Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Vysotsky (bicara | kontrib)
Reaksi Pemerintah Kolonial: + berkas Poster 1933
 
(23 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM 'Het schip 'De Zeven Provinciën' in de Straat van Malakka met erboven een vliegtuig' TMnr 10002144.jpg|thumbjmpl|Hr.Ms''De Zeven Provinciën'' berlayar di [[Selat Malaka]].]]
'''Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi''' (Zeven Provinciën) adalah [[Pemberontakan]] yang terjadi di atas kapal angkatan laut HNLMS<ref>''Singkatan dari Her Netherlands Majesty’s Ship'' atau ''Harer Majesteits'' (Hr.Ms.), kode kapal [[Angkatan Laut Kerajaan Belanda|Angkatan Laut Kerajaan Belanda (Koninlijke Marine)]]</ref> De Zeven Provinciën milik [[Angkatan Laut Kerajaan Belanda|Angkatan Laut Kerajaan Belanda (''Koninlijke Marine'')]] di lepas pantai Sumatra pada tanggal [[5 Februari]] [[1933]]. Adapun yang menjadi penyebabnya adalah keputusan untuk menurunkan gaji pegawai pemerintah [[Hindia Belanda]] sebesar 17% yang diumumkan pada tanggal [[1 Januari]] [[1933]]. Penurunan gaji pegawai tersebut merupakan upaya pemerintah Hindia Belanda untuk mengurangi defisit anggaran belanja akibat depresi ekonomi yang melanda dunia pada saat itu. Namun keputusan tersebut mendapat tantangan hebat dari semua pihak, baik pegawai berkebangsaan Eropa, Indonesia maupun Eurasia yang ada di pemerintahan Hindia Belanda. Pemberontakan di atas kapal Zeven Provincien tersebut di atasi dengan cara pengeboman kapal tersebut oleh pesawat udara angkatan laut Belanda.
 
== LatarAwal Belakangmula ==
Sebab dan tujuan dari pemberontakan ini mmasihmasih diperdebatkan, baik dalam opini publik dan sistem politik [[Hindia Belanda]] yang berlaku saat itu maupun di antara sejarahwan saat ini. Ilmuwan Belanda, seperti [[Loe de Jong]] percaya bahwa ada penyusupan gerakan komunis di antara awak kapal, sebagaimana diklaim oleh aktivis nasionalis sayap kanan saat itu, meskipun justru hal itu membuat gerakan komunis di [[Belanda]] dan Hindia Belanda merasa mendapatkan angin segar dengan menjadikannya mitos heroik bagi gerakannya. Namun, sejarahwansejarawan lainnya, [[J. C. H. Blom]] beranggapan bahwa pemberontakan ini benar-benar spontan dan tidak direncanakan, berawal dari aksi protes awak kapal terhadap kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang akan memotong gaji mereka sampai 17% dan buruknya kondisi pekerjaan mereka, di samping buruknya moral pelaut-pelaut Angkatan Laut Belandapada masa itu.<ref>J. C. H. Blom, "De muiterij op ''De Zeven Provinciën'' (The Mutiny on The Seven Provinces), a comprehensive monograph, originally a doctoral dissertation at [[Leiden University]]; reviewed by Lawrence D. Stokes, [[The American Historical Review]], Vol. 82, No. 2 (Apr. 1977), p. 377.</ref> Dari sudut pandang ini, kasus ''De Zeven Provinciën'' mengingatkan kepada kasus [[Pemberontakan Invergordon]] yang terjadi di [[Royal Navy]] satu setengah tahun sebelumnya, yang diakhiri tanpa penggunaan senjata. Memang, pelaut-pelaut Hindia Belanda mungkin telah terinspirasi oleh pemberontakan sejawatnya dari [[Inggris]] tersebut, yang ramai diberitakan di dunia internasional saat itu.
 
Sikap keras pemerintah kolonial Hindia Belanda mungkin lantaran terjadi di dalam konteks koloni yang sedang aktif bergerak menuntut kemerdekaan, sementara pemerintah Belanda masih ingin mempertahankan status koloni tersebut. Sedangkan, kasus pemberontakan pelaut Royal Navy berlangsung di dalam negeri Inggris sendiri, sehingga kurang berdampak terhadap gerakan-gerakan kemerdekaan di koloninya. [[Peter Boomgaard]] mengaitkan pemberontakan ini dengan kerusuhan sosial dan pemogokan yang banyak terjadi di [[Hindia Belanda]] antara tahun 1932-1934, yang berusaha ditekan oleh pemrintah kolonial dengan cara-cara kekerasan dan bersenjata.<ref>Peter Boomgaard, Labor in Java in the 1930s, KITLV, Leiden (part of the "Working Papers on Asian Labor" published by [[International Institute for Asian Studies]]</ref>
Baris 8 ⟶ 9:
== Kronologi ==
 
=== AwalLatar Mulabelakang ===
[[Pada]] [[1 Januari]] [[1933]], [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda]] [[Bonifacius Cornelis de Jonge|Bonifacius Cornelis De Jonge]] mengumumkan kebijakan akan memotong gaji pegawai pemerintah kolonial Hindia Belanda (tentara dan pegawai negeri) sebesar 17%. Penurunan gaji pegawai tersebut merupakan upaya pemerintah Hindia Belanda untuk mengurangi defisit anggaran belanja akibat depresi ekonomi<ref>[[GreatDepresi DepressionBesar|depresi ekonomi]]</ref> yang melanda dunia pada saat itu.
 
