sidangnya pada tanggal [[28 Juni]] [[1946]], untuk sementara mengambil alih semua kekuasaan pemerintah''". Selama sebulan lebih, [[Soekarno]] mempertahankan kekuasaan yang luas yang dipegangnya. Tanggal [[3 Juli]] [[1946]], [[Sjahrir]] dibebaskan dari penculikan; namun baru tanggal [[14 Agustus]] [[1946]], Sjahrir diminta kembali untuk membentuk kabinet.
Baris 105 ⟶ 143:
Tanggal [[2 Oktober]] [[1946]], [[Sjahrir]] kembali menjadi [[Perdana Menteri]], Sjahrir kemudian berkomentar, "''Kedudukan saya di [[Kabinet Sjahrir III|kabinet ketiga]] diperlemah dibandingkan dengan [[Kabinet Sjahrir II|kabinet kedua]] dan [[Kabinet Sjahrir I|pertama]]. Dalam [[Kabinet Sjahrir III|kabinet ketiga]] saya harus berkompromi dengan [[Partai Nasional Indonesia]] dan [[Masyumi]]... Saya harus memasukkan orang seperti [[A. K. Gani|Gani]] dan [[Alexander Andries Maramis|Maramis]] lewat [[Soekarno]]; saya harus menanyakan pendapatnya dengan siapa saya membentuk kabinet.''"
=== Konferensi Malino
{{utama|Konferensi Malino}}
Bulan Juni 1946 suatu krisis terjadi dalam pemerintahan Republik Indonesia, keadaan ini dimanfaatkan oleh pihak Belanda yang telah mengusai sebelah Timur Nusantara. Dalam bulan Juni diadakan konferensi wakil-wakil daerah di [[Malino]], Sulawesi, di bawah Dr. Van Mook dan minta organisasi-organisasi di seluruh Indonesia masuk federasi dengan 4 bagian; Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Timur Raya.
==
=== Peristiwa Westerling ===
{{utama|Pembantaian Westerling}}
'''Pembantaian Westerling''' adalah sebutan untuk peristiwa pembunuhan ribuan rakyat sipil di [[Sulawesi Selatan]] yang dilakukan oleh pasukan Belanda ''Depot Speciale Troepen'' pimpinan [[Westerling]]. Peristiwa ini terjadi pada Desember [[1946]]-Februari [[1947]] selama operasi militer ''Counter Insurgency'' (penumpasan pemberontakan).
=== Perjanjian Linggarjati ===
{{utama|Perundingan Linggarjati}}
''Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dengan menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke [[Jawa]] dan membantu [[Van Mook]] dalam perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan pada bulan Oktober dan November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus [[Inggris]], [[Lord Killearn]]. Bertempat di bukit [[Linggarjati]] dekat [[Cirebon]]. Setelah mengalami tekanan berat -terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan tanggal [[15 November]] [[1946]] yang pokok pokoknya sebagai berikut:''
* ''Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi [[Sumatra]], [[Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]]. [[Belanda]] harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat [[1 Januari]] [[1949]].''
* ''Republik Indonesia dan [[Belanda]] akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama [[Republik Indonesia Serikat (1949–1950)|Republik Indonesia Serikat]] yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia.''
* Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Baris 127 ⟶ 164:
Kedua delegasi pulang ke [[Jakarta]], dan Soekarno-Hatta kembali ke pedalaman dua hari kemudian, pada tanggal [[15 November]] [[1946]], di rumah Sjahrir di Jakarta, berlangsung pemarafan secara resmi [[Perundingan Linggarjati]]. Sebenarnya Soekarno yang tampil sebagai kekuasaan yang memungkinkan tercapainya persetujuan, namun, Sjahrir yang diidentifikasikan dengan rancangan, dan yang bertanggung jawab bila ada yang tidak beres.
