Seni rupa Buddhisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Faredoka (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(26 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Untuk|seni rupa Para Buddha secara khusus|Buddharūpa}}[[Berkas:Prajnaparamita Java Side Detail.JPG|jmpl|ka|300px|Arca [[Bodhisatwa]]dewi [[Prajnaparamita|Prajñāpāramitā]], salah satu mahakarya seni rupa Buddha dari Jawa. Kini dipamerkan di [[Museum Nasional Indonesia]], Jakarta]]
{{Buddhisme|budaya}}
'''Seni rupa BuddhaBuddhisme''', '''Rupang Buddhis''' ([[Bahasa Pali|Pāli]]: ''rūpaṁ''), atau '''Seni Buddhis''' adalah [[seni rupa]] yang dipengaruhi ajaran [[Agama BuddhaBuddhisme]]. Karya seni ini meliputi beberapa media seperti: [[arca]], [[relief]], dan [[lukisan]] yang menampilkan [[Buddha]], [[bodhisatwa]], dan entitas lainnya; tokoh-tokoh Buddhis yang terkenal, baik tokoh sejarah atau punataupun tokoh mitologis; adegan kisah kehidupan para tokoh Buddhis; benda-benda yang dikaitkan dengan praktik ritual Buddha seperti [[wajra]], [[genta]], dan [[stupa]]; [[mandala]] dan media pencitraan lainnya; arsitektur [[candi]] dan [[wihara]] Buddha, juga termasuk seni rupa Buddha.<ref>{{cite web|author=Buddha Net|title=Buddhist Art & Architecture|url=http://www.buddhanet.net/gallery.htm|publisher=buddhanet.net|accessdate=2 Februari 2014}}</ref>
 
Seni rupa Buddha berasal dari [[anak benua India]] berdasarkan sejarah kisah kehidupan dan ajaran [[Gautama Buddha|Siddhartha Gautama]], pada abad ke-6 sampai ke-5 SM, berkembang dan berevolusi karena bersentuhan dengan budaya lain, kemudian menyebar ke sebagian besar wilayah benua [[Asia]] dan dunia.<ref name="Art History">{{cite book|author=Boundless|title=Art History, Volume II: 1400-present|url=http://books.google.co.id/books?id=Ra7pAAAAQBAJ&pg=PA232&dq=art+history+buddhist+art&hl=id&sa=X&ei=DCTnUrG4Osm5lQWRgoGYCg&ved=0CDQQ6AEwBg#v=onepage&q=art%20history%20buddhist%20art&f=false|page=232-234|publisher=Boundless|date=23 Agustus 2013|isbn=9781940464268|accessdate=28 Januari 2014|archive-date=2014-02-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20140219120446/http://books.google.co.id/books?id=Ra7pAAAAQBAJ&pg=PA232&dq=art+history+buddhist+art&hl=id&sa=X&ei=DCTnUrG4Osm5lQWRgoGYCg&ved=0CDQQ6AEwBg#v=onepage&q=art%20history%20buddhist%20art&f=false|dead-url=yes}}</ref>
 
Seni rupa Buddha tumbuh mengikuti penyebaran penganutnya sesuai dengan perkembangan ajaran [[dharma]]. Dari India seni rupa Buddha menyebar ke utara memasuki [[Asia Tengah]], dan kemudian berkembang ke [[Asia Timur]] membentuk cabang utara seni rupa Buddha. Seni rupa Buddha juga berkembang ke arah timur, dari India menuju [[Asia Tenggara]] dan kemudian membentuk cabang selatan seni rupa Buddha.<ref name="Art History"/> Di luar India, seni rupa ini diterapkan, diadaptasi, dan berkembang sedemikian rupa sesuai dengan gaya negara-negara yang mengembangkannya. Di India, seni rupa Buddha berkembang dan kemudian memengaruhi perkembangan seni rupa Hindu dan [[Jainisme|Jaina]], hingga kemundurannya pada abad ke-10 akibat pesatnya perkembangan agama Hindu dan Islam di India.
Baris 27:
Perwujudan manusia Buddha mulai muncul pada abad pertama masehi di [[India Utara]]. Dua pusat perkembangan kesenian Buddha adalah di [[Gandhara]], kini terletak di [[Khyber Pakhtunkhwa|Provinsi perbatasan Barat Laut]] di [[Pakistan]], dan di kawasan Mathura, [[Uttar Pradesh]], di pusat India Utara.
 