Pada [[30 Januari]] [[1933]], di [[Surabaya]] yang merupakan pangkalan utama Angkatan Laut Belanda (''Koninlijke Marine'', '''KM''') berlangsung unjuk rasa besar-besaran para pelaut Indonesia terhadap pemerintah kolonial, termasuk jajaran komando Angkatan Laut Kerajaan Belanda di sana. Mereka menolak keputusan pemerintah kolonial Hindia Belanda tersebut. Jajaran komando KM sebenarnya sudah memblokir semua pemberitaan unjuk rasa tersebut agar tidak menimbulkan kekacauan yang lebih besar.
 
Namun berita itu dibocorkan melalui radio kepada semua pelaut yang bertugas di luar Surabaya. Dan akhirnya kabar itu pun didengar juga oleh Maud Boshart, pelaut Belanda yang bertugas di atas kapal perang Belanda Hr.Ms De Zeven Provincien yang sedang melakukan patroli di sebelah barat [[Aceh]], pada 30 Januari 1933. Merespon gerakan pemogokan itu, para pelaut di kapal tujuh melakukan rapat. DiantaraDi antara yang ikut rapat adalah Rumambi, Paraja, Hendrik dan Gosal.
 
Mengetahui bahwa kabar ini sudah tersiar, komandan kapal danmemerintahkan para awak kapal melakukan briefingberkumpul. “Saya harap jangan sampai kalian meniru contoh yang jelek untuk mengadakan pemogokan juga di kapal ini dengan alasan bahwa kalian tidak dapat menyetujui penurunan gaji,” kata Eikenboom, komandan kapal Hr.Ms. De Zeven Provincien. Pidato bernada ancaman itu tidak menurunkan semangat perlawanan para awak kapal. Paraja dan Rumambi, dua awak kapal berdarah Indonesia, memimpin sebuah gerakan untuk pemberontakan di atas kapal tujuh itu. Diputuskan pula bahwa mereka akan membawa kapal perang milik Belanda ini ke Surabaya. Paraja dan Rumambi mendorong sebuah pertemuan di darat. Hadir dalam pertemuan itu, antara lain Gosal, Kawilarang, Kaunang, Posuma, Hendrik, Sudiana, Supusepa, Luhulima, Abas, Tuanakotta, Pelupessy, Delakrus, Suparjan, Achmad, Tuhumena, J Parinusa dan Manuputi. Hadir pula Maud Boshart dan pelaut-pelaut Belanda yang setuju dengan rencana pemberontakan.
 
=== Puncak Pemberontakan ===
Tanggal 4 Februari 1933, Untuk menenangkan situasi para perwira Belanda malah membuat blunder. Mereka mengadakan pesta di kantin KNIL di Uleelheue, Aceh, dengan membuang duit sebesar 500 [[Gulden]], dan menyediakan nona-nona Belanda untuk berdansa dengan para pelaut pribumi. Tetapi pelaut Indonesia menolak hadir. 
 
Malam harinya, tiba-tiba seorang letnan yang berpesta di darat memerintahkan Boshart membawanya pulang ke kapal. Ternyata perwira jaga di kapal sudah tewas. M Sapiya dalam bukunya, Pemberontakan Kapal Tujuh, mengisahkan bahwa perwira jaga tersebut dibantai Martin Paradja di tangga kapal. Kapal sudah dikuasai awak kapal pribumi Hindia yang bersenjata. Meriam sudah terisi, lampu sein dicopot. Martin Paradja dan Gosal memberi perintah. Raut wajah para marinir pribumi yang bersenjata terlihat sangat keras, tulis Moud Boshart. Seorang perwira, Baron De Vos van Steenwijk, yang semula masih mencoba menguasai ruang marconis, kemudian mundur dan meletakkan senjatanya.
 
Begitulah, pada [[4 Februari]] [[1933]], sekitar pukul 22.00 malam, peluit panjang berbunyi untuk menandai dimulainya pemberontakan. Ketika itu, kapal sedang berlabuh di Pelabuhan Uleelheue, Banda Aceh. Para awak kapal melakukan pengambil-alihan kendali kapal dari tangan Belanda. Awak kapal keturunan Indonesia dipimpin oleh Paraja dan Gosal, sedangkan awak kapal Belanda dipimpin oleh Boshart dan Dooyeweerd. Kelasi Paradja bertindak memegang komando, Kelasi Kelas Satu Kawilarang yang punya pengalaman di [[Eropa]] berfungsi sebagai navigator. Kelasi Rumambi berada di bagian komunikasi telepon, Hendrik sebagai pengatur bahan bakar, dan Kopral Gosal yang mengurusi bagian kesehatan. 
 
