Ki Ageng Pamanahan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: penggantian teks otomatis (-asal-usul, +asal usul
Erwin Mulialim (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(29 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox person
<!--{{redirect|Ki Ageng Pemanahan|Untuk orang-orang lainnya yang bernama sama|Ki Ageng Pemanahan (disambiguasi)}} -->
| pre-nominals = Ki Ageng
{{Infobox Royalty
| name = Ki Ageng = Pamanahan
| post-nominals = {{jav|ꦥꦩꦤꦲꦤ꧀}}
|title = <!--Perintis Kesultanan Mataram]] -->
| image = =
| caption =
|imgw = 200
| predecessor = [[Ki Ageng Enis]]
|caption = <!-- Lukisan Foto Ki Ageng Pemanahan (Ilustrasi) -->
| successor = [[Panembahan Senapati]]
|spouse = Nyai Sabinah </br>(Nyai Ageng Pemanahan)
| birth_name = Bagus Kacung<br />Castioeng
|issue = <!-- 18 Orang, Penerus : [[Sutawijaya|Panembahan Senopati]] -->
| death_date = 1584
|full name = Kyai Ageng Pamanahan /</br>Kyai Gede Mataram
| resting_place = [[Pasarean Mataram]]
|house = [[Brawijaya|Majapahit Rajasa]]
| residence = [[Manahan, Banjarsari, Surakarta|Manahan]], [[Kotagede, Yogyakarta|Kotagede]]
|father = [[Ki Ageng Enis]]
| other_names = Kiyai Gede Mataram
|mother = Nyai Ageng Enis
| occupation =
|date of birth =
| era = [[Kerajaan Demak|Demak]]-[[Kerajaan Pajang|Pajang]]
|place of birth = [[Kabupaten Pati|Sela]], [[Kesultanan Demak]]
| spouse = [[Nyai Sabinah]] ([[Nyai Sabinah|Nyai Ageng Pamanahan]]), Adik dari [[Ki Juru Martani]]
|religion = Islam
| children = [[Panembahan Senapati|Danang Sutawijaya]] ([[Panembahan Senapati]])
|signature =
| father = [[Ki Ageng Enis]]
| mother = Nyai Ageng Enis
}}
'''Ki Ageng Pamanahan''' (sebutan lainnya: '''Ki Gede Pamanahan''' atau '''Kyai Gede Mataram''') adalah tokoh yang dianggap menurunkan raja-raja dinasti Mataram (Islam), menurut naskah ''[[Babad Tanah Jawi]]'' dan ''[[Serat Kandha]]''. Ia adalah keturunan orang-orang Sela (nama lama untuk [[Kabupaten Pati|Pati]]) yang hijrah ke [[Kesultanan Pajang|Pajang]] dan pada tahun 1556 mendapat mandat oleh [[Sultan Adiwijaya]] (sultan [[Kesultanan Pajang|Pajang]] waktu itu) untuk memimpin bumi Mataram sebagai [[bupati]]<ref name=degraaf>Graaf, H.J.de. 1985. ''Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senapati''. Seri Terjemahan Javanologi nr. 3. Terjemah dari KITLV. 1954. ''De Regering van Senapati Ingalaga''. Grafiti Pers. Jakarta</ref>. Putranya, Bagus Srubut atau R.Ng. Sutawijaya, kelak menjadi orang pertama dari dinasti Mataram yang menguasai [[Kesultanan Mataram]] sebagai [[Panembahan Senapati]].
== Riwayat pribadi ==
Narasi dalam ''Babad Tanah Jawi'' menyebutkan bahwa Pamanahan adalah putra [[Ki Ageng Enis]] dan cucu [[Ki Ageng Sela]]. Ki Ageng Enis bertempat tinggal di [[Laweyan, Surakarta|Laweyan]]. Mereka adalah termasuk dalam rombongan orang-orang dari Sela, suatu tempat yang sekarang bagian dari [[Kabupaten Grobogan]] (yaitu Desa [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Selo]]), yang hijrah ke Pajang untuk membantu Hadiwijaya, adipati Pajang (sekarang wilayah Surakarta).
 
'''Ki Ageng Pamanahan''' atau '''Kyai Gede Pamanahan'''<ref name=degraaf/>{{rp|48}} (dikenal juga sebagai ''Kyai Gede Mataram'') adalah seorang tokoh perintis [[wangsa Mataram]] yang berasal dari [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Sela]] (sebuah desa di [[Grobogan]]) dan kemudian hijrah ke Pengging. Ia dijuluki sebagai "Pamanahan" karena bertempat tinggal di desa [[Manahan, Banjarsari, Surakarta|Manahan]], suatu tempat di utara Laweyan (sekarang menjadi salah satu kelurahan di [[Surakarta]]).
''Babad Tanah Jawi'' tidak menyebutkan nama kecilnya. Ia menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu Nyai Sabinah, putri Nyai Ageng Saba (kakak perempuan Ki Ageng Henis). Menurut ''Sadjarah'' ''Dalem''<ref>Padmasoesastra (1912). Sadjarah Dalem Pangiwa lan Panengen.</ref>, nama kecilnya adalah Bagus Kacung, atau Castioeng menurut van der Horst (1707)<ref>Graaf (1985). ''loc.cit.''</ref>. Ia memiliki saudara angkat bernama [[Ki Penjawi]]. Keduanya belajar pada Ki Ageng Sela. Dalam perkembangan lebih lanjut, Ki Gede Pamanahan diangkat menjadi ''lurah wiratama'' oleh bupati Pajang.
 