Seni rupa Gandhara diuntungkan karena selama berabad-abad bersentuhan dengan [[Yunani Kuno|kebudayaan Yunani]] sejak penaklukan [[Aleksander Agung]] pada tahun 332 SM. Tumbuhnya kerajaan Yunani-Baktria dan kerajaan Indo-Yunani mendorong tumbuhnya [[Seni Buddha-Yunani]]. Arca-arca Buddha dari Gandhara menampilkan pengaruh artistik Yunani, dan disebutkan bahwa gagasan "[[setengah dewa|manusia-dewa]]" sesungguhnya diilhami oleh budaya [[Mitologi Yunani]].<ref name="AsianArt">{{cite book|Author=MobileReference|title=Asian Art, Mobi History Series|author=|url=http://books.google.co.id/books?id=NWJI4bK9kQ8C&pg=PT87&lpg=PT87&dq=man-god+greco+Buddha&source=bl&ots=KTa4yTVew8&sig=OafTfvx3i1sX6PMlkm18ZR7cXjk&hl=id&sa=X&ei=R4HnUuj1Fs6xrgfShIGADg&ved=0CC4Q6AEwADgK#v=onepage&q=man-god%20greco%20Buddha&f=false|publisher=MobileReference|isbn=9781605011875|date= 1 Jan 2007|accessdate=28 Januari 2014|archive-date=2014-02-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20140219115715/http://books.google.co.id/books?id=NWJI4bK9kQ8C&pg=PT87&lpg=PT87&dq=man-god+greco+Buddha&source=bl&ots=KTa4yTVew8&sig=OafTfvx3i1sX6PMlkm18ZR7cXjk&hl=id&sa=X&ei=R4HnUuj1Fs6xrgfShIGADg&ved=0CC4Q6AEwADgK#v=onepage&q=man-god%20greco%20Buddha&f=false|dead-url=yes}}</ref> Sebagai contoh, [[Herakles]] dengan jubah dan cawat kulit singa (dewa pelindung Demetrius I dari Baktria) "dijadikan sebagai model penggambaran bodhisatwa [[Wajrapani]], pengawal Buddha."<ref>Foltz, ''Religions of the Silk Road'', p. 44</ref>{{efn|Pengaruh Yunani dalam kesenian Buddhis dapat dilihat dari penggambaran Wajrapani yang dipengaruhi Herakles: [http://www.exoticindiaart.com/artimages/BuddhaImage/greece_sm.jpg Gambar 1], [http://faculty.maxwell.syr.edu/gaddis/HST210/Oct21/Heracles-Vajrapani.jpg Gambar 2].}}
 
Secara artistik, disiplin aliran seni patung Gandhara telah menyumbangkan beberapa karakteristik pada perwujudan Buddha, seperti rambut ikal bergelombang, pakaian berjubah, sepatu dan sandal, serta hiasan sulur bunga pada kesenian Buddha. Selain penggambaran wujud Buddha, seni rupa Buddha juga diperkaya penggambaran tokoh-tokoh lain, seperti [[Bodhisatwa]], [[Tara (Bodhisatwa)|Tara]], serta makhluk-makhluk mitologis seperti [[yaksa]], [[kinnara]] dan kinnari, [[gandarwa]], [[apsara]], [[Bidadari|widyadhara]], [[asura]], [[dwarapala]], [[kala]], [[makara]], serta pohon [[Kalpawreksa]].<ref>{{cite web|title=The Indian Buddhist Iconography|author=Benoytosh Bhattacharyya, M.A.,Ph.o.|url=http://archive.org/stream/indianbuddhistic033312mbp/indianbuddhistic033312mbp_djvu.txt|publisher=Osmania University Library|website=Internet Archive|accessdate=29 Januari 2014}}</ref>
Baris 56:
Penyebaran ajaran Buddha melalui [[Jalur Sutra]] ke Asia Tengah, Tiongkok, dan akhirnya mencapai Korea dan Jepang, dimulai pada abad pertama masehi,<ref name="Art History"/> dengan catatan semi-legendaris bahwa Kaisar Ming dari [[Dinasti Han]] Tiongkok mengirim utusan ke barat untuk memperoleh kitab suci Buddha dan membawa ajaran Buddha ke Tiongkok. Akan tetapi sepertinya penyebaran Buddha ke Tiongkok ini merupakan konsekuensi logis dari perkembangan [[Kekaisaran Kushan]] ke wilayah Tiongkok di [[Cekungan Tarim]] pada abad ke-2, diikuti dengan upaya misi penyebaran ajaran Buddha dari Asia Tengah ke negeri Tiongkok. Beberapa penyebar ajaran Buddha ini menerjemahkan kitab-kitab suci Buddha ke dalam [[Bahasa Tionghoa]], seperti Biksu Lokaksema, yang mungkin berasal dari [[Parthia]], [[Kushan]], [[Sogdiana]] atau [[Bahasa Tokharia|Kuchea]].
 
