Sangkuriang (legenda): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: tetapi (di awal kalimat) → namun |
|||
(56 revisi perantara oleh 32 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{nofootnotes}}
[[Berkas:Sangkuriang1-300x197.jpg|
'''
Legenda Sangkuriang awalnya merupakan tradisi lisan. Rujukan tertulis mengenai legenda ini ada pada naskah [[Bujangga Manik]] yang ditulis pada daun [[lontar]] yang berasal dari akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16 Masehi. Dalam naskah tersebut ditulis bahwa Pangeran Jaya Pakuan alias Pangeran [[Bujangga Manik]] atau Ameng Layaran mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di [[pulau Jawa]] dan [[pulau Bali]] pada akhir abad ke-15.
Setelah melakukan perjalanan panjang, Bujangga Manik tiba di tempat yang sekarang menjadi
::''Leumpang aing ka baratkeun'' (Aku berjalan ke arah barat)
::''Datang ka Bukit Patenggeng'' (
::''Sakakala Sang Kuriang'' (tempat legenda Sang Kuriang)
::''Masa
::''Burung tembey kasiangan'' (
== Ringkasan cerita ==
Awalnya diceritakan di kahyangan ada sepasang dewa dan dewi yang berbuat kesalahan, maka oleh Sang Hyang Tunggal mereka dikutuk turun ke bumi dalam wujud hewan. Sang dewi berubah menjadi [[babi hutan]] (celeng) bernama Celeng Wayung Hyang (atau Wayungyang), sedangkan sang dewa berubah menjadi [[anjing]] bernama si Tumang. Mereka harus turun ke bumi menjalankan hukuman dan bertapa mohon pengampunan agar dapat kembali ke wujudnya menjadi dewa-dewi kembali.
Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara tengah pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun ''caring'' ([[keladi]] hutan), dalam versi lain disebutkan air kemih sang raja tertampung dalam batok kelapa. Seekor babi hutan betina bernama Celeng Wayung Hyang yang tengah bertapa sedang kehausan, ia kemudian tanpasengaja meminum air seni sang raja tadi. Wayung Hyang secara ajaib hamil dan melahirkan seorang bayi yang cantik, karena pada dasarnya ia adalah seorang dewi. Bayi cantik itu ditemukan di tengah hutan oleh sang raja yang tidak menyadari bahwa ia adalah putrinya. Bayi perempuan itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang amat cantik jelita. Banyak para raja dan pangeran yang ingin meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima.
Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas permintaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik menenun kain, torompong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah bale-bale. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya, jika perempuan akan dijadikan saudarinya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Akibat perkataannya itu Dayang Sumbi harus memegang teguh persumpahan dan janjinya, maka ia pun harus menikahi si Tumang. Karena malu, kerajaan mengasingkan Dayang Sumbi ke hutan untuk hidup hanya ditemani si Tumang. Pada malam bulan purnama, si Tumang dapat kembali ke wujud aslinya sebagai dewa yang tampan, Dayang Sumbi mengira ia bermimpi bercumbu dengan dewa yang tampan yang sesungguhnya adalah wujud asli si Tumang. Maka Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang kuat dan tampan.▼
▲Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas permintaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit
Suatu ketika Dayang Sumbi tengah mengidamkan makan hati menjangan, maka ia memerintahkan Sangkuriang ditemani si Tumang untuk berburu ke hutan. Setelah sekian lama Sangkuriang berburu, tetapi tidak nampak hewan buruan seekorpun. Hingga akhirnya Sangkuriang melihat seekor babi hutan yang gemuk melarikan diri. Sangkuriang menyuruh si Tumang untuk mengejar babi hutan yang ternyata adalah Celeng Wayung Hyang. Karena si Tumang mengenali Celeng Wayung Hyang adalah nenek dari Sangkuriang sendiri maka si Tumang tidak menurut. Karena kesal Sangkuriang menakut-nakuti si Tumang dengan panah, akan tetapi secara tak sengaja anak panah terlepas dan si Tumang terbunuh tertusuk anak panah. Sangkuriang bingung, lalu karena tak dapat hewan buruan maka Sangkuriang pun menyembelih tubuh si Tumang dan mengambil hatinya. Hati si Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si Tumang, suaminya sendiri, maka kemarahannya pun memuncak serta-merta kepala Sangkuriang dipukul dengan sendok yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga terluka.▼
