Galungan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Athayahisyam (bicara | kontrib)
Penambahan referensi dan perbaikan penulisan nama tokoh
 
(48 revisi perantara oleh 28 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{noref}}
[[Berkas:Street decoration for Galungan celebration.jpg|thumbjmpl|Pemasangan penjor atau bambu berisi hiasan untuk merayakan Galungan.]]
'''Hari raya Galungan '''dirayakan oleh umat Hindu setiap 6 bulan Bali (210 hari) yaitu pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan) sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).
'''Hari raya Galungan '''dirayakan oleh umat [[Agama Hindu Bali|Hindu Bali]] setiap 210 hari sekali, dengan menggunakan perhitungan [[kalender Bali]] yaitu pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan).<ref name=":0">{{Cite book|date=1988|url=https://lib.ui.ac.id/detail.jsp?id=93266|title=Ensiklopedi Nasional Indonesia|location=Jakarta|publisher=PT. Cipta Adi Pustaka|isbn=9798265300|chapter=Galungan|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|date=1980|url=https://lontar.ui.ac.id/detail?id=93274|title=Ensiklopedi Indonesia|publisher=PT. Ichtiar Baru van Hoeve|editor-last=Shadily|editor-first=Hassan|chapter=Galungan|url-status=live}}</ref> Perayaan Galungan adalah perayaan hari kemenangan [[Dharma]] (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).<ref name=":0" />
 
Hari raya Galungan juga dirayakan oleh masyarakat Tengger dengan makna dan cara yang berbeda dengan masyarakat Bali, setidaknya hingga pengenalan agama Hindu Dharma ke kawasan Tengger tahun 1980-an.<ref>{{Cite web |url=https://books.google.co.id/books?hl=id&id=NeM9DwAAQBAJ&q=galungan#v=snippet&q=galungan&f=false |title=Google books |access-date=2019-08-27 |archive-date=2023-07-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230728100657/https://books.google.co.id/books?hl=id&id=NeM9DwAAQBAJ&q=galungan#v=snippet&q=galungan&f=false |dead-url=no }}</ref> Masyarakat Tengger merayakan Galungan setiap 210 hari sekali di wuku galungan sebagai hari untuk memberkati desa, air, dan masyarakat. Tata cara perayaannya identik dengan barikan, satu upacara lain yang biasanya dilakukan tiap 35 hari sekali atau setelah bencana seperti gunung meletus, gempa, atau gerhana. Berbeda dengan barikan, hari raya galungan Tengger sudah tidak dilaksanakan dengan cara Tengger namun telah disatukan dengan perayaan galungan sesuai tata cara Hindu Bali.
== Rangkaian Hari Raya Galungan ==
 
=== TumpekSejarah Wariga ===
Galungan pertama kali dirayakan pada malam bulan purnama tanggal 15, [[tahun Saka]] 804 atau [[882]] [[Masehi]]. Perayaan Galungan sempat terhenti dan dihidupkan kembali oleh Raja [[Sri Jayakasunu]]. Galungan dirayakan untuk memperingati kemenangan [[Dewa Indra]] melawan [[Mayadenawa]] atau kebaikan melawan kejahatan.<ref name=":0" /> Masyarakat Bali percaya roh para leluhur akan pulang ke rumah di hari itu sehingga wajib menyambutnya dengan doa dan persembahan. Inti dari Galungan adalah manusia harus mampu mengendalikan hawa nafsu yang bisa mengganggu ketenteraman batin dan kehidupan.
Saniscara (Sabtu) Kliwon wuku Wariga disebut Tumpek Wariga, atau Tumpek Bubuh, atau Tumpek Pengatag, atau Tumpek Pengarah jatuh 25 hari sebelum Galungan.  Pada hari Tumpek Wariga Ista Dewata yang dipuja adalah Sang Hyang Sangkara sebagai Dewa Kemakmuran dan Keselamatan Tumbuh-tumbuhan. Adapun tradisi masyarakat untuk merayakannya adalahh dengan menghaturkan banten (sesaji) yang berupa Bubuh (bubur) Sumsum yang berwarna seperti:
 
=== Cerita Belief ===
a.       Bubuh putih untuk umbi-umbian
Dalam cerita [[Belief]] Hindu Bali dikisahkan bahwa di [[Pulau Bali]] terdapat raksasa yang sangat sakti dan ditakuti oleh semua masyarakat. Raksasa itu bernama Mayadenawa. Mayadenawa melarang semua masyarakat hindu bali untuk melakukan persembahyangan ke pura untuk memuja dewa-dewa, karena [[Mayadenawa]] ingin semua masyarakat menyembahnya. Karena merasa sangat geram terhadap tingkah laku Mayadenawa tersebut, maka diutuslah Ida Bhatara [[Indra]] untuk turun ke ''mercepade'' (dunia) untuk menemui dan menghabisi raksasa Mayadenawa tersebut.
 
