Pati Unus: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k perbaikan kecil
Nusantara1945 (bicara | kontrib)
k Perbaikan Pengetikan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(99 revisi perantara oleh 37 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Person royalty
| name = Pati Unus<br>逸新
|image title = Pangeran Sabrang Lor
|residence succession = [[DemakSultan]], [[JawaKesultanan TengahDemak|Demak]] ke-2
| reign = 1518–1521
|other_names = Yat Sun {{br}} Adipati Unus
| predecessor = [[Raden Patah]]
|caption =
| successor = [[Trenggana]]
|birth_name =
| birth_name = Raden Abdul Qadir<br>Yat Sun
|birth_date =
| birth_date = 1488
|birth_place = {{negara|Indonesia}} [[Jepara]] ([[Kerajaan Majapahit|Majapahit]])
| birth_place = [[Jepara]], [[Majapahit]]
|death_date =
| death_date = 1521
|death_place = {{negara|Indonesia}} [[Demak]] ([[Kerajaan Demak|Demak Bintoro]])
| death_place = [[Melaka]], [[Kesultanan Melaka]]
|death_cause =
|known spouses = RajaRatu [[Kerajaan Demak]]Wulungayu
| spouse-type =
|occupation = Raja [[Kerajaan Demak]]
|title issue = {{plainlist|
* Pangeran Panggung
|salary =
* R. Ay. Pager Gunung}}
|term =
| full name = Pangeran Sabrang Lor
|predecessor =
|successor regnal name =
|party father =
|boards mother =
| religion = [[Islam]]
|spouse =
|partner =
|parents =
|children =Raden Aryawangsa {{br}} Raden Suryadiwangsa
|relations =
|website =
|footnotes =
|employer =
|height =
}}
'''Pati Unus''' alias '''Yat Sun''' ([[Aksara Jawa|Jawa]]: {{lang|jav|ꦥꦠꦶꦪꦸꦤꦸꦱ꧀}}, [[Hanzi Tradisional|Hanzi]]: {{lang|zh-hans|逸新}}{{cn}}, [[Pinyin]]: ''Yat Sun''){{cn}} dikenal sebagai '''Pangeran Sabrang Lor''' ([[1488]]–[[1521]]) adalah Sultan [[Kerajaan Demak|Demak]] kedua yang memerintah dari tahun [[1518]]–[[1521]]. Pati Unus bernama asli Raden Abdul Qadir. Ia adalah putra mahkota [[Raden Patah]], pendiri Demak.
 
DalamMenurut tradisiTome Jawa,Pires '''Patipada Unus'''tahun atau1513, '''AdipatiPati Unus''' atauberusia '''Yat Sun'''([[1480]]?–[[1521]]) adalah raja [[Kerajaan Demak|Demak]] kedua, yang memerintah dari25 tahun [[1518]]dan hinggatelah [[1521]].selesai Iamenyerbu adalahMalaka anakpada sulung/menantu [[Radenserangan Patah]], pendiri Demakpertama. Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan kedua ke Malaka melawan pendudukan [[Portugis]]. PatiNamun, Unusia gugur dalam pertempuran ini,itu dan digantikan oleh adik kandungnyaiparnya, raja [[Trenggana]] sebagai raja Demak selanjutnya.<ref name="Slamet Muljana">{{id}} {{cite book|last=Muljana|first=Slamet|year=2005|url=httphttps://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdICLHFaDwAAQBAJ&lpgpg=PA78PA109&dq=suma%20orientaltung+ka+lo+yat+sun&pghl=PA68id&sa=X&ved=0ahUKEwir0b6v_Z_hAhVdk3AKHbjHDm8QuwUIKzAA#v=onepage&q=sumatung%20ka%20lo%20yat%20oriental20sun&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|last=Muljana|first=Slamet|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2005|isbn=9798451163|pages=6870|authorlink=Slamet Muljana}} ISBN 978-979-8451-16-4</ref><ref name="Tuanku Rao">{{id}} {{cite book|last=Parlindungan|first=Mangaraja Onggang|date=1 Januari 2007|url=https://books.google.co.id/books?id=yt5iDwAAQBAJ&pg=PA662&dq=tung+ka+lo&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi14aCP6J_hAhWJPY8KHS8bBEUQuwUIMTAB#v=onepage&q=tung%20ka%20lo&f=false|title=Tuanku Rao|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=9789799785336|pages=662|authorlink=Mangaraja Onggang Parlindungan}} ISBN 9799785332</ref><ref name="Chinese Muslims in Java">{{en}} {{cite book|last=Ricklefs|first=Merle Calvin|year=1984|url=https://books.google.co.id/books?id=kGNxAAAAMAAJ&q=tung+ka+lo&dq=tung+ka+lo&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi14aCP6J_hAhWJPY8KHS8bBEUQ6AEIPjAE|title=Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries: The Malay Annals of Sĕmarang and Cĕrbon|publisher=Monash University|isbn=9780867464191|pages=32|contribution=Theodore Gauthier Th. Pigeaud|authorlink=Merle Calvin Ricklefs}} ISBN 0867464194</ref>
 
== Asal usul ==
Pati Unus dikenal juga dengan julukan '''Pangeran Sabrang Lor''' (sabrang=''menyeberang'', lor=''utara''), karena pernah menyeberangi Laut Jawa menuju Malaka untuk melawan Portugis.
 
Nama aslinya adalah Raden Surya. Dalam Hikayat Banjar, raja Demak yaitu Sultan Surya Alam telah membantu Pangeran Samudera, penguasa Banjarmasin untuk mengalahkan pamannya penguasa kerajaan Negara Daha yang berada di pedalaman Kalimantan Selatan.
 
Dalam ''[[Suma Oriental]]''-nya, [[Tomé Pires]] menyebutmenyebutkan seorang bernama "Pate Onus" atau "Pate Unus",. Ia adalah ipar dari [[Pate Rodim]], "penguasa Demak". MengikutiPate pakar Belanda [[Pigeaud]] dan [[De Graaf]], sejarahwan Australia [[M. C. Ricklefs]] menulis bahwa pendiri DemakRodim adalah seorang Tionghoa Muslim bernama [[Cek Ko-po]]. Ricklefs memperkirakan bahwa anaknya adalah orangtokoh yang dijuluki "Pate Rodim", mungkin maksudnya "Badruddin" atau "Kamaruddin" (meninggal sekitar tahun 1504). Putera atau adik Rodim dikenalidentik dengan namaRaden [[Trenggana]]Patah, (bertahtapendiri 1505-1518sekaligus danraja 1521-1546), pembangun keunggulanpertama Demak atas Jawa.
 