Misi penyebaran ajaran Buddha di sepanjang [[Jalur Sutra]] diiringi dengan menyebarnya pengaruh seni rupa, seperti terlihat dalam perkembangan seni rupa Serindia dari abad ke-2 hingga ke-11 masehi di Basin Tarim (kini wilayah [[Xinjiang]]). Seni rupa Serindia seringkalisering kali berasal dari seni Yunani-Buddha Gandhara (kini Pakistan), memadukan seni India dengan pengaruh Yunani-Romawi. Pengaruh seni Yunani-Buddha ini dapat ditemukan hingga ke Jepang, melalui motif arsitektur, citra Buddha, dan perwujudan ''[[kami (mitologi)|kami]]'' (dewata Jepang).
 
Rute utara penyebaran ajaran Buddha ini juga sangat dipengaruhi aliran Buddha [[Mahayana]],<ref name="Art History"/> cabang inklusif Buddhisme yang dicirikan dengan penerapan kitab baru sebagai tambahan agama Buddha, dan peralihan Buddhisme dari ajaran tradisional dengan ideal mencapai pembebasan dari penderitaan (''dukkha'') [[arahat]], dan lebih menekankan pada jalur [[Bodhisatwa]]. Jalur ini adalah mereka yang terdorong oleh kasih sayang yang besar untuk membantu semua makhluk, telah melahirkan ''bodhicita'' dalam jiwanya, yaitu keinginan spontan untuk mencapai tingkat kebuddhaan demi kebahagiaan semua makhluk. Buddha Mahayana mengangkat Buddha menjadi sosok ilahiah yang abadi, dan menampilkan panteon masyarakat dewa yaitu Bodhisatwa yang mengerahkan segala daya upaya untuk mencapai enam kesempurnaan (''Paramita'') dan kebijaksanaan agung ([[Prajnaparamita|Prajñāpāramitā]]), pencerahan, dan kebebasan dari kehidupan makhluk fana. Seni rupa Buddha utara cenderung dicirikan dengan panteon yang kaya dan sinkretis, dengan banyak wujud menggambarkan Buddha, Bodhisatwa, dewata, dan makhluk-makluk surgawi.
Baris 79:
=== Tiongkok ===
{{lihat|Agama Buddha di Tiongkok}}
Ajaran Buddha tiba di [[Tiongkok]] sekitar abad pertama masehi, dan memperkenalkan seni rupa jenis baru ke Tiongkok, terutama dalam bidang seni patung. Dalam penerimaan kultur agama Buddha, ciri Tiongkok yang kuat dimasukkan ke dalam kesenian tersebut. Kebudayaan Buddha dari India ini disaring melalui Tiongkok, dan kemudian diteruskan ke daerah lain di Asia Timur.<ref name="Longman">{{cite web|title= The Spread of Chinese Civilization |url=http://wps.ablongman.com/long_stearns_wc_4/17/4396/1125407.cw/index.html|publisher=Pearson Longman |accessdate=29 Januari 2014|archive-date=2014-04-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20140404130310/http://wps.ablongman.com/long_stearns_wc_4/17/4396/1125407.cw/index.html|dead-url=yes}}</ref>
 
==== Dinasti-dinasti Utara ====
Baris 107:
Pada masa [[Dinasti Qing]], para kaisar [[Manchuria|Manchu]] mendukung dan melindungi ajaran dan praktik agama Buddha atas dasar politis dan pribadi. [[Kaisar Shunzi]] adalah penganut Buddha aliran Chan yang taat, sementara penerusnya, [[kaisar Kangxi]] mempromosikan Buddhisme Tibet, dan mengaku bahwa dirinya adalah penitisan Bodhisatwa [[Manjusri]].<ref>{{citation | author = Weidner, Marsha Smith, & Patricia Ann Berger | title = Latter Days of the Law: Images of Chinese Buddhism, 850-1850 | place = Lawrence, [[Kansas|KS]] | publisher = Spencer Museum of Art, University of Kansas | year = 1994}}</ref> Pada masa [[Kaisar Qianlong]], perlindungan dan dukungan kekaisaran atas seni rupa Buddha mencapai puncaknya. Ia menugaskan beberapa karya religius dalam gaya Tibet; banyak diantaranya menampilkan sosok sang kaisar dalam wujud suci.<ref>Berger 1994, hal.113</ref>
 
Karya yang dihasilkan pada periode ini bercirikan paduan unik antara pendekatan artistik Tiongkok dan Tibet, menggabungkan ketelatenan akan detail ikonografi Tibet dengan elemen dekorasi Tiongkok. Tulisan kadang ditulis dalam bahasa Tionghoa, Manchu, Tibet, Mongolia, dan Sanskerta, sementara lukisan seringkalisering kali dibuat dengan warna-warna cerah.<ref>Berger 1994, hal.114-118</ref>
 
