Abdul Haris Nasution: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
(256 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Nama Batak|[[Suku Mandailing|Mandailing]]|[[Nasution]]}}{{Infobox Officeholder
| honorific-prefix = [[Jenderal Besar]] [[TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]])
| name = Abdul Haris Nasution
| image = Abdul
| caption = A.H. Nasution sebagai Ketua MPRS tahun 1971
| office = Daftar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat{{!}}Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
| order = ke-2
| term_start = 1966
| term_end = 1972
| president = {{unbulleted list|[[Soekarno]]|[[Soeharto]]}}
|
| successor = [[Idham Chalid]]
| office2 = Daftar Menteri Pertahanan Indonesia{{!}}Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia
| order2 = ke-12
| term_start2 = 10 Juli 1959
| term_end2 = 24 Februari 1966
| president2 = [[Soekarno]]
| predecessor2 = [[Djoeanda Kartawidjaja]]
| successor2 = [[M. Sarbini|Sarbini]]
| office3 = Daftar Panglima TNI{{!}}Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
| order3 = ke-3 dan ke-5
| term_start3
| term_end3
| president3 = [[Soekarno]]
| predecessor3 = [[T.B. Simatupang]]
| successor3 = [[Soerjadi Soerjadarma]]
| term_start4 = 1961
| term_end4 = 1968
| president4 = [[Soekarno]]
| predecessor4 = [[
| successor4 = [[
| office5 = Kepala Staf TNI Angkatan Darat
| order5 = ke-2 dan ke-5
| term_start5 = 27 Desember 1949
| term_end5 = 18 Oktober 1952
| president5 = [[Soekarno]]
| predecessor5 = [[Djatikoesoemo]]
| successor5 = [[Bambang Soegeng]]
| term_start6 = 1 November 1955
| term_end6 = 21 Juni 1962
|
| predecessor6 = [[Bambang Utoyo]]
| successor6 = [[Ahmad Yani]]
| office7 = Daftar Wakil Panglima Tentara Nasional Indonesia {{!}}Wakil Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat Indonesia
| order7 = ke-1
| term_start7 = 1948
| term_end7 = 1953
| president7 = [[Soekarno]]
| 1blankname7 = Panglima
|
| predecessor7 = ''Jabatan dibentuk''
| successor7 = [[Maraden Panggabean]]
| birth_date = {{birth date|1918|12|3}}
| birth_place = [[Kotanopan, Mandailing Natal|Kotanopan]], [[Kabupaten Mandailing Natal|Mandailing]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{death date and age|2000|9|6|1918|12|3}}
| death_place = [[Jakarta]], Indonesia
| resting_place = [[Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata]]
| party = {{Parpolicon|Independen}}
| spouse = {{marriage|[[Johana Sunarti Nasution|Johana Sunarti]]|1947}}<ref name=Magsaysay>''[http://www.rmaf.org.ph/madc/archive/files/biography_61e02c5ad8.pdf Biography of Johanna Nasution]{{Pranala mati|date=Januari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}'', 1981 Ramon Magsaysay Award for Public Service, Magsaysay Awardees Digital Collection.</ref>
| children = {{unbulleted list|Hendrianti Saharah|[[Ade Irma Suryani Nasution|Ade Irma Suryani]]<ref name=Magsaysay/>}}
| profession = {{hlist|Perwira Angkatan Darat|politikus}}
| signature = Signature of Abdul Haris Nasution.svg
| nickname = Pak Nas
| allegiance = {{bulleted list|{{flag|Hindia Belanda}} (1941–1942)|{{flag|Kekaisaran Jepang}} (1942–1945)|{{flag|Indonesia}} (1945–1952, 1955–1971)}}
| branch = {{bulleted list|{{flagicon image|Flag of the Netherlands.svg}} [[Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger|KNIL]] (1941–1942)|{{flagicon image|Flag of PETA (Pembela Tanah Air).svg}} [[Pembela Tanah Air|PETA]] (1942–1945)|{{flagicon image|Flag of the Indonesian Army.svg}} [[TNI Angkatan Darat]] (1945–1952, 1955–1971)}}
| serviceyears = 1941–1952{{br}}1955–1971
| servicenumber = 13619<ref name="Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia 1959 - sekarang"/>
| rank = [[File:23-TNI Army-GA.svg|25px| ]] [[Jenderal Besar]] [[TNI]]
| commands = Panglima [[Divisi Siliwangi]]
| unit = [[Infanteri]]
| battles = [[Perang Dunia II]]{{tree list}}
**[[Kampanye Hindia Belanda]]{{Br}}
[[Revolusi Nasional Indonesia]]{{tree list}}
**[[Bandung Lautan Api]]
**[[Pemberontakan PKI 1948]]
**[[Agresi Militer Belanda II]]
**[[Serangan Umum 1 Maret 1949]]
**[[Pemberontakan Darul Islam]]{{br}}
[[Invasi Ambon]]{{br}}[[Permesta|Pemberontakan Permesta]]{{br}}[[Operasi Trikora]]{{br}}[[Konfrontasi Indonesia-Malaysia]]
| awards = [[Pahlawan Nasional Indonesia]]
| relations =
| laterwork =
| otherparty = {{Parpolicon|IPKI}}
}}
[[Jenderal Besar]] [[TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) [[Doktor|Dr.]] [[Honoris Causa|(H.C.)]]<ref>https://catalogue.nla.gov.au/Record/1185196</ref> '''Abdul Haris Nasution''' ({{lahirmati|[[Kotanopan, Mandailing Natal|Kotanopan]], [[Sumatera Utara]]|3|12|1918|[[Jakarta]]|6|9|2000}}) adalah seorang jenderal berpangkat tinggi dan [[politikus]] Indonesia. Ia bertugas di militer selama [[Revolusi Nasional Indonesia]] dan ia tetap di militer selama gejolak berikutnya dari [[Masa demokrasi liberal di Indonesia|demokrasi Parlementer]] dan [[Demokrasi Terpimpin]]. Setelah [[Transisi ke Orde Baru|jatuhnya Presiden Soekarno dari kekuasaan]], ia menjadi [[Daftar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|Ketua]] [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara]] (MPRS) di bawah presiden [[Soeharto]]. Lahir dari keluarga [[Suku Mandailing|Batak Mandailing]], di [[Huta Pungkut Julu, Kotanopan, Mandailing Natal|desa Hutapungkut]], ia belajar mengajar dan mendaftar di akademi militer di [[Bandung]].
Ia menjadi anggota [[Tentara Kerajaan Hindia Belanda]] (KNIL), tetapi setelah invasi Jepang, ia bergabung dengan [[Pembela Tanah Air]] (PETA). Setelah [[proklamasi kemerdekaan Indonesia|proklamasi kemerdekaan]], ia mendaftar di [[Tentara Nasional Indonesia|angkatan bersenjata Indonesia]] yang masih muda, dan bertempur selama [[Revolusi Nasional Indonesia]]. Pada tahun 1946, ia diangkat menjadi komandan [[Divisi Siliwangi]], unit gerilya yang beroperasi di [[Jawa Barat]]. Setelah revolusi nasional berakhir, ia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat, sampai ia diskors karena keterlibatannya dalam [[peristiwa 17 Oktober]]. Ia diangkat kembali ke posisi itu pada tahun 1955.
Pada tahun 1965, [[Gerakan 30 September|terjadi percobaan kudeta]] yang dilakukan oleh [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI). Rumah Nasution diserang, dan putrinya terbunuh, tetapi dia berhasil melarikan diri dengan memanjat tembok dan bersembunyi di kediaman duta besar Irak. Dalam [[Transisi ke Orde Baru|gejolak politik]] berikutnya, ia membantu kenaikan Presiden Soeharto, dan diangkat sebagai [[Daftar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|Ketua]] [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara]]. Ia berselisih dengan Soeharto, yang melihatnya sebagai saingan, dan dia digulingkan dari kekuasaan pada tahun 1971. Begitu ia dicopot dari posisi kekuasaan, Nasution berkembang menjadi lawan politik [[Orde Baru|Rezim Orde Baru]] Soeharto. Meskipun ia dan Soeharto mulai berdamai pada 1990-an. Ia meninggal pada 6 September 2000 di Jakarta, setelah menderita [[strok]] dan koma. Jenazahnya dikebumikan di [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]].