Pada tahun 1556 ia mendapat mandat dari [[Sultan Adiwijaya]] (raja [[Kesultanan Pajang|Pajang]]) untuk membuka pemukiman di [[hutan Mentaok]].<ref name=degraaf>{{aut|[[Hermanus Johannes de Graaf|Graaf, H.J. de]]}} (1985). ''Awal Kebangkitan Mataram: masa pemerintahan Senapati''. Seri Terjemahan Javanologi nr. 3. Jakarta: Grafiti Pers. (Terjemahan dari [https://brill.com/display/title/27050 "De Regering van Panembahan Sénapati Ingalaga"]. ''Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-, en Volkenkunde'', deel XIII. s'-Gravenhage - Martinus Nijhoff, 1954.)</ref> Putranya, [[Senapati dari Mataram|Raden Ngabehi Saloring Pasar]] ([[Senapati dari Mataram|Danang Sutawijaya]]), kelak menjadi keturunan pertama darinya yang memimpin daerah tersebut dan di kemudian hari mendirikan kerajaan yang disebut [[Kesultanan Mataram]] bergelar [[Senapati dari Mataram|Panembahan Senapati]].
Nama "Pamanahan" diambil dari tempat tinggalnya setelah dewasa, yaitu suatu tempat di utara Laweyan bernama Pamanahan (sekarang menjadi [[Manahan, Banjarsari, Surakarta|Manahan]], kawasan yang dikenal sebagai pusat keolahragaan di [[Kota Surakarta]]). Suatu petilasan berupa ''sendhang'' (kolam mata air) yang konon menjadi tempat Ki Gede Pamanahan biasa membersihkan diri masih dapat ditemukan<!--di Kampung Ngumbul, tepatnya di kawasan perparkiran Pasar Burung dan Ikan Hias Depok, Manahan-->. Di masa pemerintahannya, atas prakarsa [[Poerbatjaraka]], Pangeran Adipati [[Mangkunegara VII]] membangunkan tembok yang mengelilingi tempat tersebut<ref>Graaf (1985). ''Ibid''. hal. 21.</ref>. <!--Namun, tempat ini sekarang hanya dikelilingi pagar besi dan kolamnya tidak lagi berair.-->
 
== Awal kehidupan ==
Setelah pindah ke Mataram, ia dijuluki sebagai Kyai (Ki) Ageng Mataram. Bersama-sama putra dan para pengikutnya, ia membuka Hutan (''Alas'') Mentaok (episode "Babat Alas Mentaok" ini populer dalam lakon-lakon panggung [[kethoprak]] Mataraman di masa kini), yang terletak di [[Kotagede, Yogyakarta]] sekarang. Perkampungan baru ini lalu menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Mataram ketika Pajang kemudian tunduk pada Mataram.
Pada [[Babad Tanah Jawi]] diketahui bahwa Ki Ageng Pamanahan adalah putra dari [[Ki Ageng Enis]], ayahnya merupakan keturunan [[Ki Ageng Sela]] yang pindah dan bertempat tinggal di [[Laweyan, Surakarta|Laweyan]]. Mereka adalah termasuk dalam rombongan orang-orang dari [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Sela]], suatu desa yang sekarang menjadi bagian dari [[Kabupaten Grobogan]]. Mereka hijrah ke Pengging untuk membantu Sultan Adiwijaya.
 