Sebagai tambahan, Kaisar Qianlong memulai beberapa proyek besar; pada tahun 1744 ia mendedikasikan Kuil Yonghe sebagai biara Buddhisme Tibet utama di Beijing; menyumbangkan banyak lukisan, patung, tekstil, dan prasasti untuk kuil ini.<ref>Berger 1994, pg.114</ref> Kuil Xumi Fushou, dan karya seni yang tersimpan di dalamnya dibangun oleh Kaisar Qianlong yang menampilkan perpaduan gaya artistik Tibet dan Manchu yang menjadi ciri seni rupa Buddha pada masa Kaisar Qianlong.
Baris 121:
==== Tiga kerajaan Korea ====
[[Berkas:Pensive Bodhisattva 02.jpg|lurus|jmpl|ka|[[Bodhisattva Tafakur|Bangasayusang]], Maitreya tengah merenung setengah terduduk, mungkin dari periode Silla sekitar awal abad ke-7.]]
Di antara [[Tiga Kerajaan Korea]], kerajaan [[Goguryeo]] adalah yang pertama kali menerima ajaran Buddha pada tahun 372.<ref name=graysonp25>Grayson (2002), hal. 25.</ref> Akan tetapi, menurut catatan Tiongkok dan penggunaan motif Buddha di mural Goguryeo menunjukkan bahwa pengaruh Buddha datang lebih awal.<ref>Grayson (2002), hal. 24.</ref> Kerajaan [[Baekje]] secara resmi mengakui agama Buddha pada tahun 384.<ref name=graysonp25/> Kerajaan [[Silla]] yang terisolasi dan tidak memiliki akses laut dan daratan langsung ke Tiongkok, secara resmi baru mulai menerima ajaran Buddha pada tahun 535 meskipun agama asing ini sudah dikenal melalui karya biksu Goguryeo sejak awal abad ke-5 M.<ref>{{cite encyclopedia|title=The Encyclopedia of World History: ancient, medieval, and modern, chronologically arranged| author=Peter N. Stearns and William Leonard Langer| publisher=Houghton Mifflin Books| year=2001| isbn=0-395-65237-5}}; {{cite web| url=http://www.metmuseum.org/toah/ht/06/eak/ht06eak.htm| title=Korea, 500&ndash;1000500–1000 A.D.| publisher=The Metropolitan Museum of Art| work=Timeline of Arts History| accessdate=9 Januari 2007| archive-date=2006-12-14| archive-url=https://web.archive.org/web/20061214145610/http://www.metmuseum.org/toah/ht/06/eak/ht06eak.htm| dead-url=yes}}</ref>
 
Diperkenalkannya ajaran Buddha memicu kebutuhan akan seniman untuk menciptakan citra dan [[Buddharupa]] untuk pemujaan, arsitek kuil, dan sastra kitab suci Buddha yang akhirnya mengubah peradaban Korea. Hal penting dalam penyebaran gaya seni Buddhis mutakhir pada masa itu adalah kesenian suku Tuoba, suku non-Han (bukan suku mayoritas Tiongkok) yang mendirikan Dinasti Wei Utara di Tiongkok pada tahun 386. Gaya Wei Utara secara khusus sangat memengaruhi kesenian Goguryeo dan Baekje. Seniman Baekje kemudian meneruskan gaya ini bersama dengan elemen dinasti Song Selatan dan elemen Korea yang khas ke Jepang. Seniman Korea sangat selektif dalam gaya yang diambilnya dan menerapkannya dalam gaya yang merupakan perbaduan gaya regional untuk menciptakan gaya seni rupa Korea yang khas.<ref>Grayson (2002), pp. 27 & 33.</ref><ref>{{cite web|url=http://www.metmuseum.org/toah/hd/kobs/hd_kobs.htm| title=Korean Buddhist Sculpture, 5th&ndash;9th5th–9th Century| publisher=The Metropolitan Museum of Art| work=Timeline of Arts History| accessdate=9 Januari 2007}}</ref>
 
[[Berkas:Seokguram Buddha.JPG|lurus|jmpl|kiri|[[Gua Seokguram]] adalah situs warisan dunia dan berasal dari periode kerajaan Silla bersatu.]]
Baris 135:
==== Silla Bersatu ====
[[Berkas:Goryeo Pagoda.jpg|jmpl|lurus|Pagoda Gyeongcheonsa Pagoda dari periode Goryeo di [[Museum Nasional Korea]].]]
Pada masa kerajaan Silla Bersatu, Asia Timur dalam kondisi yang stabil karena baik Tiongkok atau punataupun Korea disatukan dalam pemerintahan bersatu. Gaya Silla bersatu awal menggabungkan gaya Silla dan gaya Baekje. Seni rupa Buddha Korea juga dipengaruhi oleh gaya kesenian [[Dinasti Tang]] sebagaimana terbukti melalui motif populer Buddha baru dengan arca Buddha berwajah penuh. Dinasti Tang Tiongkok adalah pusat persimpangan budaya Asia Timur, Tengah, dan Selatan, demikian pula menjadi pusat kesenian Buddha yang pada periode ini menampilkan gaya internasional. Negara menyokong kesenian Buddha yang bersemi di periode ini. Puncak mahakarya zaman ini adalah [[Gua Seokguram]].<ref>{{cite web| title=Seokguram Grotto and Bulguksa Temple| url=http://whc.unesco.org/en/list/736|publisher=UNESCO|accessdate=29 Januari 2014}}</ref>
 
