Teknik keamanan pangan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>")
 
(5 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Teknik Keamanan Pangan''' adalah cabang [[ilmu teknik]] yang mengkhususkan pada aplikasi prinsip
ilmu teknik untuk mennyelesaikanmenyelesaikan masalah keamanan [[mikroba|mikrobialmikrob]]ial dan [[kimia]] pada [[produk pangan]], sedangkan [[keamanan pangan]] itu sendiri adalah disiplin ilmu yang melakukan penanganan,
penyajian, dan penyimpanan bahan pangan dengan cara sedemikian rupa agar terhindar dari [[penyakit]]
yang bersumber dari bahan pangan (''foodborne illness''). Prinsip ini dapat diaplikasikan dalam
Baris 23:
 
Penyediaan produk pangan yang aman merupakan proses yang rumit, membutuhkan pengendalian terpadu
sepanjang rantai produksi pangan dan konsumsinya .<ref name="IFT, 2002">IFT (Institute of Food Technologists). IFT expert report on emerging microbiological food safety
issues. Implications for control in the 21st century. http://members.ift.org/{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} IFT/Research/IFTExpertReports/
microsfs_report.htm (terakhir diunduh tanggal 12 Maret 2006). 2002.</ref><ref name="Jaykus et al, 2004">L-A. Jaykus, G. R. Acuff, F. Busta, et al. Managing food safety: Use of performance standards and
other critieria in food inspection systems. An authoritative report of the Institute of Food Technologists,
October, 2004.</ref>. Peningkatan
kepedulian terhadap keamanan pangan teah memicu pengembangan yang terus berlanjut dalam bidang
teknologi pemrosesan. Para pakar di bidang teknik, mikrobiologi, kimia, dan cabang ilmu lainnya
Baris 37:
telah digunakan secara ekstensif pada pengawetan pangan. Dalam dua tahun ini, sejumlah alternatif
pengolahan pangan non-termal telah berkembang demi pengendalian kontaminan mikrobial dan pemenuhan
kebutuhan konsumen terhadap bahan pangan yang segar dengan proses pengolahan yang minimal.<ref name="Brul dan Coote, 1999">S. Brul and P. Coote. “Preservative agents in foods-Mode of action and microbial resistance mechanisms.”
Int. J. Food Microbiol. 50: 1–17, 1999..</ref>.
 
== Penggunaan teknologi dalam mencapai keamanan pangan ==
Baris 44:
=== Pemrosesan bertekanan tinggi ===
Pemrosesan bertekanan tinggi adalah metode di mana bahan pangan diberikan [[tekanan]] yang tinggi
(hingga 700 [[MPa]]) dengan atau tanpa penambahan [[panas]], untuk menon-aktifkan mikrobamikrob atau untuk
mengubah sifat dan penampilan bahan pangan dengan maksud memenuhi keinginan konsumen.<ref name="Cheftel dan Culioli, 1995">J. C. Cheftel and J. Culioli. “Review: High pressure, microbial inactivation and food preservation.”
Food Sci. Technol. Int. 1: 7590, 1995.</ref><ref name="Farkas and Hoover, 2000">D. Farkas and D. Hoover. “High pressure processing. Kinetics of microbial inactivation for alternative
food processing technologies.” J. Food Sci. Supplement. 47–64, 2000.</ref><ref name="Ramaswamy et al., 2004">R. Ramaswamy, V. M. Balasubramaniam, and G. Kaletunc. High pressure processing: fact sheet
for food processors. FST-1-04. Ohio State University Extension, Columbus, OH, 2004. http://ohioline{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}.
osu.edu/fse-fact/0001.html. Diunduh tanggal 12 Maret 2006.</ref><ref name="Smelt, 1998">J. P. P. M. Smelt. “Recent advances in the microbiology of high pressure processing.” Trends Food
Sci. Technol. 9: 152–158, 1988.</ref>. Pemrosesan ini dapat
mempertahankan kualitas bahan pangan, mempertahankan kesegaran alaminya, dan memperpanjang [[umur simpan]] bahan pangan. Pemrosesan ini dapat digunakan baik pada bahan pangan cair maupun padat.
Contoh bahan pangan yang sudah beredar yang telah mengalami pemrosesan ini adalah ''[[smoothies]]'',
Baris 56:
[[salsa]] yang diproduksi oleh industri pengolahan pangan. Bahan pangan utama yang menjadi subjek
pemrosesan ini adalah bahan pangan yang memiliki tingkat keasaman yang tinggi karena bisa dengan
mudah menon-aktifkan mikrobamikrob di dalamnya. Makanan dengan tingkat keasaman yang rendah memiliki
kesulitan terutama dalam mematikan [[spora]] atau [[bakteri]] yang dorman.
 
