Sejarah Mesir Kuno: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
JohnThorne (bicara | kontrib) k menambahkan Kategori:Sejarah Afrika menggunakan HotCat |
menambahkan pranala dalam |
||
(31 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Sejarah Mesir}}
'''Sejarah [[Mesir Kuno]]''' meliputi kurun waktu
== Kronologi ==
{{Main|Kronologi Mesir}}
Sejarah Mesir Kuno dibagi-bagi menjadi beberapa kurun waktu berdasarkan
* [[Prasejarah Mesir|Zaman
* [[Naqada III|Zaman
* [[Periode Dinasti Awal Mesir|Zaman
* [[Kerajaan Lama Mesir|Zaman Kerajaan Lama]] (zaman wangsa ke-3 sampai zaman wangsa ke-6)
* [[Periode Menengah Pertama Mesir|Zaman Antara Pertama]] (zaman wangsa ke-7 sampai zaman wangsa ke-11)
* [[Kerajaan Pertengahan Mesir|Zaman Kerajaan Pertengahan]] (zaman wangsa ke-12 sampai zaman wangsa ke-13)
* [[Periode Menengah Kedua Mesir|Zaman Antara Kedua]] (zaman wangsa ke-14 sampai zaman wangsa ke-17)
* [[Kerajaan Baru Mesir|Zaman Kerajaan Baru]] (zaman wangsa ke-18 sampai zaman wangsa ke-20)
* [[Periode Menengah Ketiga Mesir|Zaman Antara Ketiga]] (zaman wangsa ke-21 sampai zaman wangsa ke-25
* [[Periode Akhir Mesir Kuno|Zaman Akhir]] (zaman wangsa ke-26 sampai zaman wangsa ke–31)
== Zaman
=== Zaman
[[Sungai Nil]] telah menjadi urat nadi peradaban Mesir
Kemarau panjang memaksa leluhur-leluhur bangsa Mesir perdana untuk berpindah dan tinggal lebih lama di sekitar Sungai Nil. Kemarau panjang juga memaksa mereka untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih menetap.
=== Zaman
{{Main|Prasejarah Mesir}}
{{Further|Naqada}}
[[
Daerah Lembah Sungai Nil di Mesir pada hakikatnya tidak dapat didiami sebelum dimulainya kegiatan
Antara 5500 sampai 3100 SM, pada Zaman
Peradaban Tasa adalah bentuk peradaban berikutnya yang muncul di [[Mesir Hulu]]. Peradaban ini dinamakan menurut nama situs Deir Tasa, tempat ditemukannya sekumpulan makam kuno. Deir Tasa terletak di tepi timur Sungai Nil, di antara [[Asyut]] dan [[Akhmim]]. Peradaban Tasa dikenal dengan tembikar bermulut hitam terawal yang dihasilkannya, yakni jenis gerabah merah dan cokelat yang bagian mulut dan dalam wadahnya diwarnai hitam<ref name="Gardiner 388">Gardiner (1964), p.388</ref>
[[Peradaban Badari]] yang dinamakan menurut nama situs [[Badari]], tidak jauh dari Deir Tasa, muncul setelah Peradaban Tasa. Kemiripan antara Peradaban Tasa dan Peradaban Badari membuat banyak pihak enggan membeda-bedakan keduanya. Peradaban Badari meneruskan pembuatan tembikar bermulut hitam (dengan mutu yang jauh lebih baik dibanding jenis sebelumnya), dan diberi nomor penanggalan sekuensi antara 21 dan 29.<ref name="Gardiner 389"/> Meskipun demikian, ada perbedaan penting antara Peradaban Tasa dan Peradaban Badari yang mencegah para cendekiawan untuk menggabungkan saja keduanya, yaitu bahwasanya situs-situs Badari telah mempergunakan alat-alat tembaga selain alat-alat batu, dan oleh karena itu merupakan pemukiman-pemukiman [[zaman tembaga|Zaman Tembaga]], sementara situs-situs Tasa masih bercorak [[neolitikum]], dan secara teknis dianggap masih tergolong [[Zaman Batu]].<ref name="Gardiner 389">Gardiner (1964), p.389</ref>
[[Peradaban Amra]] dinamakan menurut nama situs [[el-Amra]], sekitar 120 km di selatan [[Badari]]. El-Amra adalah situs pertama tempat peradaban ini didapati tidak bercampur dengan Peradaban Gerza yang muncul sesudahnya. Meskipun demikian, karena peradaban ini lebih banyak didukung oleh temuan-temuan dari situs Naqada, maka disebut pula dengan nama Peradaban Naqada I.<ref name="Grimal 24">Grimal (1988) p.24</ref> Pembuatan tembikar bermulut hitam masih diteruskan, tetapi Peradaban ini mulai pula menghasilkan tembikar garis silang, yakni sejenis gerabah yang dihiasi barisan garis-garis putih, rapat dan paralel, yang kemudian disilangi barisan garis-garis putih, rapat dan paralel lainnya. Kurun waktu Peradaban Amra ditempatkan antara 30 dan 39 dalam sistem [[penanggalan sekuensi]] yang disusun Sir William Matthew [[Flinders Petrie]].<ref name="Gardiner 390">Gardiner (1964), 390.</ref> Perniagaan antara Mesir Hulu dan Mesir Hilir berlangsung pada kurun waktu peradaban ini, sebagaimana disiratkan oleh temuan-temuan dari hasil penggalian. Sebuah jambangan batu dari daerah utara ditemukan di el-Amra, dan tembaga, yang tidak terdapat di Mesir, tampaknya didatangkan dari Sinai atau mungkin pula dari Nubia. [[Obsidian]]<ref name="Grimal 28">Grimal (1988) p.28</ref> dan [[emas]] dalam jumlah yang sangat sedikit<ref name="Gardiner 390"/> sudah pasti didatangkan dari Nubia pada zaman ini. Perniagaan dengan
