Sangkuriang (legenda): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Mengembalikan suntingan oleh 43.248.213.226 (bicara) ke revisi terakhir oleh AABot
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(61 revisi perantara oleh 35 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{nofootnotes}}
[[Berkas:Sangkuriang1-300x197.jpg|thumbjmpl|rightka|Ilustrasi cerita sangkuriang]]
'''SangkuriangSayangkuriang '''({{Lang-su|{{Sund|ᮞᮀᮊᮥᮛᮤᮃᮀ}}|Sang Kuriang}}) adalah legendacerita yangrakyat berasalserta darilegenda [[JawaSuku Sunda|masyarakat BaratSunda]]. Legenda tersebut berkisah tentang terciptanya danau [[Bandung]], Gunung [[Tangkuban Parahu]], Gunung [[Burangrang]], dan Gunung [[Bukit Tunggul]].
 
DariLegenda legenda tersebut, kita dapat menentukan sudah berapa lama orang Sunda hidup di dataran tinggi Bandung. Dari legenda tersebut yangini didukung dengan fakta [[geologi]], diperkirakan bahwa orang Sunda telah hidup di dataran initinggi tersebut sejak beribu tahun sebelum [[Masehi]].
 
Legenda Sangkuriang awalnya merupakan tradisi lisan. Rujukan tertulis mengenai legenda ini ada pada naskah [[Bujangga Manik]] yang ditulis pada daun [[lontar]] yang berasal dari akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16 Masehi. Dalam naskah tersebut ditulis bahwa Pangeran Jaya Pakuan alias Pangeran [[Bujangga Manik]] atau Ameng Layaran mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di [[pulau Jawa]] dan [[pulau Bali]] pada akhir abad ke-15.
 
Setelah melakukan perjalanan panjang, Bujangga Manik tiba di tempat yang sekarang menjadi kota [[Kota Bandung]]. Dia menjadi saksi matasastrawan yang pertama kali menuliskan nama tempat legendanya. Laporannya adalah sebagai berikut:
 
::''Leumpang aing ka baratkeun'' (Aku berjalan ke arah barat)
::''Datang ka Bukit Patenggeng'' (kemudian datangtiba ke Gunung Patenggeng)
::''Sakakala Sang Kuriang'' (tempat legenda Sang Kuriang)
::''Masa dekdék nyitu Ci tarum'' (Waktusemasa akan membendung Citarum)
::''Burung tembey kasiangan'' (tapitetapi gagal karena kesiangantersiangi)
 
== Ringkasan cerita ==
Awalnya diceritakan di kahyangan ada sepasang dewa dan dewi yang berbuat kesalahan, maka oleh Sang Hyang Tunggal mereka dikutuk turun ke bumi dalam wujud hewan. Sang dewi berubah menjadi [[babi hutan]] (celeng) bernama celengCeleng Wayung Hyang (atau Wayungyang), sedangkan sang dewa berubah menjadi [[anjing]] bernama si Tumang. Mereka harus turun ke bumi menjalankan hukuman dan bertapa mohon pengampunan agar dapat kembali ke wujudnya menjadi dewa-dewi kembali.
 
Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara tengah pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun ''caring'' ([[keladi]] hutan), dalam versi lain disebutkan air kemih sang raja tertampung dalam batok kelapa. Seekor babi hutan betina bernama Celeng Wayung Hyang yang tengah bertapa sedang kehausan, ia kemudian tanpa sengajatanpasengaja meminum air seni sang raja tadi. Wayung Hyang secara ajaib hamil dan melahirkan seorang bayi yang cantik, karena pada dasarnya ia adalah seorang dewi. Bayi cantik itu ditemukan di tengah hutan oleh sang raja yang tidak menyadari bahwa ia adalah putrinya. Bayi perempuan itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang amat cantik jelita. Banyak para raja dan pangeran yang ingin meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima.
 
Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas permintaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit ditemanikarena seekorterkena anjingpenyakit jantan yaitu Si Tumangkelamin. Ketika sedang asyik menenun kain, ''torompong'' (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah balebalai-balebalai. Dayang Sumbi karenaKarena merasa malas, terlontar ucapan Dayang Sumbi tanpa dipikir dulu, dia berjanji bahwa siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh, bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya, dan jika perempuan akan dijadikan saudarinya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Akibat perkataannya itu Dayang Sumbi harus memegang teguh persumpahansumpah dan janjinya, maka ia pun harus menikahimengawini si Tumang. Karena malu, kerajaan mengasingkan Dayang Sumbi ke hutan untuk hidup hanya ditemani si Tumang. Pada malam bulan purnama, si Tumang dapat kembali ke wujud aslinya sebagai dewa yang tampan, Dayang Sumbi mengira ia bermimpi bercumbu dengan dewa yang tampan yang sesungguhnya adalah wujud asli si Tumang. Maka Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang kuat dan tampan.
 
