Sastra Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Clean up, replaced: sintesa → sintesis, removed stub tag, added orphan, uncategorised tags using AWB
Hyznidae (bicara | kontrib)
k Perbaikan kesalahan ketik
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
 
(10 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Sastra Islam''' ([[bahasa Arab|Arab]]: '''الأدب في الإسلام''') menurut [[Said Hawwa]] adalah seni atau sastra yang berlandaskan kepada [[akhlak]] Islam.<ref>Said Hawwa: Al Islam, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta-2004</ref>. Sedangkan menurut [[Ala al Mozayyen]] sastra Islam muncul sebagai [[media dakwah]], yang di dalamnya terdapat tujuh karakteristik konsistensi, pesan, universal, tegas dan jelas, sesuai dengan realita, optimis, dan menyempurnakan akhlak manusia.<ref>Dr Ala al Mozayyen pada Seminar Sastra Islam Internasional, 15 Maret 2011, Institut Negeri Jakarta,</ref>.
{{Orphan|date=Oktober 2016}}
 
Oleh sastrawan Indonesia, Goenawan Mohammad disebutkan, sastra Islam adalah [[sastra]] yang mempromosikan sistem kepercayaan atau ajaran Islam; memuji dan mengangkat tokoh-tokoh Islam; mengkritik realitas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam; mengkritik pemahaman Islam yang dianggap tidak sesuai dengan semangat asli Islam awal, atau paling tidak, sastra yang tidak bertentangan dengan '''prinsip-prinsip Islam''' ([[Goenawan Mohammad]]: 2010).
'''Sastra Islam''' menurut [[Said Hawwa]] adalah seni atau sastra yang berlandaskan kepada [[akhlak]] Islam<ref>Said Hawwa: Al Islam, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta-2004</ref>. Sedangkan menurut [[Ala al Mozayyen]] sastra Islam muncul sebagai [[media dakwah]], yang di dalamnya terdapat tujuh karakteristik konsistensi, pesan, universal, tegas dan jelas, sesuai dengan realita, optimis, dan menyempurnakan akhlak manusia<ref>Dr Ala al Mozayyen pada Seminar Sastra Islam Internasional, 15 Maret 2011, Institut Negeri Jakarta,</ref>.
 
== Pendahuluan ==
Oleh sastrawan Indonesia, Goenawan Mohammad disebutkan, sastra Islam adalah [[sastra]] yang mempromosikan sistem kepercayaan atau ajaran Islam; memuji dan mengangkat tokoh-tokoh Islam; mengkritik realitas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam; mengkritik pemahaman Islam yang dianggap tidak sesuai dengan semangat asli Islam awal, atau paling tidak, sastra yang tidak bertentangan dengan '''prinsip-prinsip Islam''' ([[Goenawan Mohammad]]: 2010).
 
[[Jakob Sumardjo]] pernah menyatakan keprihatinannya soal sastra Islam. Menurutnya, [[Indonesia]] memiliki warisan sastra Islam yang amat kaya, namun sedikit sekali kajian atas jenis sastra ini, baik di [[zaman kolonial]] maupun [[setelah kemerdekaan]]. Karya-karya sastra Islam ini dapat menguak peradaban Islam Indonesia yang sudah berlangsung lebih dari 500 tahun.<ref>Jakob Soemardjo: Sastra dan Pemberadaban di Indonesia (artikel Bentara Budaya)</ref>.
==Pendahuluan==
 
Menurut [[Abdurrahman Wahid]], sastra Islam merupakan bagian dari [[peradaban Islam]] yang dapat dilihat dari dua sisi pertama yaitu orang yang condong melihatnya secara [[legalitas formal]] dimanadi mana sastra Islam harus selalu bersandar pada al Qur’an dan Hadits sedangkan yang kedua orang yang condong melihat sastra Islam dari pengalaman religiusitas (keberagamaan) seorang [[muslim]] yang tidak bersifat formal legislatif, artinya sastra Islam tak harus bersumber dari [[al Qur’an]] dan [[Hadits]] (formal) dan bersifat adoptif terhadap pengaruh-pengaruh lain terutama dimensi [[sosiologis]] dan [[psikologis]] [[sastrawan muslim]] yang tercermin dari karyanya yang menggambarkan pengalaman keberagamaannya.<ref>Majalah Horison, 7/1984</ref>.
[[Jakob Sumardjo]] pernah menyatakan keprihatinannya soal sastra Islam. Menurutnya, [[Indonesia]] memiliki warisan sastra Islam yang amat kaya, namun sedikit sekali kajian atas jenis sastra ini, baik di [[zaman kolonial]] maupun [[setelah kemerdekaan]]. Karya-karya sastra Islam ini dapat menguak peradaban Islam Indonesia yang sudah berlangsung lebih dari 500 tahun<ref>Jakob Soemardjo: Sastra dan Pemberadaban di Indonesia (artikel Bentara Budaya)</ref>.
 