Tekanan bekerja pada semua titik dari produk dalam besaran yang sama, berbeda dengan pemrosesan
termal terkait adanya gradien pemanasan yang mengakibatkan adanya perubahan yang dipicu oleh hal
tersebut seperti ''[[browning]]'', [[denaturasi]], atau pembentukan lapisan.<ref name="Cheftel dan Culioli, 1995">J. C. Cheftel and J. Culioli. “Review: High pressure, microbial inactivation and food preservation.”
Food Sci. Technol. Int. 1: 7590, 1995.</ref>.
 
[[Mikroorganisme]] dengan tingkat pertumbuhan yang eksponensial bisa lebih mudah dinon-aktifkan
dibandingkan yang stasioner, dan [[bakteri gram positif]] lebih resistan dibandingkan [[bakteri gram
negatif]]. Laporan penelitian juga menunjukkan bahwa pemrosesan dengan tekanan yang tinggi dapat
digunakan untuk melawan [[hepatitis A]] pada kerang dan juga [[norovirus]].<ref name="Bricher, 2005a">J. L. Bricher. “Process control: Innovation in microbial interventions.” Food Safety Mag. 11:Calci 29–33,et
2005a.</ref><ref name="Calci et
al., 2005">K. R. Calci, G. K. Meade, R .C. Tezloff, and D. H. Kingsley. “High-pressure inactivation of hepatitis
A virus within oysters.” Appl. Environ. Microbiol. 71: 339–343, 2005.</ref><ref name="Bricher, 2005a">J. PenelitianL. mengenaiBricher. inaktivasi“Process sporacontrol: bakteriInnovation membutuhkanin tekananmicrobial tinggiinterventions.” Food Safety Mag. dan11: temperatur29–33,
2005a.</ref> Penelitian mengenai inaktivasi spora bakteri membutuhkan tekanan tinggi dan temperatur
yang sedang sekaligus. Hingga saat ini, jumlah strain bakteri ''[[Clostridium botulinum]]'' yang
bisa dinonaktifkan dengan metode ini masih terbatas. Dan hingga saat ini, spora non-proteolitik tipe
B adalah spora [[patogen]] yang paling tahan terhadap tekanan tinggi.<ref name="Balasubramaniam, 2003">V. M. Balasubramaniam. “High pressure food preservation.” In: Encyclopedia of Agricultural,
Food and Biological Engineering (Dennis R. Heldman, ed.), Marcel Dekker, Inc. 490–496,
2003.</ref><ref name="Okazaki, et al., 2000">T. Okazaki, K. Kakugawa, T. Yoneda, and K. Suzuki. “Inactivation behavior of heat-resistant bacterial
Baris 79:
Res. 6: 204–207, 2000</ref><ref name="Reddy et al., 2003">N. R. Reddy, H. M. Solomon, R. C. Tetzloff, and E. J. Rhodehamel. “Inactivation of Clostridium
botulinum Type A spores by high-pressure processing at elevated temperature.” J. Food Prot. 66:
1402–1407, 2003</ref>. Dan di antara bakteri pembentuk [[endospora]],
''[[Bacillus amyloliquefaciens]]'' menghasilkan spora yang paling tahan teradap tekanan tinggi.<ref name="Margosch et al., 2004a">D. Margosch, M. G. Gäzle, M. A. Ehrmann, and R. F. Vogel. “Pressure inactivation of Bacillus
endospores.” Appl. Env. Microbiol. 70: 7321–7328, 2004a.</ref><ref name="Rajan et al., 2006a">S. Rajan, J. Ahn, V. M. Balasubramaniam, and A. E. Yousef.. “Combined pressure-thermal inactivation
kinetics of Bacillus amyloliquefaciens spores in egg patty mince.” J. Food Prot. 69:
853–860, 2006a.</ref>.
 
