Sartono (politikus): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Yoshua Renaldo (bicara | kontrib)
cleanup: + rm non-notable subjects; fixed infobox
 
(38 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Redirect|Sartono|kegunaan lain|Sartono (disambiguasi)}}
{{noref}}{{pemastian}}
{{Infobox Officeholder
{{Kotak info pemegang jabatan
| honorific-prefix =
|name = Sartono
|image name = Sartono.jpg
| image = Sartono, Kepartaian dan Parlementaria Indonesia (1954).jpg
|imagesize =
|caption imagesize = 200px
|office1 caption = Ketua Dewan Perwakilan Rakyat=
| office = [[Presiden Indonesia]]<br/><small>Pejabat</small>
|order1 = 1
|term_start1 term_start = [[1949]]6 Januari 1959
|term_end1 term_end = [[21 Februari 1959]]
|president1 president = [[Soekarno]]
|religion predecessor = [[IslamSoekarno]]
|predecessor1 = Tidak Ada
|successor1 successor = [[Zainul ArifinSoekarno]]
|birth_date term_start1 = {{birth23 April date|1900|8|5}}1959
| term_end1 = 2 Juli 1959
|birth_place = {{negara|Belanda}} [[Slogohimo, Wonogiri]], [[Hindia Belanda]]
| president1 = [[Soekarno]]
|death_date = {{death date and age|1968|10|15|1900|8|5}}
| predecessor1 = Tidak Ada = [[Soekarno]]
|death_place = {{negara|Indonesia}} [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]
|party successor1 = [[Partai Nasional IndonesiaSoekarno]]
|spouse office2 = [[SitiKetua Dewan Perwakilan Zaenab]]Rakyat
|order1 order2 = ke-1
|children = R.M. Gunadi{{br}}R.A. Sri Mulyati{{br}}R.A. Rukmini
|residence term_start2 = 22 Februari 1950
|alma_mater term_end2 = 22 Juli 1959
|occupation president2 = [[Soekarno]]
| deputy2 = [[Albert Mangaratua Tambunan]]<br />(1950–1956)<br />[[Arudji Kartawinata]]<br />(1950–1959)<br />[[Tadjuddin Noor]]<br />(1950–1956)<br />[[Zainul Arifin]]<br />(1956–1959)<br />[[Zainal Abidin Ahmad]]<br />(1956–1959)
|religion = [[Islam]]
| predecessor2 = ''Tidak ada, jabatan baru''
| successor2 = [[Zainul Arifin]]
|name birth_name = Sartono
| birth_date = {{tanggal lahir|1900|8|5}}
| birth_place = {{negara|Belanda}} = [[Slogohimo, Wonogiri|Slogohimo]], [[Wonogiri]], Hindia Belanda]]
| death_date = {{deathtanggal datekematian anddan ageumur|1968|10|15|1900|8|5}}
| death_place = [[Jakarta]], Indonesia
| party = [[Partai Nasional Indonesia]]<br />(1927–1931)<br />[[Partai Indonesia]]<br />(1931–1937)<br />[[Gerakan Rakyat Indonesia]]<br />(1937–1942)
| spouse = Siti Zaenab
| children = <!-- Kolom ini diisi hanya jumlah anak; hanya nama anak yang secara independen sudah terkenal atau telah memiliki artikelnya di Wikipedia; bila ada rujukan/referensi, uraikan dan tulis pada artikel -->3
|imagesize residence =
| alma_mater = [[Universitas Leiden]]
| occupation =
| religion = <!-- Kosongkan bagian ini; kolom terkait Suku, Agama dan Ras telah dinonaktifkan -->
| signature = Signature of Sartono.svg
}}
'''[[Meester in de Rechten|Mr.]] [[Priayi|Raden Mas]] '''Sartono''' ({{lahirmati|[[BaturetnoSlogohimo, Wonogiri|Slogohimo]], [[Wonogiri]]|5|8|1900|[[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]|15|10|1968}}) adalah tokoh perjuangan kemerdekaanseorang [[Indonesiapengacara]] dan menteri pada [[Kabinet Presidensial|kabinet pertamapolitisi]] Republikyang Indonesia.bergerak Tokohdalam [[Partaimemperjuangkan Nasionalkemerdekaan [[Indonesia]]. (PNI)Di danmasa awal kemerdekaan, ia menjabat sebagai [[PartindoMenteri Negara]] inidi juga[[Kabinet pernahPresidensial]] menjabatbersama ketuadengan parlemen sementara ([[DPRSMohammad Amir]]) pada, [[RepublikAbdul IndonesiaWahid SerikatHasyim]], ([[1949Alexander Andries Maramis]]), dan ketua [[DewanOto PerwakilanIskandar Rakyatdi Nata]]. antaraPerjuangan tahunpolitiknya berawal dari [[1950Partai Nasional Indonesia]] sampaihingga mendirikan partai-partai politik baru, seperti [[1959Partai Indonesia]], dan pernah[[Gerakan menjabat Gubernur BankRakyat Indonesia]].
 