Pendapat lain menyebutkan, [[Kesusastraan Islam]] ialah manifestasi dari rasa, karsa, cipta, dan karya manusia muslim dalam mengabdi kepada [[Allah]] untuk kehidupan ummat manusia. [[Seni Islam]] adalah seni karena Allah untuk umat [[manusia]] (''[[l'art par die et l'art pour humanite]]'') yang dihasilkan oleh para seniman muslim bertolak dari ajaran [[wahyu]] Ilahi dan fitrah insani. Seperti disebutkan dalam [[Manifes Kebudayaan]] dan [[Kesenian Islam]] 13 [[Desember]] 1963 di [[Jakarta]], yang dideklarasikan untuk merespon [[Lekra]] dan [[Manifes Kebudayaan]] 17 [[Agustus]] 1963 para [[seniman]], budayawan muslim beserta para [[ulama]] yang dimotori Djamaludin Malik.<ref>{{Cite web |url=http://fordisastra.com/modules.php?name=News&file=article&sid=567 |title=Salinan arsip |access-date=2011-12-21 |archive-date=2016-03-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160304095749/http://fordisastra.com/modules.php?name=News&file=article&sid=567 |dead-url=yes }}</ref>.
Menurut [[Abdurrahman Wahid]], sastra Islam merupakan bagian dari [[peradaban Islam]] yang dapat dilihat dari dua sisi pertama yaitu orang yang condong melihatnya secara [[legalitas formal]] dimana sastra Islam harus selalu bersandar pada al Qur’an dan Hadits sedangkan yang kedua orang yang condong melihat sastra Islam dari pengalaman religiusitas (keberagamaan) seorang [[muslim]] yang tidak bersifat formal legislatif, artinya sastra Islam tak harus bersumber dari [[al Qur’an]] dan [[Hadits]] (formal) dan bersifat adoptif terhadap pengaruh-pengaruh lain terutama dimensi [[sosiologis]] dan [[psikologis]] [[sastrawan muslim]] yang tercermin dari karyanya yang menggambarkan pengalaman keberagamaannya<ref>Majalah Horison, 7/1984</ref>.
 
Terdapat juga pandangan yang mengatakan, sejarah sastra Islam dan sastra Islami sendiri tak lepas dari perkembangan sastra Arab sebab bahasa Arab merupakan bahasa suci Islam dan Alquran. Bahasa Arab dalam bentuk klasiknya atau bentuk Qurani mampu memenuhi kebutuhan religius, sastra, artistik, dan bentuk formal lainnya. Sastra Arab atau ''Al-Adab Al-Arabi'' tampil dalam beragam bentuk prosa, fiksi, drama, dan puisi.<ref>Heri Ruslan: Sastra dalam Peradaban Islam. Artikel Islam Digest, 9 Oktober 2011</ref>.
Pendapat lain menyebutkan, [[Kesusastraan Islam]] ialah manifestasi dari rasa, karsa, cipta, dan karya manusia muslim dalam mengabdi kepada [[Allah]] untuk kehidupan ummat manusia. [[Seni Islam]] adalah seni karena Allah untuk umat [[manusia]] (''[[l'art par die et l'art pour humanite]]'') yang dihasilkan oleh para seniman muslim bertolak dari ajaran [[wahyu]] Ilahi dan fitrah insani. Seperti disebutkan dalam [[Manifes Kebudayaan]] dan [[Kesenian Islam]] 13 [[Desember]] 1963 di [[Jakarta]], yang dideklarasikan untuk merespon [[Lekra]] dan [[Manifes Kebudayaan]] 17 [[Agustus]] 1963 para [[seniman]], budayawan muslim beserta para [[ulama]] yang dimotori Djamaludin Malik<ref>http://fordisastra.com/modules.php?name=News&file=article&sid=567</ref>.
 