{| class="wikitable"
Baris 161:
Penghancuran mikroorganisme dengan medan gelombang [[listrik|elektrik]] dicapai dengan
mengaplikasikan gelombang pendek ber[[tegangan listrik|tegangan]] tinggi di antara serangkaian
[[elektrode]] yang menyebabkan gangguan pada [[membran sel]] mikrobamikrob.<ref name="Devlieghere et al., 2004">F. Devlieghere, L. Vermeiren, and J. Debevere. “New preservation technologies: Possibilities and limitations.” Int. Dairy J. 14: 273–285, 2004.</ref>.
Metode ini melibatkan pengolahan pangan dengan menempatkannya di antara rangkaian elektrode dengan
gelombang bertegangan tinggi dalam ordo 20-80 kV/cm. Metode seperti ini bahkan bisa diaplikasikan
untuk proses [[pasteurisasi]].<ref name="Zhang et al, 1995">Q. Zhang, G. V. Barbosa-Canovas, and B. G. Swanson. “Engineering aspects of pulses electric field pasteurization.” J. Food Eng. 25: 261–281, 1995</ref>. Hingga saat ini, teknologi yang tersedia hanya
untuk bahan pangan yang bisa mengalir.
 
Banyak [[sel vegetatif]] dari [[bakteri]], [[jamur]], dan [[ragi]] yang bisa dinon-aktifkan dengan
metode ini, namun [[spora]] bakteri tidak.<ref name="Butz and Tauscher, 2002">P. Butz and B. Tauscher. “Emerging technologies: chemical aspects.” Food Res. Int. 35: 279–284, 2002.</ref>. Bakteri gram positif lebih
resistan terhadap metode ini, dan ragi menunjukkan sensivitas yang lebih tinggi dari bakteri.<ref name="Devlieghere et al., 2004">F. Devlieghere, L. Vermeiren, and J. Debevere. “New preservation technologies: Possibilities and limitations.” Int. Dairy J. 14: 273–285, 2004.</ref>
<ref name="Devlieghere et al., 2004">F. Devlieghere, L. Vermeiren, and J. Debevere. “New preservation technologies: Possibilities and limitations.” Int. Dairy J. 14: 273–285, 2004.</ref>.
 
Gelombang pendek bertegangan tinggi memecah membran sel dari mikroorganisme vegetatif dalam media
cair dengan cara mengembangkan pori-pori yang ada ([[elektroporasi]]) atau membuat pori-pori membran
yang baru.<ref name="Heinz et al., 2001">V. Heinz, I. Alvarez, A. Angersbach, and D. Knorr. “Preservation of liquid foods by high intensity
pulsed electric fields-basic concepts for process design.” Trends Food Sci. Technol. 12: 103–111, 2001.</ref><ref name="Vega-Mercado et al., 1997">H. Vega-Mercado, O. Martin-Belloso, B. -L. Qin, et al.. “Non-thermal food preservation: Pulsed electric fields.” Trends in Food Sci. Technol. 8: 151–157, 1997.</ref>. Pembentukan pori tersebut bisa reversibel
maupun irreversibel tergantung banyak faktor seperti intensitas [[medan listrik]], durasi gelombang,
dan jumlah gelombang. [[Membran sel]] yang terelektrifikasi menjadi sangat permeabel bahkan terhadap
Baris 182 ⟶ 181:
Sejumlah faktor kritis pemrosesan, kondisi penelitian yang kurang spesifik, dan keragaman alat
membuat metode ini sulit untuk didefinisikan secara tepat dalam hal parameter yang esensial untuk
inaktivasi mikrobamikrob.
 