DilahirkanSartono terlahir sebagai keturunan bangsawan [[Suku Jawa|Jawa]], Sartonoyang berturut-turut mengikuti pendidikan di [[HISHollandsch-Inlandsche School]], [[MULOMeer Uitgebreid Lager Onderwijs]], [[AMSAlgemeene Middelbare School]], dan [[RHSRechtshoogeschool te Batavia]] yang ditamatkannya pada tahun [[1922]]. Ia kemudian meneruskan pendidikannya ke [[Universitas Leiden]] [[Belanda]] dan mendapatkan gelar ''Meester in de Rechten'' pada tahun [[1926]].
Menjelang Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928, ia termasuk yang memberi sponsor terlaksana Kongres II bersama temannya Mr. Soenario.
[[Berkas:Sartono1951.jpg|thumb|280px|[[Sartono|Ketua DPR Sartono]] terlihat sedang melakukan rapat dengan pimpinan fraksi pada tahun [[1951]].]]
[[Berkas:Pejabat Presiden Sartono (1).jpg|thumb|220px|[[Soekarno|Presiden Soekarno]] berfoto bersama [[Sartono]] dan istri setelah serah terima jabatan tahun [[1958]].]]
[[Berkas:Sartono Mahaputera.jpg|thumb|220px|[[Soekarno|Presiden Soekarno]] menyematkan Bintang Mahaputera untuk [[Sartono]].]]
[[Berkas:Sartono dan Nasution.jpg|thumb|280px|Pada tahun [[1958]], saat [[Sartono|Mr.Sartono]] sebagai pejabat presiden, ia bekerjasama dengan [[Abdul Haris Nasution|Jenderal AH Nasution]] dalam peristiwa pemberontakan [[PRRI]], dan juga meratakan jalan bagi diberlakukannya kembali [[UUD 1945]] pada tahun [[1959]].]]
[[Berkas:Sartono dan HB IX.jpg|thumb|280px|[[Sartono|Pejabat Presiden/Ketua Parlemen Sartono]] menerima ucapan selamat dari [[Sri Sultan Hamengkubuwono IX]], di suatu resepsi kenegaraan. Perjuangan melawan penjajah yang dilakukan oleh kedua tokoh ini tidak diragukan, dan terhadap keduanya Belanda tidak pernah melakukan penahanan.]]
[[Berkas:DPA1962.jpg|thumb|280px|[[Sartono|Mr.Sartono]] dilantik sebagai Wakil Ketua [[Dewan Pertimbangan Agung]] pada [[Maret]] [[1962]]. Sejak saat itu namanya mulai redup di kancah politik Indonesia, negara yang ia perjuangkan keberadaannya sejak berusia remaja sampai menutup mata.]]
[[Berkas:Sartono dan Lee Kuan Yew.jpg|thumb|250px|[[Sartono]] bersama [[Lee Kuan Yew]].]]
[[Berkas:Sartono inspeksi.jpg|thumb|250px|[[Sartono|Mr.Sartono]] selaku Pejabat Presiden melakukan inspeksi pada suatu instalasi militer.]]
 