==== Dinasti Goryeo ====
Baris 146:
{{lihat|Agama Buddha di Jepang}}
[[Berkas:ASURA detail Kohfukuji.JPG|jmpl|kiri|lurus|Detail Asura di Kōfuku-ji, [[Nara]] (734)]]
Sebelum masuknya ajaran Buddha, [[Jepang]] sudah mengembangkan beberapa pengaruh seni dan budaya, termasuk seni dekorasi abstrak linear dari periode [[Jōmon]] pada kurun 10500105 SM sampai 300 SM, hingga kesenian periode [[Yayoi]] dan [[Kofun]], dengan perkembangan kesenian Haniwa.
 
Warga Jepang mulai mengenal ajaran Buddha pada abad ke-6 M dari Korea,<ref name="Art History"/> ketika biksu penyebar agama mulai mendatangi kepulauan Jepang dengan membawa kitab suci dan karya seni. Pada abad berikutnya agama Buddha mulai ditetapkan sebagai agama resmi negara. Secara geografis Jepang berada di ujung Jalur Sutra, karena itulah Jepang dapat melestarikan banyak aspek Buddhisme yang pada saat yang sama telah hilang di India, atau mulai tertekan di Asia Tengah dan Tiongkok.
 
[[Berkas:Bodhidarma.jpg|jmpl|lurus|Gulungan kaligrafi [[Bodhidharma]] "Zen menunjuk langsung ke hati manusia, lihatlah ke dalam hakikatmu dan menjadi Buddha", karya Hakuin Ekaku (1686-1769)]]
Baris 179:
Antara abad pertama dan abad ke-8, beberapa kerajaan bersaing untuk memperebutkan pengaruh di kawasan ini (terutama [[Kerajaan Funan]] di Kamboja dan Kerajaan Mon di Burma) menyumbangkan karakteristik artistik, kebanyakan dipengaruhi gaya [[Kekaisaran Gupta|Gupta]]. Dipadukan dengan gaya Hindu yang telah meresap, rupa Buddha, loh pemujaan, dan prasasti berbahasa Sanskerta ditemukan di kawasan ini.
 
Sejak abad ke-9 hingga ke-13, di Asia Tenggara tumbuh bersemi kemaharajaan kuat yang menjadi demikian giat dalam penciptaan seni rupa dan arsitektur Buddha. Kemaharajaan [[Sriwijaya]] di selatan dan [[Kerajaan Khmer]] di utara saling bersaing memperebutkan pengaruh dan kejayaan, keduanya menganut ajaran Buddha aliran Mahayana, dan mengekspresikan daya keseniannya dalam perwujudan panteon [[Bodhisatwa]] yang demikian kaya. Seni rupa Buddha gaya Sriwijaya dipengaruhi seni rupa [[Sailendra]] dari Jawa, berkembang pada abad ke-9 di Jawa Tengah, lalu menyebar ke SumateraSumatra, Semenanjung Malaya sampai Thailand Selatan.<ref name="ThaiWorld">{{cite web|title=Srivijaya Art In Thailand|url=http://www.thailandsworld.com/index.cfm?p=183 Srivijaya Art In Thailand|publisher=Asia's World|accessdate=28 Januari 2014|archive-date=2013-10-31|archive-url=https://web.archive.org/web/20131031034945/http://www.thailandsworld.com/index.cfm?p=183|dead-url=yes}}</ref>
 
Buddha aliran [[Theravada]] dan kitab-kitab berbahasa Pali mulai diperkenalkan ke kawasan ini dari Sri Lanka sekitar abad ke-13, dan mulai dianut oleh kebanyakan [[orang Thai]] di [[Kerajaan Sukhothai]]. Buddha Theravada dari periode ini mengutamakan biara tempat Biksu tinggal sebagai bagian penting dari tata kota mereka para Biksu ini memberi petunjuk dan menengahi perselisihan para warga kota. Pembangunan "kompleks biara" memainkan peran penting dalam ekspresi artistik di Asia Tenggara pada periode ini.
Baris 196:
Kemudian, ribuan candi Budha yang dibangun di [[Bagan]], ibu kota Burma, antara abad ke-11 dan ke-13, dan sekitar 2.000 dari candi-candi itu masih berdiri. Beberapa mahakarya patung yang indah dari Sang Buddha tersisa dari periode itu. Penciptaan masih berlanjut meskipun kota itu diperebutkan oleh [[bangsa Mongol]] pada tahun 1287.
 