Peradaban Gerza yang dinamakan menurut nama situs Gerza adalah babak berikutnya dalam perkembangan peradaban bangsa Mesir. Pada kurun waktu inilah terbentuk landasan bagi zaman kekuasaan wangsa-wangsa Mesir. Peradaban Gerza, yang lebih merupakan perkembangan tak terputus dari Peradaban Amra ini, bermula di daerah muara dan bergerak ke wilayah selatan melewati Mesir Hulu; Meskipun demikian, kedatangan peradaban ini tidak berhasil menyingkirkan Peradaban Amra di Nubia.<ref name="Redford 16">Redford, Donald B. ''Egypt, Canaan, and Israel in Ancient Times.'' (Princeton: University Press, 1992), p. 16.</ref> Zaman Peradaban Gerza bertepatan dengan zaman menurunnya tingkat curah hujan secara drastis,<ref name="Redford 16"/> yang menyebabkan pertanian diandalkan sebagai sumber utama bahan pangan.<ref name="Redford 16"/> Seiring meningkatnya ketersediaan pangan, masyarakat pun mengadopsi gaya hidup yang lebih menetap, dan pemukiman-pemukiman besar bertumbuh menjadi kota-kota yang berpenghuni sekitar 5.000 jiwa.<ref name="Redford 16"/> Pada kurun waktu inilah warga kota mulai mempergunakan bata lumpur dalam pembangunan kota-kota mereka.<ref name="Redford 16"/> Tembaga semakin menggeser pemanfaatan batu sebagai bahan baku pembuatan peralatan<ref name="Redford 16"/> dan persenjataan.<ref name="Gardiner 391"/> Perak, emas, [[lapis lazuli]], juga [[tembikar glasir bening]] digunakan sebagai hiasan,<ref name="Redford 17">Redford, Donald B. ''Egypt, Canaan, and Israel in Ancient Times.'' (Princeton: University Press, 1992), p. 17.</ref> dan penggilasan untuk membuat celak mata mulai dihiasi ukiran-ukiran timbul sejak kurun waktu Peradaban Badari.<ref name="Gardiner 391">Gardiner (1694), p.391</ref>
== Zaman
{{Daftar Dinasti Mesir Kuno}}
=== Zaman
{{Main|Periode Dinasti Awal Mesir}}
[[
Catatan-catatan sejarah Mesir Kuno diawali dengan menyebut Mesir sebagai suatu negara kesatuan yang terwujud sekitar 3150 SM. Menurut tradisi Mesir, [[Menes]], yang diyakini sebagai tokoh pemersatu Mesir Hulu dan Mesir Hilir, adalah raja Mesir yang pertama. Budaya, adat-istiadat, seni rupa, rancang bangun, dan susunan kemasyarakatan Mesir berkaitan erat dengan agama, luar biasa stabilnya, dan sedikit demi sedikit mengalami perubahan dalam kurun waktu hampir 3000 tahun.
Baris 55:
Sebelum penyatuan Mesir, wilayah negeri ini terbagi-bagi atas desa-desa mandiri. Sejak kemunculan wangsa-wangsa perdana, dan untuk sebagian besar dari sejarah Mesir selanjutnya, negeri ini dikenal sebagai ''Dua Negeri''. Para [[Firaun|pemimpin]] membentuk administrasi nasional dan melantik gubernur-gubernur kerajaan.
Menurut [[Manetho]], [[Firaun|raja]] Mesir yang pertama adalah [[Menes]], namun temuan-temuan arkeologi mendukung pandangan bahwa firaun pertama yang menyatakan telah mempersatukan Dua Negeri adalah [[Narmer]], (raja terakhir dari [[Naqada III|Zaman
Tata-cara pemakaman golongan elit menghasilkan pembangunan makam-makam [[mastaba]], yang kelak menjadi contoh bagi karya-karya bangunan pada Zaman Kerajaan Lama, misalnya [[Piramida bertingkat|Piramida Berundak]].
=== Zaman Kerajaan Lama ===
{{Main|Kerajaan Lama Mesir}}
[[
Zaman Kerajaan Lama lazimnya dianggap sebagai kurun waktu semenjak Mesir diperintah oleh [[Dinasti ketiga Mesir|Wangsa Ketiga]] sampai [[Dinasti keenam Mesir|Wangsa Keenam]] (2686–2181 SM).
Pada zaman inilah negara-negara kecil Mesir Kuno yang sebelumnya merdeka berubah menjadi satuan-satuan administratif yang disebut [[Nome (Mesir)|Nome]] dan yang diperintah oleh firaun semata. Para pemimpin sebelumnya dipaksa menduduki jabatan kepala daerah atau jabatan pemungut cukai. [[Bangsa Mesir]] pada zaman ini menyembah firaun sebagai dewa yang mereka yakini sebagai penjamin keberlangsungan banjir tahunan yang diperlukan tanaman-tanaman mereka.
