Teungku Chik Pante Kulu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Haytham Morsy (bicara | kontrib)
 
(16 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Handgeschreven boek in Acehs schrift TMnr 2454-4a.jpg|thumbjmpl|[[Hikayat Prang Sabi]], karya sastra perang yang mendorong perlawanan rakyat Aceh melawan [[Belanda]]]]
'''Teungku Chik Haji Muhammad Pante Kulu''' adalah seorang ulama besar Aceh yang menulis karya sastra perang yang terkenal yaitu [[Hikayat Prang Sabi]]. Dia dilahirkan pada tahun 1251 H (1836 M) di desa [[Pante Kulu, Titeue, Pidie|Pante Kulu]], [[Titeue, Pidie|Titeue]], [[Pidie]], dalam suatu keluarga [[ulama]] yang ada hubungan kerabat dengan kelompok ulama [[Tiro]].<ref>[http://www.acehbooks.org/pdf/ACEH_02062.pdf Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agressi Belanda]</ref>
 
'''[[Teungku Chik]] [[Haji]] '''Muhammad di Pante Kulu''' adalah seorang ulama besar Aceh yang menulis [[karya sastra]] perang yang terkenal yaitu [[Hikayat Prang Sabi]]. Dia dilahirkan pada tahun 1251 H (1836 M) di desa[[gampong]] [[Pante Kulu, Titeue, Pidie|Pante Kulu]], [[Titeue, Pidie|Titeue]], [[Kabupaten Pidie|Pidie]], dalam suatu keluarga [[ulama]] yang ada hubungan kerabat dengan kelompok ulama di [[Tiro]].<ref>[http://www.acehbooks.org/pdf/ACEH_02062.pdf Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agressi Belanda]</ref>
 
== Riwayat Hidup ==
[[Berkas:Batoe Iliq.jpg|thumbjmpl|300px|kikiri|Kedahsyatan pengaruh Hikayat Prang Sabi dalam Perang Aceh sangat terlihat dalam aksi penyerangan rakyat Aceh baik perorangan maupun kelompok terhadap Belanda. Dalam gambar tampak serdadu Belanda yang tewas dalam penyerangan ke Batee Iliek pada tahun 19071901.]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Handgeschreven boek in Acehs schrift TMnr 2454-4a.jpg|thumb|[[Hikayat Prang Sabi]], karya sastra perang yang mendorong perlawanan rakyat Aceh melawan [[Belanda]]]]
 
Setelah belajar [[al-Qur'an|al-Qur’an]] dan ilmu-ilmu agama [[Islam]] dalam bahasa [[Abjad Jawi|Jawi]] ([[Melayu]]), diaTeungku Chik Pante Kulu melanjutkan pelajarannya pada Dayah Tiro yang dipimpin oleh Teungku Haji Chik Haji Muhammad Amin di Dayah Cut, seorang tokoh ulama Tiro yang baru pulang dari menunaikan ibadah [[haji]] di [[Mekkah|Mekah]], dan sangat besar pengaruhnya di [[Aceh]]. Setelah belajar beberapa tahun sehingga mahir [[bahasa Arab]] dan menamatkan beberapa macam [[buku|kitab]] ilmu pengetahuan ia mendapat gelar ''Teungku di Rangkang'' (asistenAsisten dosenDosen). Kemudian dengan izin gurunya Teungku Chik Haji Chik Muhammad Amin, ia melanjutkan studinya ke [[MekahMekkah]] sambil menunaikan ibadah haji. Di MekahMekkah ia memperdalam ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu lainnya, seperti [[sejarah]], [[logika]], [[filsafat|falsafah]], [[sastra]] dan sebagainya. Di samping belajar, ia juga mengadakan hubungan dengan pemimpin-pemimpin Islam yang datang dari berbagai penjuru dunia.
 
Kebangkitan [[Dunia Muslim|Dunia Islam]] yang dikumandangkan oleh gerakan Wahabipembaharuan di bawah pimpinan ulama besar [[Muhammad bin Abdul Wahhab]] dan gerakan pembaharuan yang dicanangkan oleh [[Jamal-al-Din Afghani|Jamaluddin al-Afghani]], telah meninggalkan pengaruh yang sangat mendalam dalam jiwanya. Ia sangat gemar membaca buku-buku syair [[Arab]], terutama karya penyair perang di zaman rasul, seperti [[Hassan bin Tsabit]], [[Abdullah bin Malik]] dan [[Ka'ab bin Zuhair]].
 