Dilahirkan sebagai keturunan bangsawan [[Suku Jawa|Jawa]], Sartono berturut-turut mengikuti pendidikan di [[HIS]], [[MULO]], [[AMS]], dan [[RHS]] yang ditamatkannya pada tahun [[1922]]. Ia kemudian meneruskan pendidikannya ke [[Universitas Leiden]] [[Belanda]] dan mendapatkan gelar ''Meester in de Rechten'' pada tahun [[1926]].
 
== Latar belakang dan keluarga ==
[[Berkas:Sartono n family.jpg|thumbjmpl|200px|[[Bung Karno]] berada di tengah keluarga [[Sartono]]. Dari kiri ke kanan : R.A. Rukmini, Bung Karno, R.A. Sri Mulyati, Ny.Siti Zaenab, R.M. Sartono, dan R.M. Gunadi.]]
Nama Sartono, berasal dari kata [[Jawa]], yaitu ''sarto'' dan ''ono''. Arti nama tersebut ialah "keberadaannya menjadi pelengkap". Kelak dalam perjalanan hidupnya terbukti Sartono selalu menjadi pelengkap dari kekurangan masyarakat atau bangsanya. Beliau lahir dari keluarga bangsawan. Nama kedua orang tuanya adalah Raden Mas Martodikaryo dan Raden Ajeng Ramini. Ayahnya adalah cicit dari [[Mangkunegoro II]], sedangkan ibunya adalah cucu dari [[Mangkunegoro III]].
 
Sartono menikah dengan Siti Zaenab yang merupakan anak dari [[Wiryono Sastrohandoyo|Wiryowiguno]], seorang saudagar batik yang sukses dan mempunyai reputasi tinggi di kalangan masyarakat [[Solo]] pada tanggal [[26 Mei]] [[1930]]. Beliau menikah di kediaman keluarga Wiryowiguno yang terletak sekitar 100 meter dari rumah [[Samanhudi|KH Samanhudi]], pendiri [[Sarekat Islam]]. Sartono dikaruniai 3 anak yang bernama R.M. Gunadi, R.A. Sri Mulyati, dan R.A. Rukmini.
 
== Karier ==
=== Sebelum Kemerdekaan ===
Sartono mulai berjuang untuk kemerdekaan sejak usia 16 tahun, saat ia mulai memasuki pergerakan nasional, sebagai anggota [[Darmo Kondo|Darmokoro]]. Menjelang Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928, ia termasuk yang memberi sponsor terlaksana Kongres II bersama temannya Mr. Soenario. Selama 29 tahun ia mengabdikan dirinya tanpa henti untuk mencapai cita-cita [[Indonesia]] merdeka.
 
=== Menjadi Menteri Kabinet Pertama RI ===
Satu hari setelah [[Proklamasi Kemerdekaan RI]], tanggal [[18 Agustus]] [[1945]], para anggota [[PPKI]] diminta berkumpul di bekas [[gedung Volksraad]] di Jalan Pejambon, [[Jakarta]]. Dalam sidangnya yang berlangsung pada hari itu, PPKI telah berhasil membuat tiga keputusan penting: (1) Mengesahkan [[Undang-Undang Dasar 1945]]; (2) Memilih [[Soekarno]] dan [[Mohammad Hatta]] menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI; (3) Menetapkan [[KNIP]] sebagai badan yang membantu presiden dalam menjalankan pemerintahan. Sidang PPKI tersebut dilanjutkan pada tanggal [[19 Agustus]] [[1945]]. Dengan telah disahkannya [[UUD]], tentu saja segala ketentuan yang tercantum dalam UUD tersebut sudah dinyatakan berlaku. Tidak terkecuali ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 17, yang mengamanatkan adanya menteri-menteri negara. Sehubungan dengan hal tersebut, Presiden segera mengumumkan kabinet RI Pertama pada hari itu juga. Dalam kabinet pertama [[Republik Indonesia]] ini, Mr. Sartono ditunjuk sebagai Menteri Negara yang tidak membawahi suatu kementerian. Namun, tidak berlangsung lama. Karena pada saat itu, [[Sjahrir]] sebagai Ketua Badan Pekerja [[KNIP]] meminta Presiden Soekarno untuk membubarkan kabinetnya dan memberikan kesempatan kepada dirinya untuk membentuk kabinet baru. Akhirnya, pada tanggal [[14 November]] [[1945]] terbentuklah kabinet [[parlementer]] pertama menggantikan kabinet [[presidensial]] pertama. Sartono pun lengser dari jabatannya sebagai [[menteri negara]].
 