▲Suatu ketika Dayang Sumbi tengah mengidamkan makan hati menjangan ([[rusa]]), maka ia memerintahkan Sangkuriang ditemani si Tumang untuk berburu ke hutan. Setelah sekian lama Sangkuriang berburu, tetapi tidak
Sangkuriang ketakutan dan lari meninggalkan rumah. Dayang Sumbi yang menyesali perbuatannya telah mengusir anaknya, mencari dan memanggil-manggil Sangkuriang ke hutan memohonnya untuk segera pulang, akan tetapi Sangkuriang telah pergi. Dayang Sumbi sangat sedih dan memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar kelak dipertemukan kembali dengan anaknya. Untuk itu Dayang Sumbi menjalankan tapa dan laku hanya memakan tumbuh-tumbuhan dan sayuran mentah (lalapan). Sangkuriang sendiri pergi mengembara mengelilingi dunia. Sangkuriang pergi berguru kepada banyak pertapa sakti, sehingga Sangkuriang kini bukan bocah lagi, tetapi telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat, sakti, dan gagah perkasa. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat Dayang Sumbi, ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenali bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Karena Dayang Sumbi melakukan tapa dan laku hanya memakan tanaman mentah, maka Dayang Sumbi menjadi tetap cantik dan awet muda. Dayang Sumbi pun mulanya tidak menyadari bahwa sang ksatria tampan itu adalah putranya sendiri. Lalu kedua insan itu berkasih mesra. Saat Sangkuriang tengah bersandar mesra dan Dayang Sumbi menyisir rambut Sangkuriang, tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah putranya, dengan tanda luka di kepalanya, bekas pukulan sendok Dayang Sumbi. Walau demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi sekuat tenaga berusaha untuk menolak. Maka ia pun bersiasat untuk menentukan syarat pinangan yang tak mungkin dipenuhi Sangkuriang. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan membendung [[sungai Citarum]]. Sangkuriang menyanggupinya.▼
▲
Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung Bukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan menjadi Gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang (makhluk halus), bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar niat Sangkuriang tidak terlaksana. Dayang Sumbi menebarkan helai kain ''boeh rarang'' (kain putih hasil tenunannya), maka kain putih itu bercahaya bagai fajar yang merekah di ufuk timur. Para guriang makhluk halus anak buah Sangkuriang ketakutan karena mengira hari mulai pagi, maka merekapun lari menghilang bersembunyi di dalam tanah. Karena gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi, Sangkuriang menjadi gusar dan mengamuk. Di puncak kemarahannya, bendungan yang berada di [[Sanghyang Tikoro]] dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi [[Gunung Manglayang]]. Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi [[Gunung Tangkuban Perahu]].▼
▲Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon besar yang tumbuh di
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang lari menghindari kejaran anaknya yang telah kehilangan akal sehatnya itu. Dayang Sumbi hampir tertangkap oleh Sangkuriang di [[Gunung Putri]] dan ia pun memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar menyelamatkannya, maka Dayang Sumbi pun berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke alam gaib (''ngahiyang'').▼
▲Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang
== Kesesuaian dengan fakta geologi ==
Legenda Sangkuriang sesuai dengan fakta geologi terciptanya [[Danau Bandung]] dan
Penelitian geologis mutakhir menunjukkan bahwa sisa-sisa danau purba sudah berumur 125 ribu tahun. Danau tersebut mengering lk. 16.000 tahun yang lalu.