Baris 68:
Zaman Kerajaan Lama dan kekuasaan raja-rajanya berpuncak pada [[Dinasti keempat Mesir|Wangsa Keempat]]. [[Sneferu]], pendiri Wangsa Keempat, diyakini telah memerintahkan pembangunan sekurang-kurangnya tiga piramida; dan jika putera sekaligus penggantinya, [[Khufu (firaun)|Khufu]], termasyhur sebagai pendiri [[Piramida Agung Giza]], maka Sneferu termasyhur sebagai firaun yang memerintahkan pengangkutan batu dan bata terbanyak dibanding firaun-firaun lainnya. Baik [[Khufu]] ([[Bahasa Yunani]] ''Keops'') maupun puteranya [[Khafra]] (Bahasa Yunani ''Kefren''), serta cucu lelakinya [[Menkaura]] (Bahasa Yunani ''Mikerinus'') menjadi masyhur berabad-abad lamanya karena pembangunan [[Kompleks piramida Giza|piramida-piramida mereka]]. Untuk mengatur dan memberi makan tenaga kerja yang dipekerjakan dalam pembangunan piramida-piramida ini, diperlukan suatu pemerintahan yang terpusat dengan kekuasaan yang sangat luas, oleh karena itu para egiptolog yakin bahwa Kerajaan Lama pada masa itu telah memperlihatkan taraf pencapaian tersebut. Penggalian-penggalian terkini di dekat piramida-piramida yang dikepalai [[Mark Lehner]] telah menyingkap keberadaan sebuah kota besar yang tampaknya pernah menampung dan menghidupi para pekerja piramida. Sekalipun pernah dipercaya bahwa budak-budaklah yang membangun monumen-monumen itu, suatu teori yang didasarkan pada riwayat [[Keluar dari Mesir|eksodus]] Bangsa Israel dalam Alkitab, penelitian atas makam-makam para tenaga kerja ahli yang mengawasi pembangunan piramida-piramida menunjukkan bahwa monumen-monumen itu dihasilkan oleh [[kerja bakti]] [[rakyat jelata]] yang dihimpun dari segenap penjuru Mesir. Tampaknya mereka bekerja ketika luapan banjir tahunan [[Sungai Nil]] sedang menutupi ladang-ladang mereka. Mereka juga tampaknya merupakan sekumpulan besar tukang dan pandai yang meliputi juru ukir, juru gambar, matematikawan dan rohaniwan.
[[Dinasti kelima Mesir|Wangsa Kelima]] bermula dengan pemerintahan [[Userkaf]] sekitar 2495 SM, dan ditandai dengan makin berkembangnya pemujaan terhdap Dewa Matahari [[Ra (mitologi)|Ra]]. Dampaknya adalah berkurangnya pengerahan daya upaya untuk membangun kompleks-kompleks piramida selama masa pemerintahan wangsa ini dibandingkan dengan yang berlaku pada masa kekuasaan Wangsa Keempat, dan lebih besar daya upaya yang dikerahkan untuk mendirikan kuil-kuil pemujaan matahari di Abusir. Hiasan pada kompleks-kompleks piramida bertambah rumit pada masa kekuasaan wangsa ini. Raja terakhir wangsa ini, [[Unas]], adalah raja pertama yang memerintahkan agar ayat-ayat piramida ditatahkan pada piramidanya.
Makin besarnya minat bangsa Mesir akan barang-barang dagangan semisal [[kayu hitam]], wewangian seperti [[mur]] dan [[Kemenyan arab|kemenyan]], emas, tembaga dan bermacam-macam logam berguna, telah mendorong orang-orang Mesir Kuno untuk mengarungi laut lepas. Bukti dari [[Piramida Sahure]], raja kedua dari Wangsa Kelima, menunjukkan adanya perniagaan secara teratur dengan daerah pesisir [[Suriah]] untuk mendapatkan kayu Aras. Para firaun juga melepas ekspedisi-ekspedisi ke [[Negeri Punt]] yang termasyhur itu, yang kemungkinan besar terletak di Ethiopia dan Somalia sekarang ini, untuk mendapatkan kayu hitam, gading, dan damar wangi.
Pada masa kekuasaan [[Dinasti keenam Mesir|Wangsa Keenam]] (2345–2181 SM), kekuasaan para firaun sedikit demi sedikit melemah seiring peningkatan kekuasaan para [[nomark]] (kepala-kepala daerah). Jabatan-jabatan ini tidak lagi dipegang oleh keluarga kerajaan dan mulai diwariskan turun-temurun, sehingga menciptakan wangsa-wangsa daerah yang agak merdeka dari kewenangan pusat yang dipegang firaun. Kekacauan internal mulai timbul pada masa pemerintahan [[Pepi II]] (2278–2184 SM) yang memerintah cukup lama itu sampai pada akhir kekuasaan Wangsa Keenam. Pepi II mangkat sesudah orang-orang yang dipersiapkan menjadi penggantinya meninggal dunia. Keadaan ini agaknya memicu perselisihan seputar suksesi yang menjerumuskan Mesir ke dalam kancah perang saudara hanya beberapa dasawarsa setelah berakhirnya pemerintahan Pepi II. Pukulan terakhir tiba tatkala Mesir dilanda [[Kekeringan|kemarau panjang]] pada abad ke-22 SM yang menyebabkan tingkat ketinggian banjir [[Sungai Nil]] rendah secara konsisten.<ref>[http://www.bbc.co.uk/history/ancient/egyptians/apocalypse_egypt_04.shtml The Fall of the Old Kingdom] by Fekri Hassan</ref> Akibatnya adalah keruntuhan Kerajaan Lama disusul bencana kelaparan dan pertikaian selama beberapa dasawarsa.