Suatu ketika Dayang Sumbi tengah mengidamkan makan hati menjangan ([[rusa]]), maka ia memerintahkan Sangkuriang ditemani si Tumang untuk berburu ke hutan. Setelah sekian lama Sangkuriang berburu, tetapi tidak nampaktampak hewan buruan seekorpun. Hingga akhirnya Sangkuriang melihat seekor babi hutan yang gemuk melarikan diri. Sangkuriang menyuruh si Tumang untuk mengejar babi hutan yang ternyata adalah Celeng Wayung Hyang. Karena si Tumang mengenali Celeng Wayung Hyang, yang adalah nenek dari Sangkuriang sendiri, maka si Tumang tidak menurutmau menuruti perintah itu. KarenaSaking kesalkesalnya Sangkuriang kemudian menakut-nakuti si Tumang dengan panah, akan tetapi secara tak sengaja anak panahpanahnya terlepas dan si Tumang terbunuh tertusuk oleh anak panah. Sangkuriang menjadi bingung,; dan lalu karena taktidak dapatmemperoleh hewan buruan maka Sangkuriang pun menyembelih tubuh si Tumang dan mengambil hatinya. HatiOleh Sangkuriang, hati si Tumang olehitu Sangkuriang diberikandiberikannya kepada Dayang Sumbi, laluyang kemudian dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si Tumang, suaminya sendiri, maka kemarahannya pun memuncakmeledak; dengan serta-merta kepala Sangkuriang dipukul dengan ''centong'' (sendok nasi) yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga terluka.
 
SangkuriangKesakitan dan ketakutan, danSangkuriang lari meninggalkan rumah. Dayang Sumbi, yang menyesali perbuatannya telah mengusir anaknya, mencari Sangkuriang ke hutan dan memanggil-manggil Sangkuriang ke hutanserta memohonnya untuk segera pulang,; akan tetapi Sangkuriang telah pergi jauh. Dayang Sumbi sangat sedih dan memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar kelak dipertemukan kembali dengan anaknya. Untuk itu Dayang Sumbi menjalankan tapa dan laku hanya memakan [[tumbuh-tumbuhan]] dan sayuran mentah ([[lalapan]]). Sangkuriang sendiri pergi mengembara mengelilingi dunia. Sangkuriang pergi berguru kepada banyak pertapa sakti, sehingga Sangkuriang kinisetelah bukanbeberapa bocah lagi, tetapitahun telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat, sakti, dan gagah perkasa. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya sampailah Sangkuriang di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat Dayang Sumbi, ibunya berada. Namun Sangkuriang tidak mengenali bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Karena Dayang Sumbi melakukan tapa dan laku hanya memakan tanaman mentah, maka Dayang Sumbi menjadi tetap cantik dan awet muda. Dayang Sumbi pun mulanya tidak menyadari bahwa sang ksatria tampan itu adalah putranya sendiri. Lalu kedua insan itu berkasih mesra. Saat Sangkuriang tengah bersandar mesra dan Dayang Sumbi menyisir rambut Sangkuriang, tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah putranya, denganmelihat tanda luka di kepalanyakepala Sangkuriang, bekas pukulan sendok Dayang Sumbi; dengan demikian ia mengetahui bahwa Sangkuriang adalah putranya. Walau demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi sekuat tenaga berusaha untuk menolak. Maka ia pun bersiasat untuk menentukan syarat pinangan yang tak mungkin dipenuhi Sangkuriang. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan [[perahu]] dan [[telaga]] (danau) dalam waktu semalam dengan membendung aliran [[sungaiSungai Citarum]]. Sangkuriang menyanggupinya.
 
Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon besar yang tumbuh di arahsebelah timur; kelak, tunggul/pokok atau pangkal pohon itu berubah menjadi [[gunung]] yang bernama [[Bukit TanggulTunggul]]. Rantingnya ([[bahasa Sunda|Sd.]]: ''rangrang'') ditumpukkan di sebelah barat dan kelak menjadi [[Gunung Burangrang]]. Dengan bantuan para ''guriang'' (makhluk halus), lewat tengah malam bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar niat Sangkuriang tidak terlaksana. Dayang Sumbi menebarkanlalu membentangkan helai kain ''boeh rarang'' (kain putih hasil tenunannya) di atas bukit di timur, makasehingga kain putih itu tampak bercahaya bagai fajar yang merekah di ufuk timur. Sementara itu ia pun berulang-ulang memukulkan [[alu]] ke [[lesung]], seolah-olah sedang menumbuk [[padi]]. Para guriang makhluk halus anak buah Sangkuriang pun ketakutan karena mengira hari mulai pagi, makamereka merekapunlalu lari menghilang bersembunyi di dalam tanah. Dengan demikian pembuatan bendungan pun tidak terselesaikan. Karena gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi, Sangkuriang menjadi gusar dan mengamuk. Perahu yang telah dikerjakannya dengan bersusah payah lalu ditendangnya ke arah utara dan jatuh menangkup menjadi [[Gunung Tangkuban Perahu]]. Di puncak kemarahannya, dinding bendungan yang berada di sebelah barat dijebolnya; kelak lubang tembusan air Citarum ini dikenal sebagai [[Sanghyang Tikoro]] dijebolnya(Sd.: ''tikoro'', sumbat[[tenggorokan]] aliranatau sungai[[kerongkongan]]). Sumbat aliran Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi [[Gunung Manglayang]]. Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali.; Perahubekas yangdanau dikerjakanini dengankelak bersusahmenjadi payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadilokasi [[GunungKota Tangkuban PerahuBandung]].
 
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang lariberlari menghindari kejaran anaknya yang telah kehilangan akal sehatnya itu. Dayang Sumbi hampir tertangkap oleh Sangkuriang di [[Gunung Putri]] dan ia pun memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar menyelamatkannya, maka Dayang Sumbi pun berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung berungBerung akhirnya menghilang ke alam gaib (''ngahiyang'').
 
== Kesesuaian dengan fakta geologi ==
Legenda Sangkuriang sesuai dengan fakta geologi terciptanya [[Danau Bandung]] dan Gunung [[Gunung Tangkuban Parahu]].
 
Penelitian geologis mutakhir menunjukkan bahwa sisa-sisa danau purba sudah berumur 125 ribu tahun. Danau tersebut mengering lk. 16.000 tahun yang lalu.
 
Telah terjadi dua letusan [[Gunung Sunda]] purba dengan tipe letusan Plinian masing-masing sekitar 105.000 dan 55.000-50.000 tahun yang lalu. Letusan plinian kedua telah meruntuhkan kaldera Gunung Sunda purba sehingga menciptakan Gunung Tangkuban Parahu, [[Gunung Burangrang]] (disebut juga Gunung Sunda), dan [[Gunung BukittunggulBukit Tunggul]].
 
Adalah sangat mungkin bahwa orang Sunda purba telah menempati dataran tinggi Bandung dan menyaksikan letusan Plinian kedua yang menyapu pemukiman sebelah barat [[Ci Tarum]] (utara dan barat laut Bandung) selama periode letusan pada 55.000-50.000 tahun yang lalu saat Gunung Tangkuban Parahu tercipta dari sisa-sisa Gunung Sunda purba. Masa ini adalah masanya ''[[Homo sapiens]]''; mereka telah teridentifikasi hidup di [[Australia]] selatan pada 62.000 tahun yang lalu, semasa dengan Manusia JawaWajak (Wajak''[[Homo wajakensis]]'') sekitar 50.000 tahun yang lalu.
 
== Sangkuriang dan Falsafah Sunda ==
 
Menurut [[Hidayat Suryalaga]], legenda atau sasakala Sangkuriang dimaksudkan sebagai cahaya pencerahan (Sungging Perbangkara) bagi siapa pun manusianya (tumbuhan ''cariang'') yang masih bimbang akan keberadaan dirinya dan berkeinginan menemukan jatidiri kemanusiannyakemanusiaannya (Wayungyang). Hasil yang diperoleh dari pencariannya ini akan melahirkan kata hati (nurani) sebagai kebenaran sejati (Dayang Sumbi, Rarasati). Tetapi bila tidak disertai dengan kehati-hatian dan kesadaran penuh/eling (''torompong''), maka dirinya akan dikuasai dan digagahi oleh rasa kebimbangan yang terus menerus (digagahi si Tumang) yang akan melahirkan ego-ego yang egoistis, yaitu jiwa yang belum tercerahkan (Sangkuriang). Ketika Sang Nurani termakan lagi oleh kewaswasan (Dayang Sumbi memakan hati si Tumang) maka hilanglah kesadaran yang hakiki. Rasa menyesal yang dialami Sang Nurani dilampiaskan dengan dipukulnya kesombongan rasio Sang Ego (kepala Sangkuriang dipukul). Kesombongannya pula yang memengaruhi “Sang Ego Rasio” untuk menjauhi dan meninggalkan Sang Nurani. Ternyata keangkuhan Sang Ego Rasio yang berlelah-lelah mencari ilmu (kecerdasan intelektual) selama pengembaraannya di dunia (menuju ke arah Timur). Pada akhirnya kembali ke barat yang secara sadar maupun tidak sadar selalu dicari dan dirindukannya yaitu Sang Nurani (Pertemuan Sangkuriang dengan Dayang Sumbi).
 
