Ramalan Jayabaya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengembalikan suntingan oleh 175.158.37.251 (bicara) ke revisi terakhir oleh Tarusbawa Tag: Pengembalian |
|||
(72 revisi perantara oleh 42 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[File:Serat Jayabaya.pdf|thumb|''Serat Jayabaya'' edisi 1932]]
{{cquote|Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, musuh takut dan takluk, tak ada yang berani.}}
Meskipun demikian, kenyataannya dua [[pujangga]] yang hidup sezaman dengan Prabu Jayabaya, yakni
== Asal usul ==
Dari berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai
Kitab
Disamping itu dia menjabat sebagai Kepala Jawatan Pujangga Keraton Kartasura tatkala zamannya Sri Paku Buwana II (1727-1749). Hasil karya sang Pangeran ini berupa buku-buku misalnya, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa, Sejarah Empu, dll. Tatkala Sri Paku Buwana I naik tahta (1704-1719) yang penobatannya di [[Semarang]], [[Gubernur]] Jenderalnya benama van Outhoorn yang memerintah pada tahun 1691-1704. Kemudian diganti G.G van Hoorn (1705-1706), Pangerannya Sang Pujangga yang pada waktu masih muda. Didatangkan pula di Semarang sebagai Penghulu yang memberi Restu untuk kejayaan Keraton pada tahun 1629 Jawa = 1705 M, yang disaksikan GG. Van Hoorn.
Baris 18 ⟶ 19:
== Analisis ==
Jangka Jayabaya yang dikenal sekarang ini adalah gubahan dari Kitab Musarar, yang sebenarnya untuk menyebut "Kitab Asrar" Karangan Sunan Giri ke-3 tersebut. Selanjutnya para pujangga
Kitab Asrar itu memuat lkhtisar (ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu gambaran gilir bergantinya negara sejak zaman purbakala hingga jatuhnya Majapahit lalu diganti dengan Ratu Hakikat ialah sebuah kerajaan Islam pertama di Jawa yang disebut sebagai ”Giri Kedaton". Giri Kedaton ini
Sejak Sunan Giri ke-3 ini praktis kekuasaannya berakhir karena penaklukkan yang dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram; Sejak Raden Patah naik tahta (1481) Sunan Ratu dari Giri Kedatan ini lalu turun tahta kerajaan, diganti oleh Ratu seluruh jajatah, ialah Sultan di Demak, Raden Patah. Jadi keraton di Giri ini kira-kira berdiri antara 1478-1481 M atau lebih lama lagi, yakni sejak Sunan Giri pertama mendirikannya atau mungkin sudah sejak Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M (882 H). Setelah kesultanan Demak jatuh pada masa Sultan Trenggono, lalu tahta kerajaan jatuh ke tangan raja yang mendapat julukan sebagai "Ratu Bobodo") ialah Sultan Pajang. Disebut demikian karena pengaruh kalangan Ki Ageng yang berorientasi setengah Budha/Hindu dan setengah Islam di bawah pengaruh kebatinan Siti Jenar, yang juga hendak
Setelah Kerajaan ini jatuh pula, lalu
Wasiat Sultan Agung itu mengandung kalimat ramalan, bahwa kelak sesudah dia turun dari tahta, kerajaan besar ini akan pulih kembali kewibawaannya, justru nanti
Oleh Pujangga, Kitab Asrar digubah dan dibentuk lagi dengan pendirian dan cara yang lain, yakni dengan jalan mengambil pokok/permulaan cerita Raja Jayabaya dari Kediri. Nama mana diketahui dari Kakawin Bharatayudha, yang dikarang oleh Mpu Sedah pada tahun 1079 Saka = 1157 M atas titah Sri Jayabaya di Daha/ Kediri. Setelah mendapat pathokan/data baru, raja Jayabaya yang memang dikenal masyarakat sebagai pandai meramal, sang pujangga (Pangeran Wijil) lalu menulis kembali, dengan gubahan "Jangka Jayabaya" dengan ini yang dipadukan antara sumber Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta gambaran pertumbuhan negara-negara dikarangnya sebelumnya dalam bentuk babad.
Baris 48 ⟶ 49:
# Yang menyebutkan tinggal tiga kali lagi kemudian kerajaanmu akan diganti oleh orang lain”. Sang Prabu mendengarkan dengan sebaik-baiknya. Karena dia telah mengerti kehendak Dewata.
