Amangkurat IV: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k ~
 
(70 revisi perantara oleh 31 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox royalty
'''Sri Susuhunan Prabu Amangkurat Jawa''' atau disingkat '''Amangkurat IV''' (lahir: [[Kartasura]], ? - wafat: [[Kartasura]], [[1726]]) adalah raja keempat [[Kasunanan Kartasura]] yang memerintah tahun [[1719]] - [[1726]].
| name = Amangkurat IV<br />{{java|ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧔꧇}}
| title = Sunan Jawi
| titletext =
| more =
| type =
| succession = [[Susuhunan Mataram]]
| moretext = ke-8
| reign = [[1719]] – [[1726]]
| reign-type = Bertakhta
| coronation =
| cor-type = Penobatan
| predecessor = [[Pakubuwana I]]
| successor = [[Pakubuwana II]]
| suc-type =
| regent =
| reg-type =Pemahkotaan
 
| birth_name = Raden Mas Suryaputra
| birth_date = 1680
| birth_place = {{negara|Kesultanan Mataram}} [[Kartasura, Mataram]]
| death_date = 20 April 1726
| death_place = {{negara|Kesultanan Mataram}} [[Kartasura, Mataram]]
| burial_place = [[Pemakaman Imogiri|Astana Pakubuwanan]], [[Imogiri, Bantul]], [[Yogyakarta]]
| spouse =
| spouse-type =
| consort =
| issue =
| issue-link =
| issue-pipe =
| issue-type =
| full name =
| era name =
| era dates =
| regnal name = ''Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping IV''
| posthumous name = Sunan Jawi
| temple name =
| native_lang1 = [[Bahasa Jawa]]
| native_lang1_name1 = ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧔꧇
| house = [[Wangsa Mataram|Mataram]]
| father = [[Pakubuwana I]]
| mother = Ratu Mas Balitar
| religion = [[Islam]]
| occupation =
| signature_type = Tanda tangan
| signature =
| module =
}}
 
'''Amangkurat IV''' ({{lang-jv|ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧔꧇|amangkurat kapapat|amangkurat empat}}, dikenal juga sebagai ''Sunan Jawi'') adalah [[susuhunan]] [[Mataram II|Mataram]] kedelapan yang memerintah pada tahun [[1719]] – [[1726]]. Ia kemudian dianggap sebagai leluhur raja-raja Jawa, bapak [[wangsa Mataram]], karena menurunkan trah yang berkuasa di Surakarta dan Yogyakarta.
 
== Silsilah ==
NamaSunan aslinyaAmangkurat adalahIV atau Sunan Jawi memiliki nama asli Raden Mas Suryaputra, dia adalah putra dari [[Pakubuwana I]] yang lahir dari permaisuri Ratu Mas BlitarBalitar (keturunan Pangeran Juminah, putra [[Panembahan SenopatiSenapati]] dengan RetnoRatna Dumilah putri [[Madiun]]).
 
Seperti raja-raja Mataram lainnya, Amangkurat IV memiliki beberapa orang putra yang kemudian menjadi tokoh penting, diantaranya:
Amangkurat IV memiliki beberapa orang putra yang di antaranya menjadi tokoh-tokoh penting, misalnya, dari permaisuri lahir [[Pakubuwana II]] pendiri [[keraton Surakarta]], dari selir Mas Ayu Tejawati lahir [[Hamengkubuwana I]] raja pertama [[Yogyakarta]], dan dari selir Mas Ayu Karoh lahir Arya Mangkunegara, ayah dari [[Mangkunegara I]]. Putra pertama RM Suryaputra (Amangkurat IV) dengan putri Untung Surapati adalah RM. Sandeyo yang selanjutnya lebih dikenal dengan nama Kyai Nur Iman Mlangi, pendiri Dusun Mlangi di Yogyakarta.
* Dari garwa padmi (permaisuri) GKR. Kencana (Ratu Mas Kadipaten) lahir [[Pakubuwana II]], pendiri [[Kesunanan Surakarta]]
* Dari garwa ampil (selir) Mas Ayu Tejawati lahir Pangeran Mangkubumi alias [[Hamengkubuwana I]], pendiri [[Kesultanan Yogyakarta]]
* Dari garwa ampil (selir) Mas Ayu Karoh lahir [[Pangeran Mangkunagara]], ayah dari [[Mangkunagara I]], pendiri [[Kadipaten Mangkunagaran]]
* Dari garwa ampil (selir) RA. Ratna Susilawati (putri [[Untung Surapati]]) lahir [[Nur Iman Mlangi|Kiai Nur Iman Mlangi]], tokoh agama atau ulama di [[Kabupaten Sleman|Sleman]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]]
 