Seorang putra Raden Patah bernama Raden Surya dikenal juga dengan julukan '''Pangeran Sabrang Lor''' (''sabrang'' berarti menyeberang dan ''lor'' berarti ''utara''), karena ia pernah menyeberangi Laut Jawa menuju Malaka untuk melawan Portugis ,menurut Kronik Cin sam po Kong dan Serat Catur kanda cirebon, Adipati Unus merupakan putra dari raden patah<ref>{{Cite web|title=Biografi Pati Unus, Penguasa Kesultanan Demak Berjuluk Pangeran Sabrang Lor|url=https://daerah.sindonews.com/read/1001283/707/biografi-pati-unus-penguasa-kesultanan-demak-berjuluk-pangeran-sabrang-lor-1674205295|website=SINDOnews Daerah|language=id-ID|access-date=2024-07-24}}</ref>
 
Kenyataan tokoh Pati Unus berbenturan dengan tokoh [[Trenggana]], raja Demak ketiga, yang memerintah tahun 1505-1518, kemudian tahun 1521-1546.
 
== Jepara dalam Suma Oriental (1513 Masehi) ==
== Silsilah ==
Jepara dipimpin Pate Unus, seorang kesatria tangguh dan bijaksana, yang sering menjadi bahan pembicaraan di Jawa. Negeri yang dikuasainya pun luas.
Menurut sebuah riwayat, ia adalah menantu [[Raden Patah]]. Nama aslinya adalah '''Raden Abdul Qadir putra Raden Muhammad Yunus''' dari [[Jepara]]. Raden Muhammad Yunus adalah putra seorang Muballigh pendatang dari [[Parsi]] yang dikenal dengan sebutan [[Syekh Khaliqul Idrus]]. [[Muballigh]] dan [[Musafir]] besar ini datang dari Parsi ke tanah Jawa mendarat dan menetap di Jepara di awal 1400-an masehi. Silsilah Syekh ini yang bernama lengkap Abdul Khaliq Al Idrus bin Syekh Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin Syekh Abdul Muhyi Al Khayri (wafat di Palestina) bin Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari (wafat di Madina) bin Syekh Abdul Wahhab (wafat di Mekkah) bin Syekh Yusuf Al Mukhrowi (wafat di Parsi) merupakan keturunan cucu [[Nabi Muhammad]] generasi ke 19, ia memiliki ibu Syarifah Ummu Banin Al-Hasani (keturunan Imam Hasan bin Fathimah binti Nabi Muhammad) dari Parsi (dari Catatan Sayyid Bahruddin Ba'alawi tentang ASYRAF DI TANAH PERSIA, di tulis pada tanggal 9 September 1979), Sayyidus Syuhada [[Imam Husayn]] (Qaddasallohu Sirruhu) putra Imam Besar Sayyidina [[Ali bin Abi Talib]] Karromallohu Wajhahu dengan Sayyidah [[Fatimah Al Zahra]].
 
Kakek Pate Unus adalah pekerja di Kepulauan Laue (Pulau Lawai/Kalimantan). Dengan modal kecil ia pergi ke Malaka dan menikah di sana, hingga lahirlah ayah Pate Unus. Ia kemudian menjadi pedagang di Jawa, dan sekitar 40 – 50 tahun yang lalu berhasil membunuh pate Jepara yang lemah dan hanya memiliki 90 – 100 penduduk. Ia juga berhasil merebut [[Tedunan, Kedung, Jepara|Tidunan]] dan menyatukan penduduk kedua negeri itu.
Setelah menetap di Jepara, Syekh Khaliqul Idrus menikah dengan putri seorang Muballigh asal [[Gujarat]] yang lebih dulu datang ke tanah Jawa yaitu dari keturunan [[Syekh Mawlana Akbar]], seorang [[Ulama]], Muballigh dan Musafir besar asal Gujarat, India yang mempelopori dakwah di[[Asia Tenggara]]. Seorang putranya adalah [[Syekh Ibrahim Akbar]] yang menjadi Pelopor dakwah di tanah [[Campa]] (di delta [[Sungai Mekong]], [[Kamboja]]) yang sekarang masih ada perkampungan [[Muslim]]. Seorang putranya dikirim ke tanah Jawa untuk berdakwah yang dipanggil dengan Raden Rahmat atau terkenal sebagai [[Sunan Ampel]]. Seorang adik perempuannya dari lain Ibu (asal Campa) ikut dibawa ke Pulau Jawa untuk ditawarkan kepada Raja [[Brawijaya]] sebagai istri untuk langkah awal meng-[[Islam]]-kan tanah Jawa.
 
Pelabuhan Jepara terletak di kaki gunung dan merupakan pelabuhan terbaik di Jawa. Semua orang yang pergi ke Jawa dan Maluku pasti akan singgah di Jepara. Wilayahnya pun sangat rindang.
Raja Brawijaya berkenan menikah tetapi enggan terang-terangan masuk Islam. Putra yang lahir dari pernikahan ini dipanggil dengan nama Raden Patah. Setelah menjadi Raja Islam yang pertama di beri gelar Sultan Alam Akbar Al-Fattah. Disini terbukalah rahasia kenapa ia Raden Patah diberi gelar Alam Akbar karena ibunya adalah cucu Ulama Besar Gujarat Syekh Mawlana Akbar yang hampir semua keturunannya menggunakan nama Akbar seperti Ibrahim Akbar, Nurul Alam Akbar, Zainal Akbar dan banyak lagi lainnya.
 
