Yasadipura I: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
k clean up |
||
(4 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Raden Ngabei Yasadipura Tus Pajang''' atau yang lebih terkenal dengan sebutan '''Yasadipura I''' (lahir
== Riwayat
Dalam ''Tus Pajang'' disebutkan bahwa Yasadipura secara genealogis merupakan keturunan dari [[Sultan Adiwijaya]], pendiri [[Kerajaan Pajang]], yang memerintah sejak 1568 sampai 1586. Yasadipura adalah anak Raden Tumenggung Arya Padmanegara, bupati (abdi dalem bupati jaksa) di Pengging pada masa pemerintahan Pakubuwana I (1704-1719). Ia dilahirkan di Pengging pada Jumat-Pahing, [[Sapar]] pada tahun Jimakir (1654 Jawa atau 1729).<ref name="Yasadipura">{{cite journal|title= Yasadipura I (1729-1803): Biografi dan Karya-karyanya|author= Hamid Nasuhi|journal= Al-Turas|volume= 12|number= 3|year= 2006|publisher= Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta|issn= 0853-1692|page= 213-214|url= http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/al-turats/article/view/4224/0}}</ref>
Di masa kecil, Yasadipura diberi nama Bagus Banjar, sedangkan nama panggilannya adalah Jaka Subuh, karena ia lahir pada waktu subuh. Ketika berusia delapan tahun, ia dikirim ke sebuah pesantren di Kedu di bawah bimbingan Kiai Anggamaya. Dalam usia yang relatif muda itu, Bagus Banjar sudah memperlihatkan bakat yang luar biasa dalam pelajaran ilmu agama dan kesusastraan. Ia menamatkan pendidikan pesantren pada usia empat belas tahun, kemudian ia menjadi [[abdi dalem]] [[Kasunanan Kartasura|Keraton Kartasura]] pada masa raja [[Pakubuwana II]] dengan nama Kudapangawe yang bertugas menjaga Kyai Cakra, senjata pusaka milik keraton. Di lingkungan keraton ini pula ia meraih pengetahuan yang sangat mendalam tentang adat istiadat dan [[etika Jawa]].<ref name="Yasadipura" />
Pada masa pemindahan ibukota kerajaan dari Kartasura menuju [[Surakarta|Solo]] ia ditunjuk sebagai sekretaris raja dibawah bimbingan Pangeran Wijil dengan nama Yasadipura. Oleh [[Pakubuwana IV]] ia sempat ditawarkan menjadi patih namun ditolak karena alasan usia. Yasadipura wafat pada 14 Maret 1803, ia dimakamkan di tempat kelahirannya, Pengging.<ref name="Yasadipura" />
Yasadipura I dianggap sebagai pujangga terbesar [[Pulau Jawa]] selama abad ke-18. Ia menghasilkan sejumlah karya sastra yang bernilai tinggi. Empat karyanya yang paling monumental berupa saduran dari karya sastra [[bahasa Jawa
▲== Hasil Karya ==
▲Yasadipura I dianggap sebagai pujangga terbesar [[Pulau Jawa]] selama abad ke-18. Ia menghasilkan sejumlah karya sastra yang bernilai tinggi. Empat karyanya yang paling monumental berupa saduran dari karya sastra [[bahasa Jawa Kuna]] terkenal, yaitu:
*
*
▲* ''[[Serat Mintaraga]]'', saduran dari ''[[Kakawin Arjuna Wiwaha]]''
▲* ''[[Serat Arjuna Sasrabahu]]'', saduran dari ''[[Kakawin Arjuna Wijaya]]''
Keempat naskah di atas digubah dalam bentuk syair [[macapat]] dengan [[bahasa Jawa]] baru. Beberapa baitnya masih sering dikumandangkan sebagai suluk oleh para [[dalang]] dalam pementasan [[wayang]] hingga sekarang.
Karya Yasadipura I lainnya adalah Serat Menak, berupa saduran dari Hikayat Amir Hamzah yang berbahasa [[Melayu]]. Cerita yang dalam versi Melayu hanya satu halaman, pada versi ini diceritakan dalam sepuluh halaman dan ditambah dengan cerita-cerita yang berupa komentar atau suatu penjelasan kejadian dalam cerita atau merupakan penggambaran berulang-ulang dalam setiap peristiwa.<ref>{{cite journal|title= Warna Lokal Teks Amir Hamzah Dalam Serat Menak|journal= Humaniora|author= Kun Zachrun Istanti|volume= 18|number= 2|year= 2006|issn= 0852-0801|page= 117|publisher= Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada|url= https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/869}}</ref>
Selain itu, Yasadipura I juga menghasilkan dokumen sejarah yang teliti, berjudul
== Referensi ==
▲Selain itu, Yasadipura I juga menghasilkan dokumen sejarah yang teliti, berjudul ''[[Babad Giyanti]]'', yaitu berkisah tentang pembelahan wilayah [[Kasunanan Surakarta]] tahun [[1755]] yang menandai lahirnya [[Kesultanan Yogyakarta]].
{{reflist}}
==
* Andjar Any. 1980. ''Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi?'' Semarang: Aneka Ilmu
|