Skeptisisme: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Skeptisme menurut ilmu pengetahuan: menambahkan tautan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(19 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Skeptisisme''' adalah sikap mempertanyakan atau mencurigai segala sesuatu karena adanya keyakinan bahwa segala sesuatu bersifat tidak pasti.<ref>{{Cite book|last=Rahim, F. R., dan Sari, S. Y.|date=2019|url=https://drive.google.com/file/d/1Y3RPQsoDyFOjYrpPn145Ded4xQAgsIXL/view|title=Perkembangan Sejarah Fisika|location=Purwokerto|publisher=CV IRDH|isbn=978-623-7343-14-1|pages=452|url-status=live}}</ref> Para penganutnya menyakini adanya pengetahuan yang diduga sebagai keyakinan atau dogma belaka. Kata skeptisisme berasal dari kata skeptis yang menurut [[Kamus Besar Bahasa Indonesia]] (KBBI) berarti kurang percaya atau ragu-ragu terhadap keberhasilan ajaran dan sebagainya.
Secara etimologis, skeptisisme berasal dari [[bahasa Yunani]] σκέπτομαι (''skeptomai'') yang berarti 'untuk melihat sekitar' atau 'untuk mempertimbangkan'.<ref name=":0">{{Cite book|last=Richard H|first=Popkin|date=1967|title=“Skepticism” dalam Encyclopedia of Philosophy|location=USA|publisher=Macmillan Inc.|pages=461|translator-last=Paul|translator-first=Edwards|url-status=live}}</ref>
Kata skeptis tidak harus dipahami sebagai sikap negatif yang langsung meragukan sesuatu dan tidak memercayai keberadaan [[pengetahuan]].<ref>{{Cite book|last=Keraf|first=Sony, dan Mikhael Dua|date=2001|title=Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis|location=Yogyakarta|publisher=Kanisius|pages=40-41|url-status=live}}</ref> Sebab pada pelaksanaannya, skeptisisme mempertanyakan sesuatu dengan cara menyampaikan argumen yang terstruktur untuk menimbulkan keraguan agar mendapatkan penjelasan yang akurat dan memadai.<ref name=":0" /> Secara formal, skeptisisme merupakan topik yang menarik dalam [[filsafat]], khususnya [[epistemologi]]. Sedangkan secara informal, skeptisisme dapat diterapkan pada topik apa pun, seperti politik, agama, atau [[Ilmu semu|pseudosains]]. Ini sering diterapkan dalam ranah yang terbatas, seperti moralitas (skeptisisme moral), [[teisme]] (skeptisisme tentang keberadaan Tuhan), atau [[supernatural]]. Tom Friedman dari ''[[The New York Times|New York Times]]'' mengatakan bahwa skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu. Seorang yang skeptis akan berkata: "Saya kira itu tidak benar. Saya akan mengeceknya."<ref>{{Cite book|last=Ishwara|first=Luwi|year=2007|title=Catatan-catatan Jurnalisme Dasar|location=Jakarta|publisher=Penerbit Buku Kompas|isbn=9789797092023|pages=1|url-status=live}}</ref>.
== Pengertian skeptisisme ==
Dalam penggunaan sehari-hari, skeptisisme dapat diartikan sebagai sikap keraguan atau kecenderungan untuk tidak percaya, baik secara umum maupun terhadap objek tertentu. Skeptisisme juga dapat disebut sebagai doktrin bahwa pengetahuan bukan hal yang pasti, sebuah metode penilaian yang ditangguhkan, keraguan yang terstruktur, atau karakteristik dari kritik skeptis.<ref name=":1">{{Cite web|title=Definition of SKEPTICISM|url=https://www.merriam-webster.com/dictionary/skepticism|website=www.merriam-webster.com|language=en|access-date=2021-12-12}}</ref> Sedangkan dalam [[filsafat]], skeptisisme dapat merujuk pada metode penyelidikan yang menekankan pengawasan kritis, kehati-hatian, dan ketelitian intelektual; metode untuk mendapatkan pengetahuan melalui keraguan terstruktur dan pengujian terus-menerus; seperangkat tuntutan mengenai keterbatasan pengetahuan manusia dan tanggapan yang tepat untuk keterbatasan tersebut.