== Pemerintahan ==
== Reaksi terhadap pengangkatannya ==
=== Suksesi di Kartasura ===
Pangeran Arya Dipanegara adalah putra [[Pakubuwana I]] yang lahir dari selir. Pada tahun [[1719]] ia ditugasi menangkap Arya Jayapuspita, pemberontak dari [[Surabaya]] (adik [[Adipati Jangrana]]). Mendengar berita kematian ayahnya yang dilanjutkan dengan pengangkatan Amangkurat IV sebagai raja baru membuat Dipanegara enggan pulang ke [[Kartasura]].
Pada tahun 1703 [[Amangkurat II]] mangkat, digantikan putranya bernama Raden Mas Sutikna bergelar [[Amangkurat III]].
 
Dampak serius dari serangan Trunajaya di Plered, menjadikan Amangkurat II memindahkan istana menuju desa Wanakarta, kemudian mendirikan istana baru yang diberi nama Kartasura pada tahun [[1680]]. [[Kartasura, Mataram|Karaton Kartasura]] merupakan pusat istana Mataram setelah [[Plered, Mataram|Karaton Plered]]. Namun, [[Pangeran Puger]] (adik Amangkurat II) bertahan di Plered untuk menolak bergabung dengan Amangkurat II. Perseteruan terjadi, akhirnya di tahun [[1681]], Pangeran Puger menyerah dan mengakui kedaulatan kakaknya.
Arya Dipanegara lalu mengangkat diri menjadi raja bergelar Panembahan Herucakra yang beristana di [[Madiun]]. Ia bergabung dengan kelompok Jayapuspita yang bermarkas di [[Mojokerto]]. Bersama mereka menyusun pemberontakan terhadap Amangkurat IV yang dilindungi [[VOC]].
 
Walau demikian, Pangeran Puger tampaknya mendapat banyak dukungan dari keluarga karaton. Akhirnya pada [[1704]], Amangkurat III mengirim pasukan untuk memburu Pangeran Puger. Tetapi, dibantu Cakrajaya (Danureja) sebagai mata-mata yang menyamar menjadi tukang sapu rumput. Mengetahui berita penangkapan tersebut Pangeran Puger bergegas melarikan diri menuju [[Semarang]], untuk meminta bantuan kepada Belanda. Oleh mereka, permintaan itu disetujui dan tentu dengan bermacam syarat. Satu tahun kemudian (1705), gabungan pasukan Belanda, Semarang, Madura Barat dan Surabaya bergerak menyerang Kartasura.
Sementara itu, Amangkurat IV juga berselisih dengan kedua adiknya, yaitu Pangeran Blitar dan [[Pangeran Purbaya]]. Kedua pangeran itu akhirnya dicabut hak dan kekayaannya oleh Amangkurat IV.
 
Namun, atas saran Arya Mataram, Amangkurat III akhirnya terpaksa mengungsi ke [[Ponorogo]] dengan membawa pusaka-pusaka. Pangeran Puger bersama koalisinya akhirnya berhasil menduduki Kartasura, dan kemudian naik takhta dengan gelar [[Pakubuwana I]]. Sebagai balas jasa kepada Belanda, Pakubuwana I harus merugi karena wilayah pesisir Semarang dan sekitarnya harus diserahkan dalam kuasa Belanda dengan status gadai.<ref name ="babadkarta1" />
Pangeran Blitar akhirnya memberontak di istana dengan dukungan kaum ulama yang anti [[VOC]]. [[Pangeran Purbaya]] dan Arya Mangkunegara (putra Amangkurat IV) bergabung dalam pemberontakan itu. Namun karena pihak Amangkurat IV lebih kuat, para pemberontak akhirnya menyingkir meninggalkan [[Kartasura]].
 