=== Irradiasi ===
Pada tahun 1990, [[irradiasi]] (radiasi ionisasi, ''ionizing radiation'', merujuk pada "[[pasteurisasi dingin]]") telah disetujui oleh [[FDA]] sebagai metode pengurangan mikrobamikrob yang efektif dan aman
untuk bahan pangan tertentu, termasuk [[rempah-rempah]], [[daging ayam]], [[telur]], [[daging merah]], [[makanan laut]], [[kecambah]], [[buah-buahan]], dan [[sayur-mayur]].<ref name="Farkas, 1998">J. Farkas. “Irradiation as a method for decontaminating food-A review.” Int. J. Food Microbiol. 44: 189–204, 1998.</ref><ref name="Henkel, 1998">J. Henkel. “Irradiation: A safe measure for safer food.” FDA Consumer. Publication No. (FDA) 98-2320, 1998.</ref>. Irradiasi mencakup penggunaan [[sinar gamma]] (dari [[Cobalt-60]] atau [[Cesium-137]]),
[[sinar beta]], dan [[sinar X]].<ref name="Thayer, 2003">D. W. Thayer. “Ionizing irradiation, treatment of food.” In: Encyclopedia of Agricultural,
Food and Biological Engineering (Dennis R. Heldman, ed.), Marcel Dekker, Inc. 536–539, 2003.</ref>. Radiasi ini memberikan [[energi]] yang diperlukan
untuk memindahkan [[elektron]] dari atom untuk membentuk [[ion]] atau [[radikal bebas]] namun tidak
cukup tinggi untuk membuat produk pangan terpengaruh. Elektron yang terbebaskan menabrak dan memecah
ikatan kimia dari molekul [[DNA]] mikrobamikrob dan menghancurkannya (Smith and Pillai, 2004). Tingkat
pengurangan mikrobamikrob tegrantung pada [[dosis radioaktif]] ([[kGy]]) yang diserap oleh bahan pangan.<ref name="Olson, 1998">D. G. Olson. “Irradiation of food.” Food Technol. 52: 56–62, 1998.</ref>.
 
Faktor kunci yang mengendalikan ketahanan dari sel-sel mikrobamikrob terhadap irradiasi adalah ukuran
organisme (semakin kecil organisme, semakin resistan), tipe organisme, jumlah dan usia relatif dari
mikrobamikrob di dalam bahan pangan, dan keberadaan [[oksigen]]. Komposisi dari bahan pangan juga
memengaruhi respon mikrobamikrob terhadap irradiasi.<ref name="Smith and Pillai, 2004">J. S. Smith and S. Pillai. “Irradiation and food safety.” Food Technol. 58: 48–55, 2004.</ref>. Perlakuan radiasi pada
dosis 2-7 kGy, tergantung kondisi irradiasi dan bahan pangannya, bisa secara efektif mengurangi
bakteri patogen yang tidak berspora seperti ''[[Salmonella sp]]'', ''[[Staphylococcus aureus]]'',
''[[Campylobacter jejuni]]'', ''[[Listeria monocytogenes]]'', ''[[Escherichia coli]]'', tanpa
memengaruhi sifat [[organoleptik]] (rasa, bau, dsb), [[nutrisi]], dan kuaitasnya.<ref name="Farkas, 1998">J. Farkas. “Irradiation as a method for decontaminating food-A review.” Int. J. Food Microbiol. 44: 189–204, 1998.</ref>.
 
=== Disinfeksi ultraviolet ===
[[Berkas:Mutasi DNA oleh UV.gif|thumbjmpl|rightka|250 px|Ilustrasi disinfeksi yang dilakukan ultraviolet dengan merusak DNA mikroorganisme]]
 
Cahaya [[ultra violet]] gelombang pendek (UV C, 254 &nbsp;nm) dapat digunakan untuk mengurangi keberadaan
mikrobamikrob di udara maupun di permukaan bahan pangan. UV C juga dapat digunakan
untuk mengurangi [[patogen]] dalam air. Jangkauan radiasi 250-260 [[nm]] mematikan bagi sebagian
besar mikroorganisme, termasuk bakteri, virus, jamur bermiselium, ragi, dan alga.<ref name="Bintsis et al, 2000">T. Bintsis, E. Litopoulou-Tzanetaki, and R. K. Robinson. “Existing and potential applications of ultraviolet light in the food industry-a critical review.” J. Sci. Food Agric. 80: 637–645, 2000.</ref>. Kerusakan akibat UV C ada pada molekul sel yang menjadi target tergantung dosis UV C,
misalnya pada dosis antara 0.5 - 20 J/m2 dapat mengakibatkan kerusakan pada DNA mikrobamikrob.<ref name="Ferron et al, 1972">W. L. Ferron, A. Eisenstark, and D. Mackay. “Distinction between far- and near-ultraviolet light killing of recombinationless (recA) Salmonella typhimurium.” Biochem. Biophys. Acta. 277: 651–658, 1972. </ref>. Begitu DNA rusak, kemampuan reproduksi dan penyebaran penyakit menjadi tidak ada.
 
