Waria: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
||
(46 revisi perantara oleh 31 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Templat sisi transgender}}
'''Waria''' ([[lakuran]] dari kata [[wanita]] dan [[pria]]) atau '''wadam''' (lakuran dari kata [[hawa]] dan [[adam]]) atau '''jantina''' (lakuran dari kata [[jantan]] dan [[betina]]) adalah [[laki-laki]] yang lebih suka berperan dan berperilaku sebagai [[perempuan]] dalam [[kehidupan]] sehari-harinya. Secara fisik, mereka adalah laki-laki (memiliki alat kelamin layaknya laki-laki), tetapi mereka mengekspresikan identitas gendernya sebagai perempuan. Keberadaan waria telah tercatat sejak lama dalam [[sejarah]] dan memiliki posisi yang berbeda-beda dalam setiap [[masyarakat]].
Sebutan '''
Umumnya, para waria bekerja di sektor informal seperti mengamen, menjadi pegawai salon, tukang pijat, dan lain-lain. Di beberapa kota besar, seperti Yogyakarta misalnya, kerap dijumpai para waria mengamen di lampu merah, di warung-warung pinggir jalan, hingga di pasar. Masyarakat umum bahkan ada yang mengasosiasikan pekerjaan waria sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) karena kebiasaan mereka yang gemar keluar malam.
▲'''Priawan''' kebalikan dari waria'''. '''adalah Pria yang secara biologis wanita, baik yang melakukan transisi ataupun tidak. Pada tanggal 16 Februari 2015 Para Priawan Indonesia mendeklarasikan Persatuan Priawan Indonesia, sebagai wadah dan Jaringan kerja antar priawan dan pusat informasi mengenai priawan Indonesia.
Namun demikian, baik identitas sebagai waria maupun pekerjaan yang sedang mereka tekuni, sering dianggap negatif oleh masyarakat. Identitas gender waria dianggap melanggar kodrat Tuhan hingga negara, melalui MUI, mengeluarkan fatwa bahwa keberadaan waria adalah [https://lampung.kemenag.go.id/files/lampung/file/file/MUI/xdob1460683589.pdf haram] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190403134704/https://lampung.kemenag.go.id/files/lampung/file/file/MUI/xdob1460683589.pdf |date=2019-04-03 }}. Stereotipe negatif yang dialamatkan kepada waria tidak jarang ada yang berbuah menjadi tindakan kekerasan. Tidak sedikit waria yang pernah mengalami kekerasan, baik fisik maupun verbal, ketika sedang menjalankan pekerjaan atau sedang melakukan aktivitas lain seperti mengikuti seminar.
Masyarakat Indonesia secara umum berada di dalam lingkungan dengan kerangka [[Heteronormativitas|heteronormatif]] yang menjadi pondasinya. Kerangka tersebut percaya bahwa hanya ada dua identitas seksual berikut konstruksi gender yang mengikutinya, yaitu laki-laki dan perempuan. Menurut kerangka tersebut, laki-laki sewajarnya berpasangan dengan perempuan dan sebaliknya. Ketika muncul identitas gender lain di luar laki-laki dan [[perempuan]] (seperti waria), maka akan dianggap tidak normal, aneh, dan menyimpang. Terlebih lagi, ketika waria tersebut juga seorang pecinta sesama jenis (gay), stereotipe negatif tersebut akan semakin sering dialamatkan kepada mereka. Frame heteronormatif tersebut menjadi awal mula munculnya beragam stereotipe negatif berikut perlakuan kasar yang dialamatkan oleh masyarakat kepada waria.
== Lihat pula ==
* [[
* [[Transpuan]]
* [[LGBT]]
* [[Forum Komunikasi Waria Indonesia]]
[[Kategori:Istilah LGBT]]
{{Identitas seksual}}
{{manusia-stub}}▼
▲[[Kategori:Sosiologi]]
▲{{manusia-stub}}
|