Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: penggantian teks otomatis (-Walikota, +Wali kota; -walikota, +wali kota) |
|||
(24 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{overlinked|date=November 2016}}
[[Berkas:National_emblem_of_Indonesia_Garuda_Pancasila.svg|
Sejarah [[Pemerintahan Daerah]] di [[Republik Indonesia]] tidaklah berusia pendek. Lebih dari setengah abad lembaga pemerintah lokal ini telah mengisi perjalanan bangsa. Dari waktu ke waktu pemerintahan daerah telah mengalami perubahan bentuknya. Setidaknya ada tujuh tahapan hingga bentuk
Tiap-tiap periode
== Periode I (1945-1948) ==
Pada periode ini belum terdapat sebuah undang-undang yang mengatur
Oleh PPKI, secara umum, [[Indonesia|wilayah Indonesia]] dibagi menjadi [[Daftar provinsi Indonesia|provinsi-provinsi]]. Tiap-tiap [[provinsi]] dibagi lagi menjadi [[Karesidenan|karesidenan-karesidenan]]. Masing-masing
<onlyinclude>
{| {{prettytable}}
Baris 16:
|-
| Tingkatan Bawah || [[Karesidenan]]
|}
</onlyinclude> Selain itu PPKI juga memutuskan disamping adanya
{| class="wikitable"
|+Perbandingan Pemerintahan Daerah Indonesia Periode I, Pendudukan Jepang, dan Hindia Belanda
!
!Indonesia Periode I (1945-1948)
!Pendudukan Jepang
!Hindia Belanda
|-
|1.
|[[Provinsi]]
| -
[[Otonomi]] bagi daerah baru dirintis dengan keluarnya UU No. 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan [[Komite Nasional Daerah]]. UU No. 1 Tahun 1945 menyebutkan setidaknya ada tiga jenis [[daerah]] yang memiliki [[otonomi]] yaitu: [[Karesidenan]], [[Kota|Kota otonom]] dan [[Kabupaten]] serta lain-lain daerah yang dianggap perlu (kecuali daerah [[Kesunanan Surakarta|Surakarta]] dan [[Kesultanan Yogyakarta|Yogyakarta]]). Pemberian otonomi itu dilakukan dengan membentuk [[Komite Nasional Daerah]] sebagai [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|Badan Perwakilan Rakyat Daerah]]. Sebagai penyelenggara [[pemerintahan daerah]] adalah [[Komite Nasional Daerah]] bersama-sama dengan dan dipimpin oleh [[Kepala Daerah]]. Untuk pemerintahan sehari-hari dibentuk [[Pemerintah Daerah|Badan Eksekutif]] dari dan oleh [[Komite Nasional Daerah]] dan dipimpin oleh [[Kepala Daerah]].▼
|''Provincie''
|-
|2.
|[[Karesidenan]]
|州 Syuu
|''Residentie''
|-
|3.
|[[Kabupaten]]
|縣 Ken
|''Regentschap''
|-
|
|[[Kota]]
|市 Si
|''Gemeente''
|-
|
|
|特別市 Tokubetu Si
|''Stadsgemeente''
|-
|4.
|[[Kawedanan]]
|郡 Gun
|
|-
|5.
|[[Kecamatan]]
|村 Son
|
|-
|6.
|[[Desa]]
|區 Ku
|
|}
▲[[Otonomi]] bagi daerah baru dirintis dengan keluarnya UU No. 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan [[Komite Nasional Daerah]]. UU No. 1 Tahun 1945 menyebutkan setidaknya ada tiga jenis [[daerah]] yang memiliki
Mengingat situasi dan kondisi pada masa itu tidak semua daerah dapat membentuk dan melaksanakan
== Periode II (1948-1957) ==
Pada periode ini berlaku
<onlyinclude>
{| {{Prettytable}}
Baris 52 ⟶ 91:
| Desa, Negeri, Marga, atau nama lain/Kota Kecil
| Daerah Istimewa Setingkat Desa
|}
</onlyinclude> Undang-undang menentukan bahwa
:; [[Legislatif]]
:; [[Eksekutif]]
[[DPRD]] mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Anggota [[DPRD]] dipilih dalam sebuah pemilihan yang diatur oleh UU pembentukan daerah. Masa jabatan Anggota [[DPRD]] adalah lima tahun. Jumlah anggota [[DPRD]] juga diatur dalam UU pembentukan daerah yang bersangkutan. Ketua dan Wakil Ketua [[DPRD]] dipilih oleh dan dari anggota [[DPRD]] yang bersangkutan.