Sinar UV gelombang panjang (UV A, >320 &nbsp;nm) memiliki kemampuan terbatas dalam mengeliminasi mikrobamikrob,
namun UV A mampu menembus air lebih baik dari UV C.<ref name="Bintsis et al, 2000">T. Bintsis, E. Litopoulou-Tzanetaki, and R. K. Robinson. “Existing and potential applications of ultraviolet light in the food industry-a critical review.” J. Sci. Food Agric. 80: 637–645, 2000.</ref>. Kemampuan UV A dalam
mengeliminasi bakteri dapat ditingkatkan dengan penambahan senyawa fotosensitif (misalnya
''[[furocoumarin]]'').
Baris 220 ⟶ 219:
desain reaktor UV, [[dinamika fluida]], dan sifat [[absorptivitas]] dari bahan pangan. Partikel
tersuspensi dapat mengurangi efektivitas penggunaan UV karena menyebabkan meningkatnya jumlah
[[absorban]], pemantulan, dan penghalangan sinar UV.<ref name="Liltved dan Cripps, 1999">H. Liltved and S. J. Cripps. “Removal of particle-associated bacteria by prefiltration and ultraviolet irradiation.” Aquaculture Res. 30: 445–450, 1999.</ref>.
 
Untuk mensterilkan udara dalam fasilitas manufaktur pangan, kombinasi filter udara dan cahaya UV
amat direkomendasikan.<ref name="Shah et al, 1994">P. B. Shah, U. S. Shah, and S. C. B. Siripurapu. “Ultraviolet irradiation and laminar air flow systems
for clean air in dairy plants.” Indian Dairyman. 46: 757–759, 1994.</ref>. Kombinasi UV dan ozon memiliki kekuatan mengoksidasi yang
kuat dan dapat mengurangi jumlah material organik di dalam air hingga mendekati nol.<ref name="WHO, 1994">WHO (World Health Organization). “Ultraviolet radiation.” Environmental Health Criteria. 160, Vammala. 1994.</ref>.
Teknik penggunaan radiasi UV C dan panas sekaligus untuk produksi daging mentah berkualitas tinggi
telah dipatenkan.<ref name="Tanaka and Kawaguchi, 1991">Y. Tanaka and K. Kawaguchi. Sterilization of vacuum packaged raw meat. U.S. patent 4983411,
1991.</ref>.
 
Meski relatif mudah dan tidak mahal, pemaparan sinar UV dapat menjadikan makanan kehilangan rasa.<ref name="Stermer et al, 1987">R. A. Stermer, M. Lasater-Smith, and C. F. Brasington. Ultraviolet radiation-an effective bactericide for fresh meat.” J. Food Prot. 50: 108–111, 1987.</ref>.
 
=== Ozon ===
[[Ozon]] adalah [[biosida]] yang efektif dalam melawan bakteri, virus, jamur, dan telah lama
digunakan dalam pembersihan bahan pangan tanpa pencucian. Konsentrasi ozon yang rendah dengan waktu
kontak yang sempit cukup untuk mematikan bakteri, jamur, ragi, parasit, dan virus.<ref name="Kim et al, 1999">J. G. Kim, A. E. Yousef, and S. Dave. “Application of ozone for enhancing the microbiological safety and quality of foods: A review.” J. Food Prot. 62: 1071–1087, 1999.</ref>.
Sekarang, ozon dalam bentuk gas dan cair dapat digunakan dengan kontak langsung terhadap bahan
makanan seperti buah-buahan, sayur-mayur, daging mentah maupun daging siap makan, ikan, dan telur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa spora bakteri merupakan yang paling resistan, dan sel vegetatif
bakteri adalah yang paling sensitif terhadap ozon.<ref name="Kim et al, 2003">[J. G. Kim, A. E. Yousef, and M. A. Khadre. “Ozone and its current and future application in the food industry.” Adv. Food and Nutr. Res. 45: 167–218, 2003.</ref>. Dalam proses sanitasi, air yang
diperkaya dengan ozon diketahui dapat mengurangi populasi ''[[Staphylococcus aureus]]'',
''[[Salmonella chloraesuis]]'', dan ''[[Pseudomonas aeruginosa]]'' sebanyak 6 log; ''[[Escherichia coli]]'' sebanyak 5 log; dan ''[[Listeria monocytogens]]'' dan ''[[Campylobacter jejuni]]'' sebanyak
4 log,<ref name="Bricher, 2005a">J. L. Bricher. “Technology round-up: New frontiers in pathogen testing.” Food Safety Mag. 11:
36–77, 2005b.</ref>, di mana 1 log adalah 10<sup>1</sup>.
 