Telah terjadi dua letusan [[Gunung Sunda]] purba dengan tipe letusan Plinian masing-masing sekitar 105.000 dan 55.000-50.000 tahun yang lalu. Letusan plinian kedua telah meruntuhkan kaldera Gunung Sunda purba sehingga menciptakan Gunung Tangkuban Parahu, [[Gunung Burangrang]] (disebut juga Gunung Sunda), dan [[Gunung
Adalah sangat mungkin bahwa orang Sunda purba telah menempati dataran tinggi Bandung dan menyaksikan letusan Plinian kedua yang menyapu pemukiman sebelah barat [[Ci Tarum]] (utara dan barat laut Bandung) selama periode letusan pada 55.000-50.000 tahun yang lalu saat Gunung Tangkuban Parahu tercipta dari sisa-sisa Gunung Sunda purba. Masa ini adalah masanya ''[[Homo sapiens]]''; mereka telah teridentifikasi hidup di [[Australia]] selatan pada 62.000 tahun yang lalu, semasa dengan Manusia
== Sangkuriang dan Falsafah Sunda ==
Menurut [[Hidayat Suryalaga]], legenda atau sasakala Sangkuriang dimaksudkan sebagai cahaya pencerahan (Sungging Perbangkara) bagi siapa pun manusianya (tumbuhan ''cariang'') yang masih bimbang akan keberadaan dirinya dan berkeinginan menemukan jatidiri
Walau demikian ternyata penyatuan antara Sang Ego Rasio (Sangkuriang) dengan Sang Nurani yang tercerahkan (Dayang Sumbi), tidak semudah yang diperkirakan. Berbekal ilmu pengetahuan yang telah dikuasainya Sang Ego Rasio (Sangkuriang) harus mampu membuat suatu kehidupan sosial yang dilandasi kasih sayang,
Betapa mengenaskan, bila ternyata harapan untuk bersatunya Sang Ego Rasio dengan Sang Nurani yang tercerahkan (hampir terjadi perkawinan Sangkuriang dengan Dayang Sumbi), gagal karena keburu hadir sang titik akhir, akhir hayat dikandung badan (boeh rarang atau kain kafan). Akhirnya suratan takdir yang menimpa Sang Ego Rasio hanyalah rasa menyesal yang teramat sangat dan marah kepada “dirinya”. Maka ditendangnya keegoisan rasio dirinya, jadilah seonggok manusia transendental tertelungkup meratapi kemalangan yang menimpa dirinya (Gunung Tangkubanparahu).
Walau demikian lantaran sang Ego Rasio masih merasa penasaran, dikejarnya terus Sang Nurani yang tercerahkan dambaan dirinya (Dayang Sumbi) dengan harapan dapat luluh bersatu antara Sang Ego Rasio dengan Sang Nurani.
Akhir kisah yaitu ketika datangnya kesadaran berakhirnya kepongahan rasionya (Ujungberung). Dengan kesadarannya pula, dicabut dan dilemparkannya sumbat dominasi keangkuhan rasio (gunung Manglayang). Maka kini terbukalah saluran proses berkomunikasi yang santun dengan siapa pun (''Sanghyang Tikoro'' atau tenggorokan;
== Referensi ==
Baris 55 ⟶ 57:
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://budaya-indonesia.org/iaci/Legenda_Sangkuriang Legenda Sangkuriang di situs web Budaya Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20101024084622/http://www.budaya-indonesia.org/iaci/Legenda_Sangkuriang |date=2010-10-24 }}
* {{id}} [http://www.beritabudaya.com/2010/07/eksotika-wisata-legenda-sangkuriang/ Eksotika wisata legenda Sangkuring di situs web Berita Budaya] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110511015715/http://www.beritabudaya.com/2010/07/eksotika-wisata-legenda-sangkuriang/ |date=2011-05-11 }}
{{Dongeng}}▼
{{Indonesia|navbar=plain|prefix=:Kategori:Cerita rakyat dari|title=Daftar cerita rakyat di Indonesia menurut provinsi (kategori)|image=}}▼
[[Kategori:Legenda]]
[[Kategori:Budaya Sunda]]
[[Kategori:Cerita rakyat
[[Kategori:Cerita rakyat Sunda]]
▲{{Dongeng}}
▲{{Indonesia|navbar=plain|prefix=:Kategori:Cerita rakyat dari|title=Daftar cerita rakyat di Indonesia menurut provinsi (kategori)|image=}}
|