Pate Unus seorang pemberani yang mampu menaklukkan Bangka, Tanjungpura, Laue ([[Lawai]] di Kalimantan Barat), dan pulau-pulau lainnya. Meskipun Jepara berada di bawah Demak, namun Pate Unus memiliki kekuasaan yang hampir sama dengan Pate Rodim.
Kembali ke kisah Syekh Khaliqul Idrus, setelah menikah dengan putri Ulama Gujarat keturunan Syekh Mawlana Akbar lahirlah seorang putranya yang bernama [[Raden Muhammad Yunus]] yang setelah menikah dengan seorang putri pembesar [[Majapahit]] di Jepara dipanggil dengan gelar Wong Agung Jepara. Dari pernikahan ini lahirlah seorang putra yang kemudian terkenal sangat cerdas dan pemberani bernama Abdul Qadir yang setelah menjadi menantu Sultan Demak I [[Raden Patah]] diberi gelar Adipati bin Yunus atau terkenal lagi sebagai Pati Unus yang kelak setelah gugur di Malaka di kenal masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor.
 
Pate Unus berniat untuk menaklukkan Malaka dan merebut negeri itu dari rajanya. Pada saat Pate Unus menyerang, Malaka telah dikuasai oleh Portugis. Pate Unus membangun armada dengan bantuan dari Jawa dan Palembang. Mereka pun berangkat menyerang Malaka dengan membawa 100 kapal. Mereka tiba di Malaka pada malam hari dan kembali pada malam berikutnya, dengan hanya membawa 7 – 8 kapal yang tersisa, sedangkan yang lain dibakar, karam, atau tertangkap.
=== Kiprah ===
Setelah Raden Abdul Qadir beranjak dewasa di awal 1500-an ia diambil mantu oleh Raden Patah yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan dengan putri Raden Patah, Abdul Qadir resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat kelahirannya sendiri). Karena ayahnya (Raden Yunus) lebih dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering dipanggil sebagai Adipati bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari banyak orang memanggilnya dengan yang lebih mudah Pati Unus.
 
Saat ini Pate Unus berusia sekitar 25 tahun. Ia jauh lebih hebat dari dugaaan orang Jawa. Ia menikah dengan saudara perempuan Pate Rodim, serta mengajukan lamaran pula kepada mantan Raja Malaka untuk menikahi salah satu putrinya.
Dari pernikahan ini ia diketahui memiliki 2 putra. Ke 2 putranya yang merupakan cucu-cucu Raden Patah ini kelak dibawa serta dalam expedisi besar yang fatal yang segera mengubah nasib [[Kerajaan Demak]].
 
Jepara merupakan kunci bagi seluruh Jawa, mengingat letaknya yang di tengah dan di puncak. Jarak menuju Cirebon sama jauhnya dengan jarak menuju Gresik.<ref name="Suma Oriental"/>
Sehubungan dengan intensitas persaingan dakwah dan niaga di Asia Tenggara meningkat sangat cepat dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun [[1511]], maka Demak mempererat hubungan dengan kesultanan [[Banten]]-[[Cirebon]] yang juga masih keturunan Syekh Mawlana Akbar Gujarat. Karena [[Sunan Gunung Jati]] atau Syekh Syarif Hidayatullah adalah putra Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Mawlana Akbar, sedangkan Raden Patah seperti yang disebut dimuka adalah ibunya cucu Syekh Mawlana Akbar yang lahir di Campa. Sedangkan Pati Unus neneknya dari pihak ayah adalah juga keturunan Syekh Mawlana Akbar.
 
TEDUNAN (TIDANA)
Hubungan yang semakin erat adalah ditandai dengan pernikahan ke 2 Pati Unus, yaitu dengan [[Ratu Ayu]] putri [[Sunan Gunung Jati]] tahun 1511. Tak hanya itu, Pati Unus kemudian diangkat sebagai Panglima Gabungan Armada Islam membawahi armada Banten, Demak dan Cirebon, diberkati oleh mertuanya sendiri yang merupakan Pembina umat Islam di tanah Jawa, Syekh Syarif Hidayatullah bergelar Sunan Gunung Jati. Gelarnya yang baru adalah ''Senapati Sarjawala'' dengan tugas utama merebut kembali tanah Malaka yang telah jatuh ke tangan Portugis. Gentingnya situasi ini dikisahkan lebih rinci oleh Sejarawan Sunda [[Saleh Danasasmita]] di dalam [[Pajajaran]] bab [[Sri Baduga Maharaja]] sub bab Pustaka Negara Kretabhumi.
 
[[Tedunan, Kedung, Jepara|Tedunan]] dipimpin oleh '''Pate Orob''', yang merupakan paman dari Pate Unus. Ia merupakan orang yang bijak dan tidak tunduk kepada siapa pun. Negeri Tedunan menghasilkan beras dalam jumlah yang besar dengan penduduk sekitar 2.000 sampai 3.000 jiwa.
Tahun [[1512]] giliran [[Samudra Pasai]] yang jatuh ke tangan Portugis. Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, ekspedisi [[Jihad]] I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka tetapi gagal dan balik kembali ke tanah Jawa. Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih baik. Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di tanah [[Gowa]], [[Sulawesi]] yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan kapal.
 
Pate Orob sering berperang dengan orang-orang pedalaman. Ia juga membantu Pate Rodim karena Guste Pate sering menyerang Demak, Tedunan, dan Jepara. Serangan Guste Pate ini banyak menghilangkan nyawa di ketiga negeri tersebut.
Pada tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, ia berwasiat supaya mantunya Pati Unus diangkat menjadi raja Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus, Adipati wilayah Jepara yang garis [[nasab]] ([[Patrilineal]])-nya adalah keturunan [[Bangsa Arab|Arab]] dan Parsi menjadi Sultan Demak II bergelar Alam Akbar At-Tsaniy.
 