Di antara spora yang dihasilkan berbagai jenis bakteri, spora ''[[Bacillus stearothermophilus]]''
memiliki resistansi tertinggi, dan spora ''[[Bacillus cereus]]'' memiliki resistansi terendah,
sehingga ''B. stearothermophilus'' dapat digunakan sebagai indikator efektivitas suatu alat sanitasi
yang menggunakan ozon.<ref name="Khadre dan Yousef, 2001">M. A. Khadre and A. E. Yousef.. “Sporicidal action of ozone and hydrogen peroxide: a comparative study.” Int. J. Food Microbiol. 71: 131–138, 2001.</ref>. Ozon dalam larutan cair dapat digunakan dengan
alat-alat yang terbuat dari [[keramik]], [[gelas]], [[silikon]], [[teflon]], dan [[baja tahan karat]], namun tidak cocok digunakan dengan alat yang terbuat dari [[karet alam]], [[poliuretan]],
dan [[plastik]] berbasis resin.
Baris 262 ⟶ 261:
| Luas cakupan penggunaan || Bahan pangan padat dan cair || Bahan pangan padat dan cair || Bahan pangan cair dan semi cair || Bahan pangan padat dan cair || Udara, air minum, bahan pangan cair, dan permukaan bahan pangan || Permukaan bahan pangan
|-
| Inaktivasi mikrobamikrob || Mikroorganisme vegetatif, spora, alga, virus || Mikroorganisme vegesatif, beberapa virus, dan kemungkinan juga spora (ketika dikombinasikan dengan panas) || Mikroorganisme vegetatif || Mikroorganisme vegetatif, spora, parasit || Mikroorganisme vegetatif, alga, virus || Mikroorganisme vegetatif, spora, parasit, virus
|-
| Kualitas || Mempengaruhi komponen yang sensitif terhadap panas (rasa, nutrisi, dsb); menon aktifkan enzim || MEmpertahankan kualitas alaminya; berpotensi menghasilkan bentuk tekstur tertentu; efek bervariasi terhadap inaktivasi enzim || Menyebabkan efek minimal; efek berariasi terhadap inaktivas enzim || Beberapa kehilangan rasa dan vitamin; perubahan pada tekstur || Kehilangan rasa pada beberapa bahan pangan || Penggunaan berlebih akan memengaruhi warna dan rasa
Baris 271 ⟶ 270:
== Teknik pengendalian, pemantauan, dan identifikasi ==
Sebanyak 38% produk makanan yang ditarik oleh [[FDA]] pada tahun 2004 terkait dengan kontaminasi
mikrobamikrob, dan juga 44% produk daging, daging ayam, dan telur oleh [[USDA]] Food Safety and Inspection
Service.<ref name="Kennedy, 2005">P. Kennedy, P. Review of U.S. food recall data illuminates safety trends. Silliker’s e-bulletin. 3(2) http://www.silliker.com/html/eResearch/vol3issue2.php#top. Terakhir diunduh 12 Maret 2006. 2005.</ref>. Dan sepanjang 20 tahun terakhir, 5000 produk yang ditarik dari pasar
menunjukkan adanya ''Salmonella typhimurium'', ''Listeria monocytogenes'', dan ''Escherichia coli''.<ref name="Bricher, 2005b">J. L. Bricher. “Technology round-up: New frontiers in pathogen testing.” Food Safety Mag. 11: 36–77, 2005b.</ref>. Hal ini menjadikan pendeteksian dan identifikasi patogen pada bahan pangan yang
cepat, efisien dan dapat diandalkan menjadi suatu kebutuhan.
 
Pendeteksian patogen dan kontaminan mikrobamikrob lainnya penting demi menjamin keamanan pangan. Metode
konvensional dalam pendeteksian patogen bahan pangan memakan banyak waktu dan tenaga. Untuk
menyelesaikan seluruh fase pemeriksaan dibutuhkan 16-48 jam. Penemuan terbaru di bidang teknologi
Baris 293 ⟶ 292:
dikeluarkan oleh patogen tersebut. Dan pada umumnya, hasilnya bisa terlihat setelah 18-24 jam
setelah [[inkubasi]]. Hal ini memungkinkan bagi perusahaan makanan untuk meminimalisasi biaya
terkait dengan hal yang serupa, dan waktu yang terpakai bisa jauh berkurang.<ref name="Bricher, 2005b">J. L. Bricher. “Technology round-up: New frontiers in pathogen testing.” Food Safety Mag. 11: 36–77, 2005b.</ref>.
 