Selama periode Ava, dari abad ke-14 sampai abad ke-16, gaya perwujudan Buddha Ava (Innwa) sangat populer. Dalam gaya ini, Sang Buddha memiliki telinga yang menonjol besar, alis melengkung berlebihan ke atas, mata setengah tertutup, bibir tipis dan sanggul rambut yang meruncing ke atas, biasanya digambarkan dalam [[mudra]] (sikap tangan) Bhumisparsa.<ref>{{cite web|url=http://www.seasite.niu.edu/burmese/cooler/Chapter_4/Part1/post_pagan_period__part_1.htm|title=The Post Pagan Period - 14th To 20th Centuries Part 1|publisher=Center for Southeast Asian Studies, Northern Illinois University|accessdate=28 Januari 2014|archive-date=2008-12-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20081206015924/http://www.seasite.niu.edu/burmese/Cooler/Chapter_4/Part1/post_pagan_period__part_1.htm|dead-url=yes}}</ref>
 
Sepanjang masa Dinasti Konbaung, pada akhir abad ke-18, citra Buddha gaya Mandalay mulai mucul, gaya ini tetap populer hingga kini.<ref>{{cite web|url=http://www.seasite.niu.edu/burmese/cooler/Chapter_4/Part3/post_pagan_period__part_3.htm|title=The Post Pagan Period - 14th To 20th Centuries Part 3|publisher=Center for Southeast Asian Studies, Northern Illinois University|accessdate=28 Januari 2014|archive-date=2015-02-24|archive-url=https://web.archive.org/web/20150224002310/http://www.seasite.niu.edu/burmese/Cooler/Chapter_4/Part3/post_pagan_period__part_3.htm|dead-url=yes}}</ref> Terdapat perpindahan dari gaya Inwa, dan wajah Buddha mulai lebih alami dan berisi, dengan alis melengkung yang lebih alami, mata setengah tertutup, bibir yang lebih tebal, dan gelung rambut bulat di atas kepala. Arca Buddha dalam gaya ini dapat ditemukan dalam posisi berbaring atau berdiri.<ref>http://www.buddhaartgallery.com/mandalay_buddha_statues.html</ref> Buddha gaya Mandalay mengenakan belitan jubah yang menggantung.
 
Salah satu gaya pencitraan Buddha yang umum adalah gaya Shan, karya orang Shan yang menghuni pegunungan Myanmar. Dalam gaya ini Buddha ditampilkan dengan bentuk yang bersudut, dengan hidung yang besar menonjol, serta gelung sanggul rambut yang menyerupai gaya Thai, dengan mulut yang kecil dan tipis.<ref>http://www.buddhaartgallery.com/shan_buddha_statues.html</ref>
Baris 227:
{{lihat|Agama Buddha di Indonesia}}
 
Seperti kebanyakan wilayah Asia Tenggara, [[Indonesia]] dipengaruhi seni budaya India sejak abad pertama Masehi. Bangunan Buddha tertua di Indonesia mungkin adalah stupa bata di [[Percandian Batujaya|Batujaya]] di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, diperkirakan berasal dari abad ke-4 M. Candi ini dibangun dari bahan bata merah yang dilapis lepa atau plaster. Pulau [[SumateraSumatra]] dan [[Jawa]] adalah wilayah kemaharajaan [[Sriwijaya]] (abad ke-8 sampai ke-13 M), yang kemudian tumbuh menjadi kekuatan bahari yang mendominasi kepulauan dan semenanjung Asia Tenggara. Sriwijaya menganut agama Buddha aliran Mahayana dan Wajrayana, di bawah perlindungan wangsa [[Sailendra]]. Sriwijaya menyebarkan kesenian Buddha ke semenanjung Asia Tenggara. Beberapa contoh arca Buddha Mahayana berupa arca bodhisatwa dari periode ini ditemukan di kawasan Asia Tenggara.<ref name="ThaiWorld"/>
 