Di samping membaca kitab syair (diwaanusy-syi'r), ia juga mempelajari sejarah pahlawan-pahlawan Islam yang kenamaan, seperti [[Khalid bin Walid]], [[Umar bin Khattab|Umar bin Khaththab]], [[Hamzah bin Abdul-Muththalibh]], [[Usamah bin Zaid|Usamah bin Zaid bin Haritsah]], [[Thariq bin Ziyad|Tariq bin Ziyad]] dan lain-lainnya. Setelah empat tahun bermukim di MekahMekkah, ia telah menjadi ulama besar yang berhak memakai gelaran [[Syaikh]] di pangkal namanya, sehingga menjadi ''Teungku Chik'' (Guru Besar).<ref name="idem">[http://www.acehbooks.org/pdf/ACEH_02062.pdf idem]</ref>
 
== Perang Aceh ==
[[Berkas:Cik Di Tiro.jpg|thumbjmpl|Teungku Chik di Tiro pemimpin [[Perang Aceh]] (1881-1891) di mana pada masa dialah Hikayat Prang Sabi karya Tgk.Teungku Chik di Pante Kulu diciptakan]]
[[Berkas:Batoe Iliq.jpg|thumb|300px|ki|Kedahsyatan pengaruh Hikayat Prang Sabi dalam Perang Aceh sangat terlihat dalam aksi penyerangan rakyat Aceh baik perorangan maupun kelompok terhadap Belanda. Dalam gambar tampak serdadu Belanda yang tewas dalam penyerangan ke Batee Iliek pada tahun 1907.]]
 
Pada waktu pecah [[perang Aceh]] sebagai akibat agresi Belanda, Teungku Chik Muhammad di Pante Kulu telah berada di MekahMekkah. Sebagai seorang patriot yang ditempa oleh sejarah hidup pahlawan-pahlawan Islam kenamaan, maka dia telah bertekad untuk pulang ke [[Aceh]] ikut berperang bersama-sama ulama-ulama dan pemimpin-pemimpin serta rakyat Aceh. Azamnya tidak bisa ditahan-tahan lagi, setelah mendengar salah seorang sahabatnya, [[Teungku Chik di Tiro|Teungku Chik Muhammad Saman di Tiro]] telah diserahi tugas oleh kerajaan untuk memimpin perang semesta melawan serdadu-serdadu kolonial [[Hindia Belanda]]. Kira-kira akhir tahun 1881 M Teungku Chik Muhammad di Pante Kulu meninggalkan MekahMekkah menuju Tanah Aceh yang bergelar Serambi Mekkah.
 
Dalam perjalanan pulang, di atas kapal antara [[Jeddah]] dengan [[Pulau Pinang|Penang]], dia berhasil mengarang sebuah karya sastera yang sangat besar nilainya, yaitu [[Hikayat Prang Sabi]], sebagai sumbangsihnya untuk membangkitkan semangat jihad melawan Belanda. Yang mendorong dia untuk mengarang sajak-riwayat Hikayat Prang Sabi, yaitu kesadaran dia tentang betapa besar pengaruhnya syair-syair penyair Hassan bin Tsabit dalam mengobarkan semangat jihad kepada kaum Muslimin di zaman rasul.
 
Hikayat Prang Sabi yang dikarang Teungku Chik di Pante Kulu ini, adalah dalam bentuk puisi yang terdiri dari empat cerita (kissah), yang sekalipun fiktif tetapi berdasarkan sejarah. Keempat kisah tersebut, yaitu Kisah Ainul Mardliyah, Kisah Pasukan Gajah, Kisah Sa'id Salmy dan Kisah Muhammad Amin (Budak Mati Hidup Kembali)
Pada waktu pecah [[perang Aceh]] sebagai akibat agresi Belanda, Teungku Chik Muhammad Pante Kulu telah berada di Mekah. Sebagai seorang patriot yang ditempa oleh sejarah hidup pahlawan-pahlawan Islam kenamaan, maka dia telah bertekad untuk pulang ke [[Aceh]] ikut berperang bersama-sama ulama-ulama dan pemimpin-pemimpin serta rakyat Aceh. Azamnya tidak bisa ditahan-tahan lagi, setelah mendengar salah seorang sahabatnya, [[Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman]] telah diserahi tugas oleh kerajaan untuk memimpin perang semesta melawan serdadu-serdadu kolonial Belanda. Kira-kira akhir tahun 1881 M Teungku Chik Muhammad Pante Kulu meninggalkan Mekah menuju Tanah Aceh yang bergelar Serambi Mekkah.
 
Karya sastra yang amat berharga ini sesampainya di Aceh dipersembahkan kepada Teungku Chik di Tiro oleh pengarangnya Teungku TjhikChik di Pante Kulu, dalam suatu upacara khidmat di Kuta [[Aneuk Galong]]. Menurut Abdullah Arif, selain dari Hikayat Prang Sabi, masih ada lagi karya Teungku Chik di Pante Kulu, baik dalam bentuk prosa ataupun puisi, baik dalam bahasa Melayu Jawi ataupun dalam bahasa Aceh sendiri, tetapi tidak begitu luas tersiarnya.
Dalam perjalanan pulang, di atas kapal antara [[Jeddah]] dengan [[Penang]], dia berhasil mengarang sebuah karya sastera yang sangat besar nilainya, yaitu [[Hikayat Prang Sabi]], sebagai sumbangsihnya untuk membangkitkan semangat jihad melawan Belanda. Yang mendorong dia untuk mengarang sajak-riwayat Hikayat Prang Sabi, yaitu kesadaran dia tentang betapa besar pengaruhnya syair-syair penyair Hassan bin Tsabit dalam mengobarkan semangat jihad kepada kaum Muslimin di zaman rasul.
 
