Kentungan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Cosmetic changes |
k →Cara memainkan: Menambah spasi |
||
(64 revisi perantara oleh 43 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{More citations needed|date=Juni 2021}}[[Berkas:Kentongan.jpg|jmpl|Kentungan]]
[[Berkas:Wooden slit drums from Vanuatu, Bernice P. Bishop Museum.JPG|ka|jmpl|Kentungan dari [[Vanuatu]], [[Kepulauan Pasifik]].]]
'''Kentungan''' atau yang dalam bahasa lainnya disebut [[jidor]] adalah [[alat]] [[pemukul]] yang terbuat dari [[batang]] [[bambu]] atau batang [[kayu]] jati yang dipahat.
Kegunaan kentungan didefinisikan sebagai tanda [[alarm]], sinyal [[komunikasi]] jarak jauh, [[morse]], penanda [[azan]], maupun [[tanda bahaya]].<ref name="Bentuk">Moertjipto, dkk. 1990. ''Bentuk-bentuk Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta.'' Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasidan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.</ref> Ukuran kentungan tersebut berkisar antara diameter 40 cm dan tinggi 1,5–2 m.{{fact}} Kentungan sering diidentikkan dengan alat [[komunikasi]] zaman dahulu yang sering dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di daerah perdesaan dan pergunungan.<ref name="Ensiklopedi">Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah (Indonesia). 1985. ''Ensiklopedi Musik Indonesia Jilid 4.'' Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi, dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.</ref>
Widagdo. 2000. Desain dan kebudayaan, Jakarta: Depdiknas▼
== Sejarah ==
Sejarah budaya kentungan sebenarnya dimulai sebenarnya berasal dari [[legenda]] [[Cheng Ho]] dari Cina yang mengadakan perjalanan dengan misi keagamaan.{{fact}} Dalam perjalanan tersebut, Cheng Ho menemukan kentungan ini sebagai alat komunikasi [[ritual]] keagamaan.{{fact}} Penemuan kentungan tersebut dibawa ke [[Cina]], [[Korea]], dan [[Jepang]].{{fact}} Kentungan sudah ditemukan sejak awal masehi.{{fact}} Setiap daerah tentunya memiliki sejarah penemuan yang berbeda dengan nilai sejarahnya yang tinggi.{{fact}} Di [[Nusa Tenggara Barat]], kentungan ditemukan ketika Raja Anak Agung Gede Ngurah yang berkuasa sekitar abad XIX menggunakannya untuk mengumpulkan massa.{{fact}} Di [[Yogyakarta]] ketika masa kerajaan Majapahit, kentungan Kiai Gorobangsa sering digunakan sebagai pengumpul warga.<ref name="Bentuk"/>
Di [[Pengasih]], kentongan ditemukan sebagai alat untuk menguji kejujuran calon [[pemimpin]] daerah.<ref name="Bentuk"/> Pada masa sekarang ini, penggunaan kentongan lebih bervariatif.{{fact}}
== Cara memainkan ==
Kentungan merupakan alat komunikasi zaman dahulu yang dapat berbentuk tabung maupun berbentuk lingkaran dengan sebuah lubang yang sengaja dipahat di tengahnya.{{fact}} Dari lubang tersebut, akan keluar bunyi-bunyian apabila dipukul.{{fact}} Kentungan tersebut biasa dilengkapi dengan sebuah tongkat pemukul yang sengaja digunakan untuk memukul bagian tengah kentungan tersebut untuk menghasilkan suatu suara yang khas.{{fact}} Kentungan tersebut dibunyikan dengan [[irama]] yang berbeda-beda dan keras untuk menunjukkan kegiatan atau peristiwa yang berbeda.{{fact}} Pendengar akan paham dengan sendirinya [[pesan]] yang disampaikan oleh kentungan tersebut.{{fact}} Biasanya, kentongan zaman dahulu ada di tempat tempat penting, seperti rumah kepala lurah atau RT, dan tempat lain.