[[Berkas:Avalokiteçvara, Malayu Srivijaya style.jpg|jmpl|lurus|Arca Awalokiteshwara perunggu berlapis emas gaya Malayu-Sriwijaya, ditemukan di Jambi, SumateraSumatra.]]
Karya arsitektur yang halus dan kaya dapat ditemukan di Jawa dan SumateraSumatra. Contoh yang paling luar biasa adalah [[Borobudur]], bangunan Buddha terbesar di dunia, dibangun pada kurun 780-825 M,<ref name="Guiness">
{{cite web| url=http://www.guinnessworldrecords.com/records-3000/largest-buddhist-temple/| title=Largest Buddhist temple| publisher=Guinness World Records| work=[[Guinness World Records]]| accessdate=27 Januari 2014}}</ref><ref name="JakartaPost1">{{cite web| url=http://www.thejakartapost.com/news/2012/07/04/guinness-names-borobudur-world-s-largest-buddha-temple.html| title=Guinness names Borobudur world’s largest Buddha temple | Author=Purnomo Siswoprasetjo| date=Rabu, 4 Juli 2012, 4:50 PM | publisher=The Jakarta Post| accessdate=27 Januari 2014| archive-date=2014-11-05| archive-url=https://web.archive.org/web/20141105191424/http://www.thejakartapost.com/news/2012/07/04/guinness-names-borobudur-world-s-largest-buddha-temple.html| dead-url=yes}}</ref> sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.<ref name="unesco-whc">
{{cite web
| url=http://whc.unesco.org/en/list/592
Baris 240:
}}</ref> [[Candi]] ini dibangun berdasarkan bentuk [[stupa]] dan [[mandala]], sebagai model perwujudan alam semesta dalam ajaran Buddha, sekaligus perwujudan tingkatan ranah ''dhatu'', dari alam manusia yang masih terikat hawa nafsu menuju pencerahan dan terbebas dari belenggu hasrat duniawi dan keterbatasan fisik.<ref name="BuddhaNet"/> Candi ini memiliki 505 arca Buddha, stupa unik berwujud seperti lonceng berterawang yang didalamnya terdapat arca Buddha. Borobudur dihiasi serangkaian [[relief rendah]] yang menggambarkan kisah-kisah dari kitab suci Buddha. Seni rupa Buddha di Indonesia mencapai puncaknya pada masa wangsa Sailendra di Jawa Tengah. Arca-arca [[Bodhisatwa]], [[Tara (Bodhisatwa)|Tara]], dan [[Kinnara]] yang ditemukan di [[Candi Kalasan]], [[Candi Sewu|Sewu]], [[Candi Sari|Sari]], dan [[Candi Plaosan|Plaosan]] adalah contoh keanggunan dan keteduhan ekspresi seni rupa. Sementara di dalam [[Candi Mendut]] terdapat arca Buddha [[Wairocana]], [[Awalokiteswara]], dan [[Wajrapani]] berukuran besar. Arca-arca seni rupa Buddha Indonesia dari periode Jawa kuno dan Sriwijaya memiliki ciri; wujudnya yang realis-naturalis, perhatian terhadap ekpresi, proporsi tubuh, dan keluwesan sikap tubuh, kehalusan pengerjaan, selera estetika yang unggul, serta kecanggihan teknik pembuatannya.
 
Di [[SumateraSumatra]] kerajaan Sriwijaya kemungkinan membangun [[Candi Muara Takus]] dan [[Candi Muaro Jambi]]. Sementara di Sumatera Utara [[Kerajaan Panai]] mungkin membangun kompleks [[Candi Bahal]]. Kemaharajaan Sriwijaya mulai mundur karena terlibat konflik dengan kerajaan Chola dari India. Contoh mahakarya seni rupa Buddha dari periode klasik Jawa adalah arca [[Prajnaparamita]] (koleksi [[Museum Nasional Indonesia]] Jakarta), arca dewi kebijaksanaan transendental dari periode [[Kerajaan Singhasari]].<ref>{{cite book|title=Violence and Serenity: Late Buddhist Sculpture from Indonesia|first=Natasha|last=Reichle|url=http://books.google.co.id/books?id=4DQDOTLw4d4C&hl=id&source=gbs_similarbooks|publisher=University of Hawaii Press, 2007|isbn=9780824829247|accessdate=28 Januari 2014}}</ref> Di [[Jawa Timur]], Kerajaan Singhasari pada abad ke-13 mewariskan beberapa candi Buddha seperti [[Candi Jawi]] dan [[Candi Jago]] yang merupakan perpaduan [[Siwa-Buddha]] dan stupa [[Sumberawan]].<ref>{{cite book|title=Worshiping Siva and Buddha: The Temple Art of East Java|author=Ann R. Kinney|url=http://books.google.co.id/books/about/Worshiping_Siva_and_Buddha.html?id=sfa2FiIERLYC&redir_esc=y|publisher=University of Hawaii Press, 2003|isbn=0824827791|accessdate=28 Januari 2014}}</ref> Kemudian berkembanglah kerajaan [[Majapahit]] sebagai penerus Singhasari. Kerajaan ini melindungi agama Hindu dan Buddha, agama resmi negara, juga melindungi keberadaan aliran sinkretis Siwa-Buddha. Contoh candi Buddha zaman Majapahit adalah [[Candi Brahu]] dan [[Candi Jabung]]. Kemudian, perlahan-lahan jumlah penganut Hindu dan Buddha kian merosot, seiring berkembangnya ajaran Islam di Nusantara sejak abad ke-13 M dan mencapai akhirnya dengan keruntuhan Majapahit di akhir abad ke-15 M.
 