[[Pemerintah Daerah|DPD]] menjalankan pemerintahan sehari-hari.
[[Kepala Daerah]] menjadi ketua dan anggota [[Pemerintah Daerah|DPD]]. [[Kepala Daerah]] diangkat dan diberhentikan dengan ketentuan umum:
Baris 69 ⟶ 109:
# [[Kepala Daerah|Kepala Daerah Istimewa]] diangkat oleh [[Presiden]] dari [[Raja|keturunan keluarga yang berkuasa]] di daerah itu pada zaman sebelum [[Republik Indonesia]] dengan syarat tertentu. Untuk [[daerah istimewa]] dapat diangkat seorang [[Kepala Daerah|Wakil Kepala Daerah Istimewa]] oleh [[Presiden]] dengan syarat yang sama dengan [[Kepala Daerah|Kepala Daerah Istimewa]]. [[Kepala Daerah|Wakil Kepala Daerah Istimewa]] adalah anggota [[Pemerintah Daerah|DPD]].
[[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 22 Tahun 1948 disusun berdasarkan pada [[Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945|konstitusi Republik I]]<ref>Republik I adalah masa berlakunya konstitusi yang disahkan oleh PPKI yang kemudian dikenal dengan UUD 1945, tepatnya adalah 18 Agustus 1945 – 15 Agustus 1950</ref> pasal 18.<ref>Pasal 18 Konstitusi Republik I berbunyi: "Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa."</ref>
: A. Wilayah [[
: B. Wilayah [[Jawa]] meliputi: [[Banten]], [[Jawa Tengah|Jawa Tengah bagian timur]], [[Yogyakarta]], dan [[Jawa Timur|Jawa Timur bagian barat]] ([[Madiun|daerah Mataraman]])
Setelah pembentukan Republik III pada [[15 Agustus]] [[1950]] UU ini berlaku untuk daerah [[
== Periode III (1957-1965) ==
Pada periode ini berlaku
<onlyinclude>
{| {{Prettytable}}
Baris 95 ⟶ 135:
| Daerah Swatantra Tingkat ke III
| Daerah Istimewa Tingkat ke III
|}
</onlyinclude> Kecuali [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Pemerintahan Daerah Kotapraja Jakarta Raya]], dalam [[Kota|Pemerintahan Daerah Kotapraja]] tidak dibentuk [[Daerah otonom|daerah Swatantra tingkat lebih rendah]].
Selain dua macam
Undang-undang menentukan bahwa
:; [[Legislatif]]: [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah]] ([[DPRD]])
;; [[Eksekutif]]: [[Pemerintah Daerah|Dewan Pemerintah Daerah]] ([[Pemerintah Daerah|DPD]])
Baris 111 ⟶ 152:
[[Kepala Daerah]] dipilih, diangkat, dan diberhentikan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. Untuk sementara waktu [[Kepala Daerah]] dipilih oleh [[DPRD]] dengan syarat-syarat tertentu dan disahkan oleh [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] untuk [[Gubernur|Kepala Daerah dari tingkat ke I]] atau [[Menteri|Menteri Dalam Negeri]] atau penguasa yang ditunjuk olehnya untuk [[Bupati|Kepala Daerah dari tingkat ke II]] dan [[Kepala Desa|ke III]]. [[Kepala Daerah]] dipilih untuk satu masa jabatan [[DPRD]] atau bagi mereka yang dipilih antar waktu guna mengisi lowongan [[Kepala Daerah]], untuk sisa masa jabatan tersebut.
[[Kepala Daerah|Kepala Daerah Istimewa]] diangkat dari calon yang diajukan oleh [[DPRD]] dari [[Raja|keturunan keluarga yang berkuasa]] di daerah itu pada zaman sebelum [[Indonesia|Republik]] dengan memperhatikan syarat tertentu dan diangkat serta diberhentikan oleh [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] bagi
:; Konstitusi Republik III pasal 131, 132, dan 133 selengkapnya berbunyi:
<center>Pasal 131</center>
Baris 126 ⟶ 166:
<center>Pasal 133</center>
:; Sambil menunggu ketentuan-ketentuan sebagai dimaksud dalam pasal 132 maka peraturan-peraturan yang sudah ada tetap berlaku, dengan pengertian bahwa penjabat-pejabat daerah bagian dahulu yang tersebut dalam peraturan-peraturan itu diganti dengan penjabat-pejabat yang demikian pada Republik Indonesia.