=== Menjadi Ketua DPR ===
[[Berkas:Sartono1951.jpg|thumbjmpl|280px200px|[[Sartono|Ketua DPR Sartono]] terlihat sedang melakukan rapat dengan pimpinan fraksi pada tahun [[1951]].]]
Sartono mulai duduk di meja pimpinan [[DPR RIS]] sebagai Ketua sejak keputusan sidang pertama DPR RIS disahkan oleh Presiden pada tanggal [[22 Februari]] [[1950]]. Sartono berhasil mengalahkan kedua calon lainnya yaitu [[Mohammad Yamin]] dan [[Tambunan|Mr. Tambunan]], pemungutan suara pun dilakukan sebanyak 3 kali karena baru pemungutan suara ketiga, Mr. Tambunan mengundurkan diri dan calonnya hanya dua saja. Sartono terpilih dengan perolehan suara 51, sedangkan [[Mohammad Yamin]] sebanyak 39 suara. Mereka sama-sama berasal dari [[RI]]. Setelah Sartono terpilih sebagai Ketua DPR RIS, dilakukan juga pemilihan wakil ketua I di lembaga perwakilan rakyat tersebut. Ada dua calon yang muncul, yaitu [[Albert Mangaratua Tambunan]] dan [[Latuharhary]]. Dalam pemungutan suara ternyata AM Tambunan menang dengan memperoleh dukungan sebanyak 70 suara melawan 23 suara. Untuk jabatan wakil ketua II, karena hanya ada satu calon, yaitu [[Arudji Kartawinata]], yang bersangkutan dikukuhkan sebagai wakil ketua II secara aklamasi.
 
RIS tidak berlangsung lama. Pada tanggal [[15 Agustus]] [[1950]], [[DPR RIS]], Senat dan [[BPKNP]] secara bersamaan resmi mengakhiri tugasnya karena RIS akan kembali lagi menjadi Negara Kesatuan [[RI]]. Namun, terhitung keesokan harinya, seluruh ketua, wakil ketua, dan para angota ketiga dewan perwakilan tersebut diangkat kembali menjadi anggota [[DPR]] Negara Kesatuan RI dan lazim disebut sebagai DPR Sementara mengingat para anggotanya belum dipilih melalui pemilihan umum. Sartono dan semua anggota [[DPRS]] lainnya mengangkat sumpah jabatan pada tanggal [[16 Agustus]] [[1950]] malam di Gedung DPR. Jumlah seluruh anggota DPR yang dilantik sebanyak 235 orang dengan perincian sebagai berikut: [[Masyumi]] 43, [[PNI]] 42, [[PIR]] 22, [[PKI]] 17, [[PSI]] 15, [[PRN]] 13, [[Persatuan Progressif]] 10, [[Demokrat]] 9, [[Partai Katolik]] 9, [[NU]] 8, [[Parindra]] 7, [[Partai Buruh]] 6, [[Parkindo]] 5, [[Partai Murba]] 4, [[PSII]] 4, sedangkan sisanya adalah partai-partai kecil dan golongan tak berpartai. Sidang [[DPRS]] pertama berlangsung pada tanggal [[19 Agustus]] [[1950]] dengan agenda pemilihan pimpinan DPR yang baru. Berdasarkan hasil pleno tersebut, terpilih Sartono sebagai Ketua DPR, sedangkan urutan yang bertindak sebagai wakil ketua adalah [[Tambunan|Mr. Tambunan]], [[Arudji Kartawinata]] dan [[Tadjuddin Noor|Mr. M Tadjuddin Noor]].
 