Pamanahan menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu Nyai Sabinah (Nyai Ageng Pamanahan), putri Nyai Ageng Saba (kakak perempuan Ki Ageng Enis). Menurut ''Sadjarah Dalem'',<ref>Padmasoesastra (1912). Sadjarah Dalem Pangiwa lan Panengen.</ref> nama kecilnya adalah ''Bagoes Katjoeng'', atau ''Castioeng'' menurut van der Horst.<ref name=degraaf/>{{rp|21}} Ia memiliki saudara angkat bernama [[Ki Panjawi]]. Keduanya belajar pada Ki Ageng Sela. Dalam perkembangan lebih lanjut, Ki Ageng Pamanahan diangkat menjadi ''lurah wiratamtama'' di Pajang.
Ki Ageng Pamanahan, isteri dan putranya setelah wafat dimakamkan di [[kompleks Pemakaman Kotagede]] yang berada di selatan [[Masjid Kotagede]].
<!--
* [http://www.babadbali.com/babad/silsilah.php?id=550933&pr=babadpage|Silsilah Silsilah Ki Ageng Pamanahan versi Mangkunegaran]
* Silsilah Keturunan Lengkap :
# '''[[Ki Ageng Pamanahan|Ki Ageng Pemanahan / Kyai Gede Mataram]]''' (Membuka Kota Gede Mataram pada tahun 1558 sebagai hadiah dari Raja Pajang), wafat pada tahun 1584, menikah dengan Nyai Sabinah (putri Ki Ageng Saba) mempunyai putra-putri 26 orang :
## Adipati Manduranegara
## '''[[Sutawijaya|Kanjeng Panembahan Senopati]]''' / Raden Sutawijaya (Sultan Mataram ke 1, pendiri, 1587-1601) menikah dengan 3 istri melahirkan putra-putri 14 orang :
### Gusti Kanjeng Ratu Pambayun / Retna Pembayun
### Pangeran Ronggo Samudra (Adipati Pati)
### Pangeran Puger / Raden Mas Kentol Kejuro (Adipati Demak)
### Pangeran Teposono
### Pangeran Purbaya / Raden Mas Damar
### Pangeran Rio Manggala
### Pangeran Adipati Jayaraga / (Raden Mas Barthotot)
### '''[[Panembahan Hanyakrawati|Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati/Panembahan Seda ing Krapyak]]''' (Sultan Mataram ke 2, 1601-1613) menikah dengan Ratu Tulung Ayu dan Dyah Banowati / Ratu Mas Hadi (Cicit dari Raden Joko Tingkir & Ratu Mas Cempaka), menurunkan putra-putri 12 orang :
#### '''[[Sultan Agung|Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (1593-1645)]]''', Sultan Mataram ke 3 (1613-1645) menikah dengan Permaisuri ke 1 Kanjeng Ratu Kulon / Ratu Mas Tinumpak (putri Panembahan Ratu Cirebon ke 4 setelah Sunan Gunung Jati), permaisuri ke 2 Kanjeng Ratu Batang / Ratu Ayu Wetan / Kanjeng Ratu Kulon mempunyai 9 orang putra-putri :
##### Raden Mas Sahwawrat / Pangeran Temenggong Pajang
##### Raden Mas Kasim / Pangeran Demang Tanpa Nangkil
##### Pangeran Ronggo Kajiwan
##### Gusti Ratu Ayu Winongan
##### Pangeran Ngabehi Loring Pasar
##### Pangeran Ngabehi Loring Pasar
##### '''[[Amangkurat I|Sunan Prabu Amangkurat Agung / Amangkurat I / Raden Mas Sayidin]]''' (Sultan Mataram ke 4, 1646-1677) wafat 13 Juli 1677 di Banyumas.
###### '''[[Amangkurat II|Sunan Prabu Mangkurat II / Sunan Amral / Raden Mas Rahmat]]''' (Sunan Kartasura ke 1, 1677-1703)
####### '''[[Amangkurat III|Sunan Prabu Amangkurat III]]''' (Sunan Kartasura ke 2, 1703-1705)
###### '''[[Pakubuwana I|Susuhunan Pakubuwono I / Pangeran Puger / Raden Mas Drajat]]''' (Sunan Kartasura ke 3, 1704-1719)
####### Raden Mas Sengkuk
####### '''[[Amangkurat IV|Prabu Amangkurat IV (Mangkurat Jawi)]] wafat 20 April 1726'''
######## '''[[Mangkunegara I|Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegara]]''' (Mangkunegara I, 1757-1795)
######## Gusti Raden Ayu Suroloyo, di Brebes
######## Gusti Raden Ayu Wiradigda
######## Gusti Pangeran Hario Hangabehi
######## Gusti Pangeran Hario Pamot
######## Gusti Pangeran Hario Diponegoro
######## Gusti Pangeran Hario Danupaya
######## ''' [[Pakubuwana II|Sri Susuhunan Pakubuwono II / Raden Mas Prabasuyasa]]''' (Sunan Surakarta ke 1, 1726-1742)
######## Gusti Pangeran Hario Hadinagoro
######## Gusti Kanjeng Ratu Maduretno, Garwa Pangeran Hindranata
######## Gusti Raden Ajeng Kacihing, Dewasa Sedho
######## Gusti Pangeran Hario Hadiwijoyo
######## Gusti Raden Mas Subronto, Wafat Dalam Usia Dewasa
######## Gusti Pangeran Hario Buminoto
######## '''[[Hamengkubuwana I|Pangeran Hario Mangkubumi Hamengku Buwono I]]''' (Sultan Yogyakarta Ke 1, 1717-1792)
######## Sultan Dandunmatengsari
######## Gusti Raden Ayu Megatsari
######## Gusti Raden Ayu Purubaya
######## Gusti Raden Ayu Pakuningrat di Sampang
######## Gusti Pangeran Hario Cokronegoro
######## Gusti Pangeran Hario Silarong
######## Gusti Pangeran Hario Prangwadono
######## Gusti Raden Ayu Suryawinata di Demak
######## Gusti Pangeran Hario Panular
######## Gusti Pangeran Hario Mangkukusumo
######## Gusti Raden Mas Jaka
######## Gusti Raden Ayu Sujonopuro
######## Gusti Pangeran Hario Dipawinoto
######## Gusti Raden Ayu Adipati Danureja I
####### Pangeran Diposonto / Ki Ageng Notokusumo
####### Raden Ayu Lembah
####### Raden Ayu Himpun
####### Raden Suryokusumo
####### Pangeran Blitar
####### Pangeran Dipanegara Madiun
####### Pangeran Purbaya
####### Kyai Adipati Nitiadiningrat I Raden Garudo (groedo)
####### Raden Suryokusumo
####### Tumenggung Honggowongso / Joko Sangrib (Kentol Surawijaya)
###### Gusti Raden Ayu Pamot
###### Pangeran Martosana
###### Pangeran Singasari
###### Pangeran Silarong
###### Pangeran Notoprojo
###### Pangeran Satoto
###### Pangeran Hario Panular
###### Gusti Raden Ayu Adip Sindurejo
###### Raden Ayu Bendara Kaleting Kuning
###### Gusti Raden Ayu Mangkuyudo
###### Gusti Raden Ayu Adipati Mangkupraja
###### Pangeran Hario Mataram
###### Bandara Raden Ayu Danureja / Bra. Bendara
###### Gusti Raden Ayu Wiromenggolo / R.Aj. Pusuh
##### Gusti Raden Ayu Wiromantri
##### Pangeran Danupoyo/Raden Mas Alit
#### Pangeran Mangkubumi
#### Pangeran Bumidirja
#### Pangeran Arya Martapura / Raden Mas Wuryah (1605-1688)
#### Ratu Mas Sekar / Ratu Pandansari
#### Kanjeng Ratu Mas Sekar
#### Pangeran Bhuminata
#### Pangeran Notopuro
#### Pangeran Pamenang
#### Pangeran Sularong / Raden Mas Chakra (wafat Desember 1669)
#### Gusti Ratu Wirokusumo
#### Pangeran Pringoloyo
### Gusti Raden Ayu Demang Tanpa Nangkil
### Gusti Raden Ayu Wiramantri
### Pangeran Adipati Pringgoloyo I (Bupati Madiun, 1595-1601)
### Ki Ageng Panembahan Djuminah/Pangeran Djuminah/Pangeran Blitar I (Bupati Madiun, 1601-1613)
### Pangeran Adipati Martoloyo / Raden Mas Kanitren (Bupati Madiun 1613-1645)
### Pangeran Tanpa Nangkil
## Pangeran Ronggo
## Nyai Ageng Tumenggung Mayang menikah dengan Kyai Ageng Tumenggung Mayang berputra 1 orang :
### Raden Pabelan (wafat 1587)
## Pangeran Hario Tanduran
## Nyai Ageng Tumenggung Jayaprana
## Pangeran Teposono
## Pangeran Mangkubumi
### Adipati Sukawati
### Bagus Petak Madiun
## Pangeran Singasari/Raden Santri
### Pangeran Blitar
## Raden Ayu Kajoran
## Pangeran Gagak Baning (Adipati Pajang, 1588-1591)
## Pangeran Pronggoloyo
## Nyai Ageng Haji Panusa, ing Tanduran
## Nyai Ageng Panjangjiwa
## Nyai Ageng Banyak Potro, ing Waning
## Nyai Ageng Kusumoyudo ing Marisi
## Nyai Ageng Wirobodro, ing Pujang
## Nyai Ageng Suwakul
## Nyai Ageng Mohamat Pekik ing Sumawana
## Nyai Ageng Wiraprana ing Ngasem
## Nyai Ageng Hadiguno ing Pelem
## Nyai Ageng Suroyuda ing Kajama
## Nyai Ageng Mursodo ing Silarong
## Nyai Ageng Ronggo ing Kranggan
## Nyai Ageng Kawangsih ing Kawangsen
## Nyai Ageng Sitabaya ing Gambiro
-->
 