Nasution diangkat menjadi seorang [[pahlawan nasional Indonesia]].<ref>[http://www.depsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan&opsi=mulai-2 Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130806191351/http://www.depsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan |date=2013-08-06 }}'', Departemen Sosial RI Online, [[Januari]] [[2010]]. Diakses 26 Agustus 2012.</ref>
Nasution merupakan konseptor [[Dwifungsi ABRI]] yang disampaikan pada tahun [[1958]] yang kemudian diadopsi selama pemerintahan [[Soeharto]]. Konsep dasar yang ditawarkan tersebut merupakan jalan agar [[ABRI]] tidak harus berada di bawah kendali [[sipil]], tetapi pada saat yang sama tidak boleh mendominasi sehingga menjadi sebuah [[junta militer|kediktatoran militer]].<ref name="Sumbogo 1997-03-08" />
Bersama [[Soeharto]] dan [[Soedirman]], Nasution menerima pangkat kehormatan Jenderal Besar yang dianugerahkan pada tanggal [[5 Oktober]] [[1997]], saat ulang tahun [[ABRI]].
== Kehidupan awal ==
Nasution dilahirkan di Desa Hutapungkut, [[Kotanopan]], [[Kabupaten Mandailing Natal]], [[Sumatera Utara]],<ref name="Bachtiar 1998 p220" /> dari keluarga [[Batak]] [[Muslim]].<ref name="Conboy & Morrison 1999 p3" /> Ia adalah anak kedua dan juga merupakan putra tertua dalam keluarganya. Ayahnya adalah seorang pedagang yang menjual tekstil, karet dan kopi. Ayahnya,
Pada tahun 1935 Nasution pindah ke [[Bandung]] untuk melanjutkan studi, di sana
Pada tahun 1940, [[Jerman Nazi]] [[Belanda dalam Perang Dunia II|menduduki Belanda]] dan pemerintah kolonial [[Belanda]] membentuk korps perwira cadangan yang menerima orang Indonesia. Nasution kemudian bergabung, karena ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan pelatihan militer. Seiring dengan beberapa orang Indonesia lainnya,
== Revolusi Nasional Indonesia
{{lihat pula|Revolusi Nasional Indonesia}}
=== Divisi Siliwangi ===
[[Berkas:Tasikmalaja Voor de evacuatie van de TNI troepen een hele organisatie kijken. N, Bestanddeelnr 1521-1-3.jpg|jmpl|Nasution bersiap demobilisasi Divisi Siliwangi pasca Perjanjian Renville]]
Setelah Soekarno memproklamasikan [[kemerdekaan Indonesia]] pada 17 Agustus 1945, Nasution bergabung dengan militer Indonesia yang kemudian dikenal sebagai [[Tentara Keamanan Rakyat]] (TKR). Pada bulan Mei 1946, dia diangkat menjadi Panglima Regional [[Divisi Siliwangi]], yang memelihara keamanan Jawa Barat. Dalam posisi ini, Nasution mengembangkan teori perang teritorial yang akan menjadi doktrin pertahanan [[Tentara Nasional Indonesia]] (TNI) pada masa depan.<ref name="pdat.co.id" /><ref name="Cribb 2001" />
Pada bulan Januari 1948, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda menandatangani [[Perjanjian Renville]], membagi [[Jawa]] antara daerah yang dikuasai Belanda dan Indonesia. Karena wilayah yang diduduki oleh Belanda termasuk [[Jawa Barat]], Nasution dipaksa untuk memimpin Divisi Siliwangi menyeberang ke [[Jawa Tengah]].<ref name="Kahin 1952 p233" />{{sfn|Ricklefs|1982|p=215}}
=== Wakil Panglima ===
[[File:AH Nasution as the Deputy Commander of the Indonesian Armed Forces.jpg|jmpl|Nasution sebagai Wakil Panglima TKR]]
Pada 1948 Nasution naik ke posisi Wakil Panglima TKR. Meskipun hanya berpangkat [[Kolonel]], penunjukan ini membuat Nasution menjadi orang paling kuat kedua di TKR, setelah Jenderal [[Soedirman]]. Nasution segera pergi untuk bekerja dalam peran barunya. Pada bulan April, dia membantu Soedirman mereorganisasi struktur pasukan. Pada bulan Juni, pada sebuah pertemuan, saran Nasution bahwa TKR harus melakukan [[perang gerilya]] melawan Belanda disetujui.
Meski bukanlah Panglima TKR, Nasution memperoleh pengalaman peran sebagai Panglima Angkatan Bersenjata pada bulan September 1948 saat [[Peristiwa Madiun]]. [[Kota Madiun]] di [[Jawa Timur]] diambil alih oleh mantan [[Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri]] [[Amir Syarifuddin]] dan [[Musso]] dari [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI). Setelah kabar itu sampai ke Markas TKR di [[Yogyakarta]], diadakan pertemuan antara perwira militer senior. Soedirman sangat ingin menghindari kekerasan dan ingin negosiasi dilakukan. Soedirman kemudian menugaskan [[Letnan Kolonel]] [[Soeharto]], untuk menegosiasikan kesepakatan dengan [[komunis]]. Setelah melakukan perjalanannya, Soeharto kembali ke Nasution dan Soedirman untuk melaporkan bahwa segala sesuatu tampak damai. Nasution tidak percaya laporan ini sementara Soedirman sedang sakit. Nasution sebagai Wakil Panglima kemudian memutuskan tindakan keras, mengirim pasukan untuk mengakhiri pemberontakan komunis di sana.{{sfn|Ricklefs|1982|p=217}}{{sfn|Elson|2001|p=26}}
Pada 30 September, Madiun diambil alih oleh pasukan republik dari [[Divisi Siliwangi]]. Ribuan anggota partai komunis tewas dan 36.000 lainnya dipenjara. Di antara yang terbunuh adalah [[Musso]] pada 31 Oktober, diduga
[[File:The hand-over of Dutch military HQ to RIS army led by A.H. Nasution.JPG|jmpl|Penyerahan Markas Besar Militer Belanda di Jakarta kepada Tentara RIS yang dipimpin oleh Kolonel Abdul Harris Nasution yang pada saat itu adalah Panglima Angkatan Darat RIS.]]
Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan sukses di Yogyakarta dan kemudian mendudukinya. Nasution, bersama-sama dengan TKR dan para komandan lainnya, mundur ke pedesaan untuk melawan dengan taktik perang gerilya. Presiden [[Soekarno]] dan Wakil Presiden [[Mohammad Hatta]] ditawan Belanda, [[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia]] (PDRI) didirikan di [[
== Era Demokrasi Parlementer ==
=== Periode pertama sebagai KSAD ===
[[File:AHNasution1951.jpg|jmpl|Nasution, 1951]]
Pada tahun 1950, Nasution mengambil posisinya sebagai [[Kepala Staf Angkatan Darat]], dengan [[T.B. Simatupang]] menggantikan Soedirman yang telah meninggal dunia sebagai Kepala Staf Angkatan Perang.
Pada tahun 1952, Nasution dan Simatupang memutuskan untuk mengadopsi kebijakan restrukturisasi dan reorganisasi untuk [[ABRI]]. Dalam pengaturan ini, Nasution dan Simatupang berharap untuk menciptakan tentara yang lebih kecil tetapi yang lebih modern dan profesional.<ref name="Sujatmoko 1997-03-08" /> Nasution dan Simatupang, yang keduanya telah dilatih oleh pemerintah kolonial Belanda ingin melepaskan para prajurit yang dilatih oleh Jepang dan mengintegrasikan lebih banyak tentara yang dilatih oleh Belanda. Namun, hal ini ditentang oleh [[Bambang Soepeno|Bambang Supeno]] yang merupakan pimpinan prajurit yang dilatih oleh Jepang (PETA).
Dalam mengadopsi kebijakan mereka, Nasution dan Simatupang mendapat dukungan dari Perdana Menteri [[Wilopo]] dan Menteri Pertahanan [[
==== Peristiwa 17 Oktober ====
{{utama|Peristiwa 17 Oktober}}
[[File:Nasution in group Suara Rakyat 8 Aug 1952 p1.jpg|jmpl|Nasution dengan atase militer Tiongkok dan seorang pria lainnya]]
Pada 17 Oktober 1952, Nasution dan Simatupang memobilisasi pasukan mereka dalam unjuk kekuatan. Memprotes campur tangan sipil dalam urusan militer, pasukan Nasution dan Simatupang mengelilingi [[Istana Merdeka|Istana Kepresidenan]] dan mengarahkan moncong meriam ke Istana. Permintaan mereka ke Soekarno adalah mengajukan tuntutan pembubaran [[DPR]]. Untuk alasan ini, Nasution dan Simatupang juga memobilisasi demonstran sipil. Soekarno keluar dari Istana Kepresidenan dan meyakinkan baik tentara dan warga sipil untuk pulang. Nasution dan Simatupang telah dikalahkan.