=== Kenaikan takhta ===
Pangeran Blitar lalu membangun kembali kota [[Karta]] (bekas istana [[Mataram]] zaman [[Sultan Agung]]). Ia mengangkat diri sebagai raja bergelar Sultan Ibnu Mustafa Paku Buwana, dan kerajaannya disebut Mataram Kartasekar.
Pada tahun 1719 Pakubuwana I mangkat, selanjutnya Raden Mas Suryaputra, menggantikan posisi ayahnya sebagai raja Mataram. Namun, ia tidak mengambil gelar Pakubuwana tetapi bergelar Amangkurat IV, meneruskan gelar saudara sepupuya yaitu Amangkurat III.
 
Di tengah-tengah era kepemimpinan Amangkurat IV, suksesi takhta Jawa kembali terjadi. Perebutan pucuk penguasa Mataram tak bisa dihindari, berdampak besar bagi Mataram, juga wilayah-wilayahnya di mancanagara. Dan karena kurang berkenannya banyak keluarga karaton atas penobatan Amangkurat IV, rakyat Jawa kemudian terpecah kepercayaannya, menjadi lima kubu, yaitu pihak Amangkurat IV kemudian ketiga saudaranya, yaitu; Pangeran Purbaya, Pangeran Balitar, [[Panembahan Heru Cokro Madhiun|Arya Dipanagara]], dan juga Pangeran Arya Mataram (paman Amangkurat IV).
Paman Amangkurat IV, yaitu Arya Mataram juga meninggalkan [[Kartasura]] menuju [[Pati]] di mana ia mengangkat diri sebagai raja di sana.
 
Sementara itu Pangeran Balitar mencoba mendirikan kembali bekas istana [[Sultan Agung]], yang diberi nama Kartasekar dan mengkuhkan diri sebagai Sultan Ibnu Mustafa Pakubuwana. Disusul Arya Dipanagara mengukuhkan diri bergelar [[Panembahan Heru Cokro Madhiun|Panembahan Herucakra]], beristana di [[Madiun]]. Sementara itu, Arya Mataram memilih mengungsi dari Kartasura menuju pesisir utara. Setelah sampai di Santenan (Cengkal Sewu), pasukan Arya Mataram bergerak dan menyerang wilayah Grobogan, Warung, Blora dan Sesela.<ref name ="babadkarta1">{{cite book | author= R. Ng. Yasadipura I | year = 1729-1803 | title= Babad Kartasura | location = Jakarta }}</ref>
== Perang Suksesi Jawa Kedua ==
{{main|Perang Suksesi Jawa Kedua}}
Perang saudara memperebutkan takhta [[Kartasura]] yang oleh para sejarawan disebut Perang Suksesi Jawa II ini menyebabkan rakyat [[Jawa]] terpecah belah. Sebagian memihak Amangkurat IV yang didukung [[VOC]], sebagian memihak Pangeran Blitar, sebagian memihak Pangeran Dipanegara Madiun, dan sebagian lagi memihak Pangeran Arya Mataram.
 
=== Meredamkan pemberontakan ===
Pangeran Blitar berhasil membuat Jayapuspita (sekutu Dipanegara) memihak kepadanya dan menggunakan kekuatan [[Mojokerto]] itu untuk menggempur [[Madiun]]. Arya Dipanegara kalah dan menyingkir ke Baturrana. Di sana ia ganti dikejar-kejar pasukan Amangkurat IV. Akhirnya, Dipanegara pun menyerah pada Pangeran Blitar dan bergabung dalam kelompok Kartasekar.
Perang saudara memperebutkan takhta [[Kesultanan Mataram|Mataram]] yang oleh para sejarawan disebut perang suksesi Jawa jilid II ini menyebabkan rakyat [[Jawa]] terpecah belah. Sebagian memihak Amangkurat IV, sebagian memihak Pangeran Balitar, sebagian memihak Arya Dipanagara, dan sebagian lagi memihak Arya Mataram.
 