Nama "Pamanahan" diambil dari tempat tinggalnya setelah dewasa, yaitu suatu tempat di utara Laweyan bernama [[Manahan, Banjarsari, Surakarta|Manahan]], sekarang menjadi kelurahan di [[Kota Surakarta]] yang dikenal sebagai kawasan pusat keolahragaan. Suatu petilasan berupa ''sendhang'' (kolam mata air) yang konon menjadi tempat Ki Ageng Pamanahan biasa membersihkan diri masih dapat ditemukan di Kampung Ngumbul. Atas prakarsa [[Poerbatjaraka|RM. Ng. Poerbatjaraka]], [[Mangkunagara VII]] membangun tembok yang mengelilingi tempat tersebut.<ref name=degraaf/>{{rp|21}}
== Peran awal ==
Menurut ''Babad Tanah Jawi'', sepeninggal [[Sultan Trenggana]] tahun 1546, [[Kesultanan Demak]] mengalami krisis politik akibat perebutan takhta. Putranya yang naik takhta, bergelar [[Sunan Prawata]], tewas dibunuh atas perintah sepupunya sendiri, yaitu [[Arya Penangsang]], adipati [[Kadipaten Jipang|Jipang]]. Arya Penangsang, yang didukung [[Sunan Kudus]], juga membunuh Pangeran Hadiri, suami [[Ratu Kalinyamat]] (Jepara), putri Sultan Trenggana. Sejak itu, Ratu Kalinyamat memilih hidup bertapa di Gunung Danaraja (kompleks [[Gunung Muria]]) menunggu kematian Arya Penangsang.
 
