Djajeng Pratomo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Menghapus dari Orang hidup; perubahan kosmetika |
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.3 |
||
(8 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Orphan|date=Oktober 2016}}
'''Djajeng Pratomo''' ({{lahirmati|[[Bagansiapiapi]], [[Sumatera Utara]], [[Indonesia]]|22|02|1914}}) adalah seorang aktivis Perhimpunan Indonesia di [[Belanda]] yang pernah ditahan di [[kamp konsentrasi Nazi]] di [[Dachau]], [[Muenchen]].▼
▲'''Djajeng Pratomo''' ({{lahirmati|[[Bagansiapiapi]], [[
Ia lahir dari pasangan Raden Mas Pratomo dan Raden Sujatilah. Lahir dengan nama Amirool Koesnom ayahnya keturunan Keraton Pakualaman [[Yogyakarta]].
Baris 13 ⟶ 15:
Saat gadis itu berlalu dari toko buku itu, Djajeng mengikuti hingga jembatan dan mengajak berkenalan. Stintje Gret yang saat itu berusia 18 tahun, menyambut perkenalan itu. Stennie, sapaan untuk Stintje Gret, adalah penari balet dan tertarik pada tarian Jawa. Setelah pertemuan itu, hubungan keduanya semakin erat sebagai sepasang kekasih.
Aktivitas Djajeng memperjuangkan kemerdekaan Indonesia mendapat simpati dari koran Partai Komunis Belanda De Waarheid. Stennie mendukung perjuangan Djajeng. Namun, tidak mudah bagi Djajeng dalam menjalankan aktivitasnya. Untuk mengurangi
Sayangnya alamatnya diketahui Sicherheits Dienst atau tentara Nazi setelah menangkap Stennie sebelumnya. Rumah Djajeng digerebek pada 18 Januari 1943. Djajeng dan rekannya, Moen Soendaroe ditangkap dan dijebloskan ke Kamp Konsentrasi Vught di Belanda Bagian Selatan.
Baris 23 ⟶ 25:
Pada 1947, keduanya menghadiri Wereldjeugfestival, Festival Pemuda Sedunia, di Praha. Mereka membawa bendera Indonesia yang baru dua tahun merdeka. Mereka pun melanjutkan perjalanan diplomasi budaya ke beberapa kota di Yugoslavia.
Dibalik aktivitas politik yang penuh
Mantan pemimpin Redaksi Indonesia yang aktif mensosialisasikan kemerdekaan Indonesia di Eropa bercerita keterlibatannya di Perhimpunan Indonesia justru berawal dari kegiatan seni. Dia menari dan menabuh gamelan di kelompok musik Insulinde milik Kaoem Muda Indonesia- organisasi pekerja Indonesia di Belanda.Pendapatan dari Insulinde ini menyumbang banyak untuk kegiatan Perhimpunan Indonesia.
Baris 29 ⟶ 31:
Djajeng sering terlibat program Roekoen Peladjar Indonesia. Organisasi ini bekerja sama dengan para pekerja kapal, pekerja restoran bahkan para jongos dan babu asal Indonesia.
Bersama Roekoen Pelajar Indonesia, Djajeng memamerkan tarian di London, Inggris, pada 1939. Kegiatan ini untuk mendanai rakyat Cina melawan fasisme Jepang. Mereka juga dikontrak Institut Kolonial-cikal bakalah Yayasan Tropen. Penontonnya bisa menembus angka seribu. Acara seni yang mereka gelar dapat menghasilkan pendapatan yang lumayan besar hingga institut itu mendapat keuntungan 500 gulden.
Setelah Jerman berkuasa di Belanda, Djajeng terus bergerak dengan menyebarkan penerbitan bawah tanah.Sedangkan aktivitas Insulinde terpaksa dihentikan.
Baris 35 ⟶ 37:
Pada 18 Januari 1943, rumah Djajeng Pratomo dan rekannya sesama mahasiswa Moen Soendaroe digerebek oleh Sicherheits Dients (tentara Nazi). Kekasihnya Stintje Gret atau Stennie sudah lebih dulu ditangkap. Djajeng diangkut dengan truk ke Kamp Vaught. Ia kemudian dijebloskan ke Kamp Konsentrasi Dachau. Saat itu musim dingin mengamuk menebarkan dingin yang menggigit tulang.
Djajeng tahanan Kamp Dachau bernomor 69053. Di kamp, Djajeng tak hanya menjalani kerja paksa, tapi juga dipaksa melihat cara Tentara Nazi-Schutztaffel (SS)--Satuan Keamanan
Djajeng yang berlatar belakang pendidikan ilmu kedokteran dijadikan perawat para tahanan di Blok 7 bagian barak rumah sakit. Barak-barak kayu dibikin panjang berjajar tanpa pemanas ruangan. Setiap kali masuk barak, para tahanan diharuskan bertelanjang kaki.
Di dalam kamp ini, tak kurang dari 200 ribu orang dari pelbagai penjuru Eropa pernah
Bersama seorang dokter dari
Selain merawat tahanan, Djajeng juga harus mengangkut mayat ke totenkamer, kamar mayat. Djajeng melakukan bersama seorang pemuda Rusia berusia 15 tahun. Setiap hari semakin banyak yang diangkut.“ Kami harus terus mengangkat mayat itu satu per satu. Akhirnya kami terpaksa menumpuknya di jalanan,” ujarnya. “Tumpukan mayat itu semakin hari semakin tinggi. Sampai-sampai kami harus memakai tangga.”
Baris 57 ⟶ 59:
Ceritanya, pada saat pembebasan para tahanan oleh pasukan Amerika, komite-komite nasional didirikan untuk mencatat para tahanan yang masih hidup. Sedangkan yang sakit masuk ke kamp karatina Palang Merah. Seidov masuk ke kamp karatina. Saat itu, Djajeng yang fasih berbahasa Inggris ikut dalam komite mengkoordinasi persediaan makanan, obat-obatan, pakaian, dan barang-barang yang dibutuhkan kamp karantina.
Djajeng wafat pada tanggal 15 Februari 2018, satu minggu sebelum ulang tahunnya yang ke 104.
== Referensi ==
Baris 67 ⟶ 71:
* http://dunia.tempo.co/read/news/2014/03/01/117558612/cara-djajeng-selamatkan-diri-dari-kamp-nazi-5
* https://jakarta45.wordpress.com/2014/03/05/kepahlawanan-seabad-rm-djajeng-pratomo/
* http://historia.id/persona/articles/pejuang-yang-terlupakan-DWrN6
* https://nusantara.news/rm-djajeng-pratomo-pejuang-yang-terlupakan-wafat-di-usia-104/ {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190124203835/https://nusantara.news/rm-djajeng-pratomo-pejuang-yang-terlupakan-wafat-di-usia-104/ |date=2019-01-24 }}
[[Kategori:
[[Kategori:Aktivis Indonesia]]
|