Kompos: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Referensi sebelum tanda baca) |
|||
(138 revisi perantara oleh 79 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{refimprove|date=Februari 2014}}
[[Berkas:Compost bin.jpg|jmpl|225px|Kompos dari sampah dedaunan]]
[[Berkas:Kompos_jerami.JPG|jmpl|225px|Kompos dari jerami padi]]
'''Kompos''' adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan [[Senyawa organik|organik]] yang dapat dipercepat secara artifisial oleh [[populasi]] berbagai macam [[mikrob]] dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan [[aerobik]] atau [[anaerobik]] (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan ''' pengomposan''' adalah proses di mana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikrob-mikrob yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber [[energi]]. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Kompos bisa digunakan sebagai [[mulsa]] organik serpihan kecil penutup permukaan lahan, [[gambut]] dapat pula diolah menjadi kompos, kompos dapat mengandung atau menjadi [[humus]] setelah terurai.
[[Sampah]] terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik [[sampah]] mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas [[metana]] ke udara. [[DKI Jakarta]] menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh [[pasar]] yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).
== Pendahuluan ==
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikrob maupun [[biota]] tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun [[teknologi]] tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik [[industri]], serta [[limbah]] pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara [[aerobik]] maupun [[anaerobik]], dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain: PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism) atau menggunakan [[cacing]] guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh [[mikroorganisme]] di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat [[kimia]], [[fisika]] dan [[biologi]] [[tanah]], sehingga produksi [[tanaman]] menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan [[pupuk]] kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material
<table border="2" cellpadding="4" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em 0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaa solid; border-collapse: collapse; font-size: 95%;">
<tr>
Baris 47:
<tr>
<td align=left>Limbah cair</td>
<td align=left>Alkohol, limbah pengolahan kertas
</tr>
<tr>
<td colspan="3" align=left bgcolor=#ffcc99>'''3.
<td colspan="3" align=center bgcolor=#ffcc99></td>
</tr>
<tr>
<td align=left>Sampah</td>
<td align=left>
</tr>
<tr>
<td align=left>Limbah padat dan cair</td>
<td align=left>Limbah rumah tangga: Tinja, urin, </td>
</tr>
<tr>
<td colspan="3" align=left bgcolor=#ffcc99>'''4. Pasar'''</td>
<td colspan="3" align=center bgcolor=#ffcc99></td>
</tr>
<tr>
<td align=left>Sampah</td>
<td align=left>Sampah (padat) pasar tradisional dan modern </td>
</tr>
<tr>
<td align=left>Limbah padat dan cair</td>
<td align=left>Limbah Pasar; Tinja dan urin</td>
</tr>
</table>
== Jenis-jenis kompos ==
* [[Kompos cacing]] (''vermicompost''), yaitu kompos yang terbuat dari bahan organik yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing tersebut.
* [[Kompos bagase]], yaitu pupuk yang terbuat dari ampas [[tebu]] sisa penggilingan tebu di pabrik [[gula]].
* [[Kompos bokashi]].
== Manfaat Kompos ==
Tanaman yang dipupuk dengan kompos<ref>{{Cite journal|last=Syahputra|first=Edy|date=2017, Juni|title=Kajian Agronomis Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) Pada Berbagai Jenis Bahan Kompos|url=http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrotekma/article/view/1127|journal=Agrotekma|volume=1|issue=2|pages=92-101|doi=10.31289/agr.v1i2.1127}}</ref> juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia,
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi
# Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
# Mengurangi volume/ukuran limbah
# Memiliki nilai jual yang lebih tinggi
Aspek Lingkungan
# Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
# Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Baris 79 ⟶ 99:
# Meningkatkan kesuburan tanah
# Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
# Meningkatkan kapasitas
# Meningkatkan aktivitas
# Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
# Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
# Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
# Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang [[granulasi]], memperbaiki [[aerasi]] tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan [[air]]. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar [[Kalium]] pada tanah lebih tinggi daripada [[kalium]] yang disediakan [[pupuk NPK]], namun kadar [[fosfor]] tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (''[[Brassica oleracea]]''), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil [[uji Duncan]], [[pupuk cacing]] (''vermicompost'') memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (''[[Eugenia polyantha]]'' Wight) pada media tanam ''subsoil''. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan [[pupuk anorganik]] tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan [[bibit]], mengingat media tanam ''subsoil'' merupakan media tanam dengan [[pH]] yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar [[kation]] tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, [[Institut Pertanian Bogor]] menyebutkan bahwa [[kompos bagase]] (kompos yang dibuat dari [[ampas tebu]]) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (''[[Saccharum officinarum]] L'') meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan dengan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan [[fosfor]], [[kalium]], dan [[sulfur]]. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.