Pate Orob banyak memberikan nasihat kepada Pate Rodim dan Pate Unus. Keduanya pun mematuhi Pate Orob meskipun kekuasaan mereka lebih besar daripada dia.<ref name="Suma Oriental">{{en}} {{cite book
== Ekspedisi Jihad II ==
|url=https://www.academia.edu/26639223/The_Suma_Oriental_of_Tome_Pires.pdf
Memasuki tahun 1521, ke 375 kapal telah selesai dibangun, maka walaupun baru menjabat Sultan selama 3 tahun Pati Unus tidak sungkan meninggalkan segala kemudahan dan kehormatan dari kehidupan keraton bahkan ikut pula 2 putranya (yang masih sangat remaja) dari pernikahan dengan putri Raden Patah dan seorang putra lagi (yang juga masih sangat remaja) dari seorang seorang isteri,anak kepada Syeikh Al Sultan Saiyid ISMAIL, PULAU BESAR, dengan risiko kehilangan segalanya termasuk putus nasab keturunan, tetapi sungguh Allah membalas kebaikan orang-orang yang berjuang di jalannya.
|title= Suma Oriental
|authorlink= Tomé Pires
|last= Pires
|first= Tomé
|publisher=
|contribution= Francisco Rodrigues
|year= 1944
|isbn=
|pages= }}</ref>
 
== Menantu ==
Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarganya akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.
{{Unreferenced section|date=Maret 2022}}Menurut sebuah riwayat, ia adalah menantu dari Raden Patah. Nama aslinya adalah '''Raden Abdul Qadir bin Raden Muhammad Yunus''' dari [[Jepara]]. Raden Muhammad Yunus adalah putra seorang Muballigh pendatang dari [[Parsi]] yang dikenal dengan sebutan [[Syekh Khaliqul Idrus]]. [[Muballigh]] dan [[Musafir]] besar ini datang dari Parsi ke tanah Jawa mendarat dan menetap di Jepara di awal 1400-an masehi. Silsilah Syekh ini yang bernama lengkap Abdul Khaliq Al Idrus bin Syekh Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin Syekh Abdul Muhyi Al Khayri (wafat di Palestina) bin Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari (wafat di Madina) bin Syekh Abdul Wahhab (wafat di Mekkah) bin Syekh Yusuf Al Mukhrowi (wafat di Parsi) merupakan keturunan cucu [[Nabi Muhammad]] generasi ke 19, ia memiliki ibu Syarifah Ummu Banin Al-Hasani (keturunan Imam Hasan bin Fathimah binti Nabi Muhammad) dari Parsi (dari Catatan Sayyid Bahruddin Ba'alawi tentang Asyraf di tanah Persia, ditulis pada tanggal 9 September 1979), Sayyidus Syuhada [[Imam Husayn]] (Qaddasallohu Sirruhu) putra Imam Besar Sayyidina [[Ali bin Abi Talib]] Karromallohu Wajhahu dengan Sayyidah [[Fatimah Al Zahra]].
 
Setelah menetap di Jepara, Syekh Khaliqul Idrus menikah dengan putri seorang Muballigh asal [[Gujarat]] yang lebih dulu datang ke tanah Jawa yaitu dari keturunan [[Syekh Mawlana Akbar]], seorang [[Ulama]], Muballigh dan Musafir besar asal Gujarat, India yang mempelopori dakwah di[[Asia Tenggara]]. Seorang putranya adalah [[Syekh Ibrahim Akbar]] yang menjadi Pelopor dakwah di tanah [[Campa]] (di delta [[Sungai Mekong]], [[Kamboja]]) yang sekarang masih ada perkampungan [[Muslim]]. Seorang putranya dikirim ke tanah Jawa untuk berdakwah yang dipanggil dengan Raden Rahmat atau terkenal sebagai [[Sunan Ampel]]. Seorang adik perempuannya dari lain Ibu (asal Campa) ikut dibawa ke Pulau Jawa untuk ditawarkan kepada Raja [[Kertabhumi|Bhre Kertabhumi]] sebagai istri untuk langkah awal menyebarkan [[Islam]] di tanah Jawa.
Armada perang Islam yang sangat besar berangkat ke Malaka dan Portugis pun sudah mempersiapkan pertahanan menyambut Armada besar ini dengan puluhan meriam besar pula yang mencuat dari benteng Malaka.
 
Bhre Kertabhumi berkenan menikahi tetapi enggan terang-terangan masuk Islam. Putra yang lahir dari pernikahan ini adalah Dyah Hayu Ratna Pembayung yang menurunkan Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging II), Kebo Kanigoro dan Lembu Amiluhur. Dari kebo Kenongo ini lahir Hadiwijaya (Joko Tingkir). Bhre Kertabhumi juga mengawini seorang putri Tiongkok bernama [[Siu Ban Ci]], putri dari Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Syaikh Bantong, perkawinan ini melahirkan putra yang dipanggil dengan nama Jim Bun alias [[Raden Patah]]. Setelah menjadi Raja Islam yang pertama di beri gelar Sultan Alam Akbar Al-Fattah. Disini terbukalah rahasia kenapa ia Raden Patah diberi gelar Alam Akbar karena ibunya, Siu Ban Ci adalah cucu Ulama Besar Gujarat Syekh Maulana Akbar yang hampir semua keturunannya menggunakan nama Akbar seperti Ibrahim Akbar, Nurul Alam Akbar, Zainal Akbar dan banyak lagi lainnya.
Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan rempah-rempah.
 
Kembali ke kisah Syekh Khaliqul Idrus, setelah menikah dengan putri Ulama Gujarat keturunan Syekh Mawlana Akbar lahirlah seorang putranya yang bernama [[Raden Muhammad Yunus]] yang setelah menikah dengan seorang putri pembesar [[Majapahit]] di Jepara dipanggil dengan gelar Wong Agung Jepara. Dari pernikahan ini lahirlah seorang putra yang kemudian terkenal sangat cerdas dan pemberani bernama Abdul Qadir yang setelah menjadi menantu Sultan Demak I [[Raden Patah]] diberi gelar Adipati bin Yunus atau terkenal lagi sebagai Pati Unus yang kelak setelah gugur di Malaka di kenal masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor.
Sebagian pasukan Islam yang berhasil mendarat kemudian bertempur dahsyat hampir 3 hari 3 malam lamanya dengan menimbulkan korban yang sangat besar di pihak Portugis, karena itu sampai sekarang Portugis tak suka mengisahkan kembali pertempuran dahsyat pada tahun 1521 ini . Melalui situs keturunan Portugis di Malaka (kaum [[Papia Kristang]]) hanya terdapat kegagahan Portugis dalam mengusir armada tanah jawa (expedisi I) 1513 dan armada [[Johor]] dalam banyak pertempuran kecil.
 