=== Zaman Antara Pertama ===
{{Main|Periode Menengah Pertama Mesir}}
[[
Setelah keruntuhan Kerajaan Lama, tibalah kurun waktu sekitar 200 tahun yang dikenal sebagai Zaman Antara Pertama, yang lazimnya diperkirakan meliputi tahun-tahun pemerintahan serentet firaun tak dikenal semenjak akhir masa kekuasaan [[Dinasti keenam Mesir|Wangsa Keenam]] sampai dengan [[Dinasti kesepuluh Mesir|Wangsa Kesepuluh]], serta sebagian besar masa kekuasaan [[Dinasti kesebelas Mesir|Wangsa Kesebelas]].
Sebagian besar firaun-firaun ini adalah raja-raja daerah yang berkuasa sebatas luas nome mereka. Ada beberapa naskah fiksi, yang dikenal sebagai Ratapan, berasal dari permulaan Zaman Kerajaan Pertengahan yang memberi sedikit gambaran mengenai apa saja yang berlangsung pada Periode Menengah Pertama. Beberapa naskah memuat renungan akan hancurnya tata pemerintahan, sementara naskah-naskah lain menyiratkan invasi "para pemanah dari Asia". Pada umumnya isi naskah-naskah tersebut menyoroti suatu masyarakat yang mengalami hilangnya tata-tertib kemasyarakatan maupun keseimbangan alam.
Sangat mungkin pula pada zaman ini terjadi perampokan atas semua piramida dan gugus-gugus makam. Naskah-naskah Ratapan selanjutnya menyiratkan kenyataan ini, dan menjelang permulaan Zaman Kerajaan Pertengahan mumi-mumi mulai dihias dengan
Menjelang 2160 SM sebuah rentetan baru para firaun dari ([[Dinasti kesembilan Mesir|Wangsa Kesembilan]] dan [[Dinasti kesepuluh Mesir|Wangsa Kesepuluh]]) mempersatukan dan memerintah atas [[Mesir Hilir]] dari
=== Zaman Kerajaan Pertengahan ===
{{Main|Kerajaan Pertengahan Mesir}}
[[
Zaman Kerajaan Pertengahan adalah kurun waktu dalam sejarah [[Mesir Kuno]] yang merentang sejak tahun ke-39 pemerintahan [[Mentuhotep II]] dari [[Dinasti kesebelas Mesir|Wangsa Kesebelas]] sampai pada akhir masa kekuasaan [[Dinasti ketiga belas Mesir|Wangsa Ketiga Belas]], kira-kira antara 2030 SM dan 1650 SM.
Zaman ini terdiri atas dua tahap. Yang pertama adalah masa kekuasaan [[Dinasti kesebelas Mesir|Wangsa Kesebelas]] yang memerintah di [[Thebes, Mesir|Thebes]] dan yang kedua adalah masa kekuasaan [[Dinasti kedua belas Mesir|Wangsa Kedua Belas]] yang
Firaun-firaun terawal dari Zaman Kerajaan Pertengahan menisbatkan asal-usulnya pada dua [[nomark]] dari Thebes, yakni [[Intef Tua|Intef Agung, putera Iku]] yang mengabdi pada seorang firaun [[Herakleopolis Magna|Herakleopolis]] dari [[Dinasti kesepuluh Mesir|Wangsa Kesepuluh]], dan penggantinya [[Mentuhotep I]]. Firaun yang menggantikan Mentuhotep I, [[Intef I]] adalah penguasa Thebes pertama yang menggelari dirinya dengan [[Nama Horus]], dan oleh karena itu menyatakan diri berhak atas tahta Mesir. Ia dianggap sebagai firaun pertama dari [[Dinasti kesebelas Mesir|Wangsa Kesebelas]]. Pernyataan diri itu mengakibatkan rakyat Thebes bertikai dengan para penguasa dari Dinasti Kesepuluh. Intef I dan saudaranya, [[Intef II]], beberapa kali melancarkan peperangan ke wilayah utara dan pada akhirnya merebut nome penting, [[Abydos, Mesir|Abydos]].
Baris 96:
Mentuhotep II digantikan oleh puteranya, [[Mentuhotep III]], yang mengatur sebuah ekspedisi ke negeri Punt. Pada masa pemerintahannya dihasilkan beberapa karya ukir Mesir yang paling halus. Mentuhotep III digantikan oleh [[Mentuhotep IV]], firaun terakhir wangsa ini. Meskipun namanya tidak tercantum dalam banyak daftar firaun, keberadaan masa pemerintahannya dapat dibuktikan melalui sejumlah prasasti di [[Wadi Hammamat]] yang berisi riwayat ekspedisi ke pesisir [[Laut Merah]] dan ekspedisi penambangan batu untuk pembuatan monumen-monumen kerajaan. Pemimpin ekspedisi ini adalah wazirnya, Amenemhet, yang oleh banyak pihak diduga kelak menjadi Firaun [[Amenemhet I]], raja pertama [[Dinasti kedua belas Mesir|Wangsa Kedua Belas]]. Oleh karena itu beberapa egiptolog menduga Amenemhet merebut tahta ataupun mengambil alih kekuasaan setelah Mentuhotep IV mangkat tanpa keturunan.
