Kulur, Temon, Kulon Progo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Noer.fajr (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k Pranala luar: Bot: Menambah referensi, removed stub tag
 
(18 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
== [http://kulur.desa.id/web/c_demografi Demografi] ==
{{desa
|nama = Kulur
|peta =
|foto = [[Berkas:Balai_Desa_Kulur.png|jmpl|300px|Balai Desa Dan Kantor Kepala Desa Kulur]]
|provinsi = Daerah Istimewa Yogyakarta
|nama dati2 = Kulon Progo
Baris 9:
|nama pemimpin = Adi Nugroho, S.Pt
|luas =279.8640 Ha
|penduduk =28562.856 Jiwa
|kepadatan =
}}
|situs web=http://kulur.desa.id/}}[[Berkas:Balai_Desa_Kulur.png|jmpl|400x400px|
'''Kulur''' adalah nama sebuah [[desa]] yang terletak di [[kecamatan]] [[Temon, Kulon Progo|Temon]], [[Kabupaten Kulon Progo|Kulon Progo]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]], [[Indonesia]]. Desa Kulur terletak dibagian timur Kecamatan Temon yang berjarak sekitar 4 km dari ibu kota Kecamatan Temon atau 6 Km dari ibu kota [[Kabupaten Kulon Progo]]. Desa ini memiliki luas wilayah 279.8640 Ha terbagi menjadi 7 [[pedukuhan]] dengan jumlah penduduk 2.856 Jiwa.
Balai Desa Dan Kantor Kepala Desa Kulur, Kecamatan Temon
|kiri]]'''[http://kulur.desa.id/ Kulur]''' adalah nama sebuah [[desa]] yang terletak di [[kecamatan]] [[Temon, Kulon Progo|Temon]], [[Kabupaten Kulon Progo|Kulon Progo]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]], [[Indonesia]]. [http://kulur.desa.id/ Desa kulur]  terletak dibagian timur Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo dengan batas wilayah desa :
 
== Sejarah ==
Sebelah Utara : Pedukuhan Selo Barat, Desa Hargorejo Kecamatan Kokap 
=== Asal Usul Desa Kulur/Legenda Desa Kulur ===
Setiap desa atau daerah pasti memiliki sejarah dan latar belakang tersendiri yang merupakan pencerminan dari karakter dan ciri khas tertentu dari suatu daerah. Sejarah Desa atau daerah sering kali tertuang dalam dongeng-dongeng yang diwariskan secara turun temurun dari mulut ke mulut sehingga sulit untuk dibuktikan secara fakta. Dan tidak jarang dongeng tersebut dihubungkan dengan mitos tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat. Dalam hal ini Desa Kulur juga memiliki hal tersebut yang merupakan identitas dari desa yang akan dituangkan dalam kisah dibawah ini.
[[Berkas:Rialatan di Nggunungan Polodadi, Kulur.jpg|jmpl|270px|Rialatan di Ngunungan Polodadi, Kulur]]
Dari berbagai sumber yang telah ditelusuri dan digali, asal usul desa Kulur memiliki versi banyak cerita yang bervariatif. Hal tersebut disebabkan banyaknya tempat yang dikrematkan yang kemudian dipercaya dan dijadikan pedoman sebagai keramat orang pertama yang datang membuka suatu desa. Dari dasar diatas akhirnya legenda desa Kulur diangkat dari seorang tokoh. Karena secara umum masyarakat meyakini bahwa orang pertama yang memberi nama Kulur.
 