=== Kiprah ===
Armada Islam gabungan tanah Jawa yang juga menderita banyak korban kemudian memutuskan mundur di bawah pimpinan Raden Hidayat, orang kedua dalam komando setelah Pati Unus gugur. Satu riwayat yang belum jelas siapa Raden Hidayat ini, kemungkinan ke-2 yang lebih kuat komando setelah Pati Unus gugur diambil alih oleh [[Fadhlulah Khan]] (Tubagus Pasai) karena sekembalinya sisa dari Armada Gabungan ini ke Pulau Jawa , Fadhlullah Khan alias Falathehan alias [[Fatahillah]] alias Tubagus Pasai-lah yang diangkat Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati sebagai Panglima Armada Gabungan yang baru menggantikan Pati Unus yang syahid di Malaka.
{{Unreferenced section|date=Maret 2022}}Setelah Raden Abdul Qadir beranjak dewasa di awal 1500-an ia diambil mantu oleh Raden Patah yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan dengan putri Raden Patah, Abdul Qadir resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat kelahirannya sendiri). Karena ayahnya (Raden Yunus) lebih dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering dipanggil sebagai Adipati bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari banyak orang memanggilnya dengan yang lebih mudah Pati Unus.
 
Dari pernikahan ini ia diketahui memiliki 2 putra. Ke 2 putranya yang merupakan cucu-cucu Raden Patah ini kelak dibawa serta dalam expedisi besar yang fatal yang segera mengubah nasib [[Kerajaan Demak]].
Kegagalan expedisi jihad yang ke II ke Malaka ini sebagian disebabkan oleh faktor - faktor internal, terutama masalah [[harmoni hubungan kesultanan - kesultanan Indonesia]]
 
Sehubungan dengan intensitas persaingan dakwah dan niaga di Asia Tenggara meningkat sangat cepat dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun [[1511]], maka Demak mempererat hubungan dengan kesultanan [[Banten]]-[[Cirebon]] yang juga masih keturunan Syekh Mawlana Akbar Gujarat. Karena [[Sunan Gunung Jati]] atau Syekh Syarif Hidayatullah adalah putra Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Mawlana Akbar, sedangkan Raden Patah seperti yang disebut dimuka adalah ibunya cucu Syekh Mawlana Akbar yang lahir di Campa. Sedangkan Pati Unus neneknya dari pihak ayah adalah juga keturunan Syekh Mawlana Akbar.
Putra pertama dan ketiga Pati Unus ikut gugur, sedangkan putra kedua, [[Raden Abdullah]] dengan takdir Allah untuk meneruskan keturunan Pati Unus, selamat dan bergabung dengan [[armada]] yang tersisa untuk kembali ke tanah Jawa. Turut pula dalam armada yang balik ke Jawa, sebagian tentara Kesultanan Malaka yang memutuskan hijrah ke tanah Jawa karena negerinya gagal direbut kembali dari tangan penjajah Portugis. Mereka orang Melayu Malaka ini keturunannya kemudian membantu keturunan Raden Abdullah putra Pati Unus dalam meng-Islam-kan tanah [[Pasundan]] hingga dinamai satu tempat singgah mereka dalam penaklukan itu di [[Jawa Barat]] dengan [[Tasikmalaya]] yang berarti Danau nya orang [[Malaya]] ([[Melayu]]).
 
Hubungan yang semakin erat adalah ditandai dengan pernikahan kedua Pati Unus, yaitu dengan [[Ratu Ayu]] putri [[Sunan Gunung Jati]] tahun 1511. Tak hanya itu, Pati Unus kemudian diangkat sebagai Panglima Gabungan Armada Islam membawahi armada Banten, Demak dan Cirebon, diberkati oleh mertuanya sendiri yang merupakan Pembina umat Islam di tanah Jawa, Syekh Syarif Hidayatullah bergelar Sunan Gunung Jati. Gelarnya yang baru adalah ''Senapati Sarjawala'' dengan tugas utama merebut kembali tanah Malaka yang telah jatuh ke tangan Portugis. Gentingnya situasi ini dikisahkan lebih rinci oleh Sejarawan Sunda [[Saleh Danasasmita]] di dalam [[Pajajaran]] bab [[Sri Baduga Maharaja]] sub bab Pustaka Negara Kretabhumi.
Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian disebut masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur) di seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut Falthehan, dan belakangan disebut [[Fatahillah]] setelah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putrinya yang menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
 
== KeturunanEkspedisi Malaka I ==
{{Main article|Invasi Kerajaan Demak ke Malaka}}
Dengan selamatnya putra Pati Unus yang kedua yaitu Raden Abdullah, maka sungguh [[Allah]] hendak melestarikan keturunan para Syahid, seperti yang terjadi pada pembantaian cucu nabi [[Muhammad]], [[Imam Husain]] dan keluarganya ternyata keturunannya justru menjadi berkembang besar dengan selamatnya putranya [[Imam Zaynal Abidin]]. Bukan kebetulan pula bila Pati Unus pun seperti yang disebut di atas adalah keturunan Imam Husayn cucu Nabi Muhammad SAW, karena hanya Pahlawan besar yang melahirkan Pahlawan besar.
 
Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan [[Portugal|Portugis]]. Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka akhir tahun 1512 dikirim armada kecil, expedisi jihad I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka. Pada Januari 1513 Pati Unus armada itu sampai di Malaka, membawa sekitar 100 kapal dengan 5.000 tentara Jawa dari [[Kabupaten Jepara|Jepara]] dan [[Kota Palembang|Palembang]]. Sekitar 30 dari mereka adalah [[jung Jawa]] besar seberat 350–600 ton (pengecualian untuk kapal utama Pati Unus), sisanya adalah kapal jenis [[Lancaran (kapal)|lancaran]], [[penjajap]], dan [[kelulus]]. Jung-jung itu sendiri membawa 12.000 orang. Kapal-kapal itu membawa banyak artileri yang dibuat di Jawa.<ref group="catatan">Menurut Horst H. Liebner, sebagian besar meriam tersebut berjenis meriam putar (''swivel'' ''gun''), kemungkinan dari jenis [[cetbang]] atau [[rentaka]], yaitu sejenis meriam ukuran kecil dan sedang yang biasa dipasang di pinggir kapal. Meriam tetap yang ukurannya lebih besar pada kapal-kapal Melayu biasanya dipasang di [[Apilan dan kota mara|apilan]] (''gunshield'' atau perisai meriam).</ref><ref name="Apilan">{{Cite book|last=Crawfurd|first=John|date=|year=1856|url=https://archive.org/details/adescriptivedic00crawgoog|title=A Descriptive Dictionary of the Indian Islands and Adjacent Countries|location=|publisher=Bradbury and Evans|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|23, 177}} Meskipun dikalahkan, Patih Unus berlayar pulang dan mendamparkan kapal perangnya sebagai monumen perjuangan melawan orang-orang yang disebutnya paling berani di dunia. Ini memenangkannya beberapa tahun kemudian dalam tahta Demak.<ref>{{Cite journal|last=Winstedt|first=Richard Olaf|date=1935|title=A History of Malaya|journal=Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society|volume=13|issue=1|pages=iii-270}}</ref>{{rp|70–71}} Dalam sebuah surat kepada Alfonso de Albuquerque, dari Cannanore, 22 Februari 1513, Fernão Pires de Andrade, Kapten armada yang menghalau Pate Unus, mengatakan:<ref name=":2">{{Cite book|last=Cortesão|first=Armando|url=https://archive.org/details/McGillLibrary-136385-182|title=The Suma oriental of Tomé Pires : an account of the East, from the Red Sea to Japan, written in Malacca and India in 1512-1515 ; and, the book of Francisco Rodrigues, rutter of a voyage in the Red Sea, nautical rules, almanack and maps, written and drawn in the East before 1515 volume I|publisher=The Hakluyt Society|year=1944|isbn=9784000085052|location=London}} {{PD-notice}}</ref>{{rp|151-152}}<blockquote>Jung milik Pati Unus adalah yang terbesar yang dilihat oleh orang-orang dari daerah ini. Ia membawa seribu orang tentara di kapal, dan Yang Mulia dapat mempercayaiku ... bahwa itu adalah hal yang sangat luar biasa untuk dilihat, karena Anunciada di dekatnya tidak terlihat seperti sebuah kapal sama sekali. Kami menyerangnya dengan ''bombard'', tetapi bahkan tembakan yang terbesar tidak menembusnya di bawah garis air, dan (tembakan) ''esfera'' (meriam besar Portugis)<ref group="catatan">''Espera'' atau ''esfera'' adalah meriam besar Portugis yang diisi dari depan. Memiliki panjang 2–5 meter dengan berat hingga 1800 kg, biasanya digunakan pada karavel. ''Espera'' menembakkan bola meriam seberat 12–20 pon (5,44–9,1 kg). Lihat Earle, T. F. (1990). ''Albuquerque: Caesar of the East: Selected texts by Alfonso de Albuquerque and his son''. Pers Universitas Oxford. hlm. 287.</ref> yang saya miliki di kapal saya berhasil masuk tetapi tidak tembus; kapal itu memiliki tiga lapisan logam, yang semuanya lebih dari satu ''cruzado'' tebalnya.<ref group="catatan">Sejenis uang Portugis berdiameter 3,8 cm (Liebner, 2016: h. 45).</ref> Dan kapal itu benar-benar sangat mengerikan bahkan tidak ada orang yang pernah melihat sejenisnya. Butuh waktu tiga tahun untuk membangunnya, Yang Mulia mungkin pernah mendengar cerita di Malaka tentang Pati Unus, yang membuat armada ini untuk menjadi raja Malaka.
Ketika armada Islam mendaratkan pasukan Banten di teluk Banten, Raden Abdullah diajak pula untuk turun di Banten untuk tidak melanjutkan perjalanan pulang ke Demak. Para komandan dan penasehat armada yang masih saling berkerabat satu sama lain sangat khawatir kalau Raden Abdullah akan dibunuh dalam perebutan tahta mengingat sepeninggal Pati Unus, sebagian orang di Demak merasa lebih berhak untuk mewarisi Kesultanan Demak karena Pati Unus hanya menantu Raden Patah dan keturunan Pati Unus (secara patrilineal) adalah keturunan Arab seperti keluarga Kesultanan Banten dan Cirebon, sementara Raden Patah adalah keturunan Arab hanya dari pihak Ibu sedangkan secara patrilineal (garis laki-laki terus menerus dari pihak ayah, Brawijaya) adalah murni keturunan Jawa (Majapahit).
– Fernão Pires de Andrade, ''Cartas'', III, h. 59</blockquote>
 
== Ekspedisi Malaka II ==
Kebanggaan Orang Jawa sebagai orang Jawa walaupun sudah menerima Islam berbeda dengan sikap orang Pasundan setelah menerima Islam berkenan menerima Raja mereka dari keturunan Arab seperti Sultan Cirebon Sunan Gunung jati dan putranya Sultan Banten [[Mawlana Hasanuddin]]. Kebanggaan orang Jawa sebagai bangsa yang punya identitas sendiri, dengan gugurnya Pati Unus, membuka kembali konflik lama yang terpendam di bawah kewibawaan dan keadilan yang bersinar dari Pati Unus. Kisah ini nyaris mirip dengan gugurnya [[Khalifah]] umat Islam ketiga di [[Madinah]], [[Umar bin Khattab]] yang segera membuka kembali konflik lama antara banyak kelompok yang sudah lama saling bertikai di [[Mekah]] dan Madinah.
{{Unreferenced section|date=Maret 2022}}Memasuki tahun 1521, ke 375 kapal telah selesai dibangun, maka walaupun baru menjabat Sultan selama 3 tahun, Pati Unus memutuskan untuk mengikuti ekspedisi secara langsung, ikut pula 2 putranya dari pernikahan dengan putri Raden Patah dan seorang putra lagi dari seorang seorang isteri, anak kepada Syeikh Al Sultan Saiyid Ismail, dari Pulau Besar.
 