Setelah membuka hutan Mentaok, ia dijuluki sebagai Kyai Gede Mataram. Bersama putra dan para pengikutnya, ia membuka hutan tersebut menjadi sebuah permukiman. Peristiwa "Babad Alas Mentaok" ini populer dalam lakon-lakon panggung [[ketoprak (seni budaya)|ketoprak]] Mataraman di masa kini. Daerah tersebut sekarang terletak di [[Kotagede, Yogyakarta]]. Permukiman baru ini lalu menjadi pusat pemerintahan baru ketika Kerajaan Pajang mulai runtuh.
Tidak cukup itu saja, Arya Penangsang juga mengirim utusan untuk membunuh [[Hadiwijaya]] di [[Pajang]] tetapi gagal. [[Sunan Kudus]] pura-pura mengundang keduanya untuk berdamai. [[Hadiwijaya]] datang ke [[Kudus]] dikawal Ki Pamanahan. Pada kesempatan itu, Ki Pamanahan berhasil menyelamatkan [[Hadiwijaya]] dari jebakan yang sudah dipersiapkan [[Sunan Kudus]].
 
== Peran awal ==
Dalam perjalanan pulang, [[Hadiwijaya]] singgah ke Gunung Danaraja menemui Ratu Kalinyamat. Ki Pamanahan bekerja sama dengan Ratu Kalinyamat membujuk [[Hadiwijaya]] supaya bersedia menghadapi Arya Penangsang. Sebagai imbalan, Ratu Kalinyamat memberikan cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.
Sepeninggal [[Sultan Trenggana]] tahun 1546, [[Kesultanan Demak]] mengalami krisis politik akibat perebutan takhta. Ia digantikan putranya yang naik takhta, bergelar [[Sunan Prawata]]. Ia tewas dibunuh atas perintah sepupunya sendiri, yaitu [[Arya Panangsang]], dari [[Jipang, Cepu, Blora|Jipang]]. Arya Panangsang juga membunuh Sultan Hadlirin, suami [[Ratu Kalinyamat]], putri Sultan Trenggana.
<!--
== Adipati Mataram ==
Perkembangan sejarah masuknya Agama Islam di Surakarta, tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Ki Ageng Henis. Mulanya Laweyan merupakan perkampungan masyarakat yang beragama Hindu Jawa. Ki Ageng Beluk, sahabat Ki Ageng Henis, adalah tokoh masyarakat Laweyan saat itu. Ia menganut agama Hindu, tetapi karena dakwah yang dilakukan oleh Ki Ageng Henis, Ki Ageng Beluk menjadi masuk Islam. Ki Ageng Beluk kemudian menyerahkan bangunan pura Hindu miliknya kepada Ki Ageng Henis untuk diubah menjadi Masjid Laweyan.
 
Arya Panangsang juga mengirim utusan untuk menumpas [[Sultan Adiwijaya]] di [[Pajang]] namun gagal. Panembahan Kudus bersiasat mengundang keduanya untuk berdamai. Adiwijaya akhirnya menerima tawaran tersebut ke [[Kudus]] didampingi Pamanahan. Pada kesempatan itu, Pamanahan berhasil menyelamatkan Adiwijaya dari siasat yang ternyata sebuah jebakan.
Kerajaan Mataram Islam dirintis oleh tokoh-tokoh keturunan [[Bondan Kejawan|Raden Bondan Kejawan]] putra [[Bhre Kertabhumi]]. Tokoh utama Perintis Kesultanan Mataram adalah Ki Ageng Pamanahan, Ki Juru Martani, dan Ki Panjawi. <!--Disamping itu banyak perintis lainnya yang dianggap berjasa besar terhadap terbentuknya Kesultanan Mataram seperti : [[Bondan Kejawan]], [[Ki Ageng Wonosobo]], [[Ki Ageng Getas Pandawa]], [[Nyai Ageng Ngerang]] dan [[Ki Ageng Ngerang]], [[Ki Ageng Made Pandan]], [[Ki Ageng Saba]], [[Ki Ageng Pakringan]], [[Ki Ageng Sela]], [[Ki Ageng Enis]] dan tokoh lainnya dari keturunanan masing-masing. Mereka berperan sebagai leluhur Raja-raja Mataram yang mewarisi nama besar keluarga keturunan [[Brawijaya]] majapahit yang keturunannya menduduki tempat terhormat dimata masyarakat dengan menyandang nama '''Ki, Ki Gede, Ki Ageng' Nyai Gede, Nyai Ageng''' yang memiliki arti : ''tokoh besar keagamaan dan pemerintahan yang dihormati yang memiliki kelebihan, kemampuan dan sifat-sifat kepemimpinan masyarakat''.
 