==
Skeptisisme dapat digolongkan berdasarkan tingkat keraguannya. Dalam [[filsafat]], setidaknya ada tiga pemetaan skeptisisme. ''Pertama'', skeptisisme yang diperkenalkan oleh [[Aristoteles]], yaitu sikap menunda putusan penilaian dan mempertanyakan semua dugaan dan simpulan, sehingga orang terpaksa menjustifikasi dirinya dengan analisis yang kritis. ''Kedua,'' skeptisisme yang diperkenalkan dalam [[fenomenalisme]] [[Immanuel Kant]], bahwa pengetahuan hanya terkait dengan pengalaman atau fenomena dan pikiran manusia tidak mampu mengetahui sumber atau landasan dari pengalaman. ''Ketiga,'' skeptisisme yang dipelopori oleh [[Gorgias]] dari kelompok [[sofis]] [[Yunani]], yaitu mustahil mencapai pengetahuan dan pencarian kebenaran merupakan hal yang sia-sia.<ref>{{Cite book|last=Harol H.|first=Titus|date=1946|title=Living Issues in Philosophy|location=New York|publisher=American Book Company|pages=201|url-status=live}}</ref>
Skeptisisme sebagai sebuah pemahaman bisa dirunut dari [[Yunani|yunani kuno]]. Pemahaman yang kira-kira secara gampangnya “tidak ada yang bisa kita ketahui”, “Tidak ada yang pasti” “Saya ragu-ragu.” sebuah pernyataan yang akan diprotes karena memiliki [[paradoks]]. Jika memang tidak ada yang bisa diketahui, darimana kamu mengetahuinya. Jika memang tidak ada yang pasti, perkataan itu sendiri sesuatu kepastian. Setidaknya dia yakin kalau dirinya ragu-ragu.▼
== Skeptisisme menurut ilmu pengetahuan ==
▲Skeptisisme sebagai sebuah pemahaman bisa dirunut dari [[Yunani|
Skeptis juga bisa dianggap sebagai sifat. Kadang kita juga melakukannya tanpa kita sadari. Ketika kita mendengar bahwa ada cerita kita diculik pocong tentu saja kita mengerutkan kening. Kemudian kita tidak mempercayai dengan mudah, kita anggap isapan jempol, ''urban legend'' (dongeng)'','' palsu. Orang skeptis bisa memberikan argumen-argumen keberatan terhadap cerita tersebut. Mereka meminta bukti, menyodorkan fakta kenapa cerita itu tak mungkin dan lain sebagainya.
Baris 25 ⟶ 20:
Sifat semacam ini penting bagi [[ilmu pengetahuan]]. Ilmu pengetahuan memerlukan suatu kepastian yang seakurat mungkin karena itu ilmuwan diharapkan skeptis. [[Ilmuwan]] tidak boleh langsung percaya begitu saja terhadap berita, percobaan dan lain sebagainya. Ini karena metode dalam ilmu pengetahuan yang ketat.
Jika seseorang menyatakan sebuah teori misalnya “Naga itu ada!” Ilmuan kemudian bertanya. Mana buktinya? Ilmu selalu mempertanyakan bukti. Ini karena ilmu tidak boleh mudah percaya. Ini karena di dunia banyak penipu dan pembohong, ada mereka yang menyatakan melihat sesuatu padahal tidak ada di sana. Ada juga mereka yang merasa melihat sesuatu padahal sebenarnya tidak. Jika komunitas ilmuwan hendak mempercayai hal semacam ini tanpa bukti dan meminta yang lain supaya percaya, maka ilmu pengetahuan akan dipenuhi hal-hal yang tidak bisa dipercaya kebenarannya.<ref>{{cite web
|url=http://www.filsafatilmu.com/artikel/artikel-filsafat-ilmu/skeptisisme-dalam-ilmu |title=Skeptisisme dalam Ilmu
|accessdate=18 Agustus 2015 |archive-date=2011-10-18
|archive-url=https://web.archive.org/web/20111018205206/http://www.filsafatilmu.com/artikel/artikel-filsafat-ilmu/skeptisisme-dalam-ilmu
|dead-url=yes
}}</ref>
== Skeptisisme menurut filsafat ==
Sikap skeptis adalah sebuah pendirian di dalam [[epistemologi]] (filsafat pengetahuan) yang menyangsikan kenyataan yang diketahui baik ciri-cirinya maupun eksistensinya.