=== Metode pengujian molekuler dan imunologik ===
Pendeteksian berbasis teknologi molekular atau DNA adalah salah satu area yang mengalami perkembangan yang cepat terkait pengembangan sistem pengujian patogen. Pengujian berbasis imunologik seperti pengujian imunologik terkait enzim (''Enzyme-Linked Immunological Assay'', ELISA), pengujian imunologik berlapis berbasis fluoresensi (''fluorence-based sandwich immunological assay''), ''Western blot'', dan pengujian aglutinasi juga dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan mikrobamikrob di dalam bahan pangan.<ref name="Blyn, 2006">L. B. Blyn. “Biosensors and food protection.” Food Technol. 60: 36–41, 2006.</ref>. Secara umum, kelemahan metode ini adalah ketidak mampuan dalam mendeteksi keberadaan patogen yang terdapat dalam jumlah yang kecil, sensitivitas yang bervariasi, dan kemungkinan untuk melakukan isolasi pengkulturan untuk satu organisme
 
Kuncinya ada pada DNA dari bakteri patogen itu sendiri dan komponen yang ada di sekitarnya. Pada pengujian berbasis DNA, yang menjadi target adalah gen RNA ribosom yang dapat diambil dalam jumlah banyak sehingga memberikan sensitivitas pengujian yang lebih tinggi.<ref name="Fung, 2002">D. Y. C. Fung, D. Y. C. “Rapid methods and automation in microbiology.” Comprehen. Rev. Food Sci. Food Saf. 1: 322, 2002.</ref>. Ada juga yang memanfaatkan reaksi berantai polimerase (''polymerase chain reaction'', PCR) yang memanfaatkan prinsip dasar hibridisasi DNA di mana potongan pendek DNA primer dihibridisasi pada bagian yang spesifik yang diperbanyak secara enzimatis.<ref name="Hill, 1996">W. E. Hill. “The polymerase chain reaction: application for the detection of foodborne pathogens.” CRC Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 36: 123–173, 1996.</ref>. Secara teori, PCR dapat memperbanyak satu salinan DNA menjadi jutaan dalam waktu kurang dari 2 jam sehingga mengurangi dan bahkan meniadakan kebutuhan terhadap pengkulturan bakteri. Kehadiran inhibitor pada makanan dan pada banyak media kultur dapat mencegah terjadinya pengikatan primer dan mengurangi efisiensi perbanyakan DNA sehingga sensitivitas yang tinggi yang mungkin didapat dari PCR pada kultur murni menjadi berkurang ketika dilakukan pengujian terhadap bahan pangan. PCR juga dibatasi oleh kebutuhan terhadap informasi yang spesifik terhadap patogen yang menjadi target. PCR juga tidak dapat digunakan untuk mendeteksi jumlah jenis organisme yang banyak dalam suatu campuran secara simultan.
 
ELISA (enzyme-linked immunological assay) adalah teknik [[biokimia]] yang digunakan untuk mendeteksi [[antibodi]] atau [[antigen]] dari sampel.<ref name="Adams and Moss, 2003">M. R. Adams and M. O. Moss. Food Microbiology, Second Edition, Panima Publishing Corporation, New Delhi, 388–399, 2003.</ref><ref name="Jay, 2003">J. M. Jay. Modern food microbiology, Fourth Edition, Chapman & Hall Inc., New York, p. 147. 2003.</ref>. Antibodi yang digunakan dipertemukan dengan [[enzim]] yang akan menghasilkan efek kromogenik atau fluoresensi yang akan memberikan tanda kehadiran bakteri dan seberapa besar jumlahnya, tergantung waktu yang digunakan untuk melakukan pengayaan kultur.
 