Teungku Chik Muhammad di Pante Kulu mempunyai dua orang isteri, yang pertama berasal dari kampungKampung [[Titeue]], Kecamatan Kemalawati[[Keumala]], Kabupaten [[Pidie|Pedir]], sementara isteri yang kedua Tgk.[[Teungku|Teungku Nyak]] Aisyah berasal dari Kampung Grot, [[Indrapuri, Aceh Besar|Indra Puri]], [[Kabupaten Aceh Besar|Aceh Besar]]. Dari isteri yang pertama, dia memperoleh seorang putera yang kemudian ikut serta bertempur sebagai mujahid di [[Kabupaten Aceh Besar|Aceh Besar]]. Setelah menyertai Teungku Chik di Tiro dalam berbagai medan perang dengan senjata Hikayat Prang Sabi-nya, maka Teungku Chik Muhammad di Pante Kulu berpulang ke rahmatullah di Lam Leu'ot, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar dan dimakamkan di sana.<ref name="idem"/>
[[Berkas:Cik Di Tiro.jpg|thumb|Teungku Chik di Tiro pemimpin [[Perang Aceh]] (1881-1891) di mana pada masa dialah Hikayat Prang Sabi karya Tgk. Chik Pante Kulu diciptakan]]
 
== Makam Teungku Chik Pante Kulu ==
Hikayat Prang Sabi yang dikarang Teungku Chik Pante Kulu ini, adalah dalam bentuk puisi yang terdiri dari empat cerita (kissah), yang sekalipun fiktif tetapi berdasarkan sejarah. Keempat kisah tersebut, yaitu Kisah Ainul Mardliyah, Kisah Pasukan Gajah, Kisah Sa'id Salmy dan Kisah Muhammad Amin (Budak Mati Hidup Kembali)
[[Berkas:Makam Teungku Chik Panté Kulu.jpg|jmpl|300px|Makam Teungku Chik Panté Kulu]]
 
Makam ulama dan pahlawan penulis Hikayat Prang Sabi ini terletak di areal tanah datar di samping persawahan Desa [[Lam Leuot, Kuta Cot Glie, Aceh Besar|Lam Leuot]], Kecamatan [[Kuta Cot Glie, Aceh Besar|Kuta Cot Glie]], [[Aceh Besar]]. Di antara makam lain di sana, pusara Teungku Chik Pante Kulu tampak menonjol karena kain merah yang membentang di atasnya.
Karya sastra yang amat berharga ini sesampainya di Aceh dipersembahkan kepada Teungku Chik di Tiro oleh pengarangnya Teungku Tjhik Pante Kulu, dalam suatu upacara khidmat di Kuta [[Aneuk Galong]]. Menurut Abdullah Arif, selain dari Hikayat Prang Sabi, masih ada lagi karya Teungku Chik Pante Kulu, baik dalam bentuk prosa ataupun puisi, baik dalam bahasa Melayu Jawi ataupun dalam bahasa Aceh sendiri, tetapi tidak begitu luas tersiarnya.
 
Beton berlapis keramik putih--yang warnanya telah berganti kecoklatan karena lumut--mengelilingi undakan tanah. Hanya satu yang menandakan bahwa itu adalah makam sang ulama besar: coretan nama beraksara Arab di bagian kepala makam, meski tulisannya sudah kurang jelas karena memudar.<ref>{{Cite news|last=Razali|first=Habil|date=2 Mei 2021|title=Makam Tgk Chik Pante Kulu Tak Terurus, Ulama Aceh Penulis Hikayat Prang Sabi|url=https://m.kumparan.com/amp/acehkini/makam-tgk-chik-pante-kulu-tak-terurus-ulama-aceh-penulis-hikayat-prang-sabi-1vfIKTaGyZv|work=kumparan/acehkini|access-date=2021-08-09}}</ref>
Teungku Chik Muhammad Pante Kulu mempunyai dua orang isteri, yang pertama berasal dari kampung Titeue, Kecamatan Kemalawati, Kabupaten Pidie, sementara isteri yang kedua Tgk. Nyak Aisyah berasal dari Kampung Grot, [[Indrapuri, Aceh Besar|Indra Puri]], [[Aceh Besar]]. Dari isteri yang pertama, dia memperoleh seorang putera yang kemudian ikut serta bertempur sebagai mujahid di [[Aceh Besar]]. Setelah menyertai Teungku Chik di Tiro dalam berbagai medan perang dengan senjata Hikayat Prang Sabi-nya, maka Teungku Chik Muhammad Pante Kulu berpulang ke rahmatullah di Lam Leu'ot, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar dan dimakamkan di sana.<ref name="idem"/>
 
== Sumber ==