Batara Kala: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Cosmetic changes |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(39 revisi perantara oleh 27 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{untuk|
[[Berkas:Candi Jago B.JPG|jmpl|ka|300px|Kepala Kala dari [[Candi Jago]].]]
Dalam ajaran [[agama Hindu]], '''Kala''' ([[Devanagari]]: कल) adalah putera Dewa [[Siwa]] yang
Kālá selain berarti waktu juga berarti hitam, bentuk feminimnya adalah Kālī. Dalam satuan waktu tradisional Hindu, satu kala adalah 144 detik.
▲Dalam ajaran [[agama Hindu]], '''Kala''' ([[Devanagari]]: कल) adalah putera Dewa [[Siwa]] yang bergelar sebagai [[Dewa (Hindu)|dewa]] penguasa [[waktu]] (kata ''kala'' berasal dari [[bahasa Sansekerta]] yang artinya waktu). Dewa Kala sering disimbolkan sebagai [[rakshasa]] yang berwajah menyeramkan, hampir tidak menyerupai seorang [[Dewa (Hindu)|Dewa]]. Dalam [[filsafat Hindu]], Kala merupakan simbol bahwa siapa pun tidak dapat melawan [[Karmaphala|hukum karma]]. Apabila sudah waktunya seseorang meninggalkan dunia fana, maka pada saat itu pula Kala akan datang menjemputnya. Jika ada yang bersikeras ingin hidup lama dengan kemauan sendiri, maka ia akan dibinasakan oleh Kala. Maka dari itu, wajah Kala sangat menakutkan, bersifat memaksa semua orang agar tunduk pada batas usianya.
== Kelahiran Batara Kala ==
=== Menurut lontar
Dalam kitab [[Kala Tattwa]] diceritakan, pada waktu Dewa [[Siwa]] sedang jalan-jalan dengan Dewi [[Uma]] di tepi laut, "air mani" Dewa Siwa menetes ke laut ketika melihat betis Dewi Uma karena angin berhembus menyingkap kain Sang Dewi. Dewa Siwa ingin mengajak Dewi Uma untuk berhubungan badan,
Sebelum Dewa Siwa mengakui raksasa tersebut sebagai putranya, terlebih dahulu ia harus memotong taringnya yang panjang agar dapat melihat wujud orangtuanya seutuhnya. Akhirnya syarat tersebut dipenuhi. Sang raksasa dapat melihat wujud orangtuanya seutuhnya. Sang raksasa diberkati oleh Dewa Siwa dan diberi gelar Bhatara Kala. untuk menghormati hari kelahirannya, Dewa Siwa memberi anugerah bahwa Bhatara Kala boleh memakan orang yang lahir pada hari "tumpek wayang" dan memakan orang yang jalan-jalan di tengah hari pada hari “tumpek wayang”. Kebetulan adiknya, Dewa [[Kumara]], juga lahir pada hari “tumpek wayang”. Sesuai anugerah Dewa Siwa, Bhatara Kala boleh memakannya. Namun atas permohonan Dewa Siwa, Bhatara Kala boleh memakan adiknya kalau adiknya sudah besar.
Kesempatan itu digunakan oleh Dewa Siwa. Ia menganugerahi Dewa Kumara agar selamanya menjadi anak-anak. Akal-akalan itu diketahui Bhatara Kala. Akhirnya ia tidak sabar lagi. Dewa Kumara dikejarnya. Dalam pengejarannya, ia bertemu Dewa Siwa dan Dewi Uma. Mereka pun ingin dimakan oleh Bhatara kala sesuai janjinya Dewa Siwa. Namun, mereka memberinya teka-teki terlebih dahulu yang harus dipecahkan Bhatara Kala jika ingin memakan mereka. Batas waktu menjawabnya hanya sampai matahari condong ke barat. Akhirnya Bhatara Kala tidak bisa menjawab teka-teki dan matahari sudah condong ke barat, maka habislah kesempatannya untuk memakan Dewa Siwa dan Dewi Uma. Karena tidak bisa memakan mereka, Bhatara Kala melanjutkan pengejarannya mencari Dewa Kumara.
Setelah lama mengejar, akhirnya ia kelelahan dan menemukan sesajen yang dihaturkan Sang Amangku dalang yang sedang main [[wayang]]. Karena haus dan lapar, sesajen itu dilahapnya habis. Akhirnya terjadilah dialog antara Sang Amangku Dalang dengan Bhatara Kala, yang meminta agar segala sesajen yang dimakan dimuntahkan kembali. Bhatara Kala tidak bisa memenuhi permohonan tersebut. Sebagai gantinya, ia berjanji tidak akan memakan orang yang lahir pada hari tumpek wayang, jika sudah menghaturkan sesajen menggelar wayang "''sapu leger''".
Baris 17 ⟶ 19:
=== Menurut pewayangan Jawa ===
Ketika [[Batara Guru]] dan istrinya, [[Dewi Uma]] terbang menjelajah dunia dengan mengendarai [[Lembu Andini]], dalam perjalanannya karena terlena maka Batara Guru bersenggama dengan istrinya di atas kendaraan suci Lembu Andini, sehingga Dewi Uma hamil. Ketika pulang dan sampai di kahyangan Batara Guru kaget dan tersadar atas tindakannya melanggar larangan itu. Seketika itu Batara Guru marah pada dirinya dan Dewi Uma, dia menyumpah-nyumpah bahwa tindakan yang dilakukannya seperti perbuatan
Karena Hyang Guru kwatir kalau kayangan rusak maka Batara Guru mengakui kalau Kala adalah anaknya. Maka diberi nama Batara Kala dan Batara Kala minta makanan, maka Batara Guru memberi makanan tetapi ditentukan yaitu
# Orang yang mempunyai anak satu yang disebut ''ontang-anting''
Baris 25 ⟶ 27:
# ''Kedono kedini'', anak dua laki-laki perempuan jadi makanan Betara Kala.
Untuk menghindari jadi mangsa Batara Kala harus diadakan upacara ruwatan. Maka untuk lakon-lakon seperti itu di dalam pedalangan disebut lakon ''[[Murwakala]]'' atau lakon ''ruwatan''. Di dalam lakon pedalangan Batara Kala selalu memakan para pandawa karena dianggapnya Pandawa adalah orang ontang anting.
== Lihat pula ==
Baris 36 ⟶ 38:
* Sukartha, I Ketut. 2003. ''Agama Hindu''. Penerbit: Ganeca Exact
* Gambar, I Made. ''Darmopadesa'' (pokok-pokok ajaran Hindu).
{{Hindu Dewa}}
{{Mitos supernatural Indonesia}}
[[Kategori:Dewa Hindu]]
[[Kategori:Makhluk dalam mitologi Hindu]]
[[Kategori:Makhluk dalam mitologi Buddha]]
|