Diceritakan bahwa Ida Bhatara Indra sudah berada di sebuah tempat yang memiliki tingkat kemiringan yang cukup terjal, disanalah beliau berhasil menjumpai Mayadenawa. Ida Bhatara Indra mengatakan kepada Mayadenawa bahwa tindakannya salah dan tidak patut untuk dilakukan. Namun Mayadenawa sangat angkuh dan sombong, bahkan dia mulai melawan. Karena melawan maka Ide Bhatara Indra pun bergegas menyerang Mayadenawa, karena kehebatan dan kesaktian yang dimiliki oleh Ide Bhatara Indra maka Mayadenawa kewalaham dibuatnya. Lalu ia berlari berusaha menjauhi Ida Bhatara Indra.
b.       Bubuh bang untuk padang-padangan
<!-- Berbagai penjuru daerah sudah dikepung oleh pasukan Ide Bhatara Indra, Mayadenawa sangat merasa terancam dan ia memilih berubah bentuk menjadi seekor ayam ''manuk'' (Jantan) untuk mengelabui Ide Bhatara Indra beserta pasukannya. Sayangnya, usaha Mayadenawa tersebut tidak berhasil karena Ide Bhatara Indra sudah mengetahuinya dan disanalah akhirnya raksasa Mayadenawa tewas ditangan Ide Bhatara Indra. Untuk memperingati kemenangan Ide Bhatara Indra (Dharma) melawan raksasa Mayadenawa (Adharma) maka diperingati sebagai Hari Raya Galungan.{{butuh rujukan}} -->
 
== Rangkaian Hari Raya Galungan ==
c.       Bubuh gadang untuk bangsa pohon yang berkembangbiak secara generatif
=== Tumpek Wariga ===
[[Saniscara]] (Sabtu) Kliwon wuku [[Wariga]] disebut Tumpek Wariga, atau Tumpek Bubuh, atau Tumpek Pengatag, atau Tumpek Pengarah jatuh 25 hari sebelum Galungan. Pada hari Tumpek Wariga yang dipuja adalah Sang Hyang Sangkara yang merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam tugas beliau sebagai pencipta dan pelindung segala tumbuh-tumbuhan yang ada di dunia.<ref>{{Cite web|url=https://www.infodewata.com/2018/11/29/tumpek-wariga-pemujaan-sang-hyang-sangkara/|title=Tumpek Wariga : Sang Hyang Sangkara Sebagai Dewa Tumbuhan|date=2018-11-29|website=InfoDewata|language=id-ID|access-date=2018-12-18|archive-date=2018-12-18|archive-url=https://web.archive.org/web/20181218151133/https://www.infodewata.com/2018/11/29/tumpek-wariga-pemujaan-sang-hyang-sangkara/|dead-url=yes}}</ref> Adapun tradisi masyarakat untuk merayakannya adalah dengan menghaturkan banten (sesaji) yang berupa bubur sumsum (''bubuh'') yang berwarna seperti:
 
a.      # Bubuh putih untuk umbi-umbian
d.       Bubuh kuning untuk bangsa pohon yang berkembangbiak secara vegetatif
b.      # Bubuh bang untuk padang-padangan
c.      # Bubuh gadang untuk bangsa pohon yang berkembangbiakberkembang biak secara generatif
d.      # Bubuh kuning untuk bangsa pohon yang berkembangbiakberkembang biak secara vegetatif
 
Pada hari Tumpek Wariga ini semua pepohonan akan disirati ''tirta wangsuhpadawangsuh'' pada/air suci yang dimohonkan di sebuah Pura/Merajan dan diberi banten berupa bubuh tadibubur disertai ''canang pesucian'', ''sesayut tanem tuwuh'' dan diisi ''sasat''. Setelah selesai, kemudian pemilik pohon akan menggetok atau mengelus batang pohon sambil berucap sendiri (bermonolog):<blockquote>''“Dadong-Dadong I Pekak anak kija''
 
''“Dadong- Dadong I Pekak anakye kijagelem''
 
'' I Pekak ye gelem''
 
''I Pekak gelem apa dong?''
Baris 25 ⟶ 31:
''I Pekak gelem nged''
 
''Nged, nged, nged”''</blockquote>Dialog di atas bermakna harapan si pemilik pohon agar nantinya pohon yang diupacarai dapat segera berbuah/menghasilkan, sehingga dapat digunakan untuk upacara hari raya Galungan. Peringatan hari ini merupakan wujud Cinta Kasih manusia terhadap tumbuh-tumbuhan.
''Nged, nged, nged”''
 
Dialog di atas bermakna harapan si pemilik pohon agar nantinya pohon yang diupacarai dapat segera berbuah/menghasilkan, sehingga dapat digunakan untuk upacara hari raya Galungan. Peringatan hari ini merupakan wujud Cinta Kasih manusia terhadap tumbuh-tumbuhan.
 
