Kenongorejo, Pilangkenceng, Madiun: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k top: Bot: Merapikan artikel
 
(16 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 6:
|nama dati2 = Madiun
|kecamatan = Pilangkenceng
|nama pemimpin = Tatang Heru Purnomo
|luas = 962,46 ha
|penduduk = 4.662
|kepadatan =
}}
'''Kenongorejo''' adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Pilangkenceng, Madiun|Pilangkenceng]], [[Kabupaten Madiun|Madiun]], [[Jawa Timur]], [[Indonesia]]. Desa Kenongorejo adalah gabungan dari Desa Tlagan di Sebelah Barat dan Desa Kenongo di Sebelah Timur.
 
Disebut Tlagan karena menurut cerita turun temurun, dahulu ada sumber air membentuk telaga. Pada jaman belanda sumber itu ditutup dengan ijuk dan diurug tanah. Lokasi sumber ada di belakang sebuah gudang dan oven tembakau milik perseorangan (pejabat kepala desa). Bukan milik PTPN.
{{Pilangkenceng, Madiun}}
 
Desa Kenongorejo merupakan ibukota atau Ibu Desa Kecamatan Pilangkenceng di mana Kantor Kecamatan, Kantor Koramil dan Kantor Polsek, Kantor Urusan Agama berada.
"LETAK"
 
Pasar.
Desa Kenongorejo terletak 7 km dari kota Caruban, ke arah Utara.
 
Sampai dengan 1972, di Kecamatan Pilangkeceng ada tiga pasar, yakni Pasar Gandu di Desa Sumbergandu, Pasar Muneng, di Desa Muneng, dan satunya Pasar Legi Tlagan di Desa Kenongorejo.
"SEKOLAH"
 
Sekolah
Di Desa Kenongorejo terdapat dua sekolah SD Negeri, yakni SDN Kenongorejo 01 dan SDN Kenongorejo 02. Sebelum Tahun 1970, kedua sekolah tersebut tergabung dengan sebutan SDN Tlagan A dan B, yang bangunan gedungnya terletak di SDN Kenongorejo 01 sekarang. SDN Kenongorejo 02 adalah penjelmaan dari SD Tlagan B.
 
Sampai dengan tahun 1968, Desa Kenongorejo mempunyai satu sekolah saja, yakni SDN Tlagan. Karena muridnya banyak, maka dibuat kelas A dan kelas B.
Bangunan SDN Kenongorejo 02 mempunyai sejarah yang agak unik. Ketika SD Tlagan B pindah tahun 1970, bangunan yang siap baru tiga kelas, sehingga yang pindah saat itu adalah Kelas 4, Kelas 5, dan Kelas 6. Gedung lain belum ada, halaman belum siap, pagar belum ada. Sekolah didirikan di atas tanah bengkok Pak Lurah, sebagian dana berasal dari Kantong Pak Lurah, sebagian dari Pemerintah. Dananya masih kurang. Kepala Sekolah, Pak Moertodjo, berinisiatif membuat kebijakan tiap Sabtu seluruh siswa bekerja bakti menguruk halaman sekolah dengan pasir/tanah yang berasal dari kanal irigasi (wangan) di dekat sekolah sehingga seluruhnya rata dan bagus. Anak-anak bersukaria bergotong-royong tiap Sabtu hingga seluruhnya selesai diurug dan diratakan. Setelah halaman selesai, seluruh siswa ditugasi untuk membangun pagar yang berasal dari patok kayu dan jeruji dari bambu. Siswa membawa patok kayu, dan siswi membawa jeruji bambu. Setelah semua bahan terkumpul, oleh siswa dibangun pagar yang rapi keliling halaman sekolah. Sisa bangunan yang belum dibangun, sekali lagi Pak Lurah dan Pak Kepala Sekolah berinisiatif lagi, seluruh kelas menanam tembakau di sawah bengkok Pak Lurah. Siswa menanam dari nol, mulai mengganco, mendangir, menggulud, menyemaikan, menanam, memupuk, menyiram, memanen, menyongok. Setelah semua selesai dicongok, dijual ke PT Perkebunan di Desa Kenongorejo juga. Hasilnya sebagaimana dilaporkan saat perpisahan Kelas 6 yang lulus Tahun 1971, sebesar Rp.90.000,- (Dibacakan di panggung oleh Heru Hartanto, alumni 1971). Saat itu nilai uangnya seharga sepeda motor Honda 90 cc terbaru tahun 1970. Uang hasil penjualan itu dipakai untuk membangun tiga kelas berikutnya. Sekali lagi anak-anak bekerja bakti mengurug pondasi tiga kelas itu sampai selesai.
 
Tahun 1969 Berdiri sekolah SD baru, pecahan dari SDN Tlagan. Namanya SDN Kenongorejo atau sekarang disebut SDN Kenongorejo 02.
Tahun 1970, SDN Kenongorejo 02 pernah menorehkan Juara I Kasti se Kabupaten Madiun.
 