Baris 99 ⟶ 141:
=== Pokok-Pokok Gerilya ===
[[Berkas:FundamentalsGuerrilaWarfare.jpg|jmpl|"Pokok-Pokok Gerilya" oleh A.H. Nasution]]
Ketika
=== Periode kedua sebagai KSAD ===
[[File:Chief of Staff of the Indonesian Army AH Nasution, Garuda Perdamaian, p7.jpg|jmpl|Nasution sebagai KSAD, 1957]]
Pada 7 November 1955, setelah tiga tahun pengasingan, Nasution diangkat kembali ke posisi lamanya sebagai [[Kepala Staf Angkatan Darat]]. Dia segera mulai bekerja pada angkatan darat dan strukturnya dengan mengadopsi pendekatan tiga kali lipat.{{sfn|Elson|2001|pp=57–58}} Pendekatan pertama adalah untuk merumuskan sistem tur tugas, sehingga perwira bisa ditempatkan di seluruh negeri dan mendapatkan pengalaman. Pendekatan ini juga akan menghasilkan perwira militer yang lebih profesional, bukannya merasa ikatan pribadi dan loyalitas ke provinsi dan daerah dari mana mereka berasal. Pendekatan kedua Nasution adalah untuk memusatkan pelatihan militer. Semua metode pelatihan pasukan sekarang akan seragam, bukan komandan daerah yang menyiapkan metode pelatihan pasukan mereka sendiri. Pendekatan ketiga dan yang paling penting adalah untuk meningkatkan pengaruh [[militer]] dan kekuatan sehingga mampu mengurus dirinya sendiri, bukan mengandalkan keputusan [[sipil]]. Nasution tidak memiliki masalah menerapkan dua pendekatan pertama, tetapi dia harus menunggu untuk menerapkan pendekatan ketiga.
Pada 1957, Presiden Soekarno mulai memperkenalkan konsep [[Demokrasi Terpimpin]] untuk retorikanya dalam menanggapi kekecewaan dengan pendekatan [[Sistem parlementer|Demokrasi Parlementer]] yang telah diadopsi Indonesia sejak November 1945. Dalam hal ini,
Langkah ini tidak hanya mengakhiri peran seremonial Soekarno sebagai presiden, tetapi juga meningkatkan pengaruh dan kekuasaan militer. Dalam pengaturan ini, panglima daerah mampu mencampuri urusan sipil seperti ekonomi dan masalah administrasi.{{sfn|Elson|2001|p=61}} Atas perintah dari Soekarno sendiri, tentara juga mulai berpartisipasi dalam politik, mengisi posisi yang berkisar dari menteri kabinet hingga gubernur provinsi dan bahkan anggota DPR. Pada bulan Desember 1957, Nasution semakin meningkatkan peran tentara dengan memerintahkan para tentara untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan Belanda yang baru di[[nasionalisasi]]. Selain meningkatkan peran tentara, langkah ini juga dirancang untuk menghentikan pengaruh [[PKI]] yang semakin kuat.
Pada tahun 1958, Nasution menyampaikan pidato terkenal yang akan menjadi dasar bagi doktrin [[Dwifungsi]] yang pada rezim Soeharto akan diadopsi. Berbicara di [[Magelang]], Jawa Tengah, Nasution menyatakan bahwa [[ABRI]] harus mengadopsi "jalan tengah" dalam pendekatannya terhadap bangsa. Menurut Nasution, ABRI tidak harus di bawah kendali sipil. Pada saat yang sama, ABRI tidak boleh mendominasi bangsa dengan sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah [[junta militer|kediktatoran militer]].<ref name="Sumbogo 1997-03-08">{{cite web|last = Sumbogo|first = Priyono B.|date = 8 Maret 1997|title = Jalan Tengah|publisher = [[Gatra]]|url = http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/03/11/0024.html|access-date = 2014-08-20|archive-date = 2009-10-30|archive-url = https://web.archive.org/web/20091030175856/http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/03/11/0024.html|dead-url = yes}}</ref>
=== Pemberontakan PRRI ===
Pada akhir 1956, ada tuntutan dari panglima daerah di
Sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, Nasution biasanya telah terlibat dalam memobilisasi pasukan ke
=== Kembali ke UUD 1945 ===
Baris 120 ⟶ 163:
== Era Demokrasi Terpimpin ==
=== Korupsi di
[[File:AH Nasution with the Garuda Contingent, Garuda Perdamaian, p86.jpg|jmpl|Nasution bersama Kontingen Garuda, pasukan perdamaian untuk PBB]]
Sejak 1956, Nasution telah berusaha untuk membasmi korupsi di Angkatan Darat, tetapi kembali berlakunya [[UUD 1945]] tampaknya telah memperbaharui tekadnya dalam hal ini. Dia percaya bahwa tentara harus memberi contoh untuk seluruh masyarakat. Tidak lama setelah keputusan Soekarno, Nasution mengirim [[Brigadir Jenderal]] Sungkono untuk menyelidiki transaksi keuangan dari [[Kodam VII/Diponegoro]] dan panglimanya, Kolonel [[Soeharto]].
Temuan Sungkono mengungkapkan bahwa selama menjadi pangdam, Soeharto telah mendirikan yayasan untuk membantu masyarakat setempat. Namun, yayasan tersebut didanai melalui pungutan wajib (bukan sumbangan sukarela) dari industri produksi dan layanan. Soeharto juga terlibat dalam [[barter]] [[ilegal]]. Dia telah membarter gula dengan beras dari [[Thailand]].
Nasution ingin mengambil tindakan terhadap Soeharto dan mengusirnya dari militer. Namun, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, [[Gatot Soebroto]] mengintervensi.{{sfn|Elson|2001|p=73}} Gatot telah menjadikan Soeharto berada di bawah sayapnya ketika dia menjadi Pangdam VII/Diponegoro dan telah melihat bakat dari Soeharto. Gatot meminta Nasution untuk tidak mengusir Soeharto karena bakat Soeharto bisa dikembangkan lebih lanjut. Nasution mendengarkan saran Gatot. Keputusannya adalah untuk mencopot Soeharto dari jabatannya dan menghukumnya dengan mengirimnya ke [[Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat]] (Seskoad).
=== Irian Barat ===
[[Berkas:AH Nasution, Jalesveva Jayamahe, p11.jpg|jmpl|A.H. Nasution dalam buku ''Jalesveva Jayamahe'', 1960]]
Selama perjuangan kemerdekaan, Soekarno selalu menganggap [[Papua Bagian Barat|Irian Barat]] juga termasuk sebagai Indonesia. Ketika Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia, Irian Barat terus menjadi koloni Belanda. Soekarno tidak menyerah dan terus mendorong Irian Barat harus dimasukkan sebagai bagian dari Indonesia melalui [[PBB]] dan melalui [[Konferensi Asia–Afrika]], di mana negara-negara yang hadir berjanji untuk mendukung klaim Indonesia. Belanda tetap terus bersikeras. Pada tahun 1960, Soekarno sudah kehabisan kesabaran. Pada bulan Juli,
Sebagai bagian dari persiapan untuk operasi ini, Nasution berpaling ke Soeharto, yang telah menyelesaikan kursus Seskoad pada bulan November 1960. Soeharto, sekarang seorang brigadir jenderal, ditugaskan oleh Nasution untuk membuat unit kekuatan strategis yang akan siaga, siap ketika dipanggil untuk melakukan tindakan setiap saat. Soeharto ditempatkan bertugas di gugus tugas ini dan pada bulan Maret 1961, Cadangan Umum Angkatan Darat ([[CADUAD|Caduad]]) dibentuk, dengan Soeharto diangkat sebagai panglimanya.{{sfn|Elson|2001|p=79}} Caduad pada tahun 1963 berubah nama menjadi [[Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat]] (Kostrad).
Pada awal 1962, Nasution dan Yani adalah komandan keseluruhan yang disebut dengan operasi [[Pembebasan Irian Barat]], dengan Soeharto yang ditempatkan di Indonesia timur sebagai komandan lapangan.