Adiwijaya segan memerangi Arya Penangsang karena masih sama-sama anggota keluarga Demak. Ia kemudian membuat sayembara, untuk menumpas Arya Panangsang dan yang berhasil memenangkan sayembara tersebut akan diberi sebuah tanah perdikan. Pamanahan dan [[Ki Panjawi]] mengikuti sayembara atas dorongan [[Ki Juru Martani]] (kakak ipar Pamanahan). Putra Pamanahan yang bernama Sutawijaya ikut serta membantunya. Perang antara pasukan Pajang dan Arya Panangsang terjadi di dekat Bengawan Sore. Berkat siasat Ki Juru Martani, Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya.
Ada beberapa fakta yang menguatkan mereka dianggap sebagai perintis Kesultanan Mataram yaitu :
 
Ki Juru Martani menyampaikan laporan palsu kepada Adiwijaya bahwa Arya Panangsang tewas oleh Pamanahan dan Panjawi. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari jika sebenarnya yang menumpas Arya Panangsang adalah Sutawijaya yang merupakan anak angkat Adiwijaya.
* '''Fakta 1''' : Tokoh-tokoh perintis tersebut adalah keturunan ke 1 sampai dengan ke 6 raja Majapahit terakhir '''[[Bhre Kertabhumi]] yang bergelar [[Brawijaya]] V''', yang sudah dapat dipastikan masih memiliki pengaruh baik dan kuat terhadap Kerajaan yang memerintah maupun terhadap masyarakat luas;
* '''Fakta 2''' : Tokoh-tokoh tersebut adalah keturunan Silang/Campuran dari Walisongo beserta leluhurnya yang terhubung langsung kepada Imam '''[[Husain bin Ali]]''' bin '''[[Abu Thalib]]''', yang sudah dapat dipastikan mendapatkan bimbingan ilmu keagamaan (Islam) berikut ilmu pemerintahan ala [[khilafah]] / kekhalifahan islam jajirah Arab. Hal ini terbukti dalam aktivitas keseharian mereka juga sering berdakwah dari daerah satu ke daerah lainnya dengan mendirikan banyak Masjid, Surau dan Pesantren;
* '''Fakta 3''' : Para perintis tersebut pada dasarnya adalah '''"Misi"''' yang dipersiapkan oleh para Seikh dan para Wali (Wali-7 dan Wali-9) termasuk '''para Al-Maghrobi''' yang bertujuan "mengislamkan Tanah Jawa" secara sistematis dan berkelanjutan dengan cara menyatu dengan garis keturunan kerajaan.
* '''Fakta 4''' : Suksesi [[Kesultanan Demak]] ke [[Kesultanan Pajang]] kemudian menjadi [[Kesultanan Mataram]] pada dasarnya adalah kesinambungan dari "Misi" sesuai Fakta 3, seperti juga yang terjadi dengan Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Sumedang Larang, Kerajaan Talaga Majalengka dan Kerajaan Surasoan Banten, di luar adanya perebutan kekuasaan.
<br />
Dengan demikian dari keempat fafta di atas, jelas sudah bahwa terbentuknya Kesultanan Mataram pada khususnya dan Kesultanan Islam di Jawa pada umumnya merupakan strategi yang dipersiapkan oleh para Syeikh dan para Wali untuk mempercepat menyebarnya Islam di Tanah Jawa, sehingga salah satu persyaratan pembentukan Kesultanan Islam baik di Jawa maupun di daerah lainnya harus mendapatkan "Legitimasi/Pengesahan" dari Mekah dan/atau Turki, jalur untuk keperluan tersebut dimiliki oleh para "Ahlul Bait" seperti para Seikh dan para Wali.
-->
 
== MelawanMerintis Arya PenangsangMataram ==
Sultan Adiwijaya memberikan hadiah sayembara berupa tanah perdikan. Ki Panjawi mandapat daerah [[Pati]] yang saat itu sudah berwujud kota. Sedangkan Ki Pamanahan, merasa lebih tua mengalah dan memilih daerah Mentaok yang masih berupa hutan lebat.
[[Hadiwijaya]] segan memerangi [[Arya Penangsang]] karena masih sama-sama anggota keluarga [[Kesultanan Demak]]. Maka, ia pun mengumumkan sayembara, barang siapa bisa membunuh [[Arya Penangsang]] akan mendapatkan hadiah tanah [[Mataram]] dan [[Pati]].
 