Moud Boshart dalam majalah De Ulienspiegel edisi 3 Februari 1963, sebagaimana dikutip dalam Surat Pembaca nomor 3 Komisi Indonesia CPN: “Saya merasa jenuh, karena semalaman tidak bisa tidur. Keesokan harinya Komandan dengan sia-sia mencoba berunding dan mengambil hati pelaut Indonesia yang sudah mengendalikan sepenuhnya kapal perang Belanda tersebut.” Dua perwira Belanda yang memimpin kapal, Vels dan Bolhouwer, berhasil meloloskan diri dari pemberontak setelah menjebol jendela. Mereka melompat ke laut dan berenang hingga ke daratan.
Baris 29 ⟶ 30:
 
=== Reaksi Pemerintah Kolonial ===
[[Berkas:Collectie NMvWereldculturen, TM-3728-1036, Affiche- Affiche van de Communistische Partij Holland (CPH) voor de Tweede-Kamerverkiezingen van 1933, Communistische Partij Nederland, 1933.jpg|thumb|Poster Partai Komunis Belanda pada pemilu 1933]]
Mendengar berita pemberontakan ini, pemerintah kolonial Hindia Belanda dibuat kalang-kabut. Gubernur Jenderal De Jonge memerintahkan kapal Hr.Ms. Aldebaren untuk mengejar. Begitu kapal Aldebaren mendekat, Kawilarang, yang bertugas di persenjataan, memberikan sinyal akan menembak jika kapal tersebut berani mendekat. Kapal Aldebaren pun mundur dan berhenti mengejar. Namun, Belanda tidak berhenti. Mereka kembali mengirim kapal penyebar ranjau, Hr.Ms. Goudenleeuw, untuk melakukan pengejaran. Tetapi kapal ini tidak berani untuk terlalu mendekat. Penyebabnya, kedua kapal pengejar ini memiliki meriam lebih kecil dan kalah persenjataan dibanding kapal De Zeven Provincien.
 
Baris 44 ⟶ 46:
 
== Dampak ==
Dampak dari pemberontakan ini antara lain :
 
* [[Gubernur jenderal|Gubernur Jenderal]] [[Bonifacius Cornelis de Jonge|De Jonge]] mendapat serangan atas kebijaksanaannya tersebut dari segala fihakpihak, termasuk dari kelompok orang Eropa yang ada di Hindia Belanda. Terlebih karena adanya beberapa pelaut orang Eropa yang membantu pelaut-pelaut Indonesia itu, seperti Moud Boshart.
* Kaum Nasionalis menjadi kambing hitam terhadap terjadinya peristiwa pemberontakan tersebut, menyebabkan pemerintah Hindia Belanda lebih ketat lagi mengawasi kegiatan kaum nasionalis tersebut;
* Campur tangan pemerintah terhadap semua partai politik yang ada di Hindia Belanda semakin dalam. Pemerintah kolonial mengeluarkan peraturan baru Hatzai Artikelen, domana tokoh-tokoh politik, seperti [[Hatta]] dan [[Sutan Syahrir|jutan ahrir]] dibuang ke [[Boven Digul]], menyusul [[Soekarno]] dibuang ke [[Kabupaten Ende|Ende]]. Pengawasan terhadap gerakan politik diperketat.
* Sejumlah media massa saat itu terkena getahnya juga, di breideldibredel dan pimpinan redaksinya ditahan, seperti Harian Soeara Oemoem milik [[Soetomo|Dr. Soetomo]] dibreideldibredel. Pemimpin redaksinya, Raden Tahir Tjindarboemi, ditahan, diadili, dan dipenjara. Raden Tahir Tjindarboemi, setelah lulus dari [[Nederlandsch Indische Artsen School]] (NIAS) di Surabaya, lebih memilih menjadi wartawan ketimbang menjadi dokter Belanda.
 
== Referensi ==
{{reflist}}
# Berdikari Online: <nowiki>http://www.berdikarionline.com/mengenang-pemberontakan-kapal-tujuh-zeven-provincien/#ixzz3zJOIqZjw</nowiki> 
# J. C. H. Blom, "De muiterij op ''De Zeven Provinciën'' (The Mutiny on The Seven Provinces), a comprehensive monograph, originally a doctoral dissertation at [[Leiden University]]; reviewed by Lawrence D. Stokes, ''The American Historical Review'', Vol. 82, No. 2 (Apr. 1977), p.&nbsp;377.
 
== Catatan ==
 
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]