Amenemhet I mendirikan sebuah
[[Senusret III]] (1878–1839 SM) adalah seorang raja yang gemar berperang. Ia memimpin bala tentara Mesir menerobos ke pelosok Nubia, dan mendirikan benteng-benteng besar di seluruh wilayah Mesir sebagai penanda garis-garis perbatasan resmi yang memisahkan wilayah Mesir dari wilayah yang belum ditaklukkan. [[Amenemhat III]] (1860–1815 SM) dianggap sebagai firaun besar terakhir dari Zaman Kerajaan Pertengahan.
Baris 102:
Populasi Mesir mulai melebihi tingkat produksi pangan pada masa pemerintahan Amenemhat III, yang oleh karena itu memerintahkan eksploitasi atas [[Fayyum]] dan peningkatan kegiatan penambangan di gurun [[Semenanjung Sinai|Sinai]]. Ia mengundang pula orang-orang Asia untuk bermukim di Mesir agar dapat dipekerjakan pada pembangunan monumen-monumen. Menjelang akhir masa pemerintahannya, banjir tahunan Sungai Nil mulai terhenti yang berdampak pada penyusutan sumber daya yang dimiliki pemerintah. Pada masa kekuasaan [[Dinasti ketiga belas Mesir|Wangsa Ketiga Belas]] dan [[Dinasti keempat belas Mesir|Wangsa Keempat Belas]] Mesir perlahan-lahan mengalami kemerosotan, sehingga pada [[Periode Menengah Kedua Mesir|Zaman Antara Kedua]] beberapa pemukim Asia yang didatangkan Amenemhet III pun mampu menguasai Mesir seperti [[Hyksos|bangsa Hyksos]].
=== Zaman Antara Kedua dan Kekuasaan Bangsa Hyksos ===
{{Main|Periode Menengah Kedua Mesir|Hyksos}}
[[
Periode Antara Kedua merupakan kurun waktu dalam sejarah [[Mesir Kuno]] di antara akhir [[Kerajaan Pertengahan Mesir|Zaman Kerajaan Pertengahan]] dan awal [[Kerajaan Baru Mesir|Zaman Kerajaan Baru]] tatkala negeri itu sekali lagi tercerai-berai. Zaman ini dikenal sebagai zaman ketika bangsa [[Hyksos]] (salah satu suku di Asia) menunjukkan keberadaannya di Mesir. Tahun-tahun pemerintahan raja-raja bangsa Hyksos inilah yang merupakan masa kekuasaan [[Dinasti kelima belas Mesir|Wangsa Kelima Belas]].
Wangsa Ketiga Belas terbukti tidak mampu mempertahankan keutuhan wilayah Mesir yang begitu luas, sehingga sebuah keluarga penguasa provinsi berkebangsaan Kanaan yang berlokasi di kawasan rawa-rawa di sebelah timur muara di [[Avaris]] melepaskan diri dari pemerintah pusat serta membentuk [[Dinasti keempat belas Mesir|Wangsa Keempat Belas]]. Besar kemungkinan perpecahan wilayah Mesir terjadi tak lama sesudah berkuasanya raja-raja perkasa dari [[Dinasti ketiga belas Mesir|Wangsa Ketiga Belas]], [[Neferhotep I]] dan [[Sobekhotep IV]] sekitar 1720 SM.<ref>Janine Bourriau, The Second Intermediate Period (c. 1650–1550 BC) in "The Oxford History of Ancient Egypt," ed: Ian Shaw, (Oxford University Press: 2002), paperback, pp.178–179 & 181</ref><ref>Bulletin of the American Schools of Oriental Research (BASOR) 315, 1999, pp.47–73.</ref>
Jika Wangsa Keempat Belas berkebangsaan Kanaan, maka bangsa Hyksos pertama kali muncul dalam sejarah Mesir sekitar 1650 SM tatkala mereka mengambil alih kendali atas kota [[Avaris]] dan bergegas ke selatan menuju [[Memphis, Mesir|Memphis]], dan dengan demikian mengakhiri masa kekuasaan Wangsa Ketiga Belas dan Wangsa Keempat Belas.
Rangkuman riwayat-riwayat tradisional mengenai "invasi" bangsa Hyksos atas Mesir terdapat dalam ''Aegyptiaca'' karya [[Manetho]], yang menulis bahwa pada masa itu bangsa Hyksos menguasai Mesir di bawah pimpinan [[Salitis]], pendiri Wangsa Kelima Belas. Meskipun demikian, sekarang ini telah muncul teori baru yang mendapat banyak dukungan bahwa sesungguhnya yang terjadi hanyalah migrasi sederhana yang melibatkan sedikit atau tanpa kekerasan sama sekali.<ref>Booth, Charlotte. <cite>The Hyksos Period in Egypt</cite>. p.10. Shire Egyptology. 2005. ISBN 0-7478-0638-1</ref> Menurut teori ini, para penguasa Mesir dari Wangsa Ketiga Belas dan Wangsa Keempat Belas tidak sanggup membendung masuknya para pendatang dari kawasan [[Levant]] setelah meninggalkan kerajaan-kerajaan mereka yang tengah dibelit berbagai permasalahan internal yang kemungkinan besar juga meliputi bencana kelaparan dan wabah penyakit.<ref>Manfred Bietak: ''Egypt and Canaan During the Middle Bronze Age'', BASOR 281 (1991), pp. 21–72 see in particular p. 38</ref> Baik dengan kekuatan senjata maupun secara damai, melemahnya kerajaan-kerajaan yang dikuasai Wangsa Ketiga Belas dan Wangsa Keempat Belas sudah cukup untuk menjelaskan mengapa kedua wangsa itu lekas jatuh seiring bangkitnya kekuasaan bangsa Hyksos.