== Dasar-dasar Pengomposan ==
=== Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan ===
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya:
Bahan yang paling baik menurut ukuran waktu, untuk dibuat menjadi kompos dinilai dari rasio karbon dan nitrogen di dalam bahan / material organik seperti limbah pertanian: ampas tebu dan kotoran ternak serta tersebut di atas. Bahan organik yang telah disusun oleh Sinaga dkk. (2010) dari berbagai campuran dengan nilai rasio C/N = 35,68 dan kondisi kandungan airnya 50,37%, waktu dekomposisi diperoleh terpendek 28 hari dibanding lainnya.
=== Proses Pengomposan ===
Proses pengomposan akan segera
[[Berkas:Proses_dekomposisi.jpg|jmpl|250px|Skema Proses Pengomposan Aerobik]]
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen).
[[Berkas:Proses_pengomposan.jpg|jmpl|250px|Gambar profil suhu dan populasi mikrob selama proses pengomposan]]
Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
{| class="wikitable"
|-
Baris 110 ⟶ 140:
| 10<sup>9</sup> - 10<sup>9</sup>; 10<sup>5</sup> 10<sup>8</sup>; 10<sup>4</sup> - 10<sup>6</sup>
|-
| Mikrofauna
| Protozoa
| 10<sup>4</sup> - 10<sup>5</sup>
Baris 116 ⟶ 146:
| Makroflora
| Jamur tingkat tinggi
|
|-
| Makrofauna
| Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll
|
|}
Proses pengomposan tergantung pada:{{butuh rujukan}}
# Karakteristik bahan yang dikomposkan
# Aktivator pengomposan yang dipergunakan
# Metode pengomposan yang dilakukan
=== Faktor yang
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
:[[Rasio C/N]] yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1.
:Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) relatif dapat diolah secara efisien dan efektif untuk dijadikan kompos (Susanto & Adhi, 2018).<ref>Susanto, Tejo and Susilo, Adhi (2018) ''Pengaruh Kombinasi Bahan Penyusun Terhadap Penurunan Rasio C/N Dalam Komposting Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).'' Prosiding Seminar Nasional FMIPA-UT 2018: Peran Matematika, Sains, dan Teknologi dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). pp. 131-143. ISSN 2088-0014</ref> Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
;Ukuran Partikel
:Aktivitas mikrob berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikrob dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
;Aerasi
:Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
;Porositas
:Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
;Kelembaban (Moisture content)
:Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikrob dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikrob. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikrob akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikrob akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
;Temperatur/suhu
:Panas dihasilkan dari aktivitas mikrob. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30° - 60°C menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60°C akan membunuh sebagian mikrob dan hanya mikrob thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikrob-mikrob patogen tanaman dan benih-benih gulma.
;pH
:Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
:Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikrob selama proses pengomposan.
;Kandungan Bahan Berbahaya
:Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikrob. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
;Lama pengomposan
:Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)
{| class="wikitable"
|-
! Kondisi
! Kondisi yang bisa diterima
! Ideal
|-
| Rasio C/N
| 20:1 s/d 40:1
| 25-35:1
|-
| Kelembapan
| 40 – 65 %
| 45 – 62 % berat
|-
| Konsentrasi oksigen tersedia
| > 5%
| > 10%
|-
| Ukuran partikel
| 1 inchi
| bervariasi
|-
| Bulk Density
| 1000 lbs/cu yd
| 1000 lbs/cu yd
|-
| pH
| 5.5 – 9.0
| 6.5 – 8.0
|-
| Suhu
| 43° – 66 °C
| 54° -60 °C
|}
== Strategi Mempercepat Proses Pengomposan ==
Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:<ref>{{Cite book|last=Nugroho|first=Adi|last2=dkk|date=Agustus 2023|url=https://www.google.co.id/books/edition/Pengelolaan_Sampah_Rumah_Tangga_Pembuata/GVncEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Pengomposan+dapat+dipercepat+dengan+beberapa+strategi.+Secara+umum+strategi+untuk+mempercepat+proses+pengomposan+dapat+dikelompokan+menjadi+tiga,+yaitu&pg=PA25&printsec=frontcover|title=Pengelolaan Sampah Rumah Tangga: Pembuatan Pupuk Kompos dan Kerajinan Tangan Dari Limbah Plastik|location=Ponorogo|publisher=Uwais Inspirasi Indonesia|isbn=978-623-133-176-2|pages=25|url-status=live}}</ref>
# Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.
# Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikrob pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).
# Menggabungkan strategi pertama dan kedua.
=== Memanipulasi Kondisi Pengomposan ===
Strtegi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.{{butuh rujukan}}
=== Menggunakan Aktivator Pengomposan ===
Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikrob, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya:[[MARROS Bio-Activa]],[[Green Phoskko]](GP-1), [[Promi]], [[OrgaDec]], [[SuperDec]], [[ActiComp]], [[EM4]], [[Stardec]], [[Starbio]], [[BioPos]], dan lain-lain.{{butuh rujukan}}
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian [[Bioteknologi]] Perkebunan Indonesia ([[BPBPI]]) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Sementara MARROS Bio-Activa dikembangkan oleh para peneliti mikrob tanah yang tergabung dalam sebuah perusahaan swasta. Aktivator pengomposan ini menggunakan mikrob-mikrob terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: [[Trichoderma]] [[pseudokoningii]], [[Cytopaga sp]], [[Trichoderma harzianum]], [[Pholyota sp]], [[Agraily sp]] dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikrob ini bekerja aktif pada suhu tinggi ([[termofilik]]). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembapan agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.{{butuh rujukan}}
=== Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan ===
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah menggabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.{{butuh rujukan}}
=== Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan ===
Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:{{butuh rujukan}}
# Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
# Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
# Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
# Tingkat kesulitan pembuatan kompos
== Pengomposan secara aerobik ==
=== Peralatan ===
Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan.{{butuh rujukan}}
# Terowongan udara (Saluran Udara)
#* Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
#* Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
#* Dimensi
#*
#* Dapat dipakai menahan bahan 2 – 3 ton
# Sekop
#* Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
# Garpu/cangkrang
#* Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan bahan dan pemilahan sampah
# Saringan/ayakan
#* Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar diperoleh ukuran yang sesuai
#* Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran kompos yang diinginkan
#* Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau saringan putar
# Termometer
#* Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
#* Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat
#* Sebaiknya digunakan [[termometer]] [[alkohol]] (bukan air raksa) agar tidak mencemari kompos jika termometer pecah
# Timbangan
#* Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai berat yang diinginkan
#* Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan dan pengemasan
# Sepatu boot
#* Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya
# Sarung tangan
#* Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan perlindungan tangan
# Masker
#* Digunakan oleh pekerja untuk melindungi
[[Berkas:kompos.jpg|
Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang lebih maju dan modern. Komposter type Rotary Kiln, misalnya, berfungsi dalam memberi asupan oksigen ( intensitas aerasi), menjaga kelembapan, suhu serta membalik bahan secara praktis. Komposter type Rotary Klin
=== Tahapan pengomposan ===
# Pemilahan Sampah
#* Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
# Pengecil Ukuran
#* Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
# Penyusunan Tumpukan
#* Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
#* Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
#* Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan [[udara]] di dalam tumpukan.
# Pembalikan
#* Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
# Penyiraman
#* Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (
#* Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
#* Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
# Pematangan
#* Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
#* Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
# Penyaringan
#* Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
#* Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
# Pengemasan dan Penyimpanan
#* Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
#* Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit [[jamur]] dan [[benih]] [[gulma]] dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh [[angin]].
== Kontrol proses produksi kompos ==
# Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar memperoleh hasil yang baik.
# Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan lingkungan atau habitat
# Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa bahan organik dari sampah untuk menghasilkan energi dan tumbuh.
=== Proses pengontrolan ===
Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:{{butuh rujukan}}
# Monitoring Temperatur Tumpukan
# Monitoring
# Monitoring Oksigen
# Monitoring Kecukupan C/N Ratio
# Monitoring Volume
== Mutu kompos ==
# Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman.
# Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman
# Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut
#* Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
#* Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,
#* Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat ''humifikasinya'',
#* Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
#* Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
#* Tidak berbau.
== Lihat pula ==
{{portal|Pertanian}}
* [[Biopori]]
* [[Degradasi lahan]]
* [[Desertifikasi]]
* [[Konservasi tanah]]
== Literatur ==
* Abdurohim, Oim. 2008. ''Pengaruh Kompos Terhadap Ketersediaan Hara Dan Produksi Tanaman Caisin Pada Tanah Latosol Dari Gunung Sindur'', sebuah skripsi. Dalam [http://repository.ipb.ac.id IPB Repository], diunduh 13 Juni 2010.
* Gaur, D. C. 1980. ''Present Status of Composting and Agricultural Aspect'', in: Hesse, P. R. (ed). ''Improvig Soil Fertility Through Organic Recycling'', ''Compost Technology''. FAO of United Nation. New Delhi.
* Guntoro Dwi, Purwono, dan Sarwono. 2003. ''Pengaruh Pemberian Kompos Bagase Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu'' (Saccharum officinarum L.). Dalam Buletin Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.
* Handayani, Mutia. 2009. ''Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan Bibit Salam'', sebuah skripsi. Dalam [http://repository.ipb.ac.id IPB Repository] diunduh 13 Juni 2010.
* Rohendi, E. 2005. ''Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta'', sebuah prosiding. Bogor, 17 Februari 2005.
* Sinaga, A., E. Sutrisno dan S.H. Budisulistiorini. 2010. Perencanaan Pengomposan sebagai Alternatif Pengolahan Sampah Organik (Studi Kasus: TPA Putri Cempo-Mojosongo). ''Jurnal Presipitasi''. '''7.1'''. Halaman 13-22. Alamat URL: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/presipitasi/article/download/1445/pdf. Diunduh 8 Januari 2013.
* Toharisman, A. 1991. ''Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula Sebagai Sumber Bahan Organik Tanah''.
<references />
== Pranala luar ==
* [http://compost.css.cornell.edu/ Pendidikan Kompos di Negara Maju]
* [http://www.recyclenow.com/home_composting/composting/the_look_of.html The Look of Compost] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20071126102758/http://www.recyclenow.com/home_composting/composting/the_look_of.html |date=2007-11-26 }} - Waste & Resources Action Programme, UK
* [http://www.epa.gov/epawaste/conserve/tools/cpg/products/compost.htm Compost and Fertilizer Made From Recovered Organic Materials] - US Environmental Protection Agency regulations
* [http://www.bae.ncsu.edu/topic/vermicomposting/ Vermicompost homepage] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140214090842/http://www.bae.ncsu.edu/topic/vermicomposting/ |date=2014-02-14 }} - North Carolina State University Extension
* [http://www.simplysetup.com/in-the-garden/worm-composting Worm-Composting]- SimplySetup guide to reducing carbon footprints
* [http://web.extension.illinois.edu/homecompost/science.html Composting for the Homeowner] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160224161013/http://web.extension.illinois.edu/homecompost/science.html |date=2016-02-24 }} - University of Illinois Extension
* [http://www.goodgardeners.org.uk/index.html Good Gardener's Association] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20111007063952/http://www.goodgardeners.org.uk/index.html |date=2011-10-07 }} (UK)
* [http://www.cre.ie Cré, Composting Association of Ireland]
* [http://www.compostingcouncil.org US Composting Council] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190415204627/https://www.compostingcouncil.org/ |date=2019-04-15 }}
* [http://repository.ut.ac.id/7801/1/FMIPA2018-13.pdf Susanto, Tejo and Susilo, Adhi (2018) ''Pengaruh Kombinasi Bahan Penyusun Terhadap Penurunan Rasio C/N Dalam Komposting Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).'' Prosiding Seminar Nasional FMIPA-UT 2018: Peran Matematika, Sains, dan Teknologi dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). pp. 131-143. ISSN 2088-0014]
{{Sampah}}
[[Kategori:Berkebun]]
[[Kategori:Sampah]]
[[Kategori:Pertanian]]
[[Kategori:Pengomposan]]
[[Kategori:Pupuk organik]]
|