=== Sugihan Jawa ===
Sugihan Jawa berasal dari 2 kata: Sugi dan Jawa.  Sugi memiliki arti bersih, suci. Sedangkan Jawa berasal dari kata jaba yang artinya luar. Secara singkat pengertian Sugihan Jawa adalah hari sebagai pembersihan/penyucian segala sesuatu yang berada di luar diri manusia (Bhuana Agung). Pada hari ini umat melaksanakan upacara yang disebut Mererebu atau Mererebon. Upacara Ngerebon ini dilaksanakan dengan tujuan untuk nyomia/menetralisir segala sesuatu yang negatif yang berada pada Bhuana Agung disimbolkan dengan pembersihan Merajan, dan Rumah. Pada upacara Ngerebon ini, dilingkungan Sanggah Gede, Panti, Dadya, hingga Pura Kahyangan Tiga/Kahyangan Desa akan menghaturkan banten semampunya. Biasanya untuk wilayah pura akan membuat Guling Babi untuk haturan yang nantinya setelah selesai upacara dagingnya akan dibagikan kepada masyarakat sekitar. Sugihan Jawa dirayakan setiap hari Kamis Wage wuku Sungsang
 
=== Sugihan Bali ===
Baris 40 ⟶ 44:
tidak dibenarkan oleh agama.Hari Penyekeban ini dirayakan setiap Minggu Pahing wuku Dungulan.
 
=== Hari PenyajanPenyajaan ===
Penyajan berasal dari kata Saja yang dalam bahasa Bali artinya benar, serius. Hari penyajan ini memiliki filosofis untuk memantapkan diri untuk merayakan hari raya Galungan. Menurut kepercayaan, pada hari ini umat akan digoda oleh Sang Bhuta Dungulan untuk menguji sejauh mana tingkat pengendalian diri umat Hindu untuk melangkah lebih dekat lagi menuju Galungan. Hari ini dirayakan setiap Senin Pon wuku Dungulan.
 
=== Hari Penampahan ===
[[Berkas:Time for Celebrations.jpg|jmpl|250x250px|Pembuatan [[Penjor]] untuk Galungan.]]
Hari Penampahan jatuh sehari sebelum Galungan, tepatnya pada hari Selasa Wage wuku Dungulan. Penampahan atau Penampan mempunyai arti Nampa yang berarti 'Menyambut'. Pada hari ini umat akan disibukkan dengan pembuatan [[penjor]] sebagai ungkapan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugrah yang diterima selama ini, penjor ini dibuat dari batang bambu melengkung yang diisi hiasan sedemikian rupa. Selain membuat penjor umat juga menyembelih babi yang dagingnya akan digunakan sebagai pelengkap upacara, penyembelihan babi ini juga mengandung makna simbolis membunuh semua nafsu kebinatangan yang ada dalam diri manusia. Kepercayaan masyarakat Bali pada umumnya, pada hari Penampahan ini para leluhur akan mendatangi sanak keturunannya yang ada di dunia, karena itulah masyarakat juga membuat suguhan khusus yang terdiri atas nasi, lauk-pauk, jajanan, buah, kopi, air, lekesan (daun sirih dan pinang) atau rokok yang ditujukkan kepada leluhur yang "menyinggahi" mereka di rumahnya masing-masing.
[[Berkas:Punjung.jpg|thumb|Punjung atau Suguhan untuk para Leluhur]]
 
=== Hari Raya Galungan ===
[[Berkas:Galungan_sukawati.jpg|jmpl|250x250px|Persembahyangan pada hari Raya Galungan]]
Pagi hari umat telah memulai upacara untuk Galungan ini. Dimulai dari persembahyangan di rumah masing-masing hingga ke Pura sekitar lingkungan. Tradisi yang kerap kita jumpai pada Galungan adalah Tradisi “''Pulang Kampung”Mudik”'' , umat yang berasal dari daerah lain, seperti perantauan akan menyempatkan diri untuk sembahyang  ke daerah kelahirannya masing-masing.<ref name=":0" />
 
Bagi umat yang memiliki anggota keluarga yang masih berstatus [''Makingsan di Pertiwi] ''(mapendem/dikubur), maka umat tersebut wajib untuk membawakan banten ke kuburan dengan istilah ''Mamunjung ka Setra ''[[Berkas:Makam Hindu Galungan.jpg|jmpl|Kuburan saat hari Raya Galungan]], banten tersebut terdiri atas punjung seperti telah disebutkan di atas, disertai tigasan/kain saperadeg (seadanya) dan air kumkuman (air bunga).
 
