Keraton Karta: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k hanya menambahkan pranala |
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Pengembalian manual |
||
(8 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox building
| name = Keraton Karta
| native_name = {{jav|ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦏꦂꦡ}}<br>Karaton Karta
| native_name_lang = Jawa
| image =
| caption =
| location = [[Kabupaten Bantul]]
| location_country = [[Indonesia]]
| architect =
| owner = [[Kesultanan Mataram]]
| building_type = [[Keraton]] {{small|(telah hancur)}}
| client =
| current_tenants =
| engineer =
| construction_start_date = 1613<br>1719 (sebagai Kartasekar)
| date_demolished =
| style = [[Arsitektur Jawa]]
| size =
| coordinates = {{coord|-7.869926|110.400286|display=inline | format = dms}}
| map_type = Kabupaten Bantul#Indonesia Java
}}
'''Keraton Karta''' ({{lang-jv|ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦏꦂꦡ|karaton karta}}, dikenal juga sebagai ''Keraton Kartasekar'') adalah bekas keraton dan ibu kota [[Kesultanan Mataram]] setelah [[Kutagede, Mataram|Keraton Kutagede]] pada tahun [[1613]]–[[1645]].<ref>Charta, Karta, karto dan kerto adalah variasi transkripsi nama dari sumber-sumber [[bahasa Jawa]] dan [[bahasa Belanda|Belanda]].</ref>
Keraton Karta didirikan oleh [[Sultan Agung]] pada tahun 1613, kemudian pada 1618 baru digunakan hingga 1645. Ketika Sultan Agung wafat di tahun 1645, sampai 1719 keraton Karta kemungkinan masih bertahan, hingga 1719 dibangun kembali sebagai keraton oleh Pangeran Balitar (putra [[Pakubuwana I]]) dan diberi nama Kartasekar, kemudian runtuh pada tahun 1720.<ref name="brl">{{cite book |last=de Graaf|first=H.J. |title=De regering van Sultan Agung, Vorst van Mataram, 1613-1645|year=1958|publisher=Brill Publishers|location=Belanda|page=113}}</ref><ref name="matr">{{cite book |last=de Graaf|first=H.J. |title=Puncak Kekuasaan Mataram|year=2006|publisher=Grafitipers|location=Jakarta|page=116}}</ref>
Bangunan ini menjadi pos logistik Sultan Agung ketika ia berusaha berpisah dari keraton keluarganya di Kutagede.<ref>[[M.C. Ricklefs|Merle C. Ricklefs]] (1998) ''Islamising Java: The Long Shadow of Sultan Agung'', Archipel, Volume 56, pp. 469-482</ref> Bekas keraton Karta kini masuk wilayah administratif [[Kabupaten Bantul]], [[Yogyakarta]]. Situsnya kini sedang tahap pemugaran oleh pemerintah setempat.
== Etimologi ==
Nama "Karta" diambil dari [[bahasa Jawa Kuno]]: ''karta'' artinya menjadi "makmur", namun, dalam [[bahasa Sanskerta]]: ''kṛta'' berarti suatu "pencapaian". Dengan demikian nama Karta yang dimaksud berarti sebuah kota yang makmur, karena di keraton tersebut, Kesultanan Mataram menjadi sebuah kerajaan yang besar.
==
Keraton Karta merupakan tempat pemindahan ibu kota [[Kesultanan Mataram]] setelah di [[Kutagede, Mataram|Keraton Kutagede]]. Sejak tahun 1613 [[Sultan Agung Anyakrakusuma]] berniat memindahkan ibu kota Mataram dan mendirikan keraton baru ke daerah Karta yang berjarak sekitar 5 km selatan dari Kutagede. Upaya untuk memindahkan ibu kota Mataram baru terwujud pada tahun 1617. Setahun kemudian Sultan Agung beserta pengikutnya mulai mendiami keraton Karta, meskipun ibu suri masih berada di Kutagede.
Pembangunan komponen Keraton Karta dan sarana penunjang lainnya dilakukan secara bertahap, dalam Babad Momana dan Babad ing Sengkala disebutkan pembangunan yang dilakukan diantaranya: memeriksa lahan di Karta (1617), boyong kedaton menuju Karta (1618), membangun Prabayeksa (1620), membangun Siti Inggil (1625), membangun pemakaman Girilaya (1629) dipimpin oleh Panembahan Juminah, membuka Bukit Merak menjadi pemakaman Astana Himagiri (1632-1645), membangun bendungan Sungai Opak (1637), membangun Segaran atau danau buatan di Plered (1643). Sekitar satu tahun setelah pembangunan terakhir Sultan Agung Anyakrakusuma wafat. Kemudian takhta digantikan oleh [[Amangkurat I]]. Atas kehendak raja, ibu kota Mataram dipindahkan kembali dari Karta menuju Plered. Dalam Babad ing Sengkala perpindahan menuju keraton baru tersebut terjadi pada tahun 1647.