# Sang Prabu segera menjadi murid sang Raja Pandita. Segala isi Kitab Musarar sudah diketahui semua. Diapun ingat tinggal menitis 3 kali.
# Kelak akan diletakkan dalam teken Sang Pandita yang ditinggal di
# Senjata ecis itu yang bernama Udharati. Dikelak kemudian hari ada Maolana masih cucu Rasul yang mengembara sampai ke P. Jawa membawa ecis tersebut. Kelak menjadi punden Tanah Jawa.
# Raja Pandita pamit dan musnah dari tempat duduk. Kemudian terkisahkan setelah satu bulan Sang Prabu memanggil putranya.
# Setelah sang putra datang lalu diajak ke gunung Padang. Ayah dan putra itu setelah datang lalu naik ke gunung.
# Di sana ada Ajar bernama Ajar Subrata. Menjemput Prabu Jayabaya seorang raja yang berincoknito termasuk titisan Batara Wisnu
# Karenanya Sang Prabu sangat waspada, tahu sebelum kejadian mengenai raja-raja karena Sang Prabu menerima sasmita gaib.
# Bila Islam seperti Nabi. Prabu Jayabaya bercengkrama di gunung sudah lama. Bertemu dengan ki Ajar di gunung Padang. Yang bertapa brata sehingga apa yang dikehendaki terjadi.
# Tergopoh-gopoh menghormati. Setelah duduk ki Ajar memanggil seorang endang yang membawa sesaji. Berwarna-warni isinya. Tujuh warna-warni dan lengkap delapan dengarn endangnya.
# Jadah (ketan) setakir, bawang putih satu talam, kembang melati satu bungkus, darah sepitrah, kunir sarimpang, sebatang pohon kajar dan kembang mojar satu bungkus.
# Kedelapan endang seorang. Kemudian ki Ajar menghaturkan sembah
# Ki Ajar ditikam mati. Demikian juga endangnya. Keris kemudian dimasukkan lagi. Cantrik-cantrik berlarian karena takut. Sedangkan raja putra kecewa melihat perbuatan ayahnya.
# Sang putra akan bertanya merasa takut. Kemudian merekapun pulang. Datang di kedaton Sang Prabu berbicara dengan putranya.
Baris 71 ⟶ 72:
# Sebab berperang dengan saudara. Hasil bumi diberi pajak emas. Sebab saya mendapat hidangan Kunir sarimpang dari ki Ajar. Kemudian berganti zaman di Majapahit dengan rajanya Prabu Brawijaya.
# Demikian nama raja bergelar Sang Rajapati Dewanata. Alamnya disebut Anderpati, lamanya sepuluh windu (80 tahun). Hasil negara berupa picis (uang). Ternyata waktu itu dari hidangan ki Ajar.
# Hidangannya Jadah satu takir. Lambangnya waktu itu Sima galak semune curiga ketul. Kemudian berganti zaman lagi. Di Gelagahwangi dengan
# Enam puluh lima tahun kemudian musnah. Yang bertahta Ratu Adil serta wali dan pandita semuanya cinta. Pajak rakyat berupa uang. Temyata saya diberi hidangan bunga Melati oleh ki Ajar.
# Negara tersebut diberi lambang: Kekesahan durung kongsi kaselak kampuhe bedah. Kemudian berganti zaman Kalajangga.
# Negara ini diberi lambang: cangkrama putung watange. Orang di desa terkena pajak pakaian dan uang. Sebab ki Ajar dahulu memberi hidangan sebatang pohon kajar. Kemudian berganti zaman di Mataram. Kalasakti Prabu Anyakrakusuma.
# Dicintai pasukannya. Kuat angkatan perangnya dan kaya, disegani seluruh bangsa Jawa. Bahkan juga sebagai gantinya Ajar dan wali serta pandita, bersatu dalam diri Sang Prabu yang adil.
# Raja perkasa tetapi berbudi halus. Rakyat kena pajak reyal. Sebab waktu itu saya mendapat hidangan bawang putih dari ki Ajar. Rajanya diberi gelar: Sura Kalpa semune lintang sinipat.
# Kemudian berganti lagi dengan lambang: Kembang sempol Semune modin tanpa sreban. Raja yang keempat yang penghabisan diberi lambang Kalpa sru kanaka putung. Seratus tahun kemudian musnah sebab melawan sekutu. Kemudian ada nakhoda yang datang berdagang.
# Berdagang di tanah Jawa kemudian mendapat sejengkal tanah. Lama kelamaan ikut perang dan selalu menang, sehingga terpandang di pulau Jawa.
