Aleta Baun: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
DeviAyu (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Mengganti kategori Wanita Indonesia dengan Perempuan Indonesia
 
(32 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Aleta Baun close-up.jpg|jmpl|300px|Aleta Baun, November 2017.]]
'''Mama Aleta Baun''' (lahir di
 
'''Mama Aleta Baun''' (memiliki nama asli '''Aleta Kornelia Baun''';<ref>{{Cite web|date=2017-12-18|title=Profil|url=https://aletabaun.wordpress.com/about/|website=ALETA BAUN|language=en|access-date=2020-12-02}}</ref> lahir di Lelobatan, Mollo, [[Kabupaten Timor Tengah Selatan|Timor Tengah Selatan]], [[Nusa Tenggara Timur]], 16 Maret 1966) adalah seorang aktivis lingkungan untuk hak-hak masyarakat adat penentang penambangan [[marmer]] di Nusa Tenggara Timur.<ref>{{Cite web|url=http://www.satuharapan.com/read-detail/read/aleta-baun-pejuang-lingkungan-hidup-menerima-goldman-environmental-prize|title=Satu Harapan: Aleta Baun Pejuang Lingkungan Hidup Menerima Goldman Environmental Prize|last=satuharapan.com|first=Sinar Kasih,|website=SatuHarapan.com|access-date=2016-12-08}}</ref>
 
== Sejarah ==
Sejak tahun 1980an pemerintah daerah secara ilegal menerbitkan ijinizin untuk perusahaan -perusahaan tambang marmer. dimana perusahaanPerusahaan-perusahaan ini mulai memotong batu marmer dari gunung keramat [[suku Molo]]. Kegiatan yang dilakukan tanpa konsultasi dengan pendukuk desa mengakibatkan terjadinya penggundulan hutan, tanah longsor, dan meracuni sungai, yang merupakan bahan makanan, obat, dan juga pewarna alam dalam menenun bagi penduduk sekitar.
marmer dari gunung keramat Suku Molo. Aktivitas yang dilakukan tanpa berkonsultasi dengan penghuni desa mengakibatkan penggundulan hutan,
tanah longsor, dan meracuni sungai, dimana tumbuhan dan alam digunakan oleh penduduk untuk makanan, obat, dan juga pewarna alam dalam menenun.
Pada tahun 1996 Aleta Baun memutuskan untuk melawan dan mulai mengorganisir protes kepada perusahaan perusahaan penambang, bersama
tiga wanita lain mereka menggalang dukungan dari desa ke desa berjalan kaki hingga enam jam. Protes tersebut mengakibatkan balasan kekerasan
dari penambang dan Mama Aleta Baun terpaksa lari ke hutan bersembunyi dari ancaman pembunuhan. Ditengah tengah intimidasi, Aleta Baun tetap
mengkampanyekan perlawanan selama 11 tahun. Puncaknya adalah di tahun 2006 Aleta Baun berhasil menggalang dukungan ratusan penduduk desa,
dimana 150 wanita menenun di depan pintu tambang dan menduduki bukit Anjaf dan bukit Nausus di kaki Gunung selama satu tahun. Kaum pria
membantu dengan mengasuh anak, memasak, dan mengirim makanan pada kaum wanita yang terus menenun menghalangi penambang. Atas desakan masyarakat
di dalam dan diluar negeri yang mendukung para wanita penenun, penambangan akhirnya dihentikan pada tahun 2007 dan pada tahun 2010
mereka secara resmi menarik diri dari lokasi. Baun melanjutkan perlawanannya untuk proyek proyek penambangan yang dijadwalkan untuk
terjadi di bagian barat Nusa Tenggara Timur, salah satu upayanya adalah memetakan hutan hutan tradisional sebagai bagian dari pengakuan untuk
hak-hak wilayah oleh masyarakat adat dan mempertahankan tanah dari eksploitasi tambang, minyak, dan gas disamping perkebunan komersil. Ia
juga memimpin upaya mengamankan dan menanam kembali hutan yang rusak oleh aktivitas penambangan dan menyerukan kemandirian ekonomi
menggunakan pengetahuan lokal yang berfokus pada penanaman berkelanjutan dan penjualan kerajinan tangan lokal.
Untuk mengaktifkan dukungan pembaca layar, tekan pintasan Ctrl+Alt+Z.. Untuk mempelajari pintasan keyboard, tekan pintasan Ctrl+garis miring..
 