</ref>
;; [[Eksekutif]]: [[Kepala Daerah]] dengan dibantu [[Perangkat Daerah|Badan Pemerintah Harian]] ([[Perangkat Daerah|BPH]])
:; [[Legislatif]]: [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah]] ([[DPRD]])
Baris 139 ⟶ 179:
== Periode IV (1965-1974) ==
Pada periode ini berlaku
<onlyinclude>
{| {{Prettytable}}
Baris 154 ⟶ 194:
| Tingkat III
| Kecamatan/Kotapraja
|}
</onlyinclude> Daerah-daerah yang memiliki
Undang-undang menentukan bahwa
:;
:; [[Eksekutif]]: [[Kepala Daerah]], dibantu [[Kepala Daerah|Wakil Kepala Daerah]] dan [[Perangkat Daerah|Badan Pemerintah Harian]]
Baris 177 ⟶ 218:
[[Desa]]praja merupakan kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya dan mempunyai harta benda sendiri. Alat-alat kelengkapan pemerintahan desapraja terdiri atas [[Kepala Desa]]praja, [[Badan Permusyawaratan Desa|Badan Musyawarah Desapraja]], [[Desa|Pamong Desapraja]], [[Sekretaris Desa|Panitera Desapraja]], [[Desa|Petugas Desapraja]], dan [[Desa|Badan Pertimbangan Desapraja]].
[[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 18 Tahun 1965 disusun berdasar pasal 18 [[Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945|Konstitusi Republik IV]].<ref>Pasal 18 konstitusi Republik IV berbunyi: "Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa."</ref>
== Periode V (1974-1999) ==
Pada periode ini berlaku
;[[Daerah Otonom]]
Baris 190 ⟶ 231:
|-
| Tingkat I
| Daerah Tingkat I (Dati I)/Daerah Khusus
|-
| Tingkat II
| Daerah Tingkat II (Dati II)
|}
</onlyinclude> ;[[Pembagian administratif|Wilayah Administrasi]]
Baris 204 ⟶ 246:
|-
| Tingkat I
| Provinsi/
|-
| Tingkat II
Baris 214 ⟶ 256:
| Tingkat III
| Kecamatan
|}
</onlyinclude> Nama dan batas [[Daerah Tingkat I]] adalah sama dengan nama dan batas [[Provinsi|Wilayah Provinsi]] atau [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Ibukota Negara]].
# Untuk [[Provinsi|Wilayah Administratif Provinsi]] dan [[Daerah Tingkat I|Daerah Otonom Tingkat I]] disebut [[Provinsi|Provinsi Daerah Tingkat I]]. Sebagai contoh adalah [[Riau|Provinsi Daerah Tingkat I Riau]].
# Untuk [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Wilayah Administratif Ibukota Negara]] dan [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Daerah Otonomi Khusus Ibukota Jakarta]] disebut [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta]].
# Untuk [[Provinsi|Wilayah Administratif Provinsi]] dan [[Daerah Istimewa|Daerah Otonomi Istimewa]] disebut [[Daerah Istimewa|Provinsi Daerah Istimewa]]. Untuk [[Aceh]] disebut [[Aceh|Provinsi Daerah Istimewa Aceh]]. Untuk [[Yogyakarta]] disebut [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta]].
# Untuk [[Kabupaten|Wilayah Administratif Kabupaten]] dan [[Daerah Tingkat II|Daerah Otonom Tingkat II]] disebut [[Kabupaten|Kabupaten Daerah Tingkat II]]. Sebagai contoh adalah [[Kabupaten Kampar|Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar]].