=== Rivalitas dengan PKI ===
Pada saat ini, Soekarno mulai melihat [[PKI]] sebagai sekutu politik utamanya, bukan tentara lagi. Meskipun
Nasution mewaspadai pengaruh PKI atas Soekarno dan pada gilirannya, Soekarno menyadari bahwa Nasution tidak senang tentang pengaruh PKI dan mengambil langkah untuk melemahkan kekuasaannya. Pada bulan Juli 1962, Soekarno mereorganisasi struktur [[ABRI]]. Status kepala cabang Angkatan Bersenjata sekarang akan ditingkatkan dari kepala staf menjadi panglima. Sebagai panglima, kepala cabang angkatan bersenjata akan memiliki kekuatan lebih dan hanya akan menjawab untuk Soekarno sebagai [[Panglima tertinggi|Panglima Tertinggi]] ABRI. Yang membantu Soekarno sebagai Panglima Tertinggi ABRI adalah kepala staf ABRI. Soekarno menunjuk Nasution untuk posisi kepala staf ABRI<ref name="Wibisono 2004-01-20" /> dan menunjuk [[Ahmad Yani]] sebagai panglima angkatan darat. Dengan melakukan ini, Soekarno menurunkan kekuatan Nasution, sebagai kepala staf ABRI dia hanya bertanggung jawab untuk hal-hal administratif saja dan dia tanpa pasukan.
Sekarang dalam posisi tak berdaya, Nasution mulai memikirkan cara lain untuk menghentikan momentum PKI. Saat yang tepat datang pada Sidang Umum [[Majelis Permusyawaratan Rakyat]] Sementara (MPRS) pada Mei 1963. Nasution, [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI) serta anggota TNI yang hadir mengajukan mosi bahwa Soekarno ditunjuk sebagai [[presiden seumur hidup]].<ref name="Utomo" /> Alasan di balik ini adalah bahwa dengan ditunjuknya Soekarno sebagai presiden seumur hidup, menjadikan tidak akan adanya pemilu, dan tanpa pemilu, PKI tidak akan bisa mendapatkan berkuasa tidak peduli berapa banyak partai tumbuh. Akhirnya, Soekarno menjadi presiden seumur hidup.
=== Perbedaan dengan Yani ===
Nasution segera mulai mengembangkan sikap permusuhan terhadap Yani. Keduanya, baik Nasution dan Yani sama-sama anti-komunis, tetapi sikap mereka terhadap Soekarno berbeda. Nasution mengkritik Soekarno yang dianggap mendukung PKI, sementara Yani, seorang loyalis Soekarno, mengambil sikap yang lebih lembut. Nasution mengkritik sikap lembut Yani dan hubungan antara keduanya memburuk. Untuk membuat keadaan menjadi lebih buruk, Yani mulai menggantikan komandan daerah yang dekat dengan Nasution dengan mereka yang dekat dengan dirinya.
Baris 147 ⟶ 188:
Pada 13 Januari 1965, sebuah delegasi dari pejabat yang mewakili Nasution dan Yani bertemu dalam upaya untuk mendamaikan perbedaan antara dua jenderal itu. Pertemuan itu gagal mengusahakan Yani untuk menjauhkan diri dari Soekarno, tetapi delegasi sepakat untuk mengadakan seminar di mana mereka bisa berbicara tentang iklim politik saat ini dan peran tentara dalam politik.
Sebuah dokumen beredar di Jakarta. Dijuluki [[Dokumen Gilchrist]], dokumen itu adalah surat yang mengaku datang dari Duta Besar [[Britania Raya]] [[Andrew Gilchrist]], dan menyebutkan "teman-teman tentara lokal kami". Kecurigaan pun langsung dilemparkan pada tentara yang ingin memulai kudeta. Meskipun Yani dengan cepat menyangkal tuduhan itu, PKI mulai menjalankan kampanye
== G30S dan Transisi ke Orde Baru ==
Baris 153 ⟶ 194:
[[Berkas:AHNasution1965.jpg|300px|jmpl|Nasution yang kakinya terluka sedang membahas situasi di markas [[Kostrad]] pada malam tanggal 1 Oktober 1965]]
{{main|Gerakan 30 September}}
Pada pagi hari 1 Oktober 1965, pasukan yang menyebut diri mereka [[Gerakan 30 September]] (G30S) mencoba untuk menculik tujuh perwira Angkatan Darat anti-komunis termasuk Nasution.{{sfn|Hughes|2002|pp=40–42}} [[Doel Arif|Letnan Doel Arief]] yang memimpin pasukan untuk menangkap Nasution, dan timnya yang terdiri dari empat truk dan dua mobil militer berjalan menyusuri Jalan Teuku Umar yang sepi pada pukul 4:00 pagi. Rumah Nasution di No 40, rumah sederhana dengan satu lantai. Penjaga rumah di pos jaga di luar rumah melihat kendaraan yang datang, tetapi setelah melihat orang-orang itu tentara dia tidak curiga dan tidak menelepon atasannya. Sersan Iskaq, yang bertanggung jawab menjaga rumah saat itu. Sersan itu berada di ruang jaga di ruang depan bersama dengan setengah lusin tentara, beberapa di antaranya sedang tidur. Seorang penjaga sedang tidur di taman depan dan satu lagi sedang bertugas di bagian belakang rumah. Dalam sebuah pondok yang terpisah, dua ajudan Nasution sedang tidur, seorang letnan muda bernama [[Pierre Tendean]], dan ajun komisaris polisi [[Hamdan Mansjur]].{{sfn|Hughes|2002|p=40}}
Sebelum alarm menyala, pasukan Letnan Arief telah melompat pagar dan menguasai para penjaga yang mengantuk di pos jaga dan ruang jaga. Lainnya masuk dari seluruh sisi rumah dan menutupinya dari belakang. Sekitar lima belas tentara masuk ke rumah. Nasution dan istrinya terganggu oleh nyamuk dan terjaga. Mereka tidak mendengar para penjaga yang telah dikuasai tetapi Nyonya Nasution mendengar pintu dibuka paksa. Dia bangkit dari tempat tidur untuk memeriksa dan membuka pintu kamar tidur,
Seluruh penghuni rumah terbangun dan ketakutan oleh penembakan itu. Ibu dan adik Nasution, Mardiah, juga tinggal di rumah dan berlari ke kamar tidur Nasution. Mardiah membawa putri Nasution yang berusia lima tahun, [[Ade Irma Suryani Nasution|Irma]], dari tempat tidurnya, memeluk erat anak itu dalam pelukannya, dan mencoba lari ke tempat aman. Saat
Tendean mengambil senjatanya dan lari dari rumah, tetapi
[[Karel Satsuit Tubun]], seorang penjaga di rumah [[Wakil Perdana Menteri Indonesia]], [[Johannes Leimena]] yang juga merupakan tetangga Nasution, mendengar keributan dan berjalan ke rumah Nasution. Dalam kebingungan penjaga itu ditembak dan dibunuh. Pembunuhan penjaga itu tidak direncanakan.{{sfn|Hughes|2002|p=42}}
Nasution terus bersembunyi di halaman tetangganya sampai pukul 06:00 ketika
Sekitar pukul 14:00, setelah Gerakan 30 September mengumumkan pembentukan [[Dewan Revolusi]], Nasution mengirim perintah lain untuk Soeharto, Martadinata dan Joedodihardjo. Dalam rangka itu, Nasution mengatakan bahwa
Nasution tiba di markas Kostrad sekitar pukul 6 sore, Soeharto mulai mengerahkan pasukan [[Sarwo Edhie Wibowo]] untuk mengamankan Jakarta dari Gerakan 30 September. Di sana, Nasution akhirnya menerima [[pertolongan pertama]] untuk pergelangan kakinya yang patah. Setelah Jakarta aman, Martadinata datang ke markas Kostrad dengan salinan Keputusan Presiden yang menunjuk [[Pranoto Reksosamodra|Pranoto]]. Setelah melihat keputusan tersebut, Soeharto mengundang Martadinata dan Nasution ke ruangan untuk membahas situasi.