Para penguasa dan petinggi yang berkebangsaan Hyksos berkuasa di daerah muara timur Sungai Nil bersama-sama dengan para bawahan mereka yang berkebangsaan Mesir. Para penguasa Hyksos dari Wangsa Kelima Belas menetapkan [[Memphis, Mesir|Memphis]] sebagai
Kerajaan bangsa Hyksos ini berpusat di bagian timur [[Delta Nil]] dan di [[Kerajaan Pertengahan Mesir|Mesir tengah]] tetapi dengan gigih mereka menerobos ke selatan untuk merebut kendali atas wilayah tengah dan wilayah hulu negeri Mesir. Kira-kira bersamaan waktunya dengan kejatuhan Memphis ke tangan bangsa Hyksos, keluarga Mesir yang menguasai [[Thebes, Mesir|Thebes]] menyatakan kemerdekaannya dan menjadikan dirinya sebagai [[Dinasti keenam belas Mesir|Wangsa Keenam Belas]]. Ada pula keluarga penguasa lain di Mesir tengah yang melakukan hal yang sama, yakni memanfaatkan kekosongan pemerintahan akibat keruntuhan Wangsa Ketiga Belas untuk membentuk wangsa baru. Wangsa yang berumur pendek ini dikenal sebagai [[Dinasti Abydos|Wangsa Abydos]].<ref name="ryholt">[[Kim Ryholt]]: ''The Political Situation in Egypt during the Second Intermediate Period'', Museum Tusculanum Press, (1997)</ref>
Baris 118:
Wangsa Ketujuh Belas memperjuangkan kemerdekaan Mesir dan kelak memimpin perang pembebasan yang menghalau bangsa Hyksos kembali ke Asia. Dua raja terakhir dari wangsa ini adalah [[Seqenenre Tao II|Tao II, Sang Pemberani]] dan [[Kamose]]. [[Ahmose I]] merampungkan penaklukan serta pengusiran bangsa Hyksos dari [[Delta Nil|daerah muara Sungai Nil]], memulihkan kekuasaan Thebes atas seluruh tanah Mesir, dan berhasil menegakkan kembali kekuasaan Mesir atas wilayah-wilayah bekas jajahannya di [[Nubia]] dan [[Kanaan]].<ref name="Grimal 194">Grimal, Nicolas. ''A History of Ancient Egypt'' p. 194. Librairie Arthéme Fayard, 1988.</ref> Masa pemerintahannya menandai permulaan masa kekuasaan [[Dinasti kedelapan belas Mesir|Wangsa Kedelapan Belas]] dan permulaan [[Kerajaan Baru Mesir|Zaman Kerajaan Baru]].
=== Zaman Kerajaan Baru ===
{{Main|Kerajaan Baru Mesir}}
Besar kemungkinan sebagai akibat dari penjajahan bangsa [[Hyksos]] selama Periode Menengah Kedua, pada Zaman Kerajaan Baru bangsa Mesir berupaya membangun penghalang di antara Levant dan Mesir, serta berhasil memperluas wilayah kekuasaannya ke selatan sampai jauh ke [[Nubia]] dan menguasai wilayah-wilayah luas di [[Timur Dekat]]. Bala tentara Mesir bertempur melawan bala tentara [[Bangsa Het|Het]] untuk merebut kendali atas wilayah [[Suriah]] sekarang ini.
==== Wangsa Kedelapan Belas ====
[[
Pada zaman inilah Mesir mengalami kemakmuran dan kekuasaaan yang besar. Beberapa firaun yang paling penting dan ternama
==== Wangsa Kesembilan Belas ====
[[
[[
[[Ramesses I]] memerintah selama dua tahun dan digantikan oleh puteranya, [[Seti I]]. Seti I melanjutkan upaya Horemheb untuk memulihkan kekuatan, kekuasaan, dan kehormatan Mesir. Ia pula yang berjasa atas pendirian kumpulan kuil di [[Abydos, Egypt|Abydos]].
Boleh dikata kekuatan Mesir Kuno sebagai sebuah negara-bangsa mencapai puncaknya pada masa pemerintahan [[Ramesses II]] ("yang Agung") dari Wangsa Kesembilan Belas. Ia memerintah selama 67 tahun sejak berusia 18 tahun, melanjutkan usaha pendahulunya, dan mendirikan lebih banyak lagi kuil megah, seperti kuil [[Abu Simbel]] di perbatasan dengan Nubia. Ia mencoba merebut kembali wilayah-wilayah di [[Levant]] yang pernah dikuasai Wangsa Kedelapan Belas. Perang-perang penaklukan kembali yang dilancarkannya mencapai puncaknya dalam [[Pertempuran Kadesh]] pada 1274 SM, tatkala ia memimpin bala tentara Mesir menghadapi pasukan Raja Het [[Muwatalli II]]. Catatan riwayat pertempuran ini kelak terkenal sebagai catatan pertama dalam sejarah mengenai serangan militer. Ramesses II termasyhur karena menjadi ayah dari banyak anak yang dilahirkan isteri-isteri dan [[pergundikan|selir-selirnya]];
Para penggantinya meneruskan serangan-serangan militer, meskipun kalangan istana yang semakin resah membuat segala macam urusan bertambah rumit. Ramesses II digantikan oleh puteranya [[Merneptah]] yang kemudian digantikan putera Merneptah, [[Seti II]]. Kedudukan Seti II tampaknya dipermasalahkan oleh saudara tirinya [[Amenmesse]], yang mungkin saja pernah memerintah untuk sementara waktu dari Thebes. Begitu Seti II mangkat, puteranya [[Siptah]], yang mungkin pernah dijangkiti [[polio]] semasa hidupnya, ditetapkan sebagai pewaris tahta oleh [[Mangkubumi Bay]], wazir dari kalangan rakyat jelata berkebangsaan Asia yang memegang kendali di balik layar. Setelah Siptah yang berumur pendek itu mangkat, tahta diduduki oleh Ibu Suri [[Twosret]], janda Seti II (dan besar kemungkinan adalah saudari Amenmesse). Pada zaman anarki di akhir masa pemerintahan Twosret yang singkat itu, pribumi Mesir bangkit menentang kendali bangsa asing yang berakibat mangkubumi dihukum mati dan [[Setnakhte]] didudukkan pada tahta sebagai pendiri [[Dinasti kedua puluh Mesir|Wangsa Kedua Puluh]].