Walau demikian ternyata penyatuan antara Sang Ego Rasio (Sangkuriang) dengan Sang Nurani yang tercerahkan (Dayang Sumbi), tidak semudah yang diperkirakan. Berbekal ilmu pengetahuan yang telah dikuasainya Sang Ego Rasio (Sangkuriang) harus mampu membuat suatu kehidupan sosial yang dilandasi kasih sayang, interdependencyinterdependensi (kebergantungan sosial)—[[Silih|silih asih-asah silih asih dan silih asuh]] yang humanis harmonis, yaitu satu telaga kehidupan sosial (membuat Talaga Bandung) yang dihuni berbagai kumpulan manusia dengan bermacam ragam perangainya (Citarum). Sementara itu keutuhan jatidirinya pun harus dibentuk pula oleh Sang Ego Rasio sendiri (pembuatan perahu). Keberadaan Sang Ego Rasio itu pun tidak terlepas dari sejarah dirinya, ada pokok yang menjadi asal muasalnya (Bukit Tunggul, pohon sajaratun) sejak dari awal keberada-annya (timur, tempat awal terbit kehidupan). Sang Ego Rasio pun harus pula menunjukkan keberadaan dirinya (tutunggul, penada diri) dan pada akhirnya dia pun akan mempunyai keturunan yang terwujud dalam masyarakat yang akan datangd dan suatu waktu semuanya berakhir ditelan masa menjadi setumpuk tulang-belulang (gunung Burangrang).
 
Betapa mengenaskan, bila ternyata harapan untuk bersatunya Sang Ego Rasio dengan Sang Nurani yang tercerahkan (hampir terjadi perkawinan Sangkuriang dengan Dayang Sumbi), gagal karena keburu hadir sang titik akhir, akhir hayat dikandung badan (boeh rarang atau kain kafan). Akhirnya suratan takdir yang menimpa Sang Ego Rasio hanyalah rasa menyesal yang teramat sangat dan marah kepada “dirinya”. Maka ditendangnya keegoisan rasio dirinya, jadilah seonggok manusia transendental tertelungkup meratapi kemalangan yang menimpa dirinya (Gunung Tangkubanparahu).
Baris 49:
Walau demikian lantaran sang Ego Rasio masih merasa penasaran, dikejarnya terus Sang Nurani yang tercerahkan dambaan dirinya (Dayang Sumbi) dengan harapan dapat luluh bersatu antara Sang Ego Rasio dengan Sang Nurani. Tetapi ternyata Sang Nurani yang tercerahkan hanya menampakkan diri menjadi saksi atas perilaku yang pernah terjadi dan dialami Sang Ego Rasio (bunga Jaksi).
 
Akhir kisah yaitu ketika datangnya kesadaran berakhirnya kepongahan rasionya (Ujungberung). Dengan kesadarannya pula, dicabut dan dilemparkannya sumbat dominasi keangkuhan rasio (gunung Manglayang). Maka kini terbukalah saluran proses berkomunikasi yang santun dengan siapa pun (''Sanghyang Tikoro'' atau tenggorokan; bahasa[[Bahasa Sunda|Sd]]: ''Hade ku omong goreng ku omong, [[Indonesia|Id]]: Baik Karena Ucapan Buruk juga Karena Ucapan''). Dan dengan cermat dijaga benar makanan yang masuk ke dalam mulutnya agar selalu yang halal bersih dan bermanfaat.
 
== Referensi ==
Baris 57:
 
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://budaya-indonesia.org/iaci/Legenda_Sangkuriang Legenda Sangkuriang di situs web Budaya Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20101024084622/http://www.budaya-indonesia.org/iaci/Legenda_Sangkuriang |date=2010-10-24 }}
* {{id}} [http://www.beritabudaya.com/2010/07/eksotika-wisata-legenda-sangkuriang/ Eksotika wisata legenda Sangkuring di situs web Berita Budaya] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110511015715/http://www.beritabudaya.com/2010/07/eksotika-wisata-legenda-sangkuriang/ |date=2011-05-11 }}
{{Dongeng}}
 
{{Indonesia|navbar=plain|prefix=:Kategori:Cerita rakyat dari|title=Daftar cerita rakyat di Indonesia menurut provinsi (kategori)|image=}}
 
[[Kategori:Legenda]]
[[Kategori:Budaya Sunda]]
[[Kategori:Cerita rakyat dari Jawa Barat]]
[[Kategori:Cerita rakyat Sunda]]
 
 
{{Dongeng}}
{{Indonesia|navbar=plain|prefix=:Kategori:Cerita rakyat dari|title=Daftar cerita rakyat di Indonesia menurut provinsi (kategori)|image=}}