Nasution meminta Martadinata bagaimana caranya presiden datang untuk menunjuk Pranoto. Martadinata menjawab bahwa pada sore hari
Dengan pasukan [[Sarwo Edhie Wibowo|Sarwo Edhie]], Jakarta dengan cepat berhasil diamankan. Soeharto kemudian mengalihkan perhatiannya ke Halim dan mulai membuat persiapan untuk menyerang pangkalan udara. Untuk membantunya, Nasution memerintahkan angkatan laut dan polisi untuk membantu Soeharto dalam menumpas Gerakan 30 September. Untuk angkatan udara, Nasution mengeluarkan perintah mengatakan bahwa mereka tidak akan dihukum atas pembangkangan jika mereka menolak untuk mematuhi perintah Dhani. Pada pukul 06:00 tanggal 2 Oktober, Halim berhasil diambil alih dan Gerakan 30 September secara resmi dikalahkan.
=== Kehilangan kesempatan ===
Meskipun Soeharto telah menjadi tokoh kunci pada 1 Oktober, banyak perwira Angkatan Darat lainnya masih berpaling ke Nasution untuk kepemimpinan dan mengharapkannya untuk mengambil kontrol yang lebih menentukan situasi. Namun, Nasution tampak ragu-ragu dan perlahan tetapi pasti dukungan mulai menjauh darinya. Mungkin alasan ini adalah karena
Dalam beberapa minggu pertama setelah G30S, Nasution-lah yang terus-menerus melobi Soekarno untuk menunjuk Soeharto sebagai Panglima Angkatan Darat. Soekarno, yang setelah 1 Oktober tetap menginginkan Pranoto sebagai pimpinan angkatan darat, awalnya menjadikan Soeharto sebagai Panglima [[Kopkamtib]], tetapi dengan lobi terus-menerus yang dilakukan Nasution, Soekarno akhirnya dibujuk dan pada tanggal 14 Oktober 1965, ditunjuklah Soeharto sebagai Panglima Angkatan Darat.
Sebuah peluang emas datang ke Nasution pada bulan Desember 1965 ketika ada pembicaraan tentang penunjukkan dirinya sebagai wakil presiden untuk membantu Soekarno dalam masa ketidakpastian.{{sfn|Hughes|2002|p=215}} Nasution tidak memanfaatkan ini dan memilih untuk tidak melakukan apa-apa. Soeharto mengambil inisiatif pada awal 1966 dengan mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa tidak ada kebutuhan untuk mengisi kursi wakil presiden yang kosong. Pada 24 Februari 1966, Nasution tidak lagi menjabat sebagai [[Menteri Pertahanan dan Keamanan]] dalam [[Kabinet Dwikora II|perombakan kabinet]]. Posisi Kepala Staf ABRI juga dihapuskan.
Pada tahap ini, harapan bahwa Nasution akan melakukan sesuatu sekarang telah hilang, para perwira militer dan gerakan mahasiswa berada di belakang Soeharto. Namun demikian, dia terus menjadi tokoh yang dihormati, banyak perwira militer megunjunginya pada hari-hari menjelang penandatanganan [[Supersemar]], dokumen penyerahan kewenangan dari Soekarno ke Soeharto. Bahkan, ketika Soeharto hendak pergi Markas [[Kostrad]] untuk menunggu pengiriman [[Surat Perintah Sebelas Maret|Supersemar]], dia menelepon Nasution dan meminta restunya. Istri Nasution memberi restu atas nama Nasution, yang tidak hadir.
Indra politik Nasution tampaknya telah kembali setelah Soeharto menerima Supersemar. Itu mungkin karena dia yang pertama kali menyadari bahwa Supersemar tidak hanya memberikan kekuasaan darurat kepada Soeharto tetapi juga memberinya kontrol eksekutif. Pada 12 Maret 1966, setelah Soeharto melarang keberadaan [[PKI]], Nasution menyarankan kepada Soeharto bahwa dia membentuk kabinet darurat.<ref name="Suwalu 1999" /> Soeharto, masih hati-hati tentang apa yang dia bisa atau tidak bisa lakukan dengan kekuatan barunya, karena pembentukan kabinet adalah tanggung jawab presiden. Nasution mendorong Soeharto dan berjanji untuk memberikan dukungan penuh, tetapi Soeharto tidak menanggapi dan percakapan berakhir tiba-tiba.
=== Ketua MPRS ===
[[Berkas:NasutionSuharto1967.jpg|200px|jmpl|Nasution memberi selamat kepada Jenderal Soeharto atas pengangkatannya sebagai ''acting'' presiden, 12 Maret 1967]]
Dengan kekuatan barunya, Soeharto mulai membersihkan pemerintahan dari pengaruh komunis. Setelah penangkapan 15 menteri kabinet pada 18 Maret 1966, Soeharto mengincar [[MPRS]], mencopot anggota yang dianggap simpatisan komunis dan menggantinya dengan anggota yang lebih bersimpati pada tujuan militer. Selama pembersihan, MPRS juga kehilangan ketuanya, [[Chaerul Saleh]], dan ada kebutuhan untuk mengisi posisi yang kosong. Nasution adalah pilihan yang sangat populer karena semua fraksi di MPRS menominasikan dia untuk posisi [[Daftar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat|Ketua MPRS]]. Namun, Nasution menunggu sampai Soeharto menyatakan dukungan untuk pencalonannya sebelum menerima nominasi.
Pada 20 Juni 1966, Sidang Umum MPRS dimulai. Nasution menetapkan [[Supersemar]] sebagai agenda pertama yang akan dibahas dalam daftar dengan berjalan ke aula pertemuan dengan dokumen yang sebenarnya. Keesokan harinya, pada 21 Juni MPRS meratifikasi Supersemar, sehingga ilegal bagi Soekarno untuk menariknya kembali. Pada 22 Juni, Soekarno menyampaikan pidato berjudul [[Nawaksara]] (Sembilan butir) di depan sidang. Nasution dan anggota MPRS lainnya merasa kecewa. Soekarno tidak menyebutkan apa-apa tentang G30S. Sebaliknya, Soekarno tampaknya memberikan penjelasan tentang pengangkatannya sebagai presiden seumur hidup, rencana kerjanya sebagai presiden, dan bagaimana Konstitusi bekerja dalam praktik. MPRS menolak untuk meratifikasi pidato ini.
Selama dua minggu ke depan, Nasution sibuk memimpin Sidang Umum MPRS. Di bawah kepemimpinannya, MPRS mengambil langkah-langkah seperti melarang paham [[Marxisme-Leninisme]], mencabut keputusan Soekarno sebagai presiden seumur hidup, dan memerintahkan pemilihan legislatif yang akan diselenggarakan pada bulan Juli 1968. Sidang Umum MPRS juga meningkatkan kekuasaan Soeharto dengan secara resmi memerintahkannya untuk merumuskan kabinet baru. Sebuah keputusan juga disahkan yang menyatakan bahwa jika presiden tidak mampu melaksanakan tugasnya, dia kini akan digantikan oleh pemegang Supersemar, bukan wakil presiden.
Tahun 1966 pun berlalu, Soekarno semakin defensif dan popularitasnya di kalangan rakyat Indonesia semakin menurun. Soeharto, yang tahu bahwa kemenangan politiknya sudah dekat, turun untuk memainkan peran orang Jawa yang sopan dengan terus-menerus memberikan kata-kata meyakinkan kepada Soekarno dan membelanya dari tuntutan para demonstran. Jenderal lainnya seperti Nasution tidak penuh belas kasihan, Nasution menyatakan bahwa Soekarno harus bertanggung jawab atas situasi buruk yang melanda pemerintahan dan masyarakat Indonesia pada saat itu. Nasution juga menyerukan agar Soekarno dibawa ke [[pengadilan]].
