Politik identitas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Ahmadrizky0102 (bicara | kontrib)
Merapikan Paragraf dan Menambahkan isi
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor
 
(24 revisi perantara oleh 20 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''[[Politik]] identitas''' adalah sebuah alat [[politik]] suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut.<ref>Alfaqi, M. Z. (2016). [http://journal.um.ac.id/index.php/jppk/article/view/5451/2120 Memahami Indonesia Melalui Prespektif Nasionalisme, Politik Identitas, Serta Solidaritas]. ''Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan'', ''28''(2).</ref> Identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya. [[Puritanisme]] atau ajaran kemurnian atau [[ortodoksi]] juga berandil besar dalam memproduksi dan mendistribusikan ide ‘kebaikan’ terhadap anggota secara satu sisi, sambil di sisi lain menutup nalar perlawanan atau kritis anggota kelompok identitas tertentu.
{{wikify}}
 
'''Identitas''' merupakan basis utama perekat kolektivitas manusia. Identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya. Puritanisme atau ajaran kemurnian (atau yang dianggap paling benar atau ortodoks) juga berandil besar dalam memproduksi dan mendistribusikan ide ‘kebaikan’ terhadap anggota secara satu sisi, sambil di sisi lain menutup nalar perlawanan atau kritis anggota kelompok identitas tertentu. Politik identitas, menurut Abdillah (2002) merupakan politik yang fokus utama kajian dan permaslahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh, politik etnisitas atau primordialisme, dan pertentangan agama, kepercayaan, atau bahasa<ref>Maarif, Ahmad Syafii. 2012. Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita. Jakarta: Democracy Project.</ref>. Politik identitas hadir sebagai narasi resisten kelompok terpinggirkan akibat kegagalan narasi arus utama mengakomodir kepentingan minoritas; secara positif, politik identitas menghadirkan wahana mediasi penyuaraan aspirasi bagi yang tertindas. Fitur dikotomi oposisional menjadi fondasi utama yang membedakan perasaan kolektivitas ke-kita-an terhadap yang lain. Tetapi kenyataannya, pada tataran individual di era modernisasi yang serba mekanik, muncul ‘kegagapan’ untuk memahami struktur masyakarat yang plural, maka intoleransi semakin meningkat. Pendeknya, terjadi ketidaksesuaian ''social imagination'' atau imajinasi sosial tentang kehidupan sehari-hari manusia modern dan interaksinya dengan masyarakat umum.
Pandangan politik identitas menurut Abdillah (2002) merupakan politik yang fokus utama kajian dan permasalahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh, politik etnisitas atau [[primordialisme]], dan pertentangan agama, kepercayaan, atau bahasa.<ref>Maarif, Ahmad Syafii. 2012. Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita. Jakarta: Democracy Project.</ref> Sedangkan menurut Richard Jenkins (2008) menjelaskan bahwa identitas adalah kapasitas manusia untuk mengetahui siapa dirinya. Ini melibatkan ihwal mengetahui siapa kita, mengetahui siapa orang lain, orang lain mengetahui siapa kita, kita mengetahui bagaimana orang lain berpikir tentang kita, dan sebagainya sebuah klasifikasi multi-dimensional atau pemetaan dunia manusia dan tempat kita di dalamnya, sebagai individu dan anggota kolektivitas.
 
Politik identitas hadir sebagai narasi resisten kelompok terpinggirkan akibat kegagalan narasi arus utama mengakomodir kepentingan minoritas; secara positif, politik identitas menghadirkan wahana mediasi penyuaraan aspirasi bagi yang tertindas. Fitur dikotomi oposisional menjadi fondasi utama yang membedakan perasaan kolektivitas ke-kita-an terhadap yang lain. Tetapi kenyataannya, pada tataran individual pada era modernisasi yang serba mekanik, muncul ‘kegagapan’ untuk memahami struktur masyarakat yang plural, maka intoleransi semakin meningkat. Pendeknya, terjadi ketidaksesuaian imajinasi sosial tentang kehidupan sehari-hari manusia modern dan interaksinya dengan masyarakat umum. Politik identitas dianggap sebagai senjata yang kuat oleh elit politik untuk menurunkan popularitas dan keterpilihan rival politik mereka atau upaya untuk mendapatkan dukungan politik dari publik.
 
Isu etnis dan agama adalah dua hal yang selalu masuk dalam agenda politik identitas para elit di [[Indonesia]], terutama kondisi masyarakat Indonesia di mana suasana [[primordialisme]] dan [[sektarianisme]] masih cukup kuat sehingga sangat mudah untuk memenangkan simpati publik, memicu kemarahan dan sentimen massa dengan menyebarkan isu-isu etnis, [[agama]] dan kelompok tertentu<ref>{{Cite journal|last=Suherman|first=Ansar|last2=Putra|first2=Muhammad Rizal Ardiansah|last3=Mansur|date=2020-05-04|title=Identity Politic Contestation in the Public Sphere: A Steep Road of Democracy in Indonesia|url=https://www.atlantis-press.com/proceedings/bis-hess-19/125939545|language=en|publisher=Atlantis Press|pages=227–230|doi=10.2991/assehr.k.200529.046|isbn=978-94-6252-961-8}}</ref> Pada akhir - akkhir ini politik identitas muncul dalam banyak rupanya mulai dari feminisme di eropa gerakan proletar di Amerika Latin, gerakan anti-apartheid di Afrika, pergolakan zionisme vis a vis pengakuan bangsa Palestina, gerakan summer spring di Timur Tengah, dorongan pemekaran wilayah berasas etnis atau suku hingga gerakan separatisme di negara kita adalah wajah-wajah dari politik identitas. Begitu luasnya spektrum politik identitas, dari otoritarian hingga demokrasi, dari kesetaraan hingga keberpihakan, dari modern hingga kearifan lokal, dari negara bangsa hingga negara agama.
 
==Lihat pula==
*[[Ad hominem]]
*[[Agent provocateur]]
*[[Bendera palsu]]
*[[Ikan haring merah]]
*[[Kampanye hitam]]
*[[Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2017]]
*[[Peperangan psikologis]]
*[[Politik pecah belah]]
*[[Taktik salami]]
*[[Ucapan kebencian]]
 
== Referensi ==