=== Pernah Menjadi Formatur Kabinet ===
[[PNI]] berkeinginan untuk memimpin pemerintahan yang baru, dengan mencalonkan Sartono untuk menjadi formateur kabinet. [[Soekarno|Presiden]] dengan surat keputusannya bernomor 44/1951 memberikan mandat kepada Sartono untuk membentuk kabinet. Namun, tidak seperti kebiasaan yang berlaku, di mana formatur kabinet kelak menjabat [[perdana menteri]], Sartono sejak semula mengatakan bahwa seandainya kabinet terbentuk, ia tetap akan berada di luar pemerintahan. Setelah bekerja hampir satu bulan penuh, Sartono mengembalikan mandatnya yang diterima kembali kepada [[Soekarno|Presiden Soekarno]]. Ada beberapa pendapat tentang kegagalan Sartono menyusun kabinet pada waktu itu. Beberapa kalangan Sartono menilai kegagalan tersebut terjadi karena Sartono terlalu berpikir "logis matematik parlementer". Prinsip yang terlalu memperhatikan perimbangan dukungan suara terhadap pemerintah yang akan dibentuk dengan kekuatan oposisi di parlemen. Sedangkan seharusnya orientasi yang tidak boleh diabaikan ialah orientasi terhadap program dari kabinet yang akan dibentuk. Pada waktu itu sebetulnya 11 partai di parlemen telah bersama-sama menandatangani suatu rancangan program bersama. Pernyataan tersebut antara lain dilontarkan oleh anggota parlemen [[Sudiyono Joyoprayitno]] dari [[Partai Murba]]. Di pihak lain, [[Manai Sophiaan]] dari [[PNI]] tidak sependapat dengan analisis Sudiyono tersebut. Ia berkata, Sartono memilih pola pembentukan kabinet yang berdasarkan "matematik parlementer" karena memang Sartono diberi mandat untuk membentuk kabinet parlementer. Namun, anggota lain, yaitu [[Zainal Abidin]] dari [[PRN]], mengatakan bahwa kegagalan Sartono terutama disebabkan oleh makin parahnya perseteruan antara [[PNI]] dan [[Masyumi]]. Perseteruan terjadi karena makin meningkatnya perebutan pengaruh massa di antara kedua partai yang berbeda [[ideologi]] tersebut. Namun, kenyataannya, pengganti Sartono sebagai formatur kabinet, yaitu [[Sidik Joyosukarto]], yang beraliran condong radikal kiri, berhasil membentuk kabinet koalisi Masyumi-PNI yang terkenal dengan sebutan [[Kabinet Sukiman-Suwirjo]]. Sartono yang dinilai lebih akrab dengan para tokoh Masyumi malahan tidak berhasil membentuk kabinet.
 
=== Menjadi Pejabat Presiden ===
[[Berkas:Pejabat Presiden Sartono (1).jpg|thumbjmpl|220px200px|[[Soekarno|Presiden Soekarno]] berfoto bersama [[Sartono]] dan istri setelah serah terima jabatan tahun [[1958]].]]
[[Berkas:Sartono Mahaputera.jpg|thumbjmpl|220px200px|[[Soekarno|Presiden Soekarno]] menyematkan Bintang Mahaputera untuk [[Sartono]].]]
[[Berkas:Sartono dan Nasution.jpg|thumbjmpl|280px200px|Pada tahun [[1958]], saat [[Sartono|Mr.Sartono]] sebagai pejabat presiden, ia bekerjasama dengan [[Abdul Haris Nasution|Jenderal AH Nasution]] dalam peristiwa pemberontakan [[PRRI]], dan juga meratakan jalan bagi diberlakukannya kembali [[UUD 1945]] pada tahun [[1959]].]]
[[Berkas:Sartono dan HB IX.jpg|thumbjmpl|280px200px|[[Sartono|Pejabat Presiden/Ketua Parlemen Sartono]] menerima ucapan selamat dari [[Sri Sultan Hamengkubuwono IX]], di suatu resepsi kenegaraan. Perjuangan melawan penjajah yang dilakukan oleh kedua tokoh ini tidak diragukan, dan terhadap keduanya Belanda tidak pernah melakukan penahanan.]]
[[Berkas:Sartono dan Lee Kuan Yew.jpg|thumbjmpl|250px200px|[[Sartono]] bersama [[Lee Kuan Yew]].]]
[[Berkas:Sartono inspeksi.jpg|thumbjmpl|250px200px|[[Sartono|Mr.Sartono]] selaku Pejabat Presiden melakukan inspeksi pada suatu instalasi militer.]]
 