[[Sastra Arab]] sendiri memasuki babak baru sejak agama Islam diturunkan di Jazirah Arab yang ajarannya disampaikan melalui Alquran. Kitab suci umat Islam itu telah memberi pengaruh yang amat besar dan signifikan terhadap bahasa Arab. Bahkan, Alquran tak hanya memberi pengaruh terhadap sastra Arab, tapi juga terhadap kebudayaan secara keseluruhan.Bahasa yang digunakan dalam Alquran disebut bahasa Arab klasik. Hingga kini, bahasa Arab klasik masih sangat dikagumi dan dihormati. Alquran merupakan firman [[Allah SWT]] yang sangat luar biasa. Terdiri atas 114 surat dan 6.666 ayat, Alquran berisi tentang perintah, larangan, kisah, dan cerita perumpamaan itu begitu memberi pengaruh yang besar bagi perkembangan sastra Arab.Sebagian orang menyebut Alquran sebagai karya sastra terbesar.<ref>ibid</ref>.
Terdapat juga pandangan yang mengatakan, sejarah sastra Islam dan sastra Islami sendiri tak lepas dari perkembangan sastra Arab sebab bahasa Arab merupakan bahasa suci Islam dan Alquran. Bahasa Arab dalam bentuk klasiknya atau bentuk Qurani mampu memenuhi kebutuhan religius, sastra, artistik, dan bentuk formal lainnya. Sastra Arab atau ''Al-Adab Al-Arabi'' tampil dalam beragam bentuk prosa, fiksi, drama, dan puisi<ref>Heri Ruslan: Sastra dalam Peradaban Islam. Artikel Islam Digest, 9 Oktober 2011</ref>.
 
=== Sastra Islam dandi NamaIndonesia Lain===
[[Sastra Arab]] sendiri memasuki babak baru sejak agama Islam diturunkan di Jazirah Arab yang ajarannya disampaikan melalui Alquran. Kitab suci umat Islam itu telah memberi pengaruh yang amat besar dan signifikan terhadap bahasa Arab. Bahkan, Alquran tak hanya memberi pengaruh terhadap sastra Arab, tapi juga terhadap kebudayaan secara keseluruhan.Bahasa yang digunakan dalam Alquran disebut bahasa Arab klasik. Hingga kini, bahasa Arab klasik masih sangat dikagumi dan dihormati. Alquran merupakan firman [[Allah SWT]] yang sangat luar biasa. Terdiri atas 114 surat dan 6.666 ayat, Alquran berisi tentang perintah, larangan, kisah, dan cerita perumpamaan itu begitu memberi pengaruh yang besar bagi perkembangan sastra Arab.Sebagian orang menyebut Alquran sebagai karya sastra terbesar<ref>ibid</ref>.
Dalam [[literatur]] sastra di [[Indonesia]], sastra keagamaan, khususnya Islam, meski tidak diakui secara universal, tampaknya telah menjadi genre tersendiri. Menurut [[A. Teeuw]], dalam [[sejarah]] sastra di Indonesia, religiusitas merupakan tema universal yang menjadi tema sastra dari [[Hamzah Fansuri]] hingga Sutardji. Selain keduanya, tema ini pun juga menjadi tema pavoritfavorit (''[[an sich]]'') bagi [[Sunan Bonang]], Yasadipura II, [[Ranggawarsita III]], [[Raja Ali Haji]], [[Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi]], [[Sanusi Pane]], [[HAMKA]], [[Amir Hamzah]], [[Chairil Anwar]], [[Achdiat Karta Mihardja]], [[Bachrum Rangkuti]], [[AA. Navis]], Jamil Suherman, [[Kuntowijoyo]], [[Danarto]], dan [[Abdul Hadi WM]].<ref name="republika">Sukron Kamil: Corak Baru Genre Sastra Islam Indonesia Mutakhir, Republika, 4 Mei 2010.</ref>.
 