==== Wangsa Kedua Puluh ====
Menurut anggapan banyak pihak, firaun "agung" terakhir dari zaman Kerajaan Baru adalah [[Ramses III|Ramesses III]], putera Setnakhte, yang memerintah tiga dasawarsa sesudah masa pemerintahan [[Ramesses II]]. Pada tahun ke-8 masa pemerintahannya, [[Bangsa Laut|Orang Laut]] menginvasi Mesir melalui jalan darat dan laut. Ramesses III mengalahkan mereka dalam dua pertempuran besar di darat dan laut. Ia menyatakan telah menjadikan mereka bangsa taklukan serta menempatkan mereka di Kanaan Selatan, meskipun ada bukti bahwa mereka memasuki Kanaan dengan kekuatan senjata. Kehadiran mereka di Kanaan boleh jadi turut berkontribusi atas pembentukan negara-negara baru di kawasan ini seperti Filistia seusai runtuhnya Kekaisaran Mesir. Ramesses III harus pula melawan invasi suku-suku Libya dalam dua kali peperangan di kawasan barat muara Sungai Nil, yakni pada tahun ke-6 dan tahun ke-11 masa pemerintahannya.<ref>Nicolas Grimal, A History of Ancient Egypt, Blackwell Books, 1992. p.271</ref>
Besarnya pembiayaan pertempuran-pertempuran ini terus menguras perbendaharaan Mesir dan ikut menjadi penyebab kemerosotan perlahan
Segera setelah Ramesses III mangkat, timbul pertikaian berlarut-larut di antara para ahli warisnya. Tiga dari putera-puteranya kelak berturut-turut menduduki tahta, yakni [[Ramesses IV]], [[Ramesses VI]], dan [[Ramesses VIII]]. Akan tetapi, pada zaman ini pula Mesir mulai mengalami serangkaian bencana kemarau, tingkat ketinggian banjir [[Sungai Nil]] yang di bawah normal, bencana kelaparan, kerusuhan, dan korupsi pejabat negara. Kekuasaan firaun terakhir, [[Ramesses XI]], sedemikian melemahnya sampai-sampai di daerah selatan para [[Imam Besar Dewa Amun di Thebes]] bertindak selaku pemimpin de facto [[Mesir Hulu]], sementara [[Smendes]] sudah memegang kendali penuh atas [[Mesir Hilir]] bahkan sebelum Ramesses XI mangkat. Smendes kelak mendirikan [[Dinasti kedua puluh satu Mesir|Wangsa Kedua Puluh Satu]] di [[Tanis, Mesir|Tanis]].
=== Zaman Antara Ketiga ===
{{Main|Periode Menengah Ketiga Mesir}}
[[
[[
Setelah [[Ramesses XI]] mangkat, penggantinya [[Smendes]] memerintah dari kota [[Tanis, Mesir|Tanis]] di utara, sementara [[Imam Besar Dewa Amun di Thebes]] secara efektif berkuasa di selatan meskipun masih mengakui Smendes sebagai Raja.<ref>Cerny, p.645</ref> Pada kenyataannya, terbelahnya kekuasaan ini tidaklah seberapa penting karena baik imam besar maupun firaun berasal dari satu keluarga yang sama. [[Piankh]], memegang kendali atas Mesir Hulu, memerintah dari [[Thebes, Mesir|Thebes]], dengan batas utara daerah kekuasaan yang berakhir di [[Al-Hibah]]. (Imam Besar [[Herihor]] meninggal dunia mendahului Ramesses XI, namun semasa hidupnya ia adalah seorang
Hubungan Mesir dengan [[Libya]] sudah lama terjalin, dan raja pertama wangsa baru ini, [[Shoshenq I]], adalah orang Libya dari puak [[Meshwesh]], yang
Mesir dipersatukan kembali oleh Wangsa Kedua Puluh Dua yang didirikan oleh [[Shoshenq I]] pada 945 SM (atau 943 SM), keturunan pendatang [[Meshwesh]] dari [[Libya Kuno]]. Penyatuan kembali Mesir menjadikan negeri ini tenteram selama satu abad. Setelah berakhirnya masa pemerintahan [[Osorkon II]], Mesir kembali terbagi dua dengan [[Shoshenq III]] dari Wangsa Kedua Puluh Dua memegang kendali atas Mesir Hilir sekitar 818 SM sementara [[Takelot II]] dan puteranya (kelak menjadi [[Osorkon III]]) memerintah kawasan tengah Mesir dan Mesir Hulu.