Sartono pada [[20 Desember]] [[1957]] berdiri dengan khusyuk di hadapan sidang pleno [[DPR]] hasil pilihan rakyat untuk mengucapkan sumpah jabatan sebagai Pejabat Presiden. Sartono adalah orang pertama yang menduduki jabatan [[Presiden Republik Indonesia]] karena dipilih melalui mekanisme pemilihan umum. Sartono menjadi Pejabat Presiden berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1957 Pasal 2 yang menegaskan bahwa yang ditunjuk untuk menjalankan pekerjaan dalam situasi Presiden mangkat atau berhalangan adalah Ketua Parlemen, dengan ketentuan sampai ditunjuk Presiden yang baru. Dengan demikian, kedudukan Pejabat yang Menjalankan Pekerjaan Jabatan Presiden sebagaimana yang dimaksud oleh undang-undang tersebut adalah praktis sama dengan jabatan Wakil Presiden. Ia kini berada di posisi yang tertinggi dalam kelembagaan negara. Namun, penampilan Sartono tetap bersahaja. Dalam setiap produk undang-undang yang ia tanda tangani selaku Pejabat Presiden, ia selalu menuliskan namanya hanya dengan Sartono, tanpa gelar apa pun. Salah satu undang-undang yang mendapat pengesahan dari Pejabat Presiden Sartono ialah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1958 tentang perubahan nama Provinsi [[Sunda Kecil]] menjadi [[Nusa Tenggara]]. Barangkali Sartono yang lahir di desa kecil di daerah [[Surakarta]] tersebut tidak mengira bahwa suatu waktu ia diberi kesempatan untuk memegang jabatan sebagai Kepala Negara. Ketika sejarah mencatat bahwa dalam memegang jabatan tersebut, Sartono harus melalui beberapa badai yang mengguncang kehidupan bangsa. Sartono hanya menjabat sampai tahun [[1959]] yang dimana Indonesia akan memasuki masa [[Demokrasi Terpimpin]], yang akan kembali kepada [[UUD 1945]].
 
== Demokrasi Terpimpin ==
=== Menjadi Wakil Ketua DPA ===
[[Berkas:DPA1962.jpg|thumbjmpl|280px200px|[[Sartono|Mr.Sartono]] dilantik sebagai Wakil Ketua [[Dewan Pertimbangan Agung]] pada [[Maret]] [[1962]]. Sejak saat itu namanya mulai redup di kancah politik Indonesia, negara yang ia perjuangkan keberadaannya sejak berusia remaja sampai menutup mata.]]
Pada bulan [[Maret]] [[1962]], Sartono menduduki posisi baru sebagai Wakil Ketua [[Dewan Pertimbangan Agung]]. Proses pengangkatan Sartono sebagai Wakil Ketua DPA ini dimulai pada 4 Maret 1962. Pada hari itu, [[Soekarno|Presiden Soekarno]] memanggil dia, [[Abdul Haris Nasution]], [[Juanda]], dan [[Chaerul Saleh]] untuk membicarakan tentang regrouping pemerintahan agar lebih efektif. Pertemuan tersebut dilanjutkan pada keesokan harinya, tetapi yang dipanggil hanya Sartono, [[Iwa Kusumasumantri]], dan [[Arifin Harahap]]. Baru keesokan harinya pengangkatan [[Sartono]] yang menggantikan [[Roeslan Abdulgani]] sebagai Wakil Ketua DPA diumumkan. [[Sartono]] dilantik sebagai Wakil Ketua DPA pada [[8 Maret]] [[1962]], dan pada tanggal [[9 Maret]] [[1962]] sebagai Wakil Menteri Pertama Kabinet Kerja.
 