Pada tahun 1990-an Aleta Baun memutuskan untuk melawan dan mulai mengorganisasikan protes kepada perusahaan perusahaan penambang, bersama tiga wanita lain mereka menggalang dukungan dari desa ke desa berjalan kaki hingga enam jam.<ref name=":0" /> Protes tersebut mengakibatkan balasan kekerasan dari penambang dan Mama Aleta Baun terpaksa lari ke hutan bersembunyi dari ancaman pembunuhan. Ditengah tengah intimidasi, Aleta Baun tetap mengkampanyekan perlawanan selama 11 tahun.<ref name=":0">{{Cite news|url=http://fokus.news.viva.co.id/news/read/405691-aleta-baun-perempuan-pahlawan-lingkungan-dari-ntt|title=Aleta Baun, Perempuan Pahlawan Lingkungan dari NTT|access-date=2016-12-08|work=[[VIVA.co.id]]|date=2013-04-17}}</ref>
==Rujukan==
 
== Puncak perlawanan ==
Puncaknya adalah pada tahun 2006, Aleta Baun berhasil menggalang dukungan ratusan penduduk desa, yaitu sebanyak 150 wanita menenun di depan pintu tambang dan menduduki [[Bukit Anjaf]] dan Bukit Nausus di kaki gunung selama satu tahun. Kaum pria membantu dengan mengasuh anak, memasak, dan mengirim makanan pada kaum wanita yang terus menenun menghalangi penambang.<ref name=":0" /> Atas desakan masyarakat di dalam dan di luar negeri yang mendukung para wanita penenun, penambangan akhirnya dihentikan pada tahun 2007. Pada tahun 2010, mereka secara resmi menarik diri dari lokasi penambangan.<ref>{{Cite news|url=http://www.antaranews.com/berita/369079/mama-aleta-raih-goldman-environmental-prize-2013|title=Mama Aleta raih "Goldman Environmental Prize 2013"|work=[[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara|ANTARA News]]|access-date=2016-12-08|last=Jauhari|first=Andi|editor-last=Syafputri|editor-first=Ella|date=2013-04-15}}</ref>
 
Baun melanjutkan perlawanannya untuk proyek-proyek penambangan yang direncanakan akan terjadi di bagian barat Nusa Tenggara Timur. Salah satu upayanya adalah memetakan hutan-hutan tradisional sebagai bagian dari pengakuan hak-hak wilayah oleh [[masyarakat adat]] serta mempertahankan tanah dari eksploitasi tambang, minyak, dan gas disamping perkebunan komersial.<ref name=":0" /> Ia juga memimpin upaya mengamankan dan menanam kembali hutan yang rusak oleh aktivitas penambangan dan menyerukan kemandirian ekonomi menggunakan pengetahuan lokal yang berfokus pada penanaman berkelanjutan dan penjualan kerajinan tangan lokal.
 
Saat ini, Mama Aleta memasuki babak baru perjuangan anti tambang untuk penyelamatan lingkungan, dengan menjadi anggota [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur|Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Timur 2014 – 2019]].<ref>{{Cite web|url=http://www.mongabay.co.id/2015/01/06/babak-baru-perjuangan-penyelamatan-lingkungan-mama-aleta-lewat-dprd-ntt/|title=Babak Baru Perjuangan Penyelamatan Lingkungan Mama Aleta Lewat DPRD NTT {{!}} Mongabay.co.id|website=www.mongabay.co.id|access-date=2016-12-08}}</ref>
 
== Penghargaan ==
 
# [https://www.goldmanprize.org/ Goldman Environment Prize] 2013.<ref>{{Cite web|title=Aleta Baun|url=https://www.goldmanprize.org/recipient/aleta-baun/|website=Goldman Environmental Foundation|language=en-US|access-date=2020-12-02}}</ref>
# [[Penghargaan Yap Thiam Hien|Yap Thiam Hien Award]] 2016.<ref>{{Cite journal|date=2019-06-28|title=Yap Thiam Hien Award|url=https://en.wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Yap_Thiam_Hien_Award&oldid=903795831|journal=Wikipedia|language=en}}</ref>
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
[[Kategori:Aktivis lingkungan Indonesia]]
[[Kategori:Perempuan Indonesia]]