Mentaok merupakan bekas daerah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno yang telah runtuh. Seiring berjalannya waktu, daerah tersebut makin sepi dan akhirnya tertutup hutan lebat. Masyarakat menyebut hutan yang menutupi daerah tersebut dengan nama [[Alas Mentaok]].
Ki Pamanahan dan Ki Penjawi mengikuti sayembara atas desakan [[Ki Juru Martani]] (kakak ipar Ki Pamanahan). Putra Ki Pamanahan yang juga anak angkat [[Hadiwijaya]], bernama [[Sutawijaya]] ikut serta. [[Hadiwijaya]] tidak tega sehingga memberikan pasukan [[Pajang]] untuk melindungi [[Sutawijaya]].
 
Setelah kematian Arya Panangsang tahun 1549, Adiwijaya dilantik menjadi raja baru penerus [[Kesultanan Demak]]. Pusat kerajaan dipindahkan ke [[Pajang]], ke arah pedalaman. Pada acara pelantikan, [[Sunan Prapen]] (cucu [[Sunan Giri]]), meramalkan kelak di daerah Mentaok akan berdiri sebuah kerajaan yang lebih besar dari Pajang.
Perang antara pasukan Ki Pamanahan dan [[Arya Penangsang]] terjadi di dekat Bengawan Sore. Berkat siasat cerdik yang disusun [[Ki Juru Martani]], [[Arya Penangsang]] tewas di tangan [[Sutawijaya]].
 
Ramalan tersebut membuat [[Sultan Adiwijaya]] resah. Sehingga penyerahan tanah perdikan Mentaok kepada Pamanahan tertunda sampai tahun 1556. Hal ini diketahui oleh [[Sunan Kalijaga]], guru mereka. Keduanya pun dipertemukan. Dengan disaksikan Sunan Kalijaga, Ki Pamanahan bersumpah akan selalu setia kepada Sultan Adiwijaya.
[[Ki Juru Martani]] menyampaikan laporan palsu kepada [[Hadiwijaya]] bahwa [[Arya Penangsang]] mati dibunuh Ki Pamanahan dan Ki Penjawi. Apabila yang disampaikan adalah berita sebenarnya, maka dapat dipastikan [[Hadiwijaya]] akan lupa memberi hadiah sayembara mengingat [[Sutawijaya]] adalah anak angkatnya.
 
Maka sejak tahun 1556 itu, Pamanahan beserta keluarganya, termasuk [[Ki Juru Martani]], pindah ke Mentaok dan membuka pemukiman yang semakin berkembang yang kemudian disebut Kotagede. Pamanahan menjadi pemimpin pertama bergelar ''Kiyai Gede Mataram''. Adapun status Mataram adalah tanah perdikan atau daerah otonom yang bebas pajak, di mana Kiyai Gede Mataram hanya memiliki kewajiban menghadap saja kepada Sultan Adiwijaya.
== Membuka Mataram ==
[[Hadiwijaya]] memberikan hadiah berupa tanah [[Mataram]] dan [[Pati]]. Ki Pamanahan yang merasa lebih tua mengalah memilih [[Mataram]] yang masih berupa hutan lebat, sedangkan Ki Penjawi mandapat daerah [[Pati]] yang saat itu sudah berwujud kota.
 
Kiyai Gede Mataram memimpin Mataram hingga meninggal pada tahun 1584 dan dimakamkan di [[Pasarean Mataram]]. Ia digantikan putranya, yaitu [[Sutawijaya]] sebagai pemimpin selanjutnya. Kelak Sutawijaya menjadi raja Mataram pertama bergelar Panembahan Senapati, yang memerdekakan diri dari Pajang.
Bumi [[Mataram]] adalah bekas kerajaan kuno yang runtuh tahun 929. Seiring berjalannya waktu, daerah ini semakin sepi sampai akhirnya tertutup hutan lebat. Masyarakat menyebut hutan yang menutupi [[Mataram]] dengan nama [[Alas Mentaok]].
 
== Referensi ==
Setelah kematian [[Arya Penangsang]] tahun 1549, [[Hadiwijaya]] dilantik menjadi raja baru penerus [[Kesultanan Demak]]. Pusat kerajaan dipindah ke [[Pajang]], di daerah pedalaman. Pada acara pelantikan, [[Sunan Prapen]] cucu ([[Sunan Giri]]) meramalkan kelak di daerah [[Mataram]] akan berdiri sebuah kerajaan yang lebih besar daripada [[Pajang]].
=== Kutipan ===
 
{{reflist|2}}
Ramalan tersebut membuat [[Sultan Hadiwijaya]] resah. Sehingga penyerahan Alas Mentaok kepada Ki Pamanahan ditunda-tunda sampai tahun 1556. Hal ini diketahui oleh [[Sunan Kalijaga]], guru mereka. Keduanya pun dipertemukan. Dengan disaksikan [[Sunan Kalijaga]], Ki Pamanahan bersumpah akan selalu setia kepada [[Sultan Hadiwijaya]].
=== Sumber ===
 
* Graaf, H.J. de. 1985. Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senapati. Seri Terjemahan Javanologi nr. 3. Terjemah dari KITLV. 1954. De Regering van Senapati Ingalaga. Grafiti Pers. Jakarta
Maka sejak tahun 1556 itu, Ki Pamanahan sekeluarga, termasuk [[Ki Juru Martani]], pindah ke [[Hutan Mentaok]], yang kemudian dibuka menjadi desa [[Mataram]]. Ki Pamanahan menjadi kepala desa pertama bergelar Ki Ageng Mataram. Adapun status desa [[Mataram]] adalah desa perdikan atau daerah bebas pajak, di mana Ki Ageng Mataram hanya punya kewajiban menghadap saja.
 