=== Sastra Islam didan Nama Lain Indonesia===
Dalam [[literatur]] sastra di [[Indonesia]], sastra keagamaan, khususnya Islam, meski tidak diakui secara universal, tampaknya telah menjadi genre tersendiri. Menurut [[A. Teeuw]], dalam [[sejarah]] sastra di Indonesia, religiusitas merupakan tema universal yang menjadi tema sastra dari [[Hamzah Fansuri]] hingga Sutardji. Selain keduanya, tema ini pun juga menjadi tema pavorit (''[[an sich]]'') bagi [[Sunan Bonang]], Yasadipura II, [[Ranggawarsita III]], [[Raja Ali Haji]], [[Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi]], [[Sanusi Pane]], [[HAMKA]], [[Amir Hamzah]], [[Chairil Anwar]], [[Achdiat Karta Mihardja]], [[Bachrum Rangkuti]], [[AA. Navis]], Jamil Suherman, [[Kuntowijoyo]], [[Danarto]], dan [[Abdul Hadi WM]]<ref name="republika">Sukron Kamil: Corak Baru Genre Sastra Islam Indonesia Mutakhir, Republika, 4 Mei 2010.</ref>.
 
Menurut Sukron Kamil, di Indonesia, sastra Islam dikenal dengan banyak sebutan. Diantaranya:
===Sastra Islam dan Nama Lain===
:(1) sastra [[sufistik]], yaitu sastra yang mementingkan pembersihan hati (''tazkiyah an-nafs'') dengan berakhlak baik agar bisa dekat sedekat mungkin dengan Allah.
 
:(2) Sastra suluk, yaitu karya sastra yang menggambarkan perjalanan [[spiritual]] seorang [[sufi]] mencapai taraf di mana hubungan jiwanya telah dekat dengan Tuhan, yaitu [[musyâhadah]], penyaksian terhadap keesaan Allah.
Menurut Sukron Kamil, di Indonesia, sastra Islam dikenal dengan banyak sebutan. Diantaranya:
:(3) Sastra [[transendental]], yaitu sastra yang membahas [[Tuhan]] Yang Transenden. Dan
:(1) sastra [[sufistik]], yaitu sastra yang mementingkan pembersihan hati (''tazkiyah an-nafs'') dengan berakhlak baik agar bisa dekat sedekat mungkin dengan Allah.
:(2) Sastra suluk, yaitu karya sastra yang menggambarkan perjalanan [[spiritual]] seorang [[sufi]] mencapai taraf di mana hubungan jiwanya telah dekat dengan Tuhan, yaitu [[musyâhadah]], penyaksian terhadap keesaan Allah.
:(3) Sastra [[transendental]], yaitu sastra yang membahas [[Tuhan]] Yang Transenden. Dan
:(4) sastra [[profetik]], yaitu sastra yang dibentuk berdasarkan atau untuk tujuan mengungkapkan prinsip-prinsip kenabian/wahyu.<ref name="republika"/>
:(5) Hikayat, yaitu cerita atau dongeng dengan bermacam-macam lakon
 
== Periodisasi Sastra Islam di Nusantara ==
Menurut [[Abdul Hadi WM]],<ref>Prof Abdul Hadi WM, Artikel: Sastra Islam Melayu Indonesia, 2008</ref>, Sastra Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari perkembangan sastra [[Melayu]]. Sedangkan perkembangan sastra Melayu Islam sejak awal kemunculannya hingga akhir zaman klasiknya dapat dibagi menjadi empat periodisasi: (1) Zaman Awal, pada abad ke-14 – 1514–15 M; (2) Zaman Peralihan, dari akhir abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16 M; (3) Zaman Klasik, dari akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-18 M; (4) Zaman Akhir, dari pertengahan abad ke-18 hingga awal abad ke-20 M.
 
=== Sastra Islam Nusantara Zaman Awal ===
Zaman Awal ditandai dengan munculnya terjemahan dan saduran karya-karya [[Arab]] dan [[Persia]] ke dalam bahasa Melayu. Babakan ini bersamaan dengan munculnya dua kerajaan Islam awal yaitu [[Samudra Pasai]] (1270-1516 M) dan [[Malaka]] (1400-1511 M). Karya-karya saduran dan terjemahan itu pada umumnya ditulis untuk kepentingan pengajaran dan penyebaran agama. Terutama epos Arab Persia seperti Hikayat Iskandar Zulkarnain, [[Hikayat Amir Hamzah]] dan Hikayat Muhammad Ali Hanafiya; kisah-kisah para nabi (Qisas al-Anbiya‘), termasuk [[Nabi Muhammad s.a.w]]., dan cerita berbingkai seperti Hikayat Bayan Budiman dan Hikayat Seribu Satu Malam. Pada masa ini, puisi beberapa penyair seperti [[Ma‘arri]], [[Umar Khayyam]], ‘Attar, Sa‘di, dan Rumi juga telah muncul terjemahannya dalam bahasa Melayu.
 