Pada 10 Januari 1967, Nasution dan MPRS bersidang lagi dan Soekarno menyerahkan laporannya (dia tidak menyampaikan hal itu secara pribadi sebagai pidato) yang diharapkan bisa mengatasi masalah G30S. Diberi judul "Pelengkap Nawaksara", laporan itu berbicara tentang desakan Soekarno menyebut G30S dengan Gerakan 1 Oktober ([[Gestok]]). Pada G30S, Soekarno mengatakan bahwa PKI membuat kesalahan besar pada pagi hari 1 Oktober, tetapi juga menambahkan bahwa hal ini disebabkan oleh kecerdikan pihak [[neokolonialisme|neokolonialis]]. Soekarno juga menambahkan bahwa jika
Pada bulan Februari 1967, [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (2014–2019)|DPR-GR]] menyerukan [[Sidang Istimewa MPR|Sidang Istimewa MPRS]] pada bulan Maret untuk mengganti Soekarno dengan Soeharto. Soekarno tampaknya pasrah akan nasibnya, akhirnya pada 12 Maret 1967
== Orde Baru ==
Baris 207 ⟶ 244:
=== Oposisi terhadap Orde Baru ===
Setelah
Pada bulan Juli tahun 1978, bersama-sama dengan mantan wakil presiden [[Hatta]], Nasution mendirikan Yayasan Lembaga Kesadaran Berkonstitusi (YLKB). Pemerintah Soeharto bergerak cepat dan tidak mengizinkan YLKB untuk mengadakan pertemuan pertama pada Januari 1979. Nasution dan YLKB tidak menyerah. Pada bulan Agustus 1979,
Soeharto menanggapi kritikan tersebut. Pada 27 Maret 1980, pada Rapat ABRI, Soeharto dalam pidatonya mengatakan bahwa anggota ABRI harus siap untuk mempertahankan kursi mereka di DPR dan mereka harus melindungi Pancasila dan UUD 1945 dari kemungkinan-kemungkinan [[amendemen]]. Untuk itu, Soeharto memerintahkan ABRI sebagai sebuah kekuatan sosial-politik, harus memilih mitra-mitra politik yang benar yang telah terbukti bersedia mempertahankan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini karena pada saat itu diyakini ada kekuatan-kekuatan sosial-politik yang meragukannya. Soeharto mengulangi hal ini dalam pidato lain tanggal 16 April 1980, pada kesempatan ulang tahun [[Kopassus]]. Di mana
Nasution kemudian memutuskan bahwa penentang rezim harus membuat pernyataan besar.
Petisi itu ditandatangani pada 5 Mei 1980 dan disampaikan ke DPR pada 13 Mei 1980. Petisi ini menyerukan Soeharto untuk berhenti menafsirkan Pancasila sesuai tujuannya sendiri dan bagi ABRI untuk bersikap netral dalam politik bukan malah menguntungkan [[GOLKAR|Golkar]]. DPR, khususnya anggota [[Partai Persatuan Pembangunan]] (PPP) dan [[Partai Demokrasi Indonesia]] menanggapi serius petisi ini dan meminta Soeharto untuk merespon masalah ini. Soeharto menjawab bahwa pidato-pidatonya pada tanggal 27 Maret 1980 dan 16 April 1980 adalah respon yang cukup memadai. Dia menambahkan jika ada masalah, DPR bisa melakukan penyelidikan khusus. Di sini anggota PPP dan PDI berhenti, mengetahui bahwa gerakan mereka akan dikalahkan karena dominasi Golkar. Bagi penandatangan petisi seperti Nasution, Soeharto memberlakukan larangan perjalanan dan membuat transaksi bisnis yang sulit sehingga penandatangan petisi akan memiliki masa sulit dalam mencari nafkah.
=== Rekonsiliasi ===
[[Berkas:Soeharto Nas 130397.jpg|jmpl|250px|[[Soeharto]] bersama [[Frits A. Kakiailatu]] menjenguk A.H. Nasution yang sedang sakit di [[Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto|RSPAD Gatot Soebroto]], Jakarta pada [[13 Maret]] [[1997]].]]
Pada awal tahun [[1990-an]], Soeharto mulai mengadopsi kebijakan keterbukaan politik, dan penegakan hukum terhadap penandatangan [[Petisi 50]] dilonggarkan. Pada Juni 1993, ketika
Akhirnya, pada bulan Juli 1993, Soeharto mengundang Nasution ke [[Istana Presiden]] untuk bertemu. Hal ini diikuti oleh pertemuan lain pada [[18 Agustus]] [[1993]], setelah perayaan Hari Kemerdekaan.<ref name="hamline 1993-08-18" /> Tidak ada pembicaraan tentang politik, tetapi jelas bahwa mereka berdua berusaha untuk melakukan [[wikt:rekonsiliasi|rekonsiliasi]] terhadap perbedaan di antara mereka. Dalam sebuah [[wawancara]] pada tahun 1995, Nasution mendorong upaya Indonesia untuk melakukan proses rekonsiliasi sehingga bangsa bisa bersatu di bawah kepemimpinan Soeharto.
Pada tanggal [[5 Oktober]] [[1997]], pada kesempatan ulang tahun [[ABRI]], Nasution diberi pangkat kehormatan [[Jenderal Besar]], pangkat yang juga diberikan kepada [[Soeharto]] dan [[Soedirman]].<ref>{{Cite news|url=https://www.merdeka.com/peristiwa/3-jenderal-bintang-lima-milik-tni.html|title=3 Jenderal bintang lima milik TNI|last=Widyatmoko|first=Titis|work=[[Merdeka.com]]|access-date=2018-02-08|editor-last=Widyatmoko|editor-first=Titis|language=id}}</ref>
== Keluarga dan akhir hayat ==
[[Berkas:AH Nasution with his family - 1965.jpg|jmpl|Dari kiri ke kanan: Abdul Haris Nasution (ayah), [[Ade Irma Suryani Nasution]] (putri), Johanna Sunarti (ibu), dan Hendrianti Saharah (putri)]]
Nasution menikah dengan Johanna Sunarti pada 30 Mei 1947 di [[Ciwidey]], Bandung,<ref>{{Cite news|url=https://www.viva.co.id/berita/nasional/137886-mengenal-sosok-alm-johana-sunarti-nasution|title=Mengenal Sosok Alm. Johana Sunarti Nasution|date=21 Maret 2010|access-date=29 Januari 2021|work=[[VIVA.co.id]]}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://historia.id/histeria/articles/perkawinan-perjuangan-6mRB2/page/1|title=Perkawinan Perjuangan|date=23 Mei 2019|access-date=29 Januari 2021|website=historia.id|last=Mukhti|first=M.F.}}</ref> bersamanya dia memiliki dua anak perempuan, yakni Hendrianti Saharah Nasution dan [[Ade Irma Suryani Nasution]]. Ade Irma tewas dalam peristiwa [[G30S]]. Istrinya meninggal pada tahun 2010 dalam usia 87.<ref>{{Cite news|editor=Yuli|title=Istri Jenderal Nasution Wafat dalam Usia 87 Tahun|url=http://nasional.kompas.com/read/2010/03/21/04073025/isteri.jenderal.nasution.wafat.dalam.usia.87.tahun|accessdate=26 Desember 2016|work=[[Kompas.com]]|date=21 Maret 2010|language=id|editor-last=yuli}}</ref> Nasution sendiri meninggal pada 6 September 2000 di [[Jakarta]] setelah menderita [[stroke]] dan kemudian [[koma (medis)|koma]].<ref>[http://news.liputan6.com/read/275/jenderal-besar-nasution-wafat Jenderal Besar Nasution Wafat], Liputan6.com, 7 September 2000, diakses 3 Februari 2016</ref><ref>{{Cite web |url=http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/09/07/0018.html |title=[INDONESIA-NEWS] FORUM KEADILAN - Jenderal AH Nasution Wafat |access-date=2016-02-03 |archive-date=2017-05-11 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170511094930/https://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/09/07/0018.html |dead-url=yes }}</ref> Dia dimakamkan di [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]], [[Jakarta Selatan]].<ref>[http://news.liputan6.com/read/267/suasana-duka-menyelimuti-pemakaman-pak-nas Suasana Duka Menyelimuti Pemakaman Pak Nas], Liputan6.com, 6 September 2000, diakses 3 Februari 2016</ref> Hendrianti Saharah meninggal pada tahun 2021 dalam usia 69.<ref>{{Cite web|last=Liputan6.com|date=2021-06-18|title=Yanti Nasution, Putri Sulung Jenderal (Purn) AH Nasution Meninggal Dunia|url=https://www.liputan6.com/news/read/4585702/yanti-nasution-putri-sulung-jenderal-purn-ah-nasution-meninggal-dunia|website=liputan6.com|language=id|access-date=}}</ref>
== Penghargaan{{sfn|Dinas Sejarah TNI AD|1981|p=120}}{{sfn|Dinas Sejarah TNI AD|2011|p=22-23}} ==
=== Tanda Kehormatan ===
{| class="wikitable" style="margin:1em auto; text-align:center;"
|-
!colspan="3" align="center" |Dada kanan
!colspan="3" align="center" |Dada kiri
|-
|colspan="3"|
{| style="margin:1em auto; text-align:center;"
|-
|[[File:Wing Penerbang Kelas I TNI AU.png|200px]]
|-
|[[Berkas:Brevet Hiu Kencana (Kapal Selam).png|200px]]