Gedung SDN Kenongorejo 02 ini berdiri di (konon) tanah bengkok. Berbatasan dengan tanah bengkok. Bangunan pertama berupa tiga kelas, yaitu untuk kelas 4, kelas 5 dan kelas 6. Bangunan bersubsidi antara pemerintah dan pemerintah desa. (Catatan: ketiga dipecah atau displit itu saya menempati kelas 4, pindahan dari kelas B di SDN Tlagan).
Kalau kejadian itu dilakukan di zaman sekarang, mungkin sudah diprotes oleh para orang tua. Tetapi, bagi siswa saat itu, yang sekarang umurnya mungkin bervariasi antara 53-63 tahun, suatu hal yang sangat menyenangkan dan menjadi kenangan yang sangat menyenangkan. Apalagi sekolah ini sudah menjadi sekolah favorit di Kecamatan Pilangkenceng.
 
Di tempat Baru, SDN Kenongorejo, pertama kali, kepala sekolahnya Bapak Moertodjo (ejaan lama).
"BUDAYA"
 
Saat pertama ditempati halaman masih tanah sawah dikeringkan, tanpa pagar. Inisiatif sekolah, murid-murid diwajibkan kerja bakti menguruk halaman dengan pasir, membuat pagar dan membangun gedung.
Permainan anak-anak yang ada dan pernah ada di Desa Kenongorejo antara lain kasti, jumpritan, jamuran, gobak sodor (go back through the door), dam-daman, macanan, dakon, cirak, tek-po, pathon (gasingan), playon ereng, adu kemiri, mbek-mbekan (gulat), mandi di kedung, wok-wokan (kelereng), dan lain-lain.
 
Mengurug halaman sekolah
Kebiasaan para petani berkaitan dengan menanam padi atau ketan ada upacara "methil", dan lain-laian.
Terhadap rojokoyo atau hewan piaraan berkaki empat (kerbau, sapi), tiap Jumat Wage pagi, dituntun ke pasar, dicancang di pohon jati di pinggir sungai dekat jembatan. Hewan itu diselamati jajan pasar, sebagai rasa syukur. Anak-anak berebut jajan pasar itu di tampah dengan hati riang gembira. Ketika kerbau melahirkan dibuatkan dawet kemangi (selasihan).
 
Setiap Hari Sabtu seluruh siswa baik laki-laki maupun perempuan kelas 4, 5, dan 6, diprioritaskan kelas 5 dan 6 kerja bakti mengurug halaman. Ada yang dengan keranjang ngatit dipikul berdua, dengan cikrak bambu, tompo, rinjing, atau sekuatnya. Tahun 1970 urugan halaman sekolah selesai.
Setiap menjelang musim hujan, diadakan upacara labuh, dengan membawa encek ke sawah berharap hujan segera turun tanpa membawa bencana. Dulu sering terjadi puting beliung atau tornado, sampai-sampai tiap rumah tangga diwajibkan membuat bunker untuk escape ketika terjadi puting beliung.
 
Membangun pagar.
"HASIL BUMI"
 
Membangun pagar dilakukan setelah urug halaman sekolah selesai. Siswa laki-laki urun balok kayu jati untuk cagak pagar dan palang pagar, siwi urun jeruji bambu. Sebagian siswa termasuk saya mencari kayu jati di hutan milik Perum Perhutani KPH Saradan. Tidak dengan menebang, tetapi dari kayu sisa pencurian. Kayu gelondongan diameter 13an, 15an dan 17an atau istilah kayunya kayu ukuran AI (kalau AII untuk kayu diameter 20an, AIII ukuran diameter 30-up. Tahun 1970 pagar keliling kombinasi kayu jati dan jeruji bambu berhasil dibangun secara swadaya.
Hasil bumi terutama adalah padi, jagung, tembakau, kedele.
 
Membangun gedung sekolah tanjutan tiga kelas.
"INDUSTRI"
 
Untuk mendapatkan dana, inisiatif sekolah bersama kepala desa memutuskan menanam tembakau di sawah Bengkok Kepala Desa. Semua dikerjakan siswa siswi, mulai olah tanah, persemaian, menanam, menyiang, menyiram,sampai panen. Hasilnya Rp.90.000,- (setara harga sepeda motor honda astra baru 90 CC tahun 1970) dilaporkan saat perpisahan SD di Rumah Kepala Desa (Mbah Lurah) Tahun 1971.
Sejak lama budaya membuat batik tulis sudah ada sampai sekarang. Usaha batik tulis dari Desa Kenongorejo menjadi salah satu ikon Kabupaten Madiun. Bahkan produk batiknya yang bermotif porang, dipakai sebagai seragam hari Jumat di Pusdiklat Perum Perhutani Madiun pada tahun 2011- sekarang.
 
(Catatan: saya bertempat tinggal di desa Tlagan Kenongorejo tahun 1965-1972 saat usia SD. Lulus SDN Kenongorejo 2 tahun 1971 dan melanjutkan ke SMPN1 Caruban tahun 1972).
 
{{Authority control}}
{{kelurahan-stub}}
 
 
{{kelurahanKelurahan-stub}}