=== Sastra Islam Nusantara Zaman Peralihan ===
Zaman Peralihan berlangsung bersamaan dengan masa akhir kejayaan [[Malaka]] dan munculnya kesultanan [[Aceh Darussalam]] (1516-1700 M). Zaman ini ditandai dengan usaha Melayunisasi hikayat-hikayat Arab dan Persia, pengislaman kisah-kisah warisan zaman [[Hindu]], dan penulisan epos lokal serta historiografi. Syair-syair [[tasawuf]], agiografi sufi, dan alegori-alegori mistik mulai ditulis pada zaman ini. Di antara alegori mistik terkenal ialah [[Hikayat Burung Pingai]], yang merupakan versi Melayu dari Mantiq al-Tayr ([[Musyawarah Burung]]) karangan penyair sufi Persia [[Farid al-Din al-‘Attar]] (w. 1220 M).
 
=== Sastra Islam Nusantara Zaman Akhir ===
Zaman Klasik sastra Melayu berlangsung dari akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-18 M. Periode ini ditandai dengan kesadaran pengarang Melayu untuk membubuhkan nama diri dalam karangan yang ditulisnya. Syair-syair tasawuf dan karya bercorak sufistik lain kian banyak dilahirkan dalam periode ini, begitu juga epos, karya sejarah, dan roman yang lebih orisinal. Keorisinalan karya penulis Melayu pada [[periode]] ini tampak terutama dalam syair-syair tasawuf [[Hamzah Fansuri]] yang indah dan begitu mendalam isinya.
 
Dalam menulis karya-karya mereka, penulis-penulis Melayu pada umumnya bertolak dari dua wawasan estetika yang popular di dunia Islam. Pertama, wawasan estetika yang diasaskan para filosof dan teoritikus peripatetik (mashsha‘iya) seperti [[al-Farabi]], Ibn Sina, dan Abdul Qahir al-Jurjani, yang memandang sastra sebagai karya imaginatif (mutakhayyil). Keimaginatifan sebuah karya bisa tercapai jika pengarang menggunakan bahasa figuratif (majaz) seintensif dan semaksimal mungkin. Wawasan estetik ini merupakan sintesis pandangan [[Plato]] dan [[Aristoteles]]. Kedua, wawasan [[estetika]] yang diasaskan para sufi seperti [[Imam al-Ghazali]], [[Ibn ‘Arabi]], ‘Attar, Rumi, dan Jami. Bagi mereka karya sastra adalah representasi simbolik dari gagasan dan pengalaman keruhanian.
 
=== Sastra Islam Nusantara Zaman Klasik ===
Zaman Akhir membentang dari awal abad ke-18 hingga akhir abad ke-19 M. Pada periode ini karya-karya keislaman ditulis di berbagai pusat kebudayaan Islam baru seperti [[Palembang]], [[Banjarmasin]], [[Pattani]], [[Johor]], [[Riau]], [[Kelantan]], dan tempat-tempat lain di kepulauan Melayu. Sekalipun sejak akhir abad ke-18 kerajaan-kerajaan Islam ini sudah jatuh ke tangan penguasa kolonial seperti Belanda dan [[Inggris]], namun kegiatan penulisan sastra Islam masih terus berlanjut hingga awal abad ke-20 M. Tidak banyak pembaruan dilakukan pada zaman ini. Namun zaman ini melahirkan penulis-penulis kitab keagamaan dan historiografi terkemuka seperti Abdul Samad al-Falimbangi, [[Arsyad al-Banjari]], Kimas Fakhrudin, Sultan Badruddin, [[Nawawi al- Bantani]], [[Raja Ali Haji]], dan lain-lain.
 