=== Biosensor ===
[[Biosensor]] adalah metode yang dikembangkan untuk mendeteksi [[mikroorganisme]] dan [[toksin]] yang berbahaya. Biosensor menggunakan bioreseptor seperti biokatalis, bioafinitas, dan reseptor hibrida untuk mengenali berbagai tanda khusus yang akan terikat dengan bioreseptor seperti [[enzim]], [[antibodi]], [[mikrobamikrob]], [[protein]], [[hormon]], [[asam nukleat]], dan sebagainya; lalu transduser akan mengubah sinyal itu ke dalam informasi analitik kuantitatif.<ref name="Mello and Kubota, 2002">L. D. Mello and L. T. Kubota. “Review of the use of biosensors as analytical tools in the food and drink industries.” Food Chem. 77: 237–256, 2002.</ref>. Prinsipnya sederhana, patogen dideteksi berdasarkan karakteristiknya, misalnya enzim yang dikeluarkannya. Enzim itu akan berikatan dengan senyawa pengenal yang ada pada biosensor, misalnya protein yang mampu membuat enzim itu bekerja. Hal itulah yang dideteksi oleh biosensor. Dan seberapa banyak hasil pekerjaan dari enzim yang menjadi target biosensor menunjukkan berbagai nilai kuantitatif seperti seberapa banyak patogen yang terdapat dalam bahan pangan, seberapa berbahaya enzim tersebut (jika enzim itu yang menjadikan bahan pangan beracun), dsb.
 
Pengukuran jumlah zat yang dihasilkan oleh kerja enzim ataupun reaksinya diukur dengan berbagai tipe transduser seperti peralatan [[elektrokimia]] ([[amperemeter]], [[potensiometer]], [[konduktimeter]])<ref name="Ivnintski et al, 2000">D. Ivnitski, I. Abdel-Hamid, P. Atanasov, E. Wilkins, and S. Stricker. “Application of electrochemical biosensors for detection of food pathogenic bacteria.” Electroanal. 12: 317–325, 2000.</ref> yang mengukur mobilitas [[ion]], [[difusi elektron]], [[muatan kimia]], dsb; [[termal]]<ref name="Mosbach, 1995">K. Mosbach. “Thermal biosensors.” Biosen. Bioelectron. 6: 179–182, 1995.</ref> yang mengukur perubahan temperatur; [[optik|optis]]<ref name="Rand et al, 2002">A. G. Rand, J. Ye, C. W. Brown, and S. V. Letcher. “Optical biosensors for food pathogen detection.”Food Technol. 56: 32–39, 2002.</ref> yang mengukur [[absorptivitas|absorpsi]], [[reflektivitas|reflektansi]], atau [[emisi]] [[radiasi elektromagnetik]]; dan [[piezoelektrik]] yang mengukur perubahan massa atau viskositas skala mikro. Metode biosensor menjanjikan durasi pendeteksian antara 0.5-2 jam lamanya
Baris 311 ⟶ 310:
=== Spektrometri inframerah ===
 
[[Berkas:Spektrum absorpsi inframerah untuk Salmonella enterica.JPG|thumbjmpl|leftkiri|300 px|Spektrum absorpsi inframerah untuk Salmonella enterica<ref>N. Baldauf, L. A. Rodriguez-Romo, A. E. Yousef, and L. E. Rodriguez-Saona. “Identification and
differentiation of selected Salmonella enterica serovars by Fourier-transform mid-infrared spectroscopy.”
Appl. Spectro. 60: 592–598(7), 2006.</ref>]]
 
[[Spektrometri]] [[inframerah]] adalah metode pemanfaatan spektrum yang dihasilkan dari pemancaran inframerah terhadap sampel. Spektrum yang dihasilkan berupa tingkat reflektansi, transmisi, ataupun keduanya yang dapat ditangkap langsung, atau tingkat absorbansi yang didapat dari hasil kalkulasi. Setiap bakteri, ragi, dan mikroorganisme lainnya yang berada di dalam bahan pangan dapat dikarakterisasi menggunakan metode ini.<ref name="Mariey et al, 2001">L. Mariey, J. P. Signolle, C. Amiel, and J. Travert. 2001. “Discrimination, classification, identification of microorganisms using FTIR spectroscopy and chemometrics.” Vibrational spectroscopy. 26: 151–159, 2001.</ref>. Spektrum yang dihasilkan spesifik terhadap spesies dan strain bakteri tertentu. Spesies yang tidak diketahui pun bisa diketahui keberadaannya dengan menganalisamenganalisis spektrum yang didapat di mana setiap jenis komponen organik dari bakteri (lipid, protein, hingga DNA) akan mengabsorpsi inframerah pada frekuensi tertentu.
 
== Referensi ==