Panitia Sembilan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
X
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(87 revisi perantara oleh 54 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Naskah Asli Piagam Jakarta.jpg|jmpl|ka|Hasil rapat '''Panitia Sembilan'''|al=]]
'''Panitia Sembilan ''' adalah kelompok yang dibentuk pada tanggal [[1 Juni]] [[1945]], diambil dari suatu Panitia Kecil ketika sidang pertama yaitu [[BPUPKI]]. Panitia PenyelidikSembilan Usaha-Usahadibentuk Persiapansetelah Kemerdekaan]]Ir. Soekarno memberikan rumusan Pancasila. Adapun anggotanya adalah sebagai berikut:
 
# Ir. [[Soekarno|Sukarno]] (ketua)
# Drs. [[Mohammad Hatta]] (wakil ketua)
# Mr. [[Alexander Andries Maramis]] (anggota)
# [[Abikoesno Tjokrosoejoso]] (anggota)
Baris 8 ⟶ 9:
# H. [[Agus Salim]] (anggota)
# Mr. [[Achmad Soebardjo]] (anggota)
# [[WachidKiai Haji Abdul Wahid Hasjim]] (anggota)
# Mr. [[MoehammadMohammad Yamin]] (anggota)
 
Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalisme) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan [[Piagam Jakarta]] (Jakarta Charter) yang berisi:
 
{{Cquote|Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri- kemanusiaan dan peri- keadilan.
 
Dan perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan Rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Baris 21:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada: "Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi ''pemeluk-pemeluknya'', menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
 
Jakarta, 22-6-26031945<ref>Jakarta, 22-6-1945</ref>}}
 
[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] yang bersidang sesudah [[Proklamasi]] Kemerdekaan, menjadikan Piagam Jakarta itu sebagai Pendahuluan bagi [[Undang-Undang Dasar 1945]], dengan mencoret bagian kalimat ya gitu deh "dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Alasannya, untuk menjaga persatuan dan kesatuan karena ada keberatan sangat oleh pihak lain yang tidak beragama Islam.<ref name="Hatta_310">{{cite book|last =Hatta|first =Mohammad|title =Politik, Kebangsaan, Ekonomi (1926-1977)|publisher =Kompas|date =2015|location =Jakarta|isbn =9789797099671|page =310}}</ref>
 
== Perubahan pada UUD 45 dalam Piagam Jakarta ==
Pada sidang [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]] tanggal 18 Agustus 1945, [[Mohammad Hatta|Hatta]] mengusungkan 4 perubahan pada [[Konstitusi|UUD]] 45 yang telah disusun oleh panitia sembilan dalam piagam Jakarta yaitu:
 
1) Kata “Mukadimah” diganti dengan kata “Pembukaan”.x
 
2) Dalam Preambul (Piagam Jakarta), anak kalimat “berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat [[Islam]] bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
 
3) Pasal 6 ayat 1 “[[Presiden Indonesia|presiden]] ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam” kata-kata “beragama Islam” di coret.
 
4) Sejalan dengan perubahan yang kedua di atas, maka pasal 29 ayat 1 menjadi “[[Negara]] berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai pengganti “Negara berdasarkan atas ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.<ref>{{Cite journal|first=Sasmiarti|last2=Rosman|first2=Edi|date=2018|title=Implementasi Politik Hukum Islam Dalam Perumusan Piagam Jakarta.|journal=ISLAM TRANSFORMATIF: Journal of Islamic Studies|volume=02|issue=1|pages=1-16}}</ref>
 
== Tokoh yang Mengusulkan 5 Dasar Negara untuk Dicantumkan ke dalam Piagam Jakarta ==
Musyawarah pengukuhan [[Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan|BPUPKI]] yang berlangsung dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membahas tentang pokok-pokok dasar negara. Dengan demikian, terbukti bahwa BPUPKI memperdebatkan pembentukan dasar negara pada [[muktamar]] pertama yang berujung pada pembentukan [[Pancasila]]. Tiga peserta rapat mengemukakan lima prinsip negara untuk piagam Jakarta, antara lain:
 
Moh. Yamin dalam pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945 mengemukakan 5 (lima) dasar negara Indonesia yakni:
 
- Peri Kebangsaan;
 
- Peri Kemanusiaan;
 
- Peri Ketuhanan;
 
- Peri Kerakyatan;
 
- Kesejahteraan Rakyat.
 
 
 
Namun pada akhir pidatonya [[Mohammad Yamin|Moh. Yamin]] secara tertulis menyampaikan gagasannya tersebut yang rumusan kalimatnya agak berbeda sebagai berikut:
 
1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
 
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia;
 
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab;
 
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan;
 
5. Keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.<ref>{{Cite journal|last=Muslimin|first=Husein|date=2016|title=TANTANGAN TERHADAP PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI
DAN DASAR NEGARA PASCA REFORMASI|journal=Jurnal Cakrawala Hukum|volume=07|issue=1|pages=30-38}}</ref>
 
 
 
Tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. [[Soepomo]] mengusulkan dasar negara sebagai berikut:
 
- Persatuan;
 
- Kekeluargaan;
 
- Keseimbangan lahir dan batin;
 
- Musyawarah;
 
- Keadilan rakyat.
 
 
 
Ir. [[Soekarno]] dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 menyampaikan lima hal yang menjadi dasar negara merdeka, yaitu:
 
- Kebangsaan Indonesia;
 
- Internasionalisme atau kemanusiaan;
 
- Mufakat atau demokrasi;
 
- Kesejahteraan sosial;
 
- Ketuhanan yang berkebudayaan.
 
Pemikiran ketiga orang tersebut kemudian dikaji oleh Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945, yang pada akhirnya melahirkan suatu rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta, yang memberikan gambaran tentang maksud dan tujuan dasar negara Indonesia [[merdeka]].<ref>{{Cite journal|last=Putri Utami|first=Lensi|title=Sumber sosiologis pancasila sebagai dasar negara|url=https://osf.io/wch53/download|journal=osf.io}}</ref>
 
==Referensi ==
[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] yang bersidang sesudah [[Proklamasi]] Kemerdekaan, menjadikan Piagam Jakarta itu sebagai Pendahuluan bagi [[Undang-Undang Dasar 1945]], dengan mencoret bagian kalimat ya gitu deh "dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Alasannya, ada keberatan sangat oleh pihak lain yang tidak beragama Islam.<ref name=Hatta_310">{{cite book|last =Hatta|first =Mohammad|title =Politik, Kebangsaan, Ekonomi (1926-1977)|publisher =Kompas|date =2015|location =Jakarta|isbn =9789797099671|page =310}}</ref>
{{reflist}}
 
{{Pancasila Indonesia}}
 
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Pahlawan]]
[[Kategori:PPKI]]
[[Kategori:BPUPKI]]
[[Kategori:Pancasila]]