Setelah Mesir undur dari [[Nubia]] pada akhir Zaman Kerajaan Baru, sebuah wangsa pribumi mengambil alih kendali atas Nubia. Di bawah kekuasaan Raja [[Piye]], orang Nubia pendiri [[Dinasti kedua puluh lima Mesir|Wangsa Kedua Puluh Lima]], bangsa Nubia menyerbu ke utara dengan maksud menghancurkan lawan-lawan Libya mereka yang memerintah di daerah muara. Piye berhasil merebut kekuasaan sejauh [[Memphis, Mesir|Memphis]]. Lawannya [[Tefnakht]] akhirnya bertekuk lutut namun diizinkan tetap berkuasa di Mesir Hilir dan mendirikan [[Dinasti kedua puluh empat Mesir|Wangsa Kedua Puluh Empat]] yang berumur pendek di [[Sais, Mesir|Sais]]. Kerajaan [[Kerajaan Kush|bangsa Kusy]] di selatan memanfaatkan keterpecahan Mesir dan kekacauan politik dan mengalahkan gabungan kekuatan beberapa pemimpin Mesir seperti [[Peftjaubast]], [[Osorkon IV]] dari Tanis, dan [[Tefnakht]] dari Sais. Piye mendirikan [[Dinasti kedua puluh lima Mesir|Wangsa Kedua Puluh Lima]] yang berkebangsaan Libya dan menjadikan para pemimpin taklukan sebagai kepala-kepala pemerintahan daerah. Ia pertama-tama digantikan oleh saudaranya, [[Shabaka]], dan kemudian oleh kedua puteranya [[Shebitku]] dan [[Taharqa]].
Wibawa Mesir di mata bangsa-bangsa lain merosot tajam pada zaman ini. Sekutu-sekutu asing Mesir telah jatuh ke dalam lingkup pengaruh [[Asyur]] dan sejak sekitar 700 SM pertanyaannya bukan lagi “bagaimana jika”, melainkan “bilamana” kedua negeri itu saling berperang. Masa pemerintahan [[Taharqa]] dan penggantinya, [[Tantamani]], dipenuhi pententangan terus-menerus dengan bangsa Asyur yang banyak kali dimenangi pihak Mesir, namun pada akhirnya Thebes diduduki dan [[Memphis, Mesir|Memphis]] dijarah rayah oleh bangsa Asyur.
=== Zaman Akhir ===
{{Main|Periode Akhir Mesir Kuno}}
Sejak 671 SM sampai seterusnya, Memphis dan kawasan muara menjadi sasaran penyerbuan-penyerbuan bangsa [[Asyur]] yang akhirnya menghalau bangsa Nubia dan menyerahkan kekuasaan kepada raja-raja sekutu mereka dari [[Dinasti kedua puluh enam Mesir|Wangsa Kedua Puluh Enam]]. [[Psamtik I]] adalah
Menjelang penghujung zaman ini tumbuh suatu kekuatan baru di Timur Dekat yaktu [[Persia]]. Firaun [[Psamtik III]] harus menghadapi kekuatan Persia di [[Pelusium]]; ia dikalahkan, dan
=== Ketuanan Persia ===
Mesir di bawah kekuasaan [[Akhemeniyah]] dapat dibagi menjadi tiga zaman. Yang pertama adalah zaman pendudukan [[kekaisaran Persia|Persia]] kali pertama, tatkala Mesir dijadikan salah satu [[satrap|daerah pemerintahan]] dalam Kekaisaran Persia. Yang kedua adalah masa jeda ketika Mesir menikmati kemerdekaan untuk sementara waktu. Yang ketiga adalah zaman pendudukan Persia kali kedua sekaligus yang terakhir.
Baris 171:
[[Artahsasta III dari Persia|Artahsasta III]] (358–338 SM) menaklukkan kembali lembah Sungai Nil untuk jangka waktu yang singkat (343–332 SM).
Pada 332 SM Mazakes menyerahkan Mesir kepada [[Aleksander Agung]] tanpa perang. Kekaisaran Akhemenia
=== Wangsa Ptolemaios ===
{{Main|Dinasti Ptolemaik }}
Pada 332 SM [[Aleksander Agung|Aleksander III]] dari [[Kekaisaran Makedonia|Makedonia]] menaklukkan Mesir tanpa perlawanan berarti dari pihak [[Kekaisaran Akhemeniyah|Persia]]. Ia disambut [[Bangsa Mesir|rakyat
Setelah Aleksander mangkat di [[Babilon]] pada 323 SM, timbul [[Diadokhoi|krisis suksesi]] di antara para panglimanya. Mula-mula [[Perdikkas]] memerintah Kekaisaran Makedonia selaku wali dari saudara tiri Aleksander [[Arridaios]], yang kelak menjadi [[Filipus III dari Makedonia]], dan kemudian selaku wali dari Philip III dan putera Aleksander yang masih bayi [[Aleksander IV dari Makedonia]], yang belum lahir tatkala ayahnya mangkat. Perdikkas menunjuk [[Ptolemaios I Soter
Anak-cucu Ptolemaios di kemudian hari mengikuti tradisi Mesir dengan menikahi saudara kandung mereka, memerintahkan gambar diri mereka ditatahkan pada monumen-monumen umum dalam gaya seni dan busana Mesir, serta menganut keyakinan bangsa Mesir.<ref>Bowman (1996) pp25-26</ref><ref>Stanwick (2003)</ref> Peradaban
== Referensi ==
{{Reflist|30em}}
|