|-
|[[File:Brevet Para Dasar.png|200px]]
|}
|colspan=""4|
{| style="margin:1em auto; text-align:center;"
|-
|colspan="4"|[[File:Brevet Komando Kopassus.png|130px]]
|-
|colspan="4"|[[File:Brevet Para Utama TNI AD.png|210px]]
|-
| colspan="4"|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Republik Indonesia Adipradana.png|width=100}} {{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Republik Indonesia Utama.png|width=100}} {{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Mahaputera Adipradana.png|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Sakti.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Dharma.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Bintang Yudha Dharma Utama.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Kartika Eka Paksi Utama.gif|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Jalasena Utama.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Bhayangkara Utama.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Gerilya.png|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Indonesian Armed Forces "8 Years" Service Star (1945-1953).gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana Peringatan Kemerdekaan.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana Kesetiaan XVI.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana Jasadharma AL.png|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalancana Perang Kemerdekaan I.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satya Lencana Perang Kemerderkaan II.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satya Lencana GOM I.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana G.O.M. II.gif|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana G.O.M. III.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana G.O.M. IV.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana Satya Dharma.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana Wira Dharma (1963).gif|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satya Lencana Penegak.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Medali Veteran Perdamaian.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Order of the White Elephant - 1st Class (Thailand) ribbon.svg|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=YU Order of the People's Army (1st Rank) Ribbon Bar.gif|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=YU Order of the Yugoslav Flag with Sash (1st rank) Ribbon Bar.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=EGP Military Medal of the Republic Ribbon Bar.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=PHL Legion of Honor - Commander Ribbon Bar (Before 2003).png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=GER Bundesverdienstkreuz 6 GrVK Stern Band.png|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=SOV 20 years of victory ribbon bar.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Order of Sikatuna - Grand Cross Ribbon.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=ETH Order of the Holy Trinity Ribbon Bar.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Order of Orange-Nassau ribbon - Knight Grand Cross Ribbon.png|width=100}}
|}
|-
|colspan="3" |
{| class="wikitable" style="margin:1em auto; text-align:center;"
|-
|colspan="1"|Wing Penerbang TNI AU Kelas I
|-
|colspan="1"|Brevet Hiu Kencana
|-
|colspan="1"|Brevet Para Dasar
|}
|colspan="4" |
{| class="wikitable" style="margin:1em auto; text-align:center;"
|-
!Brevet
| colspan="4"|Brevet Kualifikasi Komando Kopassus
|-
!Brevet
|colspan="4"|Brevet Para Utama
|-
!Baris ke-1
| colspan="1"|[[Bintang Republik Indonesia Adipradana]] (26 September 1997)<ref name="Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia 1959 - sekarang">{{cite book |title= Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia 1959 - sekarang|url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20200107/3822wni_penerima_tanda_kehormatan_bintang_republik_indonesia_1959_sekarang.pdf |access-date=4 Oktober 2021}}</ref><ref>{{Citation|title=AH Nasution Menerima Penghargaan Jenderal Bintang Lima|url=https://www.youtube.com/watch?si=U-bBbh1hhlUbBOfd&v=pEOC402O_dk&feature=youtu.be|date=2024-10-23|accessdate=2024-10-30|last=Official iNews}}</ref>
| colspan="2"|[[Bintang Republik Indonesia Utama]] (10 Januari 1963)<ref name="Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003">{{cite book |title=Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003 |url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20180910/41462-Bintang_Mahaputera_tahun_1959-2003.pdf |access-date=4 Oktober 2021}}</ref>
| colspan="1"|[[Bintang Mahaputera Adipradana]] (1961)<ref name="Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003"/>
|-
!Baris ke-2
| colspan="1"|[[Bintang Sakti]]
| colspan="1"|[[Bintang Dharma]]
| colspan="1"|[[Bintang Yudha Dharma|Bintang Yudha Dharma Utama]]
| colspan="1"|[[Bintang Kartika Eka Paksi|Bintang Kartika Eka Paksi Utama]]
|-
!Baris ke-3
| colspan="1"|[[Bintang Jalasena|Bintang Jalasena Utama]] (1969)<ref>{{Cite web|title=PENGANUGERAHAN BINTANG JALASENA {{!}} ANTARA Foto|url=https://www.antarafoto.com/view/1974645/penganugerahan-bintang-jalasena|website=antarafoto.com|language=en|access-date=2024-07-13}}</ref>
| colspan="1"|[[Bintang Swa Bhuwana Paksa|Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama]]
| colspan="1"|[[Bintang Bhayangkara|Bintang Bhayangkara Utama]]
| colspan="1"|[[Bintang Gerilya]]
|-
!Baris ke-4
| colspan="1"|[[Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia]]
| colspan="1"|[[Daftar tanda kehormatan di Indonesia#Bekas|Satyalancana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan]]
| colspan="1"|[[Satyalancana Kesetiaan]] 16 Tahun
| colspan="1"|[[Satyalancana Jasadharma Angkatan Laut]]
|-
!Baris ke-5
| colspan="1"|[[Satyalancana Perang Kemerdekaan I]]
| colspan="1"|[[Satyalancana Perang Kemerdekaan II]]
| colspan="1"|[[Satyalancana G.O.M I]]
| colspan="1"|[[Satyalancana G.O.M II]]
|-
!Baris ke-6
| colspan="1"|[[Satyalancana G.O.M III]]
| colspan="1"|[[Satyalancana G.O.M IV]]
| colspan="1"|[[Daftar tanda kehormatan di Indonesia#Bekas|Satyalancana Satya Dharma]]
| colspan="1"|[[Satyalancana Wira Dharma]]
|-
!Baris ke-7
| colspan="1"|[[Satyalancana Penegak]]
| colspan="1"|Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia (1994)<ref>{{Cite web|last=Administrator|date=1994-01-15|title=Penghargaan|url=https://majalah.tempo.co/read/album/1196/penghargaan|website=Tempo|language=en|access-date=2023-04-19}}</ref>
| colspan="1"|[[:en:Order of the White Elephant|Knight Grand Cross of the Most Exalted Order of the White Elephant]] - Thailand (1960)<ref>[http://www.ratchakitcha.soc.go.th/DATA/PDF/2503/D/019/826.PDF แจ้งความสำนักนายกรัฐมนตรี เรื่อง พระราชทานเครื่องราชอิสริยาภรณ์]</ref>
| colspan="1"|[[:en:Orders, decorations, and medals of the Socialist Federal Republic of Yugoslavia#Orders|First Rank of the Order of the People's Army with Laurer Wreath]] - Yugoslavia (1960)
|-
!Baris ke-8
| colspan="1"|[[:en:Orders, decorations, and medals of the Socialist Federal Republic of Yugoslavia#Orders|First Rank of the Order of the Yugoslav Flag with Sash]] - Yugoslavia (1961)
| colspan="1"|Military Medal of the Republic - Republik Arab Bersatu (1961)
| colspan="1"|[[:en:Philippine Legion of Honor|Commander of the Philippine Legion of Honor]] - Filipina (1963)
| colspan="1"|[[:en:Order of Merit of the Federal Republic of Germany|Grand Cross of the Order of Merit of the Federal Republic of Germany]] - Jerman (1963)
|-
!Baris ke-9