== Pembangunan kembali ==
Keraton Kartasekar adalah keraton yang dibangun oleh Pangeran Balitar salah satu putra [[Pakubuwana I]], di bekas Keraton Karta peninggalan Sultan Agung. Bermula ketika wafatnya [[Pakubuwana I]] pada tahun 1719, selanjutnya takhta Mataram digantikan putranya yang bernama Raden Mas Suryaputra (adipati anom) yang naik takhta sebagai [[Amangkurat IV]].
Penobatan Raden Mas Suryaputra sebagai Amangkurat IV ditentang oleh putra-putra Pakubuwana I dari permaisuri Ratu Mas Balitar, diantaranya adalah Raden Mas Sudharma bergelar Pangeran Balitar dan Raden Mas Sasangka bergelar Pangeran Purbaya. Karena kurang berkenannya banyak keluarga keraton atas penobatan Raden Mas Suryaputra sebagai Amangkurat IV, rakyat Jawa terpecah kepercayaannya, menjadi lima kubu, yaitu pihak Amangkurat IV kemudian ketiga saudaranya, yaitu; Pangeran Purbaya, Pangeran Balitar, Pangeran Arya Dipanagara, dan Pangeran Arya Mataram (paman Amangkurat IV).
Pangeran Balitar dan Pangeran Purbaya, mereka bersatu mendirikan kembali Keraton Karta bekas peninggalan Sultan Agung dan diberi nama Keraton Kartasekar sebagai pusat keraton tandingan dari [[Keraton Kartasura]] yang diduduki Amangkurat IV. Kemudian Raden Mas Sudharma atau Pangeran Balitar mengangkat diri sebagai raja Mataram bergelar Sultan Ibnu Mustafa Pakubuwana.
Dengan demikian, pemerintahan Amangkurat IV harus dihadapkan dengan pemberontakan, dimana Mataram terbagi menjadi dua kubu: Amangkurat IV di Kartasura dan Pangeran Balitar di Kartasekar. Sementara itu, Arya Dipanagara membangun basis pertahanan di Madiun dan Arya Mataram di Pati.
Berkaitan dengan kondisi Kartasekar yang saat itu menjadi pusat keraton tandingan Kartasura. Dimana saudara kandung Amangkurat IV yaitu Pangeran Balitar dan Pangeran Purbaya membuat basis perlawanan untuk berupaya menurunkan takhta Amangkurat IV, termasuk menundukkan dahulu Madiun yang menjadi basis pertahanan Pangeran Arya Dipanagara agar bergabung dengan Kartasekar.
Maka pada November 1720 pasukan Amangkurat IV dari Kartasura menyerbu Kartasekar. Ini merupakan perang dualisme dalam Kesultanan Mataram, melibatkan dua keraton yang pernah terjadi. Kartasekar akhirnya diruntuhkan bersamaan dengan kalahnya Pangeran Balitar dan Pangeran Purbaya. Keduanya melarikan diri ke timur. Dimana Pangeran Balitar wafat setahun kemudian di Malang. Sedangkan Pangeran Purbaya tertangkap di Lamongan dan dibawa VOC ke Batavia pada tahun 1723. Kemudian Arya Dipanagara tertangkap dan diasingkan ke Tanjung Harapan (Afrika Selatan).
Dipastikan saat penyerangan tersebut Keraton Kartasekar diruntuhkan agar tidak digunakan oleh kelompok pemberontak sebagai basis pemberontakan lagi. Tidak heran jika situs Keraton Karta atau Kartasekar hanya tersisa reruntuhan yang ada, bahkan lokasinya hampir tidak dihiraukan dari generasi ke generasi.
== Lihat pula ==
* [[Keraton Kutagede]]
* [[Keraton Plered]]
* [[Keraton Kartasura]]
== Referensi ==
{{reflist|30em}}
{{sejarah-stub}}
[[Kategori:
[[Kategori:Kesultanan Mataram]]
|