== Seni rupa Buddha kontemporer ==
Banyak seniman kontemporer terilhami oleh spiritualisme Buddha dan mengangkat tema Buddhisme dalam karya mereka. Contohnya adalah karya Bill Viola, berupa instalasi video,<ref>Buddha Mind in Contemporary Art, University of California Press, 2004</ref> karya seni patung John Connell,<ref>ARTlines, April 1983</ref> dan karya Allan Graham berupa seni rupa multi-media "Time is Memory".<ref>The Brooklyn Rail, December 2007</ref> Sementara beberapa seniman kontemporer tergerak untuk mencontoh dan melestarikan mahakarya seni rupa Buddha klasik, misalnya Paul Hendrick (Biksu Ajahn Vimalo) yang membut replika arca [[Prajnaparamita]] dari Jawa Kuno.<ref>{{cite web|title=Prajna Paramita|author=Ajahn Vimalo|publisher=Forest Sangha|url=http://www.fsnewsletter.amaravati.org/html/84/perfection_wisdom.htm|accessdate=29 Januari 2014|archive-date=2012-10-24|archive-url=https://web.archive.org/web/20121024200411/http://www.fsnewsletter.amaravati.org/html/84/perfection_wisdom.htm|dead-url=yes}}</ref>{{efn|Lihat [http://picasaweb.google.com/Forest.Sangha.Newsletter/July2008PrajnaParamita# foto proses pembuatan model, cetakan karet, dan replika resin batu pasir arca Prajnaparamita]}}
 
Di Inggris Raya The Network of Buddhist Organisations tertarik untuk memperhatikan penganut Buddha melalui berbagai jalur seni. Pada tahun 2005 organisasi ini menggelar festival seni Buddha seluruh Inggris bertajuk "A Lotus in Flower"; pada tahun 2009 membantu untuk menggelar konferensi dua hari bertema "Buddha Mind, Creative Mind". Sebagai hasilnya, asosiasi seniman Buddhis akhirnya terbentuk.<ref>{{cite web|title=Launched at Buddha Mind - Creative Mind ?|publisher=Dharma Arts|url=http://dharmaarts.ning.com/|accessdate=29 Januari 2014|archive-date=2010-10-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20101010000408/http://dharmaarts.ning.com/|dead-url=yes}}</ref>
|publisher=Dharma Arts|url=http://dharmaarts.ning.com/|accessdate=29 Januari 2014|accessdate=29 Januari 2014}}</ref>
 
== Lihat pula ==
Baris 273 ⟶ 272:
* {{cite book|last=Gibson|first=Agnes C. (Tr. from the 'Handbook' of Prof. Albert Grunwedel)|coauthors=Revised and Enlarged by Jas.Burgess|title=Buddhist Art in India|url=http://www.archive.org/stream/buddhistartinind00gruoft#page/n5/mode/2up|year=1901|publisher=Bernard Quaritch, London}}
* Grünwedel, Albert: Buddhist art in India / transl. from the 'Handbuch' of Albert Grünwedel by Agnes Gibson. Rev. and enlarged by Jas. Burgess, London: Quaritch, 1901 [http://archive.org/details/buddhistartinind00gruoft Internet Archive]
* {{cite book|first = Jean-François|last = Jarrige|year = 2001|title = Arts asiatiques- Guimet|url = https://archive.org/details/albumnationalmus0000pier|edition = Éditions de la Réunion des Musées Nationaux|location = Paris|isbn = 2-7118-3897-8}}
* {{cite book|title=Korea: A Religious History|url=https://archive.org/details/koreareligioushi0000gray_o7x0|author= James Huntley Grayson|isbn=0-7007-1605-X|publisher= Routledge|year=2002|location=UK}}
* {{cite book|author=Kossak, S.M., et al.|title=[http://libmma.contentdm.oclc.org/cdm/compoundobject/collection/p15324coll10/id/101557/rec/1 ''Sacred visions: early paintings from central Tibet'']|location=New York|publisher=The Metropolitan Museum of Art|year=1998|isbn=9780870998614}}
* {{cite book|first = Sherman|last = Lee|year = 2003|title = A History of Far Eastern Art (5th Edition)|publisher = Prentice Hall|location = New York|isbn = 0-13-183366-9}}
Baris 289 ⟶ 288:
{{commons category|Buddhist art}}
* [http://www.dmoz.org/Society/Religion_and_Spirituality/Buddhism/Art/ Seni rupa Buddha] dari [[Open Directory Project]]
* [http://www.pem.org/library/collections/offen The Herbert Offen Research Collection of the Phillips Library at the Peabody Essex Museum] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20100130185156/http://www.pem.org/library/collections/offen |date=2010-01-30 }}
 
{{Topik Buddhisme}}
 
[[Kategori:Seni rupa Buddha| ]]
{{artikel pilihan}}
[[Kategori:BuddhismeBudaya Buddha]]
 
[[Kategori:Buddhisme]]
[[Kategori:Seni rupa Buddha]]