Pangeran Balitar berhasil membuat Jayapuspita (sekutu Arya Dipanagara) memihak kepadanya dan menggunakan kekuatan [[Mojokerto]] itu untuk menggempur [[Madiun]]. Arya Dipanagara kalah dan menyingkir ke Baturrana. Di sana ia ganti dikejar oleh pasukan Mataram dari Kartasura. Akhirnya, Arya Dipanagara pun menyerah pada Pangeran Balitar dan bergabung bersamanya di Kartasekar.
Pada bulan [[Oktober]] [[1719]] pihak [[Kartasura]] dan [[VOC]] menumpas paman Amangkurat IV lebih dahulu, yaitu [[Arya Mataram]] yang memberontak di [[Pati]]. Putra [[Amangkurat I]] ini ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung di [[Jepara]].
 
Pada bulan [[NovemberOktober]] [[17201719]] gabungan pasukanpihak [[KartasuraKesultanan Mataram|Mataram]] dandibantu [[VOC]] menyerangmenumpas Arya Mataram lebih dahulu, yang memberontak di [[MataramPati]]. KotaKemudian Kartasekarditangkap dihancurkandan sehinggadijatuhi kelompokhukuman Pangerangantung Blitardi menyingkir ke timur[[Jepara]].
 
Pada bulan [[November]] [[1720]] gabungan pasukan [[Kesultanan Mataram|Mataram]] dan [[VOC]] menyerang Kartasekar. Kemudian Kartasekar berhasil dihancurkan sehingga kelompok Pangeran Balitar menyingkir ke timur.
Satu per satu kekuatan pemberontak berkurang. Jayapuspita meninggal karena sakit tahun [[1720]] sebelum jatuhnya Kartasekar. Pangeran Blitar sendiri juga meninggal tahun [[1721]] akibat wabah penyakit saat dirinya berada di [[Malang]].
 
Satu persatu kekuatan pemberontak berkurang. Jayapuspita meninggal karena sakit tahun [[1720]] sebelum jatuhnya Kartasekar. Pangeran Balitar sendiri juga meninggal tahun [[1721]] akibat wabah penyakit saat dirinya berada di [[Malang]].
Perjuangan dilanjutkan [[Pangeran Purbaya]] yang berhasil merebut [[Lamongan]]. Namun kekuatan musuh jauh lebih besar. Perang akhirnya berhenti tahun [[1723]]. Kaum pemberontak dapat ditangkap. [[Pangeran Purbaya]] dibuang ke [[Batavia]], Pangeran Dipanegara Herucakra dibuang ke [[Tanjung Harapan]], sedangkan Panji Surengrana (adik Jayapuspita) dan beberapa keturunan [[Untung Suropati]] dibuang ke [[Srilangka]].
 
Perang akhirnya berhasil dihentikan pada tahun [[1723]]. Kelompok pemberontak ditangkap. Pangeran Purbaya dibuang ke Batavia, Arya Dipanagara (Panembahan Herucakra) dibuang ke Tanjung Harapan, sedangkan Panji Surengrana (adik Jayapuspita) dibuang ke [[Sri Langka]].
 
== Akhir pemerintahan ==
Amangkurat IV kemudian berselisih dengan [[Cakraningrat IV]] bupati [[Pulau Madura|Madura]] (barat)Barat. [[Cakraningrat IV]] ini ikut berjasa memerangi pemberontakan Jayapuspita di [[Surabaya]] tahun [[1718]] silam. Ia pernah memiliki keyakinan bahwa [[Pulau Madura|Madura]] akan lebih makmur jika berada di bawah kekuasaan [[VOC]] daripada [[KartasuraKesultanan Mataram|Mataram]] yang dianggapnya bobrok.
 
Hubungan dengan [[Cakraningrat IV]] kemudian membaik setelah ia diambil sebagai menantu Amangkurat IV. Kelak [[Cakraningrat IV]] ini memberontakberselisih terhadap [[PakubuwanaRaden II]]Mas Prabasuyasa, penggantiputra Amangkurat IV.
 