# Untuk [[Kotamadya|Wilayah Administratif Kotamadya]] dan [[Daerah Tingkat II|Daerah Otonom Tingkat II]] disebut [[Kota|Kotamadya Daerah Tingkat II]]. Sebagai contoh adalah [[Kota Pekanbaru|Kotamadya Daerah Tingkat II
Undang-undang menentukan bahwa [[Pemerintahan Daerah|pemerintahan lokal]] menggunakan nomenklatur [[Pemerintahan Daerah|"Pemerintah Daerah"]]. [[Pemerintahan Daerah|Pemerintahan lokal]] terdiri dari:
Baris 248 ⟶ 291:
Dalam [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 5 Tahun 1979 juga diatur mengenai [[Kelurahan]]. [[Kelurahan]] adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah [[Camat]] dan tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. [[Kelurahan|Pemerintah Kelurahan]] terdiri atas [[Lurah|Kepala Kelurahan]] dan [[Kelurahan|Perangkat Kelurahan]] yang meliputi [[Kelurahan|Sekretaris Kelurahan]], [[Kelurahan|Kepala-kepala Lingkungan]], dan [[Kelurahan|Kepala-kepala Urusan]].
[[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 5 Tahun 1974 disusun berdasarkan pasal 18 [[Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945|Konstitusi Republik IV]] dan dikembangkan lebih jauh dengan mengadopsi "ide-ide" yang ada dalam [[Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945|penjelasan Konstitusi]].<ref>Pasal 18 konstitusi Republik IV berbunyi: "Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa". Penjelasan pasal 18 konstitusi berbunyi: "'''(I).''' Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (''streek'' dan ''locale rechtsgemeenschappen'') atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. '''(II).''' Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 ''zelfbesturende landchappen'' dan ''volksgetneenschappen'', seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut".</ref>
== Periode VI (1999-2004) ==
Baris 255 ⟶ 298:
Tiga jenis [[daerah otonom]] adalah [[Provinsi|Daerah Provinsi]], [[Kabupaten|Daerah Kabupaten]], dan [[Kota|Daerah Kota]]. Ketiga jenis daerah tersebut berkedudukan setara dalam artian tidak ada hierarki [[daerah otonom]]. [[Provinsi|Daerah Provinsi]] berkedudukan juga sebagai [[Pembagian administratif|wilayah administratif]].
Undang-undang menentukan bahwa [[Pemerintahan Daerah|pemerintahan lokal]] menggunakan nomenklatur "[[Pemerintahan Daerah
[[Pemerintahan Daerah|Pemerintahan lokal]] terdiri dari:
Baris 271 ⟶ 314:
[[Desa|Pemerintahan Desa]] terdiri atas [[Desa|Pemerintah Desa]] dan [[Badan Permusyawaratan Desa|Badan Perwakilan Desa]]. [[Desa|Pemerintah Desa]] terdiri atas [[Kepala Desa]] atau yang disebut dengan nama lain dan [[Desa|perangkat Desa]]. [[Kepala Desa]] [[Pemilihan Kepala Desa|dipilih langsung]] oleh [[Desa|Penduduk Desa]]. Masa jabatan [[Kepala Desa]] paling lama sepuluh tahun atau dua kali masa jabatan terhitung sejak tanggal ditetapkan. [[Badan Permusyawaratan Desa|Badan Perwakilan Desa]] atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat [[Peraturan Desa]], menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan [[Desa|Pemerintahan Desa]]. [[Badan Permusyawaratan Desa|Anggota Badan Perwakilan Desa]] dipilih dari dan oleh [[Desa|penduduk Desa]] yang memenuhi persyaratan. [[Badan Permusyawaratan Desa|Pimpinan Badan Perwakilan Desa]] dipilih dari dan oleh anggota. Di [[Desa]] dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan [[Desa]] dan ditetapkan dengan [[Peraturan Desa]].
UU ini disusun berdasarkan [[Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945|Konstitusi Republik IV pasal 18]] dan dikembangkan dengan mengadopsi beberapa ide dalam [[Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945|penjelasan konstitusi pasal 18 khususnya bagian II]].<ref>teks lengkap silakan lihat di atas pada catatan kaki periode V</ref>
== Periode VII (mulai 2004) ==
Baris 286 ⟶ 329:
| Tingkat II
| Kabupaten/Kota
|}
</onlyinclude> Undang-undang menentukan bahwa [[Pemerintahan Daerah|pemerintahan lokal]] menggunakan nomenklatur [[Pemerintahan Daerah|"Pemerintah Daerah"]]. [[Pemerintahan Daerah]] adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh [[pemerintah daerah]] dan [[DPRD]] menurut [[Otonomi daerah|asas otonomi]] dan [[tugas pembantuan]] dengan [[Otonomi daerah|prinsip otonomi seluas-luasnya]] dalam sistem dan prinsip [[Indonesia|Negara Kesatuan Republik Indonesia]] sebagaimana dimaksud dalam [[Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945|Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945]]. [[Pemerintahan Daerah|Pemerintahan lokal]] secara umum terdiri dari:
Baris 292 ⟶ 336:
:; [[Eksekutif]]: [[Pemerintah Daerah]], yang terdiri atas [[Kepala Daerah]] dan [[Perangkat Daerah]].