Armada perang siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarganya akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.
Sedangkan di tanah Jawa, sejak Islam merata masuk hingga pelosok di bawah kepeloporan kesultanan Demak pada akhirnya timbul persaingan antara kaum [[Muslim Santri]] di pesisir dengan [[Muslim Abangan]] di pedalaman yang berakibat fatal dengan perang saudara berkelanjutan antara Demak, [[Pajang]] dan [[Mataram II|Mataram]].
 
Armada perang yang sangat besar berangkat ke Malaka dan Portugis pun sudah mempersiapkan pertahanan menyambut Armada besar ini dengan puluhan meriam besar pula yang mencuat dari benteng Malaka.
== Kiprah Putra Pati Unus di Banten ==
Sebagian riwayat turun temurun menyebutkan Pangeran Yunus (Raden Abdullah putra Pati Unus) ini kemudian dinikahkan oleh Mawlana Hasanuddin dengan putri yang ke III, Fatimah. Tidak mengherankan, karena Kesultanan Demak telah lama mengikat kekerabatan dengan Kesultanan Banten dan [[Cirebon]]. Selanjutnya pangeran Yunus yang juga banyak disebut sebagai [[Pangeran Arya Jepara]] dalam sejarah Banten, banyak berperan dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Mawlana Yusuf (adik iparnya) sebagai penasehat resmi Kesultanan . Dari titik ini keturunannya selalu mendapat pos Penasehat Kesultanan Banten , seperti seorang putranya [[Raden Aryawangsa]] yang menjadi Penasehat bagi Sultan Banten ke III Mawlana Muhammad dan Sultan Banten ke IV Mawlana Abdul Qadir.
 
Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur akibat serangan tersebut.
Ketika penaklukan Kota [[Pakuan]] terakhir [[1579]], [[Raden Aryawangsa]] yang masih menjadi [[Panglima]] dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Mawlana Yusuf (yang juga pamannya sendiri karena ibunya adalah kakak dari Mawlana Yusuf yang dinikahi Raden Abdullah putra Pati Unus) mempunyai jasa besar, sehingga diberikan wilayah kekuasaan Pakuan dan bermukim hingga wafat di desa [[Lengkong]] (sekarang dekat [[Serpong]]). Raden Aryawangsa menikahi seorang putri Istana [[Pakuan]] dan keturunannya menjadi Adipati Pakuan dengan gelar Sultan Muhammad Wangsa yang secara budaya menjadi panutan wilayah Pakuan yang telah masuk Islam ([[Bogor]] dan sekitarnya), tetapi tetap tunduk di bawah hukum Kesultanan Banten.
 
Armada pasukan gabungan tanah Jawa yang juga menderita banyak korban kemudian memutuskan mundur di bawah pimpinan Raden Hidayat, orang kedua dalam komando setelah Pati Unus gugur. Satu riwayat yang belum jelas siapa Raden Hidayat ini, kemungkinan ke-2 yang lebih kuat komando setelah Pati Unus gugur diambil alih oleh Fadhlulah Khan (Tubagus Pasai) karena sekembalinya sisa dari Armada Gabungan ini ke Pulau Jawa, Fadhlullah Khan alias Falathehan alias [[Fatahillah]] alias Tubagus Pasai-lah yang diangkat Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati sebagai Panglima Armada Gabungan yang baru menggantikan Pati Unus yang gugur di Malaka.
Seperti yang disebut di atas, Raden Aryawangsa kemudian lebih banyak berperan di Kesultanan Banten sebagai Penasehat [[Sultan]], setelah ia wafat kiprah keluarga Pati Unus kemudian diteruskan oleh putra dan cucunya para Sultan Pakuan Islam hingga [[Belanda]] menghancurkan keraton [[Surosoan]] pada zaman [[Sultan Ageng Tirtayasa]] ([[1683]]), dan membuat keraton Pakuan Islam, sebagai cabang dari Keraton Banten, ikut lenyap dari percaturan politik dengan Sultan yang terakhir Sultan Muhammad Wangsa II bin Sultan Muhammad Wangsa I bin Raden Aryawangsa bin Raden Abdullah bin Pangeran Sabrang Lor bin Raden Muhammad Yunus Jepara ikut menyingkir ke pedalaman Bogor sekitar [[Ciampea]].
 
Kegagalan expedisi yang ke II ke Malaka ini sebagian disebabkan oleh faktor - faktor internal, terutama masalah harmoni hubungan kesultanan - kesultanan Indonesia.
== Kiprah Putera Pati Unus di wilayah [[Galuh]] ([[Priangan]] Timur) ==
Selain Raden Aryawangsa, Raden Abdullah putra Pati Unus juga memiliki anak lelaki lainnya yaitu yang dikenal sebagai [[Raden Suryadiwangsa]] yang belakangan lebih dikenal dengan gelar [[Raden Suryadiningrat]] yang diberikan [[Panembahan Senopati]] ketika [[Kerajaan Mataram Islam]] resmi menguasai Priangan Timur pada tahun [[1595]].
 
Putra pertama dan ketiga Pati Unus ikut gugur, sedangkan putra kedua, Raden Abdullah selamat untuk meneruskan keturunan Pati Unus. Beliau bergabung dengan [[armada]] yang tersisa untuk kembali ke tanah Jawa. Turut pula dalam armada yang balik ke Jawa, sebagian tentara Kesultanan Malaka yang memutuskan hijrah ke tanah Jawa karena negerinya gagal direbut kembali dari tangan penjajah Portugis. Mereka orang Melayu Malaka ini keturunannya kemudian membantu keturunan Raden Abdullah putra Pati Unus dalam meng-Islam-kan tanah [[Pasundan]] hingga dinamai satu tempat singgah mereka dalam penaklukan itu di [[Jawa Barat]] dengan [[Tasikmalaya]] yang berarti Danau nya orang [[Malaya]] ([[Melayu]]).
Kehadiran putra Pati Unus di wilayah Priangan Timur ini tidak terlepas dari kerjasama dakwah antara Kesultanan Banten dan Cirebon dalam usaha meng islam kan sisa-sisa kerajaan Galuh di wilayah [[Ciamis]] hingga [[Sukapura]] (sekarang Tasikmalaya).
 
Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian disebut masyarakat dengan gelar '''Pangeran Sabrang Lor''' atau Pangeran (yang gugur) di seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut Falthehan, dan belakangan disebut [[Fatahillah]] setelah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putrinya yang menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
Raden Surya dikirim ayahnya, Raden Abdullah putra Pati Unus yang telah menjadi Penasehat Kesultanan Banten untuk membantu laskar Islam Cirebon dalam usaha peng Islaman Priangan Timur. Raden Surya memimpin dakwah (karena hampir tanpa pertempuran) hingga mencapai daerah [[Sukapura]] dibantu keturunan tentara Malaka yang hijrah ketika Pati Unus gagal merebut kembali Malaka dari penjajah Portugis. Beristirahatlah mereka di suatu tempat dan dinamakan Tasikmalaya yang berarti danaunya orang Malaya (Melayu) karena di dalam pasukannya banyak terdapat keturunan Melayu Malaka.
 
== Keturunan ==
Raden Surya pada tahun 1580 ini di angkat oleh Sultan Cirebon II [[Pangeran Arya Kemuning]] atau dipanggil juga [[Pangeran Kuningan]] (putra angkat Sunan Gunung Jati, karena putra kandung [[Pangeran Muhammad Arifin]] telah wafat) sebagai Adipati Galuh Islam. Akan tetapi seiring dengan makin melemahnya kesultanan Cirebon sejak wafatnya Sunan Gunung Jati pada tahun 1579, maka wilayah [[Galuh]] Islam berganti-ganti kiblat Kesultanan. Pada saat 1585-1595 wilayah Sumedang maju pesat dengan Prabu Geusan Ulun memaklumkan diri jadi Raja memisahkan diri dari Kesultanan Cirebon. Sehingga seluruh wilyah Priangan taklukan Cirebon termasuk Galuh Islam bergabung ke dalam Kesultanan [[Sumedang Larang]]. Inilah zaman keemasan [[Sumedang]] yang masih sering di dengungkan oleh keturunan [[Prabu Geusan Ulun]] dari dinasti [[Kusumahdinata]].
{{Unreferenced section|date=Maret 2022}}Keturunan Pati Unus disintaskan oleh putranya yang kedua, Raden Abdullah. Ketika armada Demak mendaratkan pasukan Banten di teluk Banten, Raden Abdullah diajak pula untuk turun di Banten untuk tidak melanjutkan perjalanan pulang ke Demak. Para komandan dan penasehat armada yang masih saling berkerabat satu sama lain sangat khawatir kalau Raden Abdullah akan dibunuh dalam perebutan tahta mengingat sepeninggal Pati Unus, sebagian orang di Demak merasa lebih berhak untuk mewarisi Kesultanan Demak karena Pati Unus hanya menantu Raden Patah dan keturunan Pati Unus (secara patrilineal) adalah keturunan Arab seperti keluarga Kesultanan Banten dan Cirebon, sementara Raden Patah adalah keturunan Arab hanya dari pihak Ibu sedangkan secara patrilineal (garis laki-laki terus menerus dari pihak ayah, Brawijaya) adalah murni keturunan Jawa (Majapahit).
 
Raden Abdullah, dikenal juga dengan Pangeran Yunus, dipercaya nantinya dinikahkan dengan putri ketiga Sultan Maulana Hasanuddin dari Banten, mempererat hubungan antar kesultanan di Jawa.
Sekitar tahun 1595 Panembahan Senopati dari Mataram mengirim expedisi hingga Priangan, Sumedang yang telah lemah sepeninggal Prabu Geusan Ulun kehilangan banyak wilayah termasuk Galuh Islam. Maka Kadipaten Galuh Islam yang meliputi wilayah Ciamis hingga [[Sukapura]] jatuh ke tangan Panembahan Senopati. Raden Suryadiwangsa cucu Pati Unus segera diangkat Panembahan Senopati sebagai penasehatnya untuk perluasan wilayah Priangan dan diberi gelar baru Raden Suryadiningrat.
 
{{kotak mulai}}
Di sekitar tahun 1620 salah seorang putra Raden Suryadiningrat menjadi kepala daerah Sukapura beribukota di Sukakerta bernama [[Raden Wirawangsa]] setelah menikah dengan putri bangsawan setempat. Raden Wirawangsa kelak pada tahun 1635 resmi menjadi Bupati Sukapura diangkat oleh Sultan Agung Mataram karena berjasa memadamkan pemberontakan Dipati Ukur. Raden Wirawangsa diberi gelar [[Tumenggung Wiradadaha I]] yang menjadi cikal bakal dinasti Wiradadaha di Sukapura (Tasikmalaya). Gelar Wiradadaha mencapai yang ke VIII dan dimasa ini dipindahkanlah ibukota Sukapura ke [[Manonjaya]]. Bupati Sukapura terakhir berkedudukan di Manonjaya adalah kakek dari kakek kami bergelar Raden Tumenggung Wirahadiningrat memerintah 1875-1901. Setelah ia pensiun maka ibukota Sukapura resmi pindah ke kota Tasikmalaya.
{{s-reg}}
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Demak|tahun=1518—1521|pendahulu=[[Raden Patah]]|pengganti=[[Trenggana]]}}
{{kotak selesai}}
 
== Catatan ==
<references group="catatan" />
== Sumber ==
 
Baris 119 ⟶ 128:
* Sejarah kota-kota lama Jawa Barat
* ''Negarakerthabumi Parwa I Sargha II''
* Berita-berita sumber Eropa abad ke-15 dan k"-16 : [[Barros]], [[Hendrik de Lame]]
* van Naerssen, Frits Herman, R. C. de Iongh, ''The economic and administrative history of early Indonesia'', Brill, 1977
* [[Tomé Pires|Pires, Tomé]], ''Suma Oriental''
Baris 126 ⟶ 135:
== Referensi ==
 
{{reflist}}{{lifetime|1480|1521|Unus, Pati}}
 
{{kotak mulai}}
{{s-reg}}
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Demak|tahun=1518—1521|pendahulu=[[Raden Patah]]|pengganti=[[Trenggana]]}}
{{kotak selesai}}
{{lifetime|1480|1521|Unus, Pati}}
 
[[Kategori:Raja Demak]]
Baris 140 ⟶ 143:
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh dari Jepara]]