Amangkurat IV sendiri jatuh sakit bulan [[Maret]] [[1726]] karenaakibat diracun. Sebelum sempat menemukan pelakunya, ia lebih dulu meninggal dunia pada tanggal [[20]] [[April]] [[1726]].<ref name ="rick1">{{cite book | author= M.C. Ricklefs | year = 1993 | title= A History of Modern Indonesia Since c. 1300 }}</ref>
 
Amangkurat IV digantikan Raden Mas Prabasuyasa, putranya yang baru berusia 15 tahun bergelar [[Pakubuwana II]] sebagai raja selanjutnya. Kelak Pakubuwana II juga berselisih dengan [[KartasuraSunan Kuning]] selanjutnya(cucu [[Amangkurat III]]), [[Pangeran Mangkubumi]] (adik) dan [[Pangeran Sambernyawa]] (keponakan). Hal tersebut berdampak terhadap kedaulatan Mataram, serta campur tangan Belanda dalam [[Perjanjian Giyanti]] disusul [[Perjanjian Salatiga]].
 
== CatatanLihat pula ==
* [[Kesultanan Mataram]]
Para sejarawan menyebut adanya tiga perang besar memperebutkan takhta di antara keturunan [[Sultan Agung]]. Ketiganya disebut '''Perang Suksesi Jawa''' atau '''Perang Takhta'''.
* [[Wangsa Mataram]]
# Perang Suksesi Jawa I terjadi tahun [[1704]]-[[1708]] antara [[Amangkurat III]] melawan [[Pakubuwana I]].
* [[Kesunanan Surakarta]]
# Perang Suksesi Jawa II terjadi tahun [[1719]]-[[1723]] antara Amangkurat IV melawan saudara-saudaranya (lihat artikel di atas).
* [[Kesultanan Yogyakarta]]
# Perang Suksesi Jawa III terjadi tahun [[1746]]-[[1757]] antara [[Pakubuwana II]] melawan [[Raden Mas Garendi|Amangkurat V(Raden Mas Garendi )]].
# [[Pakubuwana III]] melawan [[Hamengkubuwana I]] dan [[Mangkunegara I]].
 
== PustakaReferensi ==
{{reflist}}
 
== Kepustakaan ==
* Miksic, John (general ed.), et al. (2006) ''Karaton Surakarta. A look into the court of Surakarta Hadiningrat, central Java'' (First published: 'By the will of His Serene Highness Paku Buwono XII'. Surakarta: Yayasan Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta, 2004) Marshall Cavendish Editions Singapore {{ISBN|981-261-226-2}}
* Ricklefs, M.C. (1998) ''The seen and unseen worlds in Java, 1726–49: History, literature and Islam in the court of Pakubuwana II''. St. Leonards NSW: The Asian Studies Association of Australia in association with Allen and Unwin; Honolulu : The University of Hawai'i Press.
* ''Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647''. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
* M.C. Ricklefs. 1991. ''Sejarah Indonesia Modern'' (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Baris 56 ⟶ 115:
* Purwadi. 2007. ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
 
{{s-start}}
== Lihat pula ==
{{s-hou|[[Wangsa Mataram]]||Tidak diketahui||1726}}
 
{{s-reg|}}
* [[Kasunanan Surakarta]]
{{s-bef|before=[[Pakubuwana I]]}}
* [[Kasunanan Kartasura]]
{{s-ttl|title=[[Kesultanan Mataram|Susuhunan Mataram]]|years=1719 ‒ 1726}}
* [[Daftar raja Jawa]]
{{s-aft|after=[[Pakubuwana II]]}}
<br />
{{s-end}}
----
{{kotak mulai}}
{{s-reg}}
{{kotak suksesi|jabatan=Sunan Kartasura|tahun=1719 - 1726|pendahulu=[[Pakubuwana I]]|pengganti=[[Pakubuwana II]]<br />[[Hamengkubuwana I]]}}
{{kotak selesai}}
 
{{DEFAULTSORT:Amangkurat 04}}
[[Kategori:SunanKesultanan KartasuraMataram]]
[[Kategori:TokohSusuhunan dari SurakartaMataram]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Raja Jawa]]