=== Peristiwa yang terjadi terkait dengan hasil
Pada bulan Februari dan Maret 1947 di Malang, [[S M Kartosuwiryo]] ditunjuk sebagai salah seorang dari lima anggota Masyumi dalam komite Eksekutif, yang terdiri dari 47 anggota untuk mengikuti sidang KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), dalam sidang tersebut membahas apakah Persetujuan Linggarjati yang telah diparaf oleh Pemerintah Republik dan Belanda pada bulan November 1946 akan disetujui atau tidak Kepergian S M Kartosoewirjo ini dikawal oleh para pejuang Hizbullah dari Jawa Barat, karena dalam rapat tersebut kemungkinan ada dua kubu yang bertarung pendapat sangat sengit, yakni antara sayap sosialis (diwakili melalui partai Pesindo), dengan pihak Nasionalis-Islam (diwakili lewat partai Masyumi dan PNI). Pihak sosialis ingin agar KNIP menyetujui naskah Linggarjati tersebut, sedangkan pihak Masyumi dan PNI cenderung ingin menolaknya Ketika anggota KNIP yang anti Linggarjati benar-benar diancam gerilyawan Pesindo, Sutomo (Bung Tomo) meminta kepada S M Kartosoewirjo untuk mencegah pasukannya agar tidak menembaki satuan-satuan Pesindo.
Pada bulan tanggal 25 Maret 1947 hasil perjanjian Linggarjati ditandatangani di Batavia. Partai Masyumi menentang hasil perjanjian tersebut, banyak unsur perjuang Republik Indonesia yang tak dapat menerima pemerintah Belanda merupakan kekuasaan berdaulat di seluruh Indonesia
=== Proklamasi Negara Pasundan ===
Usaha Belanda tidak berakhir sampai di NIT. Dua bulan setelah itu, Belanda berhasil membujuk Ketua Partai Rakyat Pasundan, Soeria Kartalegawa, memproklamasikan Negara Pasundan pada tanggal 4 Mei 1947. Secara militer negara baru ini sangat lemah, ia benar benar sangat tergantung pada Belanda, tebukti ia baru eksis ketika Belanda melakukan Agresi dan kekuatan RI hengkang dari Jawa Barat.
Di awal bulan Mei 1947 pihak Belanda yang memprakarsai berdirinya Negara Pasundan itu memang sudah merencanakan bahwa mereka harus menyerang Republik secara langsung. Kalangan militer Belanda merasa yakin bahwa kota-kota yang dikuasai pihak Republik dapat ditaklukkan dalam waktu dua minggu dan untuk menguasai seluruh wilayah Republik dalam waktu enam bulan. Namun mereka pun menyadari begitu besarnya biaya yang ditanggung untuk pemeliharaan suatu pasukan bersenjata sekitar 100.000 serdadu di Jawa, yang sebagian besar dari pasukan itu tidak aktif, merupakan pemborosan keuangan yang serius yang tidak mungkin dipikul oleh perekonomian negeri Belanda yang hancur diakibatkan perang. Oleh karena itu untuk mempertahankan pasukan ini maka pihak Belanda memerlukan
=== Agresi Militer I ===
{{utama|Agresi Militer I}}
Pada tanggal [[27 Mei]] [[1947]], [[Belanda]] mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab dalam 14 hari, yang berisi:
# Membentuk pemerintahan ad interim bersama;
# Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama;
# Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerahdaerah yang diduduki Belanda;
# Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah daerah Republik yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama); dan
# Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor
Baris 154 ⟶ 189:
Ketika jawaban yang memuaskan tidak kunjung tiba, Belanda terus "mengembalikan ketertiban" dengan "tindakan kepolisian". Pada tanggal [[20 Juli]] [[1947]] tengah malam (tepatnya [[21 Juli]] [[1947]]) mulailah pihak [[Belanda]] melancarkan '[[aksi polisionil]]' mereka yang pertama.
Aksi Belanda ini sudah sangat diperhitungkan sekali [[dimana]] mereka telah menempatkan pasukan-pasukannya di tempat yang strategis. Pasukan yang bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan perairan-dalam di Jawa Di
Menghadapi aksi Belanda ini, bagi pasukan Republik hanya bisa bergerak mundur dalam kebingungan dan hanya menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan. Dan bagi Belanda, setelah melihat keberhasilan dalam aksi ini menimbulkan keinginan untuk melanjutkan aksinya kembali. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook, berkeinginan merebut Yogyakarta dan membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris yang menjadi sekutunya tidak menyukai 'aksi polisional' tersebut serta menggiring Belanda untuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap Republik.
=== Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri ===
Setelah terjadinya [[Agresi Militer Belanda I]] pada bulan Juli, pengganti [[Sjahrir]] adalah [[Amir Syarifudin]] yang sebelumnya menjabat sebagai [[Menteri Pertahanan Republik Indonesia|Menteri Pertahanan]]. Dalam kapasitasnya sebagai Perdana Menteri, dia menggaet anggota [[Partai Syarikat Islam Indonesia|PSII]] yang dulu untuk duduk dalam [[Kabinet Amir Sjarifuddin I|Kabinetnya]]. Termasuk menawarkan kepada [[S.M. Kartosoewirjo]] untuk turut serta duduk dalam kabinetnya menjadi Wakil Menteri Pertahanan kedua. Seperti yang dijelaskan dalam sepucuk suratnya kepada [[Soekarno]] dan [[Amir Syarifudin]], [[S.M. Kartosoewirjo|dia]] menolak kursi menteri karena "''ia belum terlibat dalam [[Partai Syarikat Islam Indonesia|PSII]] dan masih merasa terikat kepada [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (1945)|Masyumi]]''".
[[S.M. Kartosoewirjo]] menolak tawaran itu bukan semata-mata karena loyalitasnya kepada [[Masyumi]]. Penolakan itu juga ditimbulkan oleh keinginannya untuk menarik diri dari gelanggang politik pusat. Akibat menyaksikan kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi Indonesia disebabkan berbagai perjanjian yang diadakan pemerintah RI dengan [[Belanda]]. Di samping itu [[Kartosoewirjo]] tidak menyukai arah politik [[Amir Syarifudin]] yang kekiri-kirian. Kalau dilihat dari sepak terjang [[Amir Syarifudin]] selama manggung di percaturan politik nasional dengan menjadi [[Perdana Menteri]] merangkap Menteri Pertahanan sangat jelas terlihat bahwa [[Amir Syarifudin]] ingin membawa politik Indonesia ke arah [[Komunis]].
Baris 170 ⟶ 205:
Tanggal [[17 Januari]] [[1948]] berlangsung konferensi di atas kapal perang Amerika Serikat, Renville, ternyata menghasilkan persetujuan lain, yang bisa diterima oleh yang kedua belah pihak yang berselisih. Akan terjadi perdamaian yang mempersiapkan berdirinya zone demiliterisasi Indonesia Serikat akan didirikan, tetapi atas garis yang berbeda dari persetujuan Linggarjati, karena plebisit akan diadakan untuk menentukan apakah berbagai kelompok di pulau-pulau besar ingin bergabung dengan Republik atau beberapa bagian dari federasi yang direncanakan Kedaulatan Belanda akan tetap atas Indonesia sampai diserahkan pada Indonesia Serikat.
Pada tanggal 19 Januari ditandatangani persetujuan Renville Wilayah Republik selama masa peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai, bahkan lebih terbatas lagi ketimbang persetujuan Linggarjati
Sedikit banyak, ini merupakan ulangan dari apa yang terjadi selama dan sesudah perundingan Linggarjati. Seperti melalui persetujuan Linggarjati, melalui perundingan Renville, Soekarno dan Hatta dijadikan lambang kemerdekaan Indonesia dan persatuan Yogyakarta hidup lebih lama, jantung Republik terus berdenyut. Ini kembali merupakan inti keuntungan Seperti sesudah persetujuan Linggarjati, pribadi lain yang jauh dari pusat kembali diidentifikasi dengan persetujuan -dulu Perdana Menteri Sjahrir, kini Perdana Menteri Amir- yang dianggap langsung bertanggung jawab jika sesuatu salah atau dianggap salah.