=== Sastra Melayu dan Hikayat ===
Menurut Abdul Hadi WM,<ref>ibid</ref>, dalam sastra Melayu semua karya berbentuk prosa pada umumnya disebut hikayat, dari kata-kata Arab yang arti literalnya ialah kisah atau cerita. Berdasarkan pokok pembahasan dan corak penyajiannya, keseluruhan hikayat Melayu lazim dibagi ke dalam sepuluh jenis:
 
:1. '''Hikayat Para Nabi, biasa disebut Surat Anbiya‘'''. Mengisahkan kehidupan para nabi sebelum Nabi Muhammad, termasuk [[Nabi Adam]], Idris, Nuh, Ibrahim, Musa, Ayub, Yusuf, Daud, Sulaiman, [[Isa Almasih]], dan lain sebagainya. Yang paling populer ialah Hikayat Nabi Musa, Hikayat Nabi Sulaiman, Hikayat Yusuf dan Zuleikha, dan Isa Almasih.
Baris 80 ⟶ 78:
:
:
== Perdebatan Seputar Sastra Islam ==
[[AA Navis]] merupakanadalah salah seorang sastrawan yang menolak sastra Islam, dan menyebutnya sebagai hal yang [[utopis]] untuk saat ini. Diikuti oleh pendapat Edy A. Effendi<ref>Media Indonesia, 3 Juli 2005</ref> membuat kesimpulan agar sastra Islam ditolak karena tidak ada estetika yang diusungnya. Demikian pula halnya dengan pendapat [[Chavchay Syaifullah]],<ref>Media Indonesia, 10 Juli 2005</ref>, juga [[Aguk Irawan MN]] dalam tulisannya: Merumuskan Kembali Konsep Sastra Islami.<ref>Republika, 23 November 2003</ref>.
 
Kebalikan dari itu, Abdul Hadi WM<ref>Abdul Hadi WM. Makalah: Islam, Puitika Al Quran dan Sastra, 2003</ref> menyebut bahwa pandangan dan anggapan yang meragukan nisbah Islam dengan sastra dan kesangsian bahwa sastra Islam dengan tema, corak pengucapan, wawasan [[estetik]] serta pandangan dunia tersendiri, pada umumnya timbul untuk menafikan sumbangan Islam terhadap kebudayaan dan peradaban umat manusia. Sebagian anggapan berkembang karena semata kurangnya perhatian dari umat Islam dewasa ini terhadap sastra dan tiadanya apresiasi. Ditambahkannya, sastra Islam itu ada, bahkan eksis. [[Sastra Hindu]] saja ada, maka tidak masuk akal kalau sastra Islam dinafikan.
 
== Liga Sastrawan Muslim Sedunia ==
Organisasi ini dikenal juga dengan nama [[International League of Islamic Literature]], atau dalam bahasa Arab menjadi ''[[Rabithah al-Adab al-Islami al-'Alamiyyah]]'', adalah wadah sastrawan muslim yang berada di seantero dunia.<ref>Yanuardi Syukur, Catatan Pertemuan Organisasi, 2009.</ref>.
 
=== Tujuan Liga ===
Beberapa tujuan didirikan lembaga ini adalah: untuk mengeksiskan kritik sastra Islami, formulasi teori sastra Islam, penulisan kembali sejarah Islam, membangun metodologi Islam dalam seni sastra modern, perhatian pada sastra anak, dan publikasi karya anggota, termasuk dalam hal ini penerjemahan karya ke bahasa Arab dan diedarkan di dunia Arab, bahkan di dunia.
 
=== Prinsip-prinsip Liga ===
Beberapa prinsip yang ada dalam Liga ini adalah:
:1. Sastra Islam sebagai ekspresi manusia, kehidupan dan semesta dalam perspektif Islam
Baris 102 ⟶ 100:
:8. Sastrawan muslim memiliki komitmen pada penegakan Islam dalam dirinya.
 
=== Keanggotaan ===
Keanggotaan Liga ada tiga, yaitu:
:'''1. Honorary Member (Anggota Kehormatan)'''
Baris 111 ⟶ 109:
:Bukan anggota aktif, tertarik pada sastra Islam, mendapatkan dua rekomendasi untuk bergabung, dan membayar biaya anggota.
:
=== Struktur Kepengurusan ===
:
:1. ''Hai'ah al-'Ammah'' (''General Assembly'', Dewan Umum, [[Majelis Syuro]]).
Baris 126 ⟶ 124:
:
 
== Catatan Kaki ==
{{reflist}}
== Lihat pula ==
* [[Islam]]
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Sastra]]
{{Uncategorized|date=Oktober 2016}}
[[Kategori:Islam]]