== Manfaat kentungan ==
Awalnya, kentungan digunakan sebagai alat pendamping [[ronda]] untuk memberitahukan adanya pencuri atau bencana alam.{{fact}} Dalam masyarakat pedalaman, kentungan sering kali digunakan ketika [[Surau|surau-surau]] kecil atau sebagai pemanggil masyarakat untuk ke masjid apabila jam salat telah tiba.{{fact}} Namun, kentungan yang dikenal sebagai [[teknologi]] [[tradisional]] ini telah mengalami transformasi fungsi.<ref name="zaman">[http://www.beritajogja.com/berita/2009-06/di-zaman-modern-kentongan-masih-eksis-sebagai-alat-komunikasi Situs Berita Jogja: Di zaman modern kentongan masih eksis sebagai alat komunikasi]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Dalam masyarakat modern, kentungan dijadikan sebagai salah satu alat yang efektif untuk mencegah [[demam berdarah]].<ref name="zaman"/> Dengan kentungan, pemantauan terhadap pemberantasan sarang nyamuk pun dilakukan.{{fact}} Dalam masyarakat tani, sering kali menggunakan kentungan sebagai alat untuk mengusir [[hewan]] yang merusak tanaman dan padi warga.{{fact}}
=== Kelebihan ===
Kentungan dengan bahan pembuatan dan ukurannya yang khas dapat dijadikan barang koleksi peninggalan [[seni]] [[budaya]] masa lalu yang dapat dipelihara untuk meningkatkan pemasukan negara.<ref name="Ensiklopedi"/> Kentungan dengan bunyi yang khas dan permainan yang khas menjadi sumber penanada tertentu bagi masyarakat sekitar.{{fact}} Selain itu, kentungan merupakan peninggalan asli bangsa Indonesia dan memiliki nilai sejarah yang tinggi.{{fact}} Perawatannya juga sederhana, tanpa memerlukan tindakan-tindakan khusus. {{fact}}
=== Kelemahan ===
Kentungan masih banyak kita temui dalam masyarakat [[modern]], tetapi fungsi kentungan sebagai alat komunikasi tradisional memiliki sejumlah kekurangan yang menyebabkan tergesernya kentungan tersebut dengan [[teknologi]] modern.<ref name="Bentuk"/> Kegunaan kentungan yang sederhana dan jangkauan [[suara]] yang sempit menyebabkan kentungan tidak menjadi alat komunikasi utama dalam dunia modern ini.{{fact}}
=== Era globalisasi ===
Pada era globalisasi sekarang ini, alat komunikasi telah berkembang jauh melebihi batasan pemikiran sebagian besar manusia. Ketiadaan batasan ruang dan waktu membuat orang berlomba-lomba menciptakan beragam penemuan yang lebih praktis dan lebih luas jangkauannya.
=== Kentungan dalam bentuk aplikasi ===
Kentungan kini hadir dalam bentuk aplikasi [[ponsel cerdas]]. Ini membuktikan bahwa budaya kentungan masih tetap eksis pada masa modern seperti sekarang ini dan [[Kentongan (aplikasi)|aplikasi kentongan]] ini tidak menghilangkan unsur asli dari fungsi kentungan yaitu membantu warga dalam berkomunikasi.
== Rujukan ==
{{Reflist}}
<!--sembunyikan
3. Soelaiman, M. Munandar. 1998. ''Dinamika Masyarakat Transisi: Mencari Alternatif Teori Sosiologi dan Arah Perubahan.'' Jakarta: Pustaka Pelajar.
<ref name="Dinamika>Soelaiman, M. Munandar. 1998. ''Dinamika Masyarakat Transisi: Mencari Alternatif Teori Sosiologi dan Arah Perubahan.'' Jakarta: Pustaka Pelajar.</ref>
5. Yunus, Ahmad, Anto Achadiyat, dan Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya (Indonesia). 1994. ''Nilai dan Fungsi Kentongan pada Masyarakat Bali.'' Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Pusat.-->
|