Dalam filsafat klasik, mempertanyakan merujuk kepada ajaran mengenai
== Skeptisisme menurut agama ==
Dalam agama, mempertanyakan merujuk kepada "
agama tidak dapat dirujukan atau dipadukan. Artinya banyak pemikir [saintis] yang memandang bahwa agama tidak akan pernah dapat didamaikan dengan sains. Masing-masing berada pada posisi yang berbeda, sains menguji semua hipotesis dan semua teorinya berdasarkan pengalaman, sedangkan agama berdasarkan keyakinan. Kaum skeptis ilmiah sering mengatakan agama dilandaskan pada asumsi-asumsi apriori atau “keyakinan”, sedangkan sains tidak mau menerima begitu saja segala sesuatu sebagai benar. Menurut kaum saintis, memandang agama terlalu bersandar pada imajinasi yang liar, sedangkan sains bertumpuk pada fakta yang dapat diamati. Agama terlalu emosional, penuh gairah dan subjektif, sedangkan sains berusaha untuk tidak memihak, tidak terlalu bergairah, dan objektif. Jadi, pertautan antara keduanya tidak dengan mudah dapat dilakukan. Keduanya memiliki perbedaan mendasar sehingga upaya menyandingkan keduanya dalam satu ”kotak” tentu akan memicu beberapa persoalan, terutama terkait dengan benturan-benturan konseptual, metodologis dan ontologis antara ”sains” dan ”agama”. Secara▼
▲'''Pendekatan Konflik''', suatu keyakinan bahwa pada dasarnya sains dan agama tidak dapat
Pendekatan kontras, suatu pernyataan bahwa tidak ada pertentangan yang sungguh-sungguh, karena agama dan sains memberi tanggapan terhadap masalah yang sangat berbeda. Banyak ilmuwan dan agamawan [teolog] tidak menemukan adanya pertentangan antara agama dan sains. Menurut kubu kontras, ”agama” dan ”sains” sangatlah berbeda sehingga secara logis tidak mungkin ada konflik di antara keduanya. Agama dan sains sama-sama absah [valid] meskipun hanya dalam batas ruang penyelidikan mereka sendiri yang sudah jelas. Kita tidak boleh menilai agama dengan tolok ukur sains,▼
▲'''Pendekatan
'''Pendekatan Kontak''', suatu pendekatan yang mengupayakan dialog, interaksi, dan kemungkinan adanya ”penyesuaian” antara sains dan agama, dan terutama mengupayakan cara-cara bagaimana sains ikut mempengaruhi pemahaman religius dan teologis. Cara untuk menghubungkan agama dengan sains, sebab Haught, tidak rela membiarkan dunia ini terpilah-pilah menjadi dua ranah (dikotomi). Namun, ia juga tidak setuju pada harmoni yang dangkal dalam pendekatan peleburan. Maka menurutnya, pendekatan ini setuju bahwa sains dan agama jelas berbeda secara logis dan linguistik, tetapi dalam dunia nyata, mereka tidak dapat dikotak-kotakkan dengan mutlak, sebagaimana diandaikan oleh kubu pendekatan kontras. Kata mempertanyakan dapat menggambarkan posisi pada sebuah klaim, namun di kalangan lain lebih sering menjelaskan yang menetapkan kekekalan pikiran dan pendekatan untuk menerima atau menolak informasi baru. Individu yang menyatakan memiliki pandangan mempertanyakan sering disebut bersikap skeptis, akan tetapi sering terlupakan apakah sikap secara filsafati mempertanyakan atau ketidakpercayaan secara empiris sebenarnya malahan adalah pernyataan sebuah pengakuan.
Di Indonesia ada beberapa pandangan yang membuat perbedaan tegas antara agama dan kepercayaan kepada Tuhan. Yaitu yang pertama meyakini agama datang dari Tuhan melalui Rasul-Nya yang kemudian terabadikan melalui pesan ilahi ke dalam kitab suci, sedangkan yang kedua tidak lagi mengenal konsep ketuhanan dan kerasulan. Selain itu, muncul istilah yang populer yaitu ”agama langit” dan ”agama bumi” yang mengundang perdebatan.<ref>{{Cite news|last=Okezone|first=|date=2011-02-18|title=Skeptisisme terhadap Agama|url=https://news.okezone.com/read/2011/02/18/58/426056/skeptisisme-terhadap-agama|work=[[Okezone.com]]|language=id-ID|access-date=2020-11-29}}</ref>
== Lihat pula ==
Baris 57 ⟶ 51:
== Referensi ==
{{
[[Kategori:Epistemologi]]
[[Kategori:Istilah filsafat]]
|