=== Runtuhnya Kabinet Amir dan naiknya Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri ===
Dari adanya [[Agresi Militer I]] dengan hasil diadakannya [[Perjanjian Renville]] menyebabkan jatuhnya [[Kabinet Amir Sjarifuddin II|Kabinet Amir]]. Seluruh anggota yang tergabung dalam [[Kabinet Amir Sjarifuddin II|kabinetnya]] yang terdiri dari anggota [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] dan [[Masyumi]] meletakkan jabatan ketika [[Perjanjian Renville]] ditandatangani, disusul kemudian [[Amir Sjarifuddin|Amir]] sendiri meletakkan jabatannya sebagai [[Perdana Menteri]] pada tanggal [[23 Januari]] [[1948]]. Dengan pengunduran dirinya ini dia mungkin mengharapkan akan tampilnya kabinet baru yang beraliran komunis untuk menggantikan posisinya. Harapan itu menjadi buyar ketika [[Soekarno]] berpaling ke arah lain dengan menunjuk [[Hatta]] untuk memimpin suatu [[Kabinet Hatta I|'kabinet presidentil' darurat]] (1948-1949), [[dimana]] seluruh pertanggungjawabannya dilaporkan kepada [[Soekarno]] sebagai [[Presiden]].
Dengan terpilihnya [[Hatta]], dia menunjuk para anggota yang duduk dalam kabinetnya mengambil dari golongan tengah, terutama orang-orang [[PNI]], [[Masyumi]], dan tokoh-tokoh yang tidak berpartai. [[Amir Sjarifuddin|Amir]] dan kelompoknya dari ''sayap kiri'' kini menjadi pihak [[oposisi]]. Dengan mengambil sikap sebagai oposisi tersebut membuat para pengikut [[Sjahrir]] mempertegas perpecahan mereka dengan pengikut-pengikut [[Amir Sjarifuddin|Amir]] dengan membentuk partai tersendiri yaitu [[Partai Sosialis Indonesia]] (PSI), pada bulan Februari 1948, dan sekaligus memberikan dukungannya kepada pemerintah [[Hatta]].
Baris 189 ⟶ 224:
[[Perjanjian Renville]] tidak lebih baik daripada [[Perundingan Linggarjati|perundingan di Linggarjati]]. Kedua belah pihak menuduh masing-masing melanggar perdamaian, dan [[Indonesia]] menuduh [[Belanda]] mendirikan [[blokade]] dengan maksud memaksanya menyerah. Bulan Juli [[1948]], [[Komisi Jasa-jasa Baik]], yang masih ada di tempat mengawasi pelaksanaan persetujuan itu, melaporkan bahwa [[Indonesia]] mengeluh akan gencatan senjata yang berulang-ulang.
==
=== Agresi Militer II ===
{{utama|Agresi Militer II}}
'''Agresi Militer II''' terjadi pada [[19 Desember]] [[1948]] yang diawali dengan serangan terhadap [[Yogyakarta]], [[ibu kota]] [[Indonesia]] saat itu, serta penangkapan [[Soekarno]], [[Mohammad Hatta]], [[Sjahrir]] dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya [[Pemerintah Darurat Republik Indonesia]] di [[Sumatra]] yang dipimpin oleh [[Sjafruddin Prawiranegara]].
=== Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta ===
{{utama|Serangan Umum 1 Maret}}
Serangan yang dilaksanakan pada tanggal [[1 Maret]] [[1949]] terhadap kota [[Yogyakarta]] secara secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III -dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat- berdasarkan instruksi dari Panglima Besar [[Sudirman]], untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI -berarti juga Republik Indonesia- masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan WALDEN Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral [[pasukan]] [[Belanda]] serta membuktikan pada dunia [[internasional]] bahwa [[Tentara Nasional Indonesia]] (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. [[Soeharto]] pada waktu itu sebagai komandan [[brigade X]]/[[Wehrkreis III]] turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah [[Yogyakarta]].
=== Perjanjian Roem Royen ===
Baris 205 ⟶ 240:
=== Serangan Umum Surakarta ===
{{utama|Serangan Umum Surakarta}}
Serangan Umum Surakarta berlangsung pada tanggal 7-10 Agustus 1949 secara gerilya oleh para pejuang, pelajar, dan mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa yang berjuang tersebut kemudian dikenal sebagai tentara pelajar. Mereka berhasil membumihanguskan dan menduduki markas-markas Belanda di Solo dan sekitarnya. Serangan itu menyadarkan [[Belanda]] bila mereka tidak akan mungkin menang secara militer, mengingat Solo yang merupakan kota yang pertahanannya terkuat pada waktu itu berhasil dikuasai oleh TNI<ref>Setiadi, Bram: "Raja di alam Republik, Keraton Kasunanan Surakarta dan Paku Buwono XII", halaman 96. Bina Rena Pariwara, 2008</ref> yang secara peralatan lebih tertinggal tetapi didukung oleh rakyat dan dipimpin oleh seorang pemimpin yang andal seperti [[Slamet Riyadi]].