'''Versi I:'''
Sebelah Timur : Pedukuhan Kriyan, Desa Hargorejo Kecamatan Kokap
 
Raden Ayu Pakuwati merupakan salah satu bangsawan Kraton yang diasingkan (disetrakke, jawa), atau dikucilkan oleh keluarga istana karena dianggap telah membawa aib keluarga, kemudian beliau diasingkan di salah satu bagian wilayah ADIKARTO yang waktu itu masih belum banyak penduduknya, serta belum memiliki nama wilayah.
Sebelah Selatan : Desa Tawangsari Kecamatan Pengasih dan Kedundang  Kecamatan Temon
 
Kemudian terdengar seseorang yang juga seorang bangsawan, yang sedang melaksanakan dakwah ke wilayah yang sama, yang dikenal sebagai Kyai Mertinggi/Ki Ageng Bahu Lawe. Beliau melaksanakan dakwah di wilayah ini dan pada waktu itu telah dilaksanakan pengislaman warga secara massal, yang dilaksanakan di Nggunungan Polodadi yang hingga sekarang masih di kenang warga sebagai tempat tirakatan yang setiap setahun sekali melaksanakan upacara bersih desa yang diisi dengan kegiatan Tahlil dan pembaaan sholawat nabi.
Sebelah Barat : Pedukuhan Siwates, Desa Kaligintung Kecamatan Temon
 
Pertemuan Kyai Mertinggi dengan Raden Ayu Pakuwati. Raden Ayu Pakuwati mendapat saudara (sedulur), sesama bangsawan yang sekian lama berada di tempat/wilayah ini, baru sekali ini bertemu dengan seorang bangsawan. Kemudian Raden Ayu Pakuwati mengajak Kyai Mertinggi untuk tetap tinggal /menemani dengan mengatakan: ''"Sampeyan wus tak aku pinongko sedulur."'' Pada akhirnya kata tak aku pinongko sedulur (jawa) berubah menjadi kata KULUR, untuk memudahkan ucapan.
=== [http://kulur.desa.id/web/c_demografi Topografi]  ===
Topografi atau bentangan daerah adalah daerah dataran rendah dan daerah pegunungan/perbukitan dengan ketinggian ± 12 m di atas permukaan air laut Samudera Hindia/Laut Selatan Jawa. Pada daerah dataran rendah, desa Kulur dilalui saluran induk Kalibawang yang berada di tengah desa memanjang dari Pedukuhan Polodadi sebelah utara ke barat pedukuhan Kebondalem, Pedukuhan Bojong dan berakhir dipedukuhan Trukan sedangkan pada daerah dataran perbukitan/pegunungan berada di sebelah utara Desa Kulur meliputi sebagian pedukuhan Kaligayam, pedukuhan Setro dan pedukuhan Trukan pada daerah ini disebut hutan rakyat karena telah dilakukan penghijaun dilahan milik masyarakat setempat.
 
Sedangkan wilayah dimana Raden Ayu Pakuwati tinggal pada akhirnya disebut sebagai SETRO, yang berasal dari kata di setrakke (jawa) yang berarti dikucilkan.
=== [http://kulur.desa.id/web/c_demografi Luas wilayah] ===
Luas wilayah administrasi Desa Kulur : 279.8640 Ha terdiri atas :
 
'''Versi II:'''
Tanah Pekarangan  : 157.1050 ha
 
Tersebut juga pada versi yang lain bahwa KULUR berasal dari kata KUWU dan LUHUR. Selain itu, tersebut juga versi lain dari asal muasal desa Kulur:
Tanah pertanian     :  44.3420 ha
[[Berkas:Makam Kyai Mertinggi-Ki Ageng Bahu Lawe.jpg|jmpl|270px|Makam Kyai Mertinggi/Ki Ageng Bahu Lawe di Desa Kulur]]
'''Kyai Mertinggi/Ki Ageng Bahu Lawe''' berasal dari majapahit yang malarikan diri dari kejaran prajurit kerajaan demak. Kyai mertinggi bersama sahabatnya bernama glagah wiro dan ki gebang, melarikan diri dari majapahit dan tibalah di desa kulur tepatnya di gunung songgo, kenapa di namakan gunung songgo? Karena penyebutan ini konon kabarnya karena mereka selalu sangga wang (bertopang dagu) meratapi nasib yang tak tentu rimbanya. Setelah berhari-hari di tempat itu merasa aman, maka mereka memutuskan untuk tinggal di tempat itu. Pada suatu hari warga sekitar berkeluh kesah karena beberapa hari warga satu persatu raib dan hilang, setelah di teliti warga yang hilang itu di makan seekor ular besar yang bernama sarpa pangan angin, wujutnya seperti belut besar hitam (keling) dan terdapat batu mustika kecubung di keningnya.
 