[[Provinsi|Pemerintahan daerah provinsi]]
[[Pemerintahan daerah]] [[Kabupaten]]/[[Kota]] terdiri atas [[Kabupaten|Pemerintah Daerah Kabupaten]]/[[Kota]] dan [[DPRD Kabupaten]]/[[DPRD Kota|Kota]]. Untuk [[Kabupaten]]/[[Kota]] di lingkungan [[Aceh|Provinsi Aceh]] disebut [[Pemerintahan Aceh|Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPR Kabupaten/Kota)]]. Khusus [[Kabupaten]]/[[Kota]] di lingkungan [[Aceh|Provinsi Aceh]] terdapat [[Pemerintahan Aceh|Majelis Permusyawaratan Ulama Kabupaten/Kota (MPU)]] yang menjadi mitra [[Pemerintahan Aceh|DPR Kabupaten/Kota]] dan [[Pemerintahan Aceh|Pemda Kabupaten/Kota]] di dalam lingkungan [[Aceh|Provinsi Aceh]].<ref>Aceh sebenarnya diatur secara khusus melalui UU No. 11 Tahun 2006; bukan di UU No. 32 Tahun 2004. Namun untuk memudahkan mengenali perbedaan antara Aceh dengan daerah lain maka hal tersebut langsung diperbandingkan</ref>
[[DPRD]] merupakan [[Parlemen|lembaga perwakilan rakyat]] daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan [[pemerintahan daerah]]. [[DPRD]] memiliki fungsi [[Legislatif|legislasi]], [[APBD|anggaran]], dan pengawasan. Ketentuan tentang [[DPRD]] sepanjang tidak diatur secara khusus berlaku ketentuan undang-undang yang mengatur Susunan dan Kedudukan [[MPR]], [[DPR]], [[Dewan Perwakilan Daerah|DPD]], dan [[DPRD]]. Khusus untuk [[Pemerintahan Aceh|DPR Aceh]], [[Otonomi Khusus Papua|DPR Papua]], dan [[Pemerintahan DKI Jakarta|DPRD Provinsi DKI Jakarta]] dapat memiliki anggota sebanyak 125% dari jumlah yang ditentukan dalam UU yang mengatur mengenai [[DPRD]].<ref>Sebenarnya Aceh diatur secara khusus melalui UU No. 11 Tahun 2006, Papua diatur secara khusus melalui UU No. 21 Tahun 2001, dan Jakarta diatur secara khusus melalui UU No. 29 Tahun 2007; bukan di UU No. 32 Tahun 2004. Namun untuk memudahkan mengenali perbedaan antara Aceh, Papua, dan Jakarta dengan daerah lain maka hal tersebut langsung diperbandingkan</ref>
[[Kepala daerah]] untuk [[provinsi]] disebut [[Gubernur]], untuk [[kabupaten]] disebut [[Bupati]], dan untuk [[kota]] disebut [[Wali kota]]. [[Kepala Daerah|Wakil kepala daerah]] untuk [[provinsi]] disebut [[Gubernur|Wakil Gubernur]], untuk [[kabupaten]] disebut [[Bupati|Wakil Bupati]] dan untuk [[kota]] disebut [[Wali kota|Wakil Wali kota]]. [[Gubernur]] yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai [[Presiden Republik Indonesia|wakil Pemerintah]] di [[Provinsi|wilayah provinsi]] yang bersangkutan dan bertanggung jawab kepada [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]]. [[Kepala daerah]] dan [[Kepala Daerah|wakil kepala daerah]] [[Pemilihan Kepala Daerah|dipilih]] dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Baris 304 ⟶ 348:
[[Desa]] atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam [[Indonesia|sistem Pemerintahan Negara]]. Termasuk dalam pengertian ini adalah [[Nagari]] di [[Sumatera Barat]], [[Gampong]] di [[Aceh|provinsi Aceh]], [[Lembang]] di [[Sulawesi Selatan]], [[Kampung]] di [[Kalimantan Selatan]] dan [[Papua]], [[Negeri]] di [[Maluku]]. Secara bertahap, [[Desa]] dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi [[kelurahan]].