=== Konferensi Meja Bundar ===
{{utama|Konferensi Meja Bundar}}
'''Konferensi Meja Bundar''' adalah sebuah pertemuan antara pemerintah [[Republik Indonesia]] dan [[Belanda]] yang dilaksanakan di [[Den Haag]], [[Belanda]] dari [[23 Agustus]] hingga [[2 November]] [[1949]]. Yang menghasilkan kesepakatan:
* [[Belanda]] mengakui kedaulatan [[Republik Indonesia Serikat (1949–1950)|Republik Indonesia Serikat]].
* [[Irian Barat]] akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan.
[[Berkas:Souvereiniteitsoverdracht aan Indonesië in het Koninklijk Paleis op de Dam. Mini, Bestanddeelnr 903-7669.jpg|jmpl|249x249px|[[Mohammad Hatta]] menandatangani perjanjian penyerahan kedaulatan di [[Istana Raja Amsterdam]]]]
=== Penyerahan kedaulatan oleh Belanda ===
{{utama|Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda}}
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada [[27 Desember]] [[1949]], selang empat tahun setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi kemerdekaan RI]] pada [[17 Agustus]] [[1945]]. Pengakuan ini dilakukan ketika ''soevereiniteitsoverdracht'' (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di [[Istana Dam]], [[Amsterdam]]. Di [[Belanda]] selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui [[Indonesia]] merdeka pada tahun [[1945]] sama saja mengakui tindakan ''politionele acties'' ([[Aksi Polisionil]]) pada [[1945]]-[[1949]] adalah [[ilegal]].
== Galeri ==
<gallery>
Collectie NMvWereldculturen, TM-60037544, Foto- Een opschrift aan de fabrieksmuur, 1939.jpg|Kalimat propaganda untuk mengusir Belanda dari Indonesia dalam tiga bahasa, yakni [[Bahasa Indonesia]], [[Bahasa Inggris]], dan [[Bahasa Belanda]].
Collectie NMvWereldculturen, TM-60042265, Foto- Kapt. Roejit van de T.N.I. (links) en Kapt. Vosveld van het K.N.I.L. bekijken de Status Quo lijn, Klero bij Salatiga., 1945-1950.jpg|Kapten Roejit dari TNI dan Kapten Vosveld dari KNIL mendirikan batas Status Quo di Salatiga.
Collectie NMvWereldculturen, TM-5635-10, Pentekening- Een stad die getroffen wordt door neervallende bommen, 1949.jpg|Sketsa hujan bom, 1949.
Collectie NMvWereldculturen, TM-5635-13, Pentekening- Twee soldaten in de aanval, 1949.jpg|Sketsa dua prajurit berperang, 1949.
Collectie NMvWereldculturen, TM-5635-14, Pentekening- Een brandend dorp, 1949.jpg|Sketsa desa yang terbakar, 1949.
Collectie NMvWereldculturen, TM-5635-5, Pentekening- Een gevangene die de tralies van zijn cel verbreekt, 1949.jpg|Karikatur bertema melepas belenggu dari Jepang dan Belanda.
Collectie NMvWereldculturen, 7040-70, Fotoboek- Beeldverslag van Nederlandse militairen in Nederlands-Indië, Boekhandel en Drukkerij Visser & Co., 1946 - 1949.jpg|jmpl|Ilustrasi tentara Belanda di Indonesia, kurun 1946-1949.
</gallery>
== Referensi ==
{{notelist}}
{{reflist}}
== Lihat pula ==
* [[Sejarah Pertahanan Indonesia]]
* [[Republik Indonesia Serikat]]
* [[Republik Indonesia (1949–1950)|Republik Indonesia]]
* [[Indonesia]]
* [[Hindia Belanda]]
{{Topik Indonesia}}
{{Sejarah Indonesia navbox}}
{{DEFAULTSORT:Sejarah Indonesia (1945-1949)}}
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Perang
|