| colspan="1"|[[:en:Jubilee Medal "Twenty Years of Victory in the Great Patriotic War 1941–1945"|Jubilee Medal "Twenty Years of Victory in the Great Patriotic War 1941–1945"]] - Uni Soviet (1965)
| colspan="1"|[[:en:Order of Sikatuna|Grand Cross (''Datu'') of the Order of Sikatuna]] - Filipina (1967)
| colspan="1"|[[:en:Order of the Holy Trinity (Ethiopia)|Grand Cross with Collar of the Order of the Holy Trinity]] - Kekaisaran Etiopia (1968)
| colspan="1"|[[:en:Order of Orange-Nassau|Knight Grand Cross of the Order of Orange-Nassau]] - Belanda (1971)
|}
|}
=== Doktor Kehormatan ===
* Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Ketatanegaraan, [[Universitas Islam Sumatera Utara]] (1962)
* Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Politik, [[Universitas Padjajaran]] (1962)
* Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Negara, [[Universitas Andalas]] (1962)
* Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Hukum, [[:en:Mindanao State University|Mindanao State University]], [[Filipina]] (1971)
== Galeri foto ==
Baris 250 ⟶ 418:
== Lihat pula ==
* [[Museum Jenderal Besar DR. Abdul Haris Nasution]]
* [[Ade Irma Suryani Nasution]]
* [[Kapten Anumerta Pierre Andreas Tendean]]
* [[Resimen Mahasiswa]]
== Referensi ==
Baris 302 ⟶ 470:
</ref>
<ref name="pdat.co.id">{{cite web
|title = Abdul Haris Nasution
|publisher = pdat.co.id
|url =
|accessdate = 4 November 2006
|archive-date = 2011-10-02
|archive-url = https://web.archive.org/web/20111002085107/http://www.pdat.co.id/hg/apasiapa/login.html
|dead-url = unfit
}}</ref>
<ref name="Cribb 2001">
Baris 322 ⟶ 491:
|pages = 143–154
|doi = 10.1179/072924701799733190
|issn = 0729-2473 }}
</ref>
Baris 331 ⟶ 500:
|year = 1952
|title = Nationalism and Revolution in Indonesia
|url = https://archive.org/details/nationalismrevol0000kahi
|publisher = Cornell University Press
|isbn = 0-8014-9108-8
|page = [https://archive.org/details/nationalismrevol0000kahi/page/233 233]
}}
</ref>
<ref name="Sujatmoko 1997-03-08">{{cite web
|last = Sujatmoko
|first = Bambang
Baris 344 ⟶ 513:
|title = Dwifungsi Di Tiga Zaman
|publisher = [[Gatra]]
|url =
|accessdate = 4 November 2006
|archive-date = 2010-06-17
|archive-url = https://web.archive.org/web/20100617001943/http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/03/11/0015.html
|dead-url = yes
}}</ref>
<ref name="Wibisono 2004-01-20">{{cite web
|last = Wibisono
|first = Christianto
Baris 358 ⟶ 528:
|url = http://www.suarapembaruan.com/News/2004/01/20/Editor/edi01.htm
|accessdate = 4 November 2006
|archive-date = 2007-06-19
|archive-url = https://web.archive.org/web/20070619021517/http://www.suarapembaruan.com/News/2004/01/20/Editor/edi01.htm
|dead-url = yes
}}</ref>
<ref name="Utomo">{{cite web
|last = Utomo
|first = Sumaun
Baris 369 ⟶ 540:
|url = http://kontak.club.fr/Fakta%20kebenaran%20korban%20tragedi%2065.htm
|accessdate = 4 November 2006
|archiveurl =
|archivedate =
|deadurl = no
}}</ref>
<ref name="Suwalu 1999">{{cite web
|last = Suwalu
|first = Sulangkung
Baris 384 ⟶ 553:
|url = http://www.munindo.brd.de/artikel/artikel_03/art03_nasution_antar_suharto.html
|accessdate = 4 November 2006
|archiveurl =
|archivedate =
|dead-url = no
}}</ref>
<ref name="Nawaksara Supplementary">{{Cite news|title = Transcript of Nawaksara Supplementary
|publisher = Tempo
|date = 5 April 1997
|url =
|accessdate = 4 November 2006
|archive-date = 2013-07-08
|archive-url = https://web.archive.org/web/20130708013046/http://www.tempo.co.id/ang/min/02/05/presiden.htm
|dead-url = unfit
|language = id
|work = [[Tempo.co]]
}}</ref>
<ref name="Pour 2000-09-07">{{Cite news|last = Pour
|first = Julius
|date = 7 September 2000
|title = Pasang Surut Jenderal yang Selalu Terpinggirkan
|publisher = Kompas
|url =
|accessdate = 8 November 2014
|archive-date = 2007-09-29
|archive-url = https://web.archive.org/web/20070929111117/http://www.kompas.com/kompas-cetak/0009/07/utama/pasa01.htm
|dead-url = unfit
|work = [[Kompas.com]]
}}</ref>
<ref name="hamline 1998-11-19">{{cite web
|title = Sejarah Jenderal Beroposisi
|publisher = Detik
|date = 19 November 1998
|url =
|accessdate = 4 November 2006
|archive-date = 2009-05-19
|archive-url = https://web.archive.org/web/20090519215726/http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1998/11/20/0029.html
|dead-url = yes
}}</ref>
<ref name="hamline 1993-08-18">{{cite web
|title = Nasution Meets Suharto Again
|date = 18 August 1993
|url =
|accessdate = 4 November 2006
|archive-date = 2003-11-27
|archive-url = https://web.archive.org/web/20031127024806/http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1993/08/17/0005.html
|dead-url = yes
}}</ref>
}}
'''Sumber referensi'''
* {{cite book
|last = Elson
|first = Robert
|title = Suharto: A Political Biography
|url = https://archive.org/details/suhartopolitical0000elso
|year = 2001
|publisher = The Press Syndicate of the University of Cambridge
Baris 474 ⟶ 649:
|language = Indonesia
|title = Jenderal Tanpa Pasukan, Politisi Tanpa Partai: Perjalanan Hidup A.H. Nasution
|publisher = Pusat Data dan
|location = Jakarta
|isbn = 978-979-9065-02-5
Baris 489 ⟶ 664:
|ref = harv
}}
* {{Citation|author=Dinas Sejarah TNI AD|date=1981|title=Sejarah TNI-AD 1945–1973: Riwayat Hidup Singkat Pimpinan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|volume=XIII|pages=|url=https://books.google.com/books?id=l7maivDM07kC}}
* {{Citation|author=Dinas Sejarah TNI AD|date=2011|title=Profil Kepala Staf Angkatan Darat Ke-1 s.d.Ke-26|volume=I|pages=|url=https://drive.google.com/file/d/1Ih0ChoFC3Mm-wzOxnZxg12y2oNzBAlPq/view}}
== Bacaan lebih lanjut ==
* ''Fundamentals of Guerrilla Warfare.'' New York: Praeger, 1965
* C.L.M. Penders and Ulf Sundhaussen, ''Abdul Haris Nasution: a political biography'' (St. Lucia; New York: University of Queensland Press, 1985)
Baris 507 ⟶ 683:
== Pranala luar ==
{{Commonscat|Abdul Haris Nasution}}
* {{id}} [
{{S-start}}
Baris 517 ⟶ 693:
{{Succession box|jabatan=[[Kepala Staf TNI Angkatan Darat]]|pendahulu=[[Djatikoesoemo|G.P.H. Djatikoesoemo]]|pengganti=[[Bambang Soegeng]]|tahun=1949–1952}}
{{s-new}}
{{s-ttl|title=[[Komando Daerah Militer III/Siliwangi#Pejabat Pangdam|Pangdam Siliwangi]]|years=
{{s-aft|after=[[Daan Jahja]]}}
{{S-end}}
{{Menteri Pertahanan Indonesia}}
{{Panglima TNI}}
{{Kepala Staf TNI Angkatan Darat}}
{{Pahlawan Indonesia}}
{{Pergolakan politik Indonesia 1965}}
{{Authority control}}
{{lifetime|1918|2000|}}
{{DEFAULTSORT:Nasution, Abdul Haris}}
[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh militer Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh TNI]]
[[Kategori:Tokoh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]]
[[Kategori:Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]]
[[Kategori:Panglima Komando Daerah Militer III/Siliwangi]]
[[Kategori:Tokoh Batak]]
[[Kategori:Tokoh Mandailing]]
[[Kategori:Marga Nasution|Abdul Haris]]
[[Kategori:Tokoh Sumatera Utara]]
[[Kategori:Tokoh dari Mandailing Natal]]
[[Kategori:Tokoh Petisi 50]]
[[Kategori:Penandatangan Petisi 50]]
[[Kategori:
[[Kategori:
[[Kategori:Menteri Indonesia]]
[[Kategori:Menteri Pertahanan Indonesia]]
[[Kategori:Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia]]
[[Kategori:
[[Kategori:Tokoh Orde Baru]]
[[Kategori:Penerima Bintang Republik Indonesia Adipradana]]
[[Kategori:Penerima Bintang Republik Indonesia Utama]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Adipradana]]
[[Kategori:Penerima Bintang Sakti]]
[[Kategori:Penerima Bintang Dharma]]
[[Kategori:Penerima Bintang Gerilya]]
[[Kategori:Penerima Bintang Sewindu APRI]]
|