Dalam [[pemerintahan daerah]] [[kabupaten]]/[[kota]] dibentuk [[Desa|pemerintahan desa]] yang terdiri dari [[Desa|Pemerintah Desa]] dan [[Badan Permusyawaratan Desa]].<ref>Dahulu menggunakan nomenklatur Badan Perwakilan Desa</ref>
[[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 32 Tahun 2004 disusun berdasarkan [[Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945|Konstitusi Republik VI]] pasal 18, 18A, dan 18B.<ref>
Pasal 18, 18A, dan 18B konstitusi Republik VI selengkapnya berbunyi:
<center>
Baris 325 ⟶ 368:
:; '''(1)''' Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
:; '''(2)''' Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang."
</ref>
== Appendix ==
=== Appendix I: Zaman Hindia Belanda ===
Menurut ''Regeering Reglement'' (RR)
Daerah ''[[Daerah
Daerah ''[[Pembagian administratif|
Di
Di
Dengan adanya ''Decentralisatie Wet 1903'' (Stbl 1903 No. 329)
=== Appendix II: Zaman Pendudukan Militer Jepang ===
Pada masa pendudukan militer [[Jepang]], 東印度 [[Indonesia|''To Indo'']] dikuasai oleh tiga divisi besar tentara pendudukan yang berbeda. [[Jawa|Wilayah Jawa]] dikuasai oleh [[Angkatan Darat|Divisi XVI Angkatan Darat]] (軍政監部ジャワ ''Gunseikanbu [[Jawa]]'') yang berpusat di [[Jakarta]]. [[
Khususnya [[Jawa]], pemerintahan tertinggi berada di tangan 最高指揮官 ''Saikoo Sikikan'' (''Gunsereikan''). Nomenkaltur daerah diganti menurut [[bahasa Jepang]]. Beberapa tingkatan daerah dihapuskan. Begitu pula dengan [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|Locale Raad-nya]] dibekukan/dibubarkan. Pada masa pendudukan Jepang tingkatan daerahnya menjadi:
州 ''Syuu'' ([[karesidenan]]) dipimpin oleh 州長官 ''Syuutyookan'', 市 ''Si'' ([[kota]])/ 縣 ''Ken'' ([[kabupaten]]) dipimpin oleh 市長/縣長 ''Sityoo''/''Kentyoo'', 郡 [[Gun]] ([[distrik]]) dipimpin oleh 郡長 ''Guntyoo'', 村 ''Son'' ([[kecamatan]]) dipimpin oleh 村長 ''Sontyoo'', dan 區 ''Ku'' ([[desa]]) dipimpin oleh 區長 ''Kutyoo''.
Daerah dengan kedudukan [[Zelfbesturende Lanschappen]] diganti nomenklaturnya menjadi 公地 ''Kooti''. Daerah ini masih diperkenankan memiliki [[otonomi daerah|pemerintahan sendiri]], namun dengan pengawasan yang sangat ketat dari [[Jepang|pemerintahan militer]] dengan menempatkan pejabat 公地事務局長官 ''Kooti-Zimukyoku-tyookan''.
Pada akhir masa pendudukan, [[Jepang]] kembali menghidupkan [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|Locale Raad]] dengan nomenklatur 州参議会 ''Syuu Sangi-kai'' bagi ''Syuu'' dan 特別市参議会''Tokubetsu Si Sangi-kai'' bagi ''Si''.