Jabatan Wakil Ketua [[DPA]] dipegang oleh Sartono berkelanjutan hingga tahun [[1966]]. Selain menduduki jabatan tersebut, Sartono juga menjabat menteri ''ex offico'' dalam berbagai kabinet yang dipimpin oleh [[Soekarno|Presiden Soekarno]]. Bahkan, dalam [[Kabinet Dwikora II|Kabinet Dwikora yang Disempurnakan]], kedudukan Sartono menjadi Menteri Kompartemen Hukum dan Dalam Negeri, di mana ia membawahi Menteri-Menteri : [[Menteri Hukum dan HAM|Kehakiman]], [[Ketua Mahkamah Agung]], [[Jaksa Agung]], dan [[Menteri Dalam Negeri|Dalam Negeri]]. Kabinet yang terkenal dengan julukan Kabinet Seratus Menteri ini hanya berumur kurang dari satu bulan. Sebagai gantinya, dibentuk [[Kabinet Dwikora III]], di mana [[Soeharto|Jenderal Soeharto]] menjabat Ketua Presidium Kabinet. Kabinet ini dilantik pada [[27 Maret]] [[1966]], sekitar dua minggu sejak terbitnya [[Supersemar|Surat Perintah 11 Maret]]. Dalam kabinet yang berakhir masa kerjanya pada [[25 Juli]] [[1966]] tersebut, Wakil Ketua DPA Sartono berkedudukan sebagai Menteri, di bawah koordinasi Wakil Perdana Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga Pemerintah [[Idham Chalid|K.H. Idham Chalid]].
 
Sewaktu di [[DPA]], Sartono tidak pernah lupa untuk selalu mengembangkan sistem demokrasi yang sehat di [[Indonesia]]. Melihat makin lemahnya penerapan demokrasi sejak pembubaran [[DPR]] hasil Pemilu, Sartono tergerak hatinya untuk menyampaikan suatu petisi. Pada tahun [[1962]], tidak berapa lama setelah diangkat sebagai Wakil Ketua DPA, Sartono melalui suatu panitia DPA mengusulkan agar pemerintah memperluas hak-hak [[demokrasi]] untuk rakyat. Salah satu rekomendasinya ialah saran untuk mencabut undang-undang darurat yang sudah beberapa lama berlaku. Pemerintahan [[Soekarno]] tidak lama kemudian mengikuti rekomendasi [[DPA]] tersebut.
Baris 58 ⟶ 88:
 
== Referensi ==
* Alamsjah, Rais. 1952 ''10 Orang Indonesia Terbesar Sekarang''. Jakarta: Penerbit Mutiara
* Daradjadi. 2014. ''Mr. Sartono Pejuang Demokrasi & Bapak Parlemen Indonesia''. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara
 
Baris 68 ⟶ 99:
{{BPUPKI}}
{{lifetime|1900|1968|Sartono}}
{{indo-bio-stub}}
 
[[Kategori:TokohAlumni dariUniversitas WonogiriLeiden]]
[[Kategori:Menteri Kabinet Presidensial]]
[[Kategori:Ketua DPR]]
[[Kategori:Anggota DPR]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawadari TengahWonogiri]]
[[Kategori:Tokoh Orde Lama]]
[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]]
[[Kategori:Pengacara Indonesia]]
[[Kategori:Pendiri partai politik]]
[[Kategori:Politikus Hindia Belanda]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Partai Nasional Indonesia]]
[[Kategori:KetuaPresiden DPRIndonesia]]
[[Kategori:Menteri Kabinet Presidensial]]
[[Kategori:Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia]]
[[Kategori:Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia]]
[[Kategori:Anggota DPR RI 1956–1959]]