Bagi umat yang memiliki anggota keluarga yang masih berstatus [''Makingsan di Pertiwi] ''(mapendem/dikubur), maka umat tersebut wajib untuk membawakan banten ke kuburan dengan istilah ''Mamunjung ka Setra ''[[Berkas:Makam Hindu Galungan.jpg|jmpl|Kuburan saat hari Raya Galungan]], banten tersebut terdiri atas punjung seperti telah disebutkan di atas, disertai tigasan/kain saperadeg (seadanya) dan air kumkuman (air bunga).
[[Berkas:Persembahan Galungan.jpg|thumb|Persembahan pada saat Hari Raya Galungan]]
=== Hari Umanis Galungan ===
Pada umanis Galungan, umat akan melaksanakan persembahyangan dan dilanjutkan dengan Dharma Santi dan saling mengunjungi sanak saudara atau tempat rekreasi.
Baris 58 ⟶ 64:
 
=== Hari Pemaridan Guru ===
Kata Pemaridan Guru berasal dari kata Marid dan Guru.Memarid sama artinya dengan ngelungsur/nyurud (memohon) , dan Guru tiada lain adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dapat diartikan bahwa hari ini adalah hari untuk nyurud/ngelungsur waranugraha dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Guru. Dirayakan pada Sabtu Pon wuku Galungan.
 
=== Ulihan ===
Ulihan artinya pulang/kembali. Dalam konteks ini yang dimaksud adalah hari kembalinya para dewata-dewati/leluhur ke kahyangan dengan meninggalkan berkat dan anugrah panjang umur.  Dirayakan pada Minggu Wage wuku Kuningan
 
=== Hari Pemacekan Agung ===
Kata pemacekan berasal dari kata ''pacek ''  yang artinya ''tekek'' 
(Bhsdalam bahasa Bali.) atau tegar. Makna pemacekan agung ini adalah sebagai simbol keteguhan iman umat manusia atas segala godaan selama perayaan hari Galungan. Dirayakan pada Senin Kliwon wuku Kuningan.
 
=== Hari Raya Kuningan ===
[[Berkas:Kuningan1.jpg|jmpl|250x250px|Persembahyangan pada Hari Raya Kuningan.]]
Hari SuciRaya Kuningan dirayakan umat hindu setiap 210 hari sekali<ref name=":0" /> dengan cara memasang tamiang, kolem, dan endong. Tamiang adalah simbol senjata Dewa Wisnu karena menyerupai Cakra, Kolem adalah simbol senjata Dewa Mahadewa, sedangkan Endong tersebut adalah simbol kantong perbekalan yang dipakai oleh Para Dewata dan Leluhur kita saat berperang melawan adharma. Tamiang dan kolem dipasang pada semua palinggih, bale, dan pelangkiran,  sedangkan endong dipasang hanya pada palinggih dan pelangkiran.
 
Tumpeng  pada banten yang biasanya berwarna putih diganti dengan tumpeng berwarna kuning yang dibuat dari nasi yang dicampur  dengan kunyit yang telah dicacah dan direbus
bersama minyak kelapa dan daun pandan harum.
 
Keunikan hari raya Kuningan selain penggunaan warna kuning adalah yaitu persembahyangan harus sudah selesai sebelum jam 12 siang (tengai tepet), sebab persembahan dan persembahyangan setelah jam 12 siang hanya akan diterima Bhuta dan Kala karena para Dewata semuanya telah kembali ke Kahyangan. Hal ini sebenarnya mengandung nilai disiplin waktu dan kemampuan untuk memanajemen waktu. Warna kuning yang identik dengan hari raya Kuningan memiliki makna kebahagiaan, keberhasilan, dan kesejahtraankesejahteraan.
 
=== Hari Pegat Wakan ===
Hari ini adalah runtutan terakhir dari perayaan Galungan dan Kuningan. Dilaksanakan dengan cara melakukan persembahyangan, dan mencabut penjor yang telah dibuat pada hari Penampahan. Penjor tersebut dibakar dan abunya ditanam di pekarangan rumah. Pegat Wakan jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku Pahang, sebulan setelah galungan.
*
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==
* [[Daftar Hari Raya di Indonesia]]
* [[Daftar Hari Raya Hindu di Indonesia]]
{{Hari raya Indonesia}}