=== Appendix III: Konsep BPUPKI-PPKI ===
Konsep pemikiran mengenai [[pemerintahan daerah]] di dalam [[BPUPKI|Sidang BPUPKI]] berkembang secara dinamis. Beberapa ide yang muncul antara lain dari [[Mohammad Yamin|Muh. Yamin]], [[Soepomo|Supomo]], dan [[Mohammad Hatta|Hatta]]. Dari sidang-sidang dihasilkan beberapa hasil antara lain: [[Indonesia|Negara Indonesia]] akan berbentuk [[Republik]],<ref>Keputusan ini diambil dengan voting: 55 suara republik, 6 suara kerajaan, 2 suara lain-lain (imamat [teokrasi]), dan 1 suara abstain; jumlah 66 suara</ref>
Dalam [[PPKI|sidang PPKI]] [[Soepomo|Supomo]] kembali menjelaskan susunan dan kedudukan daerah. [[Pemerintahan daerah]] akan disusun dalam undang-undang. Dalam [[pemerintahan daerah]] akan bersifat permusyawaratan dengan adanya [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|Dewan Perwakilan Daerah]]. [[Zelfbestuurende Landschappen]] (Kooti, [[Kesultanan|Sultanaat]]) akan berkedudukan sebagai [[daerah istimewa]] (daerah yang mempunyai [[Daerah Istimewa|sifat istimewa]], mempunyai [[Monarki|susunan asli]]) bukan sebagai [[negara]] karena hanya ada [[Indonesia|satu negara]]. [[Daerah istimewa]] itu akan menjadi bagian dari [[Indonesia|Staat Indonesia]] dan akan dihormati [[Monarki|susunan asli pemerintahannya]]. ''Zelfstandige gemeenschappen'' atau ''Inheemsche Rechtsgemeenschappen'' seperti [[desa]], [[nagari]], [[marga]] dan sebagainya akan dihormati susunan aslinya. Suasana sidang pembahasan Pemerintahan Daerah di Indonesia berlangsung dengan hangat dan berkembang secara dinamis. Keputusan resmi [[PPKI]] dapat dilihat pada periode I di atas.
Baris 363 ⟶ 406:
=== Appendix IV: RIS dan NIT ===
[[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Serikat|Konstitusi Republik II]]<ref>Republik II adalah masa berlakunya konstitusi federal yang dikenal dengan Konstitusi Republik Indonesia Serikat, tepatnya 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950</ref> mengatur hubungan antara [[Negara Federal]] dengan [[Negara Bagian]]<ref>Aturan ini terdapat dalam Bab II Republik Indonesia Serikat dan Daerah-daerah Bagian</ref> dan menyerahkan pengaturan [[pemerintahan daerah]] pada masing-masing [[negara bagian]].<ref>misalnya pasal 47 yang berbunyi: "Peraturan-peraturan ketatanegaraan negara-negara haruslah menjamin hak atas kehidupan-rakyat sendiri kepada pelbagai persekutuan-rakyat di dalam lingkungan daerah mereka itu dan harus pula mengadakan kemungkinan untuk mewujudkan hal itu secara kenegaraan dengan aturan-aturan tentang penyusunan persekutuan itu secara demokrasi dalam daerah-daerah otonomi"</ref>
Sesuai dengan [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Serikat|konstitusi Federal]] yang menyerahkan pengaturan [[pemerintahan daerah]] pada masing-masing [[negara bagian]], maka [[Pemerintahan daerah]] di [[Indonesia|Negara Bagian Republik Indonesia (Yogyakarta)]] tetap diatur dengan [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 22 Tahun 1948.<ref>Lihat pada periode II di atas</ref>
<onlyinclude>
{| {{Prettytable}}
Baris 380 ⟶ 423:
| Tingkat III
| Daerah Anak Bagian
|}
</onlyinclude> Di [[Negara Indonesia Timur|wilayah NIT]] sebelum negara bagian itu melebur menjadi [[Indonesia|Negara Kesatuan]] sempat ada tiga belas [[Provinsi|Daerah]] yang terbentuk. Ketiga belas [[Provinsi|daerah]] itu adalah: (1) [[Sulawesi Selatan]]; (2) [[Minahasa]]; (3) [[Kepulauan Sangihe dan Talaud]]; (4) [[Sulawesi Utara]]; (5) [[Sulawesi Tengah]]; (6) [[Bali]]; (7) [[Lombok]]; (8) [[Sumbawa]]; (9) [[Flores]]; (10) [[Sumba]]; (11) [[Pulau Timor|Timor dan kepulaunnya]]; (12) [[Maluku|Maluku Selatan]]; dan (13) [[Maluku Utara]]. [[Kabupaten|Daerah Bagian]] dan [[Desa|Daerah Anak Bagian]] berdasarkan UU tersebut belum sempat terbentuk sampai [[NIT]] melebur menjadi [[Indonesia|Negara Kesatuan]].
|