''[[Babad Tanah Jawi]]'' juga mengisahkan keistimewaan lain yang dimiliki Ki Ageng Pamanahan selaku leluhur raja-raja [[Mataram]]. Konon, sesudah membuka desa [[Mataram]], Ki Pamanahan pergi mengunjungi sahabatnya di desa Giring. Pada saat itu Ki Ageng Giring baru saja mendapatkan buah kelapa muda bertuah yang jika diminum airnya sampai habis, si peminum akan menurunkan raja-raja [[Jawa]].
 
Ki Pamanahan tiba di rumah Ki Ageng Giring dalam keadaan haus. Ia langsung menuju dapur dan menemukan kelapa muda ajaib itu. Dalam sekali teguk, Ki Pamanahan menghabiskan airnya. Ki Giring tiba di rumah sehabis mandi di sungai. Ia kecewa karena tidak jadi meminum air kelapa bertuah tersebut. Namun, akhirnya Ki Ageng Giring pasrah pada takdir bahwa Ki Ageng Pamanahan yang dipilih [[Tuhan]] untuk menurunkan raja-raja [[pulau Jawa]], meski demikian Ki Ageng Giring menyampaikan keinginan kepada Ki Ageng Pemanahan agar salah seorang anak turunnya kelak bisa turut menjadi raja di Mataram.
 
Dari musyawarah diperoleh kesepakatan bahwa keturunan Ki Ageng Giring akan diberi kesempatan menjadi raja tanah Jawa pada keturunan yang ketujuh.<ref>[http://joglosemar.co/2015/05/apa-isi-perjanjian-ki-ageng-pamanahan-dengan-ki-ageng-giring-yang-diputus-sultan-hb-x.html Joglo Semar - Apa isi Perjanjian ki Ageng Pamanahan dengan Ki Ageng Giring yang diputus Sultan HB X]</ref>
 
Ki Ageng Pamanahan memimpin desa [[Mataram]] sampai meninggal tahun 1584. Ia digantikan putranya, yaitu [[Sutawijaya]] sebagai pemimpin desa selanjutnya.Kelak [[Sutawijaya]] menjadi raja [[Mataram Islam]] yang pertama dengan nama [[Panembahan Senopati]].
 
== Kepustakaan ==
 
* [http://www.babadbali.com/babad/silsilah.php?id=550933&pr=babadpage|Silsilah Silsilah Ki Ageng Pamanahan versi Mangkunegaran]
* [http://www.royalark.net/Indonesia/solo2.htm The Kartasura Dinasty - Genealogy, Christopher Buyers, October 2001 - September 2008]
* [[Penyebaran Islam di Nusantara]]
* [[Ahmad al-Muhajir|Imam Leluhur Seikh dan Wali Nusantara]]
* [[Husain bin Ali|Jalur Keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Husain bin Ali]]
* [http://kanzunqalam.com/2010/08/31/maulana-husain-pelopor-dakwah-nusantara/ Maulana Pelopor Dakwah Nusantara]
* [http://padepokankraton1000.wordpress.com/2012/10/21/berbagai-versi-cerita-tentang-jaka-tarub-kidang-telangkas/ Beberapa versi Asal usul Jaka Tarub]
* [http://ketoprakjawa.wordpress.com/2011/06/25/jaman-mataram-islam-1-kiageng-penjawi/ Ki Ageng Penjawi]
* [http://www.karatonsurakarta.com/sejarah.html Sejarah Singkat Keraton-Keraton Lama Jawa]
* ''[[Babad Tanah Jawi]]''. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
* H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. ''Kerajaan Islam Pertama di Jawa''. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
* Purwadi. (2007). ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
 
{{DEFAULTSORT:Ki Ageng Pamanahan}}
== Referensi ==
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
 
[[Kategori:Tokoh dari Grobogan]]
{{reflist}}
 
----
{{start box}}
{{s-ach}}
{{succession box |
before=[[Ki Ageng Enis]] |
title=[[Perintis Kesultanan Mataram]] |
years=1478-1587 |
after=[[Panembahan Senapati|Sutawijaya]]
}}
{{end box}}
 
<noinclude>
 
[[Kategori:Sunan Surakarta]]
[[Kategori:Meninggal usia 56]]
[[Kategori:Tokoh dari Surakarta]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Kesultanan Mataram]]
[[Kategori:Tokoh Yogyakarta]]
[[Kategori:Tokoh muslim-Kiai]]