# Raja berpasukan campur aduk. Disegani setanah Jawa. Yang memulai menjadi raja dengan gelar Layon keli semune satriya brangti. Kemudian berganti raja yang bergelar: semune kenya musoni. Tidak lama kemudian berganti.
# Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi(Raja yang penuh inisiatif dalam segala hal, namun memiliki kelemahan suka wanita) kemudian berganti gajah meta semune tengu lelaki (Raja yang disegani/ditakuti, namun nista.) Enam puluh tahun menerima kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan.
# Waktu itu pajaknya rakyat adalah Uang anggris dan uwang. Sebab saya diberi hidangan darah sepitrah. Kemudian negara geger. Tanah tidak berkasiat, pemerintah rusak. Rakyat celaka. Bermacam-macam bencana yang tidak dapat ditolak.
# Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri. Kemudian berganti zaman Kutila. Rajanya Kara Murka(Raja-raja yang saling balas dendam.). Lambangnya Panji loro semune Pajang Mataram(Dua kekuatan pimpinan yang saling jegal ingin menjatuhkan).
# Nakhoda(Orang asing)ikut serta memerintah. Punya keberanian dan kaya. Sarjana (Orang arif dan bijak) tidak ada. Rakyat sengsara. Rumah hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu
# Tidak berkesempatan menghias diri(Raja yang tidak sempat mengatur negara sebab adanya masalah-masalah yang merepotkan ), sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.
# Pajak rakyat banyak sekali macamnya. Semakin naik. Panen tidak membuat kenyang. Hasilnya berkurang. orang jahat makin menjadi-jadi Orang besar hatinya jail. Makin hari makin bertambah kesengsaraan negara.
Baris 93 ⟶ 94:
# Waktu itulah ada keadilan. Rakyat pajaknya dinar sebab saya diberi hidangan bunga seruni oleh ki Ajar. Waktu itu pemerintahan raja baik sekali. Orangnya tampan senyumnya manis sekali.
== Isi
# Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran ---> Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
# Tanah Jawa kalungan wesi ---> Pulau Jawa berkalung besi.
Baris 100 ⟶ 101:
# Pasar ilang kumandhang ---> Pasar kehilangan suara.
# Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak ---> Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
# Bumi saya suwe saya mengkeret --->
# Sekilan bumi dipajeki ---> Sejengkal tanah dikenai pajak.
# Jaran doyan mangan sambel ---> Kuda suka makan sambal.
# Wong wadon nganggo pakeyan lanang ---> Orang perempuan berpakaian lelaki.
# Wong lanang koyo wong wadon ---> Laki laki seperti perempuan
# Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman ---> Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik.
# Akeh janji ora ditetepi ---> Banyak janji tidak ditepati.
# Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe ---> Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
# Manungsa padha seneng nyalah ---> Orang-orang saling lempar kesalahan.
# Ora ngendahake hukum Hyang Widhi ---> Tak peduli akan hukum Hyang Widhi.
# Barang jahat diangkat-angkat ---> Yang jahat dijunjung-junjung.
# Barang suci dibenci ---> Yang suci (justru) dibenci.
# Akeh manungsa mung ngutamakke
# Lali kamanungsan ---> Lupa jati kemanusiaan.
# Lali kabecikan ---> Lupa hikmah kebaikan.
# Lali sanak uga lali kadang ---> Lupa sanak lupa saudara.
# Akeh bapa lali anak ---> Banyak ayah lupa anak.
# Akeh anak wani nglawan ibu ---> Banyak anak berani melawan ibu.
# Nantang bapa ---> Menantang ayah.
# Sedulur padha cidra ---> Saudara dan saudara
▲# Akeh pangkat sing jahat lan ganji l---> Banyak pejabat jahat dan ganjil
# Akeh kelakuan sing ganjil ---> Banyak ulah-tabiat ganjil
# Wong apik-apik padha kapencil ---> Orang yang baik justru tersisih.
# Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin ---> Banyak orang kerja
# Luwih utama ngapusi ---> Lebih mengutamakan menipu.
# Wegah nyambut gawe ---> Malas untuk bekerja.
Baris 152 ⟶ 150:
# Akeh wong ngaku-aku ---> Banyak orang mengaku diri.
# Njabane putih njerone dhadhu ---> Di luar putih di dalam jingga.
# Ngakune suci, nanging sucine palsu ---> Mengaku suci,
# Akeh bujuk akeh lojo---> Banyak tipu banyak muslihat.
# Akeh udan salah mangsa---> Banyak hujan salah musim.
Baris 177 ⟶ 175:
# Akeh wong becik saya sengsara---> Banyak orang baik makin sengsara.
# Wong jahat saya seneng---> Sedang yang jahat makin bahagia.
# Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul---> Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
# Wong salah dianggep bener---> Orang salah dipandang benar.
# Pengkhianat nikmat---> Pengkhianat nikmat.
Baris 218 ⟶ 216:
# Akeh omah ing ndhuwur jaran---> Banyak rumah di punggung kuda.
# Wong mangan wong---> Orang makan sesamanya.
# Anak lali bapak---> Anak lupa
# Wong tuwa lali tuwane---> Orang tua lupa ketuaan mereka.
# Pedagang adol barang saya laris---> Jualan pedagang semakin laris.
# Bandhane saya ludhes---> Namun harta mereka makin habis.
# Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan---> Banyak orang mati lapar di samping makanan.
# Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---> Banyak orang berharta
# Sing edan bisa dandan---> Yang gila bisa bersolek.
# Sing bengkong bisa nggalang gedhong---> Si bengkok membangun mahligai.
# Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil---> Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
# Ana peperangan ing njero---> Terjadi perang di dalam.
# Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham---> Terjadi karena para pembesar banyak salah
# Durjana saya ngambra-ambra---> Kejahatan makin merajalela.
# Penjahat saya tambah---> Penjahat makin banyak.
Baris 253 ⟶ 251:
# Bandha dadi memala---> Hartabenda menjadi penyakit
# Pangkat dadi pemikat---> Pangkat menjadi pemukau.
# Sing sawenang-wenang rumangsa menang ---> Yang sewenang-wenang merasa menang
# Sing ngalah rumangsa kabeh salah---> Yang mengalah merasa serba salah.
# Ana Bupati saka wong sing asor imane---> Ada raja berasal orang beriman rendah.
Baris 268 ⟶ 266:
# Wong jaga nyolong sing dijaga---> Si penjaga mencuri yang dijaga.
# Wong njamin njaluk dijamin---> Si penjamin minta dijamin.
# Akeh wong mendem donga---> Banyak orang mabuk doa.
# Kana-kene rebutan unggul---> Di mana-mana berebut menang.
# Angkara murka ngombro-ombro---> Angkara murka menjadi-jadi.
Baris 329 ⟶ 327:
pancen wolak-waliking {{{1|j}}}aman\
amenangi {{{1|j}}}aman edan\
ora edan ora
sing waras padha nggagas\
wong tani padha ditaleni\
Baris 384 ⟶ 382:
lali sanak lali kadang\
akeh bapa lali anak\
akeh anak
sedulur padha cidra\
keluarga padha curiga\
Baris 399 ⟶ 397:
151.
isih bayi padha mbayi\
sing pria padha ngasorake drajate dhewe\
Baris 419 ⟶ 417:
mlayu-mlayu kaya maling kena tuding\
eling mulih padha manjing\
akeh wong injir, akeh
sing eman ora keduman\
sing keduman ora eman\
Baris 459 ⟶ 457:
akeh swara aneh tanpa rupa\
bala prewangan makhluk halus padha baris, pada rebut benere garis\
tan
sing madhegani putrane Bethara Indra\
agegaman trisula wedha\
Baris 477 ⟶ 475:
hiya yayi bethara mukti, hiya krisna, hiya herumukti\
mumpuni sakabehing laku\
ngerahake jin setan\
kumara prewangan, para lelembut ke bawah
kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda\
landhepe triniji suci\
Baris 487 ⟶ 485:
165.
pendhak Sura nguntapa kumara\
kang wus katon
kadhepake ngarsaning sang kuasa\
isih timur kaceluk wong tuwa\
Baris 564 ⟶ 562:
ing zaman kalabendu Jawa\
aja nglarang dalem ngleluri wong apengawak dewa\
cures ludhes saka braja
aja-aja kleru pandhita samusana\
larinen pandhita asenjata trisula wedha\
Baris 585 ⟶ 583:
andayani indering jagad raya\
padha asung bhekti\
* [http://www.mbahmijan.com/kumpulan-ramalan-jayabaya/ yabaya]▼
== Referensi ==
{{reflist|1}}
*[[Jayabaya]]
*[[Kerajaan Kadiri]]
*[[Kerajaan Panjalu]]
== Pranala luar ==
[[Kategori:Budaya]]
|