Mendengar keluh kesah penduduk mereka bertiga berembug memutar otak mencari cara untuk membinasakan ular yang membuat penduduk mengalami depresi mental dan ketakutan. Setelah berhari-hari, akhirnya mereka memutuskan untuk berperang dengan sang ular. Sebagai tameng pertahanan dibuatlah sebuah bronjong besar dari bambu wulung. Dan suatu sore mereka di antar oleh warga ke tempat persembunyian ular raksasa tersebut, berbekal beronjong dan keris segoro muncar, kyai mertinggi mulai bertempur dengan ular itu, kyai mertinggi di gebas buntut ular tersebut sampai ke (sekarang pasar dekat teteg rel) pertempuran semakin sengit, lalu beliau membalas menjebak ular tersebut masuk ke bronjong dan beliau habisi ular tersebut dengan pusakanya.
Tanah pegunungan :  62.3590 ha
 
Akhirnya sang ular dapat dibinasakan, setelah pusaka keris bertubi-tubi dihunjamkan dan mendarat di sekitar leher sang ular tempat nyawa berada batu kecubung pun terlempar, tempat jatuhnya batu tersebut kini ditandai sebuah sumur bernama sumur bandung. Peristiwa terbunuhnya sarpa pangan angin itu terjadi pada hari kamis kliwon menjelang senja hari. Oleh penduduk bangkai ular besar itu kemudian digunakan sebagai tanggul untuk membendung air. Tempat beradanya bangkai ular itu kemudian hari bernama gumuk tanggul angin. tanggul karena digunakan untuk menanggul dan angin karena namanya sarpa pangan angin. Menurut kepercayaan orang jawa meskipun wujud fisik ular tersebut sudah hancur bersatu dengan tanah, namun wujud metafisiknya dipercaya masih berada di tempat itu. Artinya pada saat tertentu akan tampak wujud metafisiknya. Dan tidak menutup kemungkinan akan berulah lagi.
Tanah lainnya         :  16.0220 ha 
 
(termasuk  jalan desa, jalan Kereta api, makam, dan sungai )  
 
=== [http://kulur.desa.id/web/c_demografi Orbitan desa/jarak dari pusat pemerintahan desa] ===
Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan       : Kurang lebih 4 km
 
Jarak dari Ibu kota Kabupaten                 : Kurang lebih 6 km
 
Jarak dari Ibukota Propinsi                   : Kurang lebih 45 km
 
Jarak dari Ibukota Negara                     : Kurang lebih 550 km
 
=== Kawasan rawan bencana  ===
Pedukuhan Kaligayam, Setro dan Trukan merupakan wilayah perbukitan yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Pedukuhan Polodadi (lahan persawahan), Kebondalem, Bojong dan Tigaron merupakan daerah rawan genangan air.
 
== [http://kulur.desa.id/web/c_lembaga_desa Perangkat Desa] ==
* Kepala Desa : Adi Nugroho, S.Pt
* Sekretaris Desa : Farid Nurhuda Isyai', S.Pd
* Kasi Kemasyarakatan : Muhammad Nur Fajr
* Kasi Pemerintahan : Miswan Rahayusanga
* Kasi Pembangunan dan Pemberdayaan : Sutardi
* Kaur Perencanaan dan Keuangan : Eko Wahyu Mulyanto
* Kaur Umum Aparatur Desa dan Aset : Muh Zamroni
* Dukuh Kaligayam : Surasa
* Dukuh Polodadi : Sutarno
* Dukuh Tigaron : Sawal
* Dukuh Trukan : Eni Murtiati
* Dukuh Setro : Sumarno
* Dukuh Kebondalem : Bambang Suharsono
* Dukuh Bojong : Suyono
* Staff Desa 1 : Herma Adi Prasetyo
* Staff Desa 2 : Meri Nur Santi
 
== [http://kulur.desa.id/web/c_sejarah Sejarah Desa] ==
 
=== Asal Usul Desa Kulur/Legenda Desa Kulur ===
Setiap desa atau daerah pasti memiliki sejarah dan latar belakang tersendiri yang merupakan pencerminan dari karakter dan ciri khas tertentu dari suatu daerah.
 
Sejarah Desa atau daerah seringkali tertuang dalam dongeng-dongeng yang diwariskan secara turun temurun dari mulut ke mulut sehingga sulit untuk dibuktikan secara fakta. Dan tidak jarang dongeng tersebut dihubungkan dengan mitos tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat. Dalam hal ini Desa Kulur juga memiliki hal tersebut yang merupakan identitas dari desa yang akan dituangkan dalam kisah dibawah ini.
[[Berkas:Rialatan di Nggunungan Polodadi, Kulur.jpg|jmpl|308x308px|
Rialatan di Ngunungan Polodadi, Kulur
]]
Dari berbagai sumber yang telah ditelusuri dan digali, asal usul desa Kulur memiliki versi banyak cerita yang bervariatif. Hal tersebut disebabkan banyaknya tempat yang dikrematkan yang kemudian dipercaya dan dijadikan pedoman sebagai keramat orang pertama yang datang membuka suatu desa. Dari dasar diatas akhirnya legenda desa Kulur diangkat dari seorang tokoh. Karena secara umum masyarakat meyakini bahwa orang pertama yang memberi nama Kulur.
 
Raden Ayu Pakuwati merupakan salah satu bangsawan Kraton yang diasingkan  (disetrakke, jawa), atau dikucilkan oleh keluarga istana karena dianggap telah membawa aib keluarga, kemudian beliau diasingkan di salah satu bagian wilayah ADIKARTO yang waktu itu masih belum banyak penduduknya, serta belum memiliki nama wilayah.
 
Kemudian terdengar seseorang yang juga seorang bangsawan, yang sedang melaksanakan dakwah ke wilayah yang sama, yang dikenal sebagai Kyai Mertinggi. Beliau melaksanakan dakwah di wilayah ini dan pada waktu itu telah dilaksanakan pengislaman warga secara massal, yang dilaksanakan di Nggunungan Polodadi yang hingga sekarang masih di kenang warga sebagai tempat tirakatan yang setiap setahun sekali melaksanakan upacara bersih desa yang diisi dengan kegiatan Tahlil dan pembaaan sholawat nabi.
 
Pertemuan Kyai Mertinggi dengan Raden Ayu Pakuwati. Raden Ayu Pakuwati mendapat saudara (sedulur), sesama bangsawan yang sekian lama berada di tempat/wilayah ini, baru sekali ini bertemu dengan seorang bangsawan. Kemudian Raden Ayu Pakuwati mengajak Kyai Mertinggi untuk tetap tinggal /menemani dengan mengatakan : ''"Sampeyan wus tak aku pinongko sedulur."'' Pada akhirnya kata tak aku pinongko sedulur (jawa) berubah menjadi kata KULUR, untuk memudahkan ucapan.
 
Sedangkan wilayah dimana Raden Ayu Pakuwati tinggal pada akhirnya disebut sebagai SETRO, yang berasal dari kata di setrakke (jawa) yang berarti dikucilkan.
 
Beberapa tokoh masyarakat sebagai sumber informasi tentang nama desa yang disarikan oleh tim penyusun antara lain:
Baris 102 ⟶ 54:
Sejarah Pemerintahan Desa
 
Pada jamanzaman penjajahan Belanda Desa Kulur berbentuk Kalurahan yang dipimpin seorang Lurah yang membawahi 6 padukuhan yaitu :
 
1. Padukuhan Kaligayam
Baris 118 ⟶ 70:
Tiap padukuhan dipimpin oleh seorang Dukuh yang membawahi wilayah padukuhan dan telah menjalankan tugas fungsinya dengan baik. Sebagai imbalan dari pelayanan, Pemerintah desa menyediakan lahan sawah ( tanah bengkok ).
 
Seiring dengan perkembangan jamanzaman padukuhan Kebondalem dan Tigaron mengalami pemekaran wilayah dari dua padukuhan menjadi tiga padukuhan.
 
Daerah padukuhan Tigaron yang dikenal dengan sebutan Brengkel dan daerah padukuhan Kebondalem yang dikenal dengan sebutan Bojong digabung menjadi satu wilayah padukuhan dengan nama Padukuhan Bojong, sehingga Desa Kulur yang semula enam padukuhan menjadi tujuh padukuhan yaitu :
 
1. Padukuhan Kaligayam
Baris 136 ⟶ 88:
7. Padukuhan Bojong.
 
== Batas wilayah ==
Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
{{Batas_USBT
|utara= [[Kokap, Kulon Progo|Kecamatan Kokap]]
|selatan= [[Kedundang, Temon, Kulon Progo|Desa Kedundang]], [[Demen, Temon, Kulon Progo|Desa Demen]] dan [[Pengasih, Kulon Progo|Kecamatan Pengasih]]
|barat= [[Kaligintung, Temon, Kulon Progo|Desa Kaligintung]]
|timur= [[Kokap, Kulon Progo|Kecamatan Kokap]]
}}
 
== Pembagian wilayah ==
# Dukuh Kaligayam
# Dukuh Polodadi
# Dukuh Tigaron
# Dukuh Trukan
# Dukuh Setro
# Dukuh Kebondalem
# Dukuh Bojong
 
== Geografi ==
=== Topografi ===
Topografi atau bentangan daerah adalah daerah dataran rendah dan daerah pegunungan/perbukitan dengan ketinggian ± 12 m di atas permukaan air laut Samudera Hindia/Laut Selatan Jawa. Pada daerah dataran rendah, desa Kulur dilalui saluran induk Kalibawang yang berada di tengah desa memanjang dari Pedukuhan Polodadi sebelah utara ke barat pedukuhan Kebondalem, Pedukuhan Bojong dan berakhir dipedukuhan Trukan sedangkan pada daerah dataran perbukitan/pegunungan berada di sebelah utara Desa Kulur meliputi sebagian pedukuhan Kaligayam, pedukuhan Setro dan pedukuhan Trukan pada daerah ini disebut hutan rakyat karena telah dilakukan penghijaun dilahan milik masyarakat setempat.
 
=== Penggunaan lahan ===
Luas wilayah administrasi Desa Kulur: 279.8640 Ha terdiri atas:
 
Tanah Pekarangan: 157.1050 ha
 
Tanah pertanian: 44.3420 ha
 
Tanah pegunungan: 62.3590 ha
 
Tanah lainnya: 16.0220 ha
 
(termasuk jalan desa, jalan Kereta api, makam, dan sungai )
 
=== Kawasan rawan bencana ===
Pedukuhan Kaligayam, Setro dan Trukan merupakan wilayah perbukitan yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Pedukuhan Polodadi (lahan persawahan), Kebondalem, Bojong dan Tigaron merupakan daerah rawan genangan air.
 
== Pemerintahan ==
=== Daftar pemimpin ===
Dari masa berdirinya desa Kulur sampai dengan sekarang telah mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan Lurah / Kepala Desa.
 
Adapun nama Lurah / Kepala Desa Kulur adalah sebagai berikut :
 
1. Lurah Demang Pantja
Baris 158 ⟶ 150:
9. Kepala Desa Adi Nugroho, S.Pt. (2015 - Sekarang)
 
=== SejarahPerangkat Pembangunan Desadesa ===
* Kepala Desa: Adi Nugroho, S.Pt
Pembangunan di desa Kulur dapat dicatat pembangunannya pada beberapa era kepemimpinan Lurah/Kepala Desa yang masing-masing memiliki hal-hal yang menonjol anatara lain sbb :
* Sekretaris Desa: Farid Nurhuda Isyai', S.Pd
* Kasi Kemasyarakatan: Muhammad Nur Fajr
* Kasi Pemerintahan: Miswan Rahayusanga
* Kasi Pembangunan dan Pemberdayaan: Sutardi
* Kaur Perencanaan dan Keuangan: Eko Wahyu Mulyanto
* Kaur Umum Aparatur Desa dan Aset: Muh Zamroni
* Dukuh Kaligayam: Surasa
* Dukuh Polodadi: Sutarno
* Dukuh Tigaron: Sawal
* Dukuh Trukan: Eni Murtiati
* Dukuh Setro: Sumarno
* Dukuh Kebondalem: Bambang Suharsono
* Dukuh Bojong: Suyono
* Staff Desa 1: Herma Adi Prasetyo
* Staff Desa 2: Meri Nur Santi
 
== Pembangunan Desa ==
Pembangunan di desa Kulur dapat dicatat pembangunannya pada beberapa era kepemimpinan Lurah/Kepala Desa yang masing-masing memiliki hal-hal yang menonjol anatara lain sbb:
 
1. Masa kepemimpinan Demang Pantja
* Pembangunan Masjid Kauman ( Masjid Desa )[[Berkas:Masjid al muqorrobin.png|jmpl|Masjid Al-Muqorrobin Kulur, Temon|308x308px270px]]
 
2. Masa kepemimpinan Lurah Puspowirogo
Baris 174 ⟶ 184:
* Jalan tembus Polodadi - Kebondalem
* Balai makam Gunung Tahunan
*6. Masa kepemimpinan Lurah Suwandi Probohardjono
* Jalan lingkar tapal kuda
* Pagar balai desa
* Lapangan Mbabrik Trukan
67. Masa kepemimpinan Lurah Nur Hadi Rahmanto
* Rehab Kantor dan Balai Desa
* Pendirian pasar desa  ''"CIKLI"''
* [[Berkas:Pasar Cikli Kulur.png|jmpl|270px|'''Pasar Cikli Kulur''' yang terletak di Pedukuhan Polodadi, Desa Kulur]]Pendirian kios desa
* Pendirian kios desa
* Pendirian Gedung TK
* Pelebaran jalan Desa
Baris 188 ⟶ 198:
* Penghijauan
* Rehab balai makam Gunung Tahunan
78. Masa kepemimpinan Kepala Desa Albanani Heru Irianto.Bc.Hk.
* Jembatan Desa Setro-Kaligayam
* Penambahan & rehab gedung TK pertiwi ekokapti
* Pembangunan Poskesdes
* [[Berkas:Poskesdes Kulur.png|jmpl|270px|'''Poskesdes Kulur''' yang terletak di Pedukuhan Bojong, Desa Kulur, Kecamatan Temon]]Rehab Jembatan Bojong Ngeprih (Trukan )
* Rehab Balai Desa dan tempat parkir
* Mushola Balai Desa
Baris 203 ⟶ 213:
* Pengaman tanggul kali nagung dengan bronjong
 
(Ditulis dan diedit oleh '''Pemerintah Desa Kulur''')Rewritted AuthorBy by '''Muhammad Nur Fajr'''{{Temon, Kulon Progo}}''
 
== Pranala luar ==
* [http://kulur-kulonprogo.desa.id/ Situs Resmi Desa Kulur, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo]
 
{{Temon, Kulon Progo